ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SENTRA PADA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK TAMAN BELIA CANDI SEMARANG

 

Yohana Nitano 1)

Muniroh Munawar 2)

Nila Kusumaningtyas 3)

1) Mahasiswa PGPAUD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Semarang

2) 3) Dosen Universitas PGRI Semarang

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang kemampuan literasi anak dengan fokus penelitian pada kemampuan membaca dan menulis melalui model pembelajaran sentra. Populasi dalam penelitian ini adalah anak TK B kelompok buncis yang berjumlah 8 anak. penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Instrument yang di gunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung, wawancara dan dokumentasi. hasil penelitian yang di temukan dalam model pembelajaran sentra dapat memberikan dampak posetif terhadap kemampuan membaca dan menulis anak kelompok buncis di mana pada tahap ini anak dapat mengenal huruf besar dan kecil, mengerti urutan huruf dalam tulisan menggambarkan urutan bunyi dalam ucapan, mengeja kata sederhana, mengenal huruf dan tanda-tanda di sekitar, mengidentifikasi buku dari judul serta melakukan aktivitas yang berkaitan dengan buku. Sedangkan pada tahap menulis anak sudah mampu menulis dengan cara menggambar, menggores, menghasilkan huruf atau unit yang sudah baik seperti menulis nama sendiri, menulis dengan mencoba mengeja satu persatu, menulis dengan mengeja langsung. Hal ini memperlihatkan bahwa kemampuan literasi anak dalam hal membaca dan menulis melalui model pembelajaran sentra menunjukan hasil yang signifikan dan sangat sesuai dengan karakteritik anak usia dini.

Kata kunci: Kemampuan literasi anak dalam hal membaca dan menulis

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Secara universal pendidikan dapat dipahami sebagai upaya pengembangan potensi kemanusiaan secara utuh dan penanaman nilai-nilai sosial budaya untuk mempertahankan hidup secara layak. Seperti yang diamanatkan dalam undang-undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut secara jelas mengambarkan bagaimana urgensitas pendidikan dalam mempersiapkan manusia atau masyarakat dalam menghadapi global.

Untuk menciptakan generasi yang mampu menghadapi persaingan global, salah satu potensi yang perlu dikembangkan adalah kemampuan literasi. Literasi merupakan salah satu masalah yang harus mendapat perhatian khusus oleh bangsa Indonesia. Karena dari survei yang dilakukan oleh TIMS dan PIRLS 2011 dimana kemampuan literasi siswa Indonesia masih menempati urutan bawah dibandingkan dengan negara lain. Sedangkan hasil pengukuran PISA pada tahun 2016 juga masih menunjukan hasil yang sama yakni bahwa kemampuan literasi siswa Indonesia masih menempati posisi bawah di seluruh negara yang diukur (Kharizmi, 2015:12). Dari Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2016, dari hasil assesmen tersebut, persentase pencapaian siswa yang kurang di bidang matematika sekitar 77,13%, kurang di bidang sains 73,61%, dan kurang di bidang membaca sekitar 46,83% (Kompas, 2019:6). Selain itu dari data penelitian yang dilakukan United Nations Development Programme (UNDP), tingkat pendidikan berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia masih tergolong rendah, yaitu 14,6%. Persentase ini jauh lebih rendah daripada Malaysia yang mencapai angka 28% dan Singapura yang mencapai angka 33% (Nurul iswari 2017:4).

Berdasarkan persoalan di atas maka literasi perlu dibangun sedini mungkin karena literasi merupakan urgensitas pendidikan dalam mempersiapkan manusia atau masyarakat dalam menghadapi global. Menurut Damayantie, (2016:2) literasi mampu memengaruhi pemikiran seseorang, menumbuhkan budaya kritis hingga melahirkan masyarakat yang cerdas dalam memiliki daya saing. Sedangkan Kharizmi, (2015:13) mengatakan bahwa literasi sangat berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam mengolah informasi-informasi yang diperoleh sampai kepada menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, menurut (Widyastuti, 2017:33) literasi juga merupakan salah satu kemampuan membaca dan menulis, berpikir kritis dan berbahasa lisan yang dimanfaatkan untuk belajar sepanjang hayat baik dirumah di tempat kerja maupun dalam masyarakat.

Selain membangun kemampuan literasi, pemerintah juga mencoba menerapkan sistem pembelajaran berbasis kemampuan nalar tinggi atau yang di kenal dengan higher order thinking of skills (HOTS). Dimana sistem ini seiring dengan penerapan kurikulum 2013 yang sangat akomodatif terhadap nalar yang logis serta berpikir kritis dan kreatif. Kemampuan berpikir tingkat tinggi tak cukup hanya mengandalkan kemampuan mengingat atau menghafal seperti banyak dialami para pelajar saat ini. HOTS membutuhkan kemampuan lain yang lebih tinggi tingkatannya yakni berpikir logis, kritis, analitis, serta kreatif, dan inovatif dalam banyak hal. (Harian Kompas, 2019:6).

Oleh karena itu Kurikulum 2013, telah mengubah pola pembelajaran di sekolah. Dimana pola pikir dan strategi pembelajaran yang awalnya berpusat pada guru atau teacher centered kini menjadi terpusat pada siswa atau student centered. Sebagai ujung tombak perubahan ini, guru dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam menyajikan materi pelajaran. Selain itu guru juga harus memiliki wawasan yang luas dan terus belajar menghadapi perubahan zaman. Dengan demikian, guru akan mampu merumuskan soal yang memuat masalah kontekstual dalam sistem pembelajaran sesuai kurikulum 2013. (Harian Kompas, 2019:1).

Pendapat tersebut di atas merupakan persoalan dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan anak usia dini saat ini, di mana literasi dalam konteks baca tulis yang terkait dengan pengenalan huruf atau keaksaraan yang merupakan aktifitas dalam memahami bahasa lisan, bahasa tulis, seperti yang dikatakan dalam permendikbut No 137 tahun 2014, pasal 10 ayat 5C, tentang keaksaraan yang mencakup pemahaman terhadap hubungan bentuk dan bunyi huruf. Hal ini merupakan fenomena tersendiri dan selalu dibicarakan para orang tua yang memiliki anak yang sekolah di tingkat pendidikan anak usia dini. Para orang tua selalu khawatir anak-anaknya tidak mampu mengikuti pelajaran ditingkat SD jika sedari awal belum dikenali calistung (Suhaena, 2013:5) sedangkan Pramudyani dan Sugito, (2014:162) mengatakan bahwa setiap orang tua menginginkan anaknya mempunyai kemampuan lebih dalam bidang akademik dibandingkan anak lain seusianya. Karena seorang anak yang sudah dapat membaca biasanya dianggap anak yang mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi. Untuk orang tua akan berusaha memberi berbagai les tambahan agar anaknya mempunyai prestasi yang baik. Bukan hanya orang tua tetapi dalam dunia pendidikan sekarang juga telah menuntut anak untuk bisa menguasai calistung, karena anak harus di persiapkan untuk menghadapi tes masuk sekolah selanjudnya, dengan menggunakan tes akademik terutama tes kemampuan membaca dan menulis (Suhaena, 2013:7).

Ini adalah kenyataan yang terjadi dilapangan dimana pendidikan anak usia dini yang sangat identik dengan bermain terkadang terabaikan, pada hal bermain merupakan kebutuhan dasar bagi perkembangan anak, seperti yang terdapat permendiknas 137 tahun 2014 pasal 13 ayat 1 di mana pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan melalui bermain secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, kontekstual, dan berpusat pada anak untuk berpartisipasi aktif serta memberikan keleluasaan bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis anak. Namun dalam kenyataan kegiatan pembelajaran, kegiatan akademik lebih mendominasi kegiatan belajar anak, akibatnya kebutuhan dasar bermain yang berkaitan dengan kegiatan perkembangan emosi, sosial, bahasa dan seni belum maksimal terpenuhi. Hal ini mempengaruhi kualitas perkembangan emosi, sosial, bahasa, dan seni yang cenderung terabaikan (Munawaroh, 2015:2).

Berdasarkan metode atau model pembelajaran yang berpusat pada anak, peneliti melakukan observasi terlebih dahulu di Pusat Unggulan PAUD Taman Belia Candi yang saat ini menerapkan salah satu model pembelajaran yakni model sentra. Dalam model pembelajaran sentra ini sangat sesuai dengan perkembangan anak usia dini. Model ini merupakan pengembangan dari model Maria Montessori yang memfokuskan kegiatan anak-anak di sentra-sentra untuk mengoptimalkan seluruh kecerdasan anak, Asolihin (dalam Munawaroh, 2015:3). Ini sangat sesuai dengan kriteria tentang pelaksanaan pembelajaran pada satuan atau program PAUD dalam rangka membantu pemenuhan tingkat pencapaian perkembangan yang sesuai dengan tingkat usia anak (Permendikbud No.137 tahun 2014 pasal 1 ayat 4).

Pengalaman bermain yang tepat dapat mengoptimalkan seluruh aspek perkembangan anak baik fisik, emosi, kognisi, maupun sosial anak. Melalui model sentra, anak dirangsang untuk secara aktif melakukan kegiatan bermain sambil belajar di sentra-sentra pembelajaran (sentra persiapan, sentra main peran, sentra balok, sentra bahan alam, sentra seni, sentra masak dan sentra IMTAQ). Seluruh kegiatan pembelajaran berfokus pada anak sebagai subyek pembelajar, pendidik lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan motivator dengan memberikan pijakan atau arahan main, Yus (dalam Abidin, 2016:12). Melalui sistem sentra yang diterapkan saat ini, pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, karena selalu memperhatikan keunikan dari masing masing anak didik. Dalam observasi ini peneliti sangat tertarik dengan kegiatan bermain sambil belajar, dimana pada saat pembelajaran berlangsung seperti belajar mengenal huruf atau sedang menulis anak tidak merasa sedang belajar, karena semua kegiatannya dilakukan melalui permainan. Contohnya pada saat di sentra peran sebelum masuk dalam kegiatan bermain peran, guru mengawalinya dengan sebuah permainan yakni guru menuliskan huruf A-Z di kertas yang sudah dipotong-potong, dan huruf yang sama juga di tuliskan di lantai menggunakan snowman boardmarker setelah itu guru menyembunyikan kertas yang berisi huruf-huruf tersebut di antara bunga-bunga dan anak mencari bersama-sama, apa bila anak menemukan huruf-huruf tersebut anak akan memasangkan ke huruf yang tertulis di lantai tersebut sesuai huruf yang anak dapat. Anak melakukan permainan ini dengan sangat senang hati.

Melihat model pembelajaran yang menarik ini maka peneliti akan menindaklanjuti penelitian ini di Pusat Unggulan PAUD Taman Belia Candi Semarang dengan mengambil judul” Menganalisis Kemampuan Literasi Melalui Model Pembelajaran Sentra pada Anak Usia 5-6 tahun di Pusat Unggulan Taman Belia Candi Semarang. Untuk mendalami cara menstimulasi atau membangun kemampuan literasi anak khususnya membaca, menulis, berpikir logis, kritis, analitis, serta kreatif, melalui pembelajaran model sentra dengan fokus penelitian metode kualitatif.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Penelitian dilakukan di Pusat Unggulan PAUD Taman Belia Candi Semarang 2019 yang berlokasi di jalan Singotoro No.10A Jomblang Candisari Kota Semarang Jawa Tengah. Ini dikarenakan di PAUD tersebut telah menerapkan pembelajaran model sentra yang sesuai dengan judul peneliti. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber data dan mengkaji serta mengumpulkan kajian pustaka. Subjek penelitian ini adalah anak usia 5-6 tahun TK Taman Belia Candi Semarang. Sedangkan objek penelitian adalah kemampuan literasi anak dalam pembelajaran model sentra di Pusat Unggulan PAUD Taman Belia Candi Semarang.

Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2018/2019. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan sumber-sumber data yang berkaitan dengan penelitian.

Data kualitatif dapat dari sumber yang menjadi subjek penelitianyakni data yang diperoleh dari observasi, wawancara, dokumen-dokumen, foto-foto, rekaman video, dan benda-benda lain yang dapat memperkaya data primer. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer dapat diperoleh secara langsung oleh peneliti melalui kepala sekolah, wali kelas, guru sentra, anak, dan orang tua murid berupa catatan tertulis.

Pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2017:308). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode observasi, wawancara dan dokumentasi.

Pengujian keabsahan data, penelitian ini dalam penecekan kesalahan data yang digunakandengan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data.

Menurut Miles dan Huberman, (dalam Sugiyono, 2014:337-345) langkah-langkah dalam analisis data yaitu: Pengumpulan data,reduksi data,penyajian data, penarikan kesimpulan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan data penelitian yang dilakukan peneliti di TK Taman Belia Candi Semarang, tentang kemampuan perkembangan literasi membaca dan menulis pada anak usia 5-6 tahun yang dicapai anak dalam model pembelajaran sentra menunjukan hasil yang signifikan, hal ini didukung dengan informa-informan dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Adapun hasil analisis penelitian sepert berikut:

  1. Mengenal huruf besar dan huruf kecil serta mengerti urutan huruf dalam tulisan dan menggambarkan urutan bunyi dalam ucapan. Anak TK B kelompok buncis pada umumnya menunjukan kemampuan membaca dengan berkembang sangat baik dan sesuai harapan.
  2. Kemampuan mengidentifikasi buku dari judul serta melakukan aktifitas yang berkaitan dengan buku berkembang sesuai harapan, di mana anak kelompok buncis selalu melakukan aktifitas dengan buku, walau mengidentifikasi judul buku berdasarkan gambar yang dilihat anak.
  3. Dalam tahapan membaca suku kata, anak kelompok buncis ada yang berkembang pada tahap: mulai berkembang, berkembang sesuai harapan, dan berkembang sangat baik, seperti yang terlihat pada data penelitian yang di lakukan peneliti.
  4. Mengeja kata sederhana dan tanda-tanda di sekitarnya, pada saat observasi tidak dapat teridentifikasi oleh peneliti baik pada saat di kelas maupun di lingkungan sekolah, namun menurut informan baik dari guru sentra maupun dari orang tua murid, anak senang membaca tulisan iklan di jalan, walaupun dengan mengeja huruf satu persatu.
  5. Pada tahap kemampuan menyebutkan nama huruf dan menulis, pada umumnya anak kelompok buncis berkembang sangat baik.
  6. Pada tahap menulis dengan cara menggambar atau cara menggores, anak kelompok buncis pada umumnya menunjukan kemampuan yang berkembang dengan sangat baik, seperti yang terdapat pada data penelitian atau catatan lapangan yang dilakukan peneliti.
  7. Pada tahapan menulis dengan membentuk huruf, menghasilkan unit huruf yang sudah baik, menulis dengan mengeja huruf satu persatu ini, anak kelompok buncis pada umumnya menunjukkan kemampuan perkembangan yang sangat baik, seperti yang terlihat pada data penelitian yang di lakukan peneliti.
  8. Pada tahapan menulis dengan cara mengeja langsung, anak kelompok buncis menunjukkan kemampuan yang berbeda yakni ada yang masih pada tahap berkembang sesuai harapan dan pada tahap berkembang sangat baik, hal ini terlihat pada data penelitian yang dilakukan peneliti berdasarkan catatan lapangan.

 

 

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisi dan wawancara dapat di simpupulkan bahwa kemampuan literasi anak dalam membaca dan menulis melalui model pembelajaran sentra pada umumnya anak TK B kelompok buncis menunjukan kemampuan yang signifikan sesuai dengan harapan yang dilakukan peneliti.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara tentang kemampuan literasi anak yakni membaca dan menulis dalam model pembelajaran sentra sangat sesuai dengan tahapan teori dari Snow dkk (dalam Suhaena, 2017:10-30). Yang menyatakan bahwa kemampuan literasi dasar merupakan kapasitas untuk menyebutkan nama huruf dan menuliskannya, mengeja kata sederhana, mengenal huruf dan tanda-tanda di sekitar, mengidentifikasi buku dari judul serta melakukan aktivitas yang berkaitan dengan buku, anak mampu mengenal huruf besar dan huruf kecil, mengerti urutan huruf dalam tulisan menggambarkan urutan bunyi dalam ucapan, membuat prediksi yang didasarkan pada ilustrasi cerita, menggunakan invented spiling untuk menuliskan pesannya sendiri, menulis namanya sendiri, mengenali kata-kata irregular dengan melihatnya, dapat menulis huruf atau kata dengan dikte, memantau pemahamannya ketika membaca, mengenali saat ada kata yang tidak masuk akal, dapat membuat tulisan untuk di baca orang lain. National Early Literacy Panel (NELP) adapun 11 variabel kemampuan literasi dasar ini adalah: pengetahuan huruf, kesadaran fonologis, mengenali dengan cepat huruf dan objek (rapid automatic naming), menulis huruf dan nama sendiri, daya ingat fonologis, selain itu juga konsep tulisan, pengetahuan tulisan, kesiapan membaca, bahasa lisan, dan proses visual.

Hal senada juga dikatakan oleh Widyastuti (2018:35-36) di mana perkembangan kemampuan membaca pada anak berlangsung dalam beberapa tahap: (1) Tahap Fantasi (magical stage). Pada tahap ini, anak mulai belajar menggunakan buku. Ia berpikir bahwa buku itu penting, membolak-balik buku dan kadang-kadang anak membawa buku kesukaannya. Pada tahap guru harus menunjukkan model atau contoh tentang perlunya membaca, membacakan sesuatu pada anak, membicarakan buku pada anak. (2) Tahap Pembentukan Konsep Diri (self concept stage). Anak memandang dirinya sebagai pembaca, dan mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, menggunakan bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisan. Pada tahap ini, guru harus memberikan rangsangan dengan membacakan sesuatu kepada anak. Hendaknya anda memberikan akses pada buku-buku yang diketahui anak-anak, melibatkan anak membacakan berbagai buku. (3) Tahap Membaca Gambar (Bridging reading stage). Pada tahap ini, anak menjadi sadar pada cetakan yang tampak serta dapat menemukan kata yang sudah dikenal, dapat mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna dengan dirinya, dapat mengulang kembali cerita yang tertulis, dapat mengenal cetakan kata dari puisi, serta mengenal abjad. (4) Tahap Pengenalan Bacaan (Take-off reader stage). Anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponic, semantic, dan syntatic) secara bersama-sama. Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat kembali cetakan pada konteknya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan serta membaca berbagai tanda seperti kotak susu, pasta gigi, atau papan iklan. Pada tahap ini guru masih tetap membacakan sesuatu untuk anak-anak sehingga mendorong anak membaca sesuatu pada berbagai situasi. Anda jangan memaksa anak membaca huruf secara sempurna. (5) Tahap Membaca Lancar (Independent reader stage). Pada tahap ini, anak dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda secara bebas. Menyusun pengertian dari tanda, pengalaman dan isyarat yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan bacaan-bacaan.

Melengkapi uraian di atas tentang teknik menulis dalam model pembelajaran sentra terintegrasi bahwa anak sudah mampu menulis dengan baik, seperti yang dikatakan oleh Morrow (dalam Husnaini, 2018:35) yang merupakan tahapan menulis: Writing via drawing (menulis dengan cara menggambar), Writing via scribbling (menulis dengan cara menggores), Writing via making letter-like forms (menulis dengan cara membentuk seperti huruf), Writing via reproducting well learned unit or letter stings (menulis dengan cara menghasilkan huruf atau unit yang sudah baik), seperti mencoba menuliskan namanya, Writing via invented spelling (menulis dengan mencoba mengeja satu persatu), Writing via conventional speeling (menulis dengan cara mengeja langsung).

Dalam membangun kemampuan literasi anak dalam membaca dan menulis perlu dipahami untuk memperhatikan psikologis, mental, dan kesiapan anak. oleh karena itu model pembelajaran sentra sangat tepat untuk membangun kemampuan literasi dasar anak. Karena model sentra ini kegiatannya sesuai dengan tahapan perkembangan anak, di mana model pembelajarannya dilakukan dalam bentuk bermain sehingga anak tidak merasa sedang belajar. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ubadila (2018:4) model pembelajaran sentra merupakan model pembelajaran yang dilakukan dalam lingkaran (circle time) dan sentra bermain. Lingkaran adalah saat di mana guru duduk bersama anak dengan posisi melingkar untuk memberikan pijakan kepada anak yang dilakukan sebelum dan sesudah bermain. Sentra bermain adalah zona atau area bermain anak yang dilengkapi dengan seperangkat alat bermain yang berfungsi sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mengembangkan seluruh potensi dasar anak didik dalam berbagai aspek perkembangan.

Selain itu dalam model pembelajaran sentra juga, guru mendesain pembelajaran yang merangsang keaktifan siswa. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Rahkmalia (2014:43) di mana model pembelajaran sentra dan lingkaran menggunakan pendekatan bermain sebagai cara untuk membuat siswa menjadi aktif. Saat aktif bermain maka siswa akan mendapatkan pengalaman baru terkait dengan materi belajar. Pendekatan ini juga sesuai dengan kebiasaan anak di rumah, semua subjek dalam penelitian menghabiskan banyak waktu di rumah dengan bermain sehingga penerapan bermain untuk belajar di sekolah membuat mereka lebih aktif.

Melengkapi uraian di atas menurut Apriani (2016:7) pendekatan sentra yang berfokus pada anak yang dalam proses pembelajarannya berpusat di sentra main dan saat anak dalam lingkaran dengan menggunakan 4 jenis pijakan (scaffolding) untuk mendukung perkembangan anak yaitu (1) Pijakan Lingkungan Main, guru menyiapkan ruang kelas yang digunakan untuk memberikan pijakan sebelum dan setelah main, dan dalam penataan lingkungan main guru juga menyiapkan ragam main yang akan digunakan sebagai pembelajaran hari itu diluar kelas. (2) Pijakan Sebelum Main, kegiatan pijakan sebelum main disentra dilaksanakan dengan cara anak dan guru duduk melingkar, guru memberikan salam dan mengajak anak berdoa (3) Pijakan Selama Main, kegiatan pijakan selama main disentra dilaksanakan dengan cara guru berkeliling untuk memberi dukungan, membantu siswa yang kesulitan, memberi contoh cara main, memberikan pertanyaan. (4) Pijakan Setelah Main, di sentra dilaksanakan dengan cara anak-anak membereskan meja dan kursi, meletakkan bahan dan alat main, guru dan anak duduk melingkar, guru menanyakan perasaan dan kegiatan main yang telah dilakukan anak-anak, melakukan recalling tema, dan menutup kegiatan dengan berdoa bersama.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kemampuan literasi membaca dan menulis anak melalui model pembelajaran sentra yang dilakukan oleh TK Taman Belia Candi Semarang dapat disimpulkan bahwa dengan berbagai bentuk stimulasi melalui permainan-permainan dengan berbagai media dalam model sentra yang sangat sesuai dengan karakteristik anak,

  1. Anak dapat menguasai bidang akademik sebagai berikut tanpa beban.
  2. Mengenal huruf besar dan huruf kecil serta mengerti urutan huruf dalam tulisan dan menggambarkan urutan bunyi dalam ucapan.
  3. Kemampuan mengidentifikasi buku berkembang sesuai harapan, di mana anak kelompok buncis selalu melakukan aktifitas dengan buku.
  4. Membaca suku kata dalam tahapan ini anak kelompok buncis ada yang berkembang pada tahap: mulai berkembang, berkembang sesuai harapan, dan berkembang sangat baik, seperti yang terlihat pada data penelitian yang di lakukan peneliti.
  5. Mengeja kata sederhana dan tanda-tanda di sekitarnya, pada saat observasi tidak dapat teridentifikasi oleh peneliti baik pada saat di kelas maupun di lingkungan sekolah, namun menurut informan baik dari guru sentra maupun dari orang tua murid, anak senang membaca tulisan iklan di jalan, walaupun dengan mengeja huruf satu persatu.
  6. Kemampuan menyebutkan nama huruf dan menulis anak kelompok buncis berkembang sangat baik.
  7. Pada tahap menulis dengan cara menggambar atau cara menggores anak kelompok buncis menunjukan kemampuan yang berkembang dengan sangat baik.
  8. Pada tahapan menulis dengan membentuk huruf, menghasilkan unit huruf yang sudah baik, menulis dengan mengeja huruf satu persatu ini, anak kelompok buncis pada umumnya menunjukan kemampuan perkembangan yang sangat baik.
  9. Pada tahapan menulis dengan cara mengeja langsung anak kelompok buncis menunjukan kemampuan yang berbeda yakni ada yang masih pada tahap berkembang sesuai harapan dan pada tahap berkembang sangat baik.

Saran

Kepada guru sentra diharapkan pada saat mengenalkan permainan yang akan dimainkan anak, guru dapat mengenalkan media-media dengan meminta anak membunyikan huruf-huruf sesuai dengan nama media yang tersedia. Karena dengan cara tersebut diatas anak secara tidak langsung belajar membaca.

DAFTAR PUSTAKA

Ruhaena, 2015. Model Multisensori: Solusi Stimulasi Literasi Anak Prasekolah. Jurnal Psikologi UGM. Volume 42 No 1

Permendikbud Nomor 137 2014. Standar Nasional Anak Usia Dini

Kharizmi. 2015. Kesulitan Siswa Sekolah Dasar Dalam Meningkatkan Kemampuan Literasi. Jurnal Pendidikan Dasar. Universitas Almusli

Suragangga, 2018Mendidik Lewat Literai Untuk Pendidikan Berkualitas.Jurnal Pendidikan Jaminan Mutu Institut Hindu Dharma Negeri Den pasar volume 3 Nomor 2

Ruhaena 2013 Proses Pencapaian Kemampuan Literasi Dasar Anak Prasekolah dan Dukungan Faktor-Faktor dalam Keluarga. Jurnal Psikolog UMS

Zati 2018 Upaya Untuk Meningkatkan Minat Literasi Anak Usia Dini. Bunga Ramping Usia Emas. Volume 4 Nomor 1

Widyastuti, 2018 Analisis Tahapan Perkembangan Membaca Dan Stimulasi Untuk Meningkatkan Literasi Anak Usia 5-6 TahunVol. 21 No. 1. Jurnal Paedagogia

Fitrina 2018 Model Pembelajaran Sentra Di I Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu (IT) Qurrota A’yun Bandar Lampung. Skripsi

Rakhmalia 2014 Artikel tentang Penggunaan Model Pembelajaran Sentra Dan Lingkaran Dalam Meningkatkan Keterlibatan Siswa Di I Pos Paud Terpadu

Sofa 2013 Artikel Tentang Penerapan Model Pembelajaran Sentra Untuk Anak Usia Dini. Guru PAUD

PAUD Jateng 2015 Model Pembelajaran Sentra Pendidikan Anak Usia Dini.