KEPEMIMPINAN PEREMPUAN PEMBAWA PERUBAHAN

DI DESA BOTO TAHUN 1974

Jumin, Emy Wuryani, Tri Widiarto

Pendidikan Sejarah-FKIP Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRACT

In this research aims to (1) to describe the life story of Sunarti, the chief of Boto village, (2) to find out the factors which encourage Sunarti to lead the Boto village, (3) to find out the changes done by Sunarti in leading boto village. The method used in this research was historical methodology. while in collecting the data, the writer used literature study and interview methods. The technique used to analyse the data was descriptive analysis. This research was done in march-may 2014. The result of this research proves that woman can be a good leader. Sunarti as the chief of Boto village is able to guide, lead and direct her village well. Her transformasional leadership style and her down to earth character are able to make the life of Boto villagers better.


PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara de-mokrasi yang mempunyai banyak peran penting tokoh besar pemimpin yang sangat cerdas dan bagus dalam kepemimpinan-nya. Salah satu tokoh pemimpin Indonesia yang sampai sekarang masih melekat dan dikenang oleh masyarakat adalah Ir. Soekarno. Ia seorang presiden pertama Republik Indonesia dan sekaligus menjadi bapak proklamator Indonesia. Ir. Soekarno adalah seorang pemimpin yang membawa perubahan kehidupan masyarakat yang lebih baik dan sejahtera. Tugas yang dijalankan tidak lepas dari bantuan maupun dukungan dari teman dan masyarakat luas.

Dalam gaya kepemimpinannya yang khas mampu menarik hati pada sim-patisan masyarakat. Menurut Franklyin S. Haiman kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing, mempenga-ruhi atau mengawasi pikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain (Jarmanto 1983: 83). Dalam menjalankan kepemim-pinan tidak hanya untuk mempengaruhi dalam kehidupan individu saja melainkan mempengaruhi untuk semua kelompok untuk mencapai suatu sasaran atau tujuan yang akan dicapai.

Seorang menjadi pemimpin juga harus mempunyai jiwa dan sifat kepe-mimpinan yang berpancasila, yang dice-tuskan oleh tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantoro yang terdiri dari kalimat “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani” yang artinya bahwa seorang pemimpin itu harus mampu lewat sikap perbuatannya, menjadikan dirinya pola panutan dan ikutan orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin juga harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dipimpinnya dan seorang pemimpin harus mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan didepan dan sanggup bertanggung jawab. Dalam keberhasilan yang dicapai oleh seorang pemimpin juga dinilai dari hasil kinerjanya yang baik untuk kepentingan kehidupan masyarakat.

Seiring zaman semakin maju dan berkembang, banyak orang bermunculan ingin terlibat menjadi seorang pemimpin dalam memegang kekuasaan. Dalam keterlibatan partisipasi politikpun sangat terbuka bagi semua kalangan tanpa membedakan jenis kelamin, status, suku maupun agama. Salah satu kunci keberhasilan menjadi seorang pemimpin adalah dapat memberikan suatu perkem-bangan maupun perubahan yang dilakukan kepada masyarakat sekitarnya. Salah satu contohnya yang dilakukan Sunarti. Ia seorang pemimpin kepala desa Boto kecamatan Bancak kabupaten Semarang pada tahun 1974-2007.

Sunarti ialah sosok pemimpin perempuan yang tegas dan bijaksana. Ia menjadi seorang pemimpin sejak berusia 25 tahun, pada saat menggantikan posisi ayahnya setelah meninggal yakni sebagai Kepala Desa. Dalam menjalankan tugas sebagai kepala desa, ia mendapat dukungan terutama simpatisan masyarakat desanya dan keluarganya. Selama 32 tahun Sunarti telah dipercaya oleh masyarakat menjadi seorang pemimpin di desanya yang telah membawa perubahan kehidup-an desanya menjadi lebih baik dan maju. Gaya kepemimpinan yang tegas, sederhana dan merakyat mampu membawa hati masyarakat menjadi simpati. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik meneliti tentang tokoh. Kepemimpinan Sunarti yang dapat menjadi penggerak kemajuan desa Boto kecamatan Bancak kabupaten Semarang.

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Henry Pratt Fairchild (Kartini Kartono, 1988: 34) pemimpin merupakan seorang yang memimpin dengan jalan memprakasai tingkah laku sosial dengan mengatur, menunjukkan, mengorganisasikan atau mengontrol usaha atau upaya orang lain, atau melalui prestise, kekuasaan atau posisi.

Fiddler 1967 (dalam H. Veithzal Rivai dkk, 2013: 3), kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara individu-individu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan. Dalam arti umum kepemimpinan menunjukkan proses kegiatan seseorang dalam memimpin, membimbing, mempengaruhi atau me-ngontrol pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain (Onong Uchjana Effendi 1981: 1). Dari pengertian pendapat diatas kepimpinan merupakan suatu proses individu yang mempengaruhi suatu kelompok dalam bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.

Teori keturunan ini lebih menjelas-kan bahwa seseorang menjadi pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi lahir jadi pemimpin oleh bakat-bakatnya yang luar biasa sejak lahirnya. Dia ditakdirkan lahir menjadi pemimpin, dalam situasi-kondisi yang bagaimanapun juga, (Kartini Kartono, 1988: 29). Dulu karena orang tuanya menjadi seorang pemimpin secara otomatis maka anaknya akan menjadi pemimpin yang menggantikan orang tuanya karena adanya keturunan atau warisan, karena orang tuanya seorang pemimpin, maka anaknya otomatis akan menjadi pemimpin menggantikan orang tuanya.

Kepemimpinan transformasional adalah tipe kepemimpinan yang memadu atau memotivasi pengikut mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas. Pemimpin jenis ini yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan, dan yang memiliki karisma. Pemimpin tranformasioanal mencurahkan perhatian pada keprihatinan dan kebutuhan pengembangan dari pengikut individual. Mereka mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu memandang masalah lama dengan cara-cara baru, dan mereka mampu menggairahkan, mem-bangkitkan, dan mengilhami para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra untuk mencapai tujuan kelompok (H.Veithzal, 2013: 14).

Fungsi kepemimpinan tidak hanya dilihat dan dinilai dari segi-segi prestasi dan materiilnya saja, tetapi juga mempertim-bangkan kesejahteraan jasmani dan rohani bagi kelompok maupun pengikut bawahan-nya. Fungsi kepemimpinan adalah meman-du, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervisi atau peng-awasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan (Kartini Kartono, 1988: 61).

Peran pemimpin perempuan sa-ngat berbeda dengan cara pemimpin laki-laki pada umumnya. Banyak orang yang meragukan kinerja seorang pemimpin perempuan, karena perempuan kebanyak-an lebih mementingkan kemolekannya saja. Seorang menganggap pemimpin perempuan itu lemah, emosional serta kurang tegas. Salah satu impian yang diperjuangkan oleh gerakan perempuan adalah bertambahnya pemimpin perem-puan. Terbukanya kesempatan perempuan sebagai pemimpin, berarti terbuka pula kesempatan perempuan untuk mengambil bagian dalam keputusan yang biasanya bersifat realistis dan pragmatis (A.Nunuk P. Murniati, 2004:65). Pemimpin perempuan cenderung mengambil gaya kepemimpinan yang demokratis, yang mendorong partisi-pasi, berbagi kekuasaan, dan informasi serta berupaya meningkatkan harga diri pengikutnya (H.Veithzal Rivai dkk, 2013: 16).

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah dengan pengum-pulan data metode pustakaan dan wawan-cara mendalam.

Sunarti dilahirkan pada tanggal 24 Oktober 1947 di desa Boto Kecamatan Bancak Kabupaten Semarang. Nama Sunarti berasal dari kata Su yang artinya luwih atau baik sedangkan Nar artinya bersinar atau cahaya jadi penggabungan arti nama Sunarti adalah perempuan yang bersinar dengan baik. Nama Panggilan sehari-hari Sunarti lebih akrab dipanggil Narti. Sunarti merupakan anak nomor enam dari sembilan bersaudara. Masa kecilnya hidup dengan kesederhanaan. Ia dididik dan dibesarkan oleh orang tuanya dengan ajaran displin. Agar tujuannya untuk hidup mandiri. Sunarti menginjak usia remaja, ia menjadi sosok pribadi yang keras dan displin dalam menjalankan kehidupan.

Sunarti mengenyam pendidikan sekolah rakyat (SR) Bancak desa Boto tahun 1953, kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke SMP Putra Dewasa tahun 1959-1962 di Ambarawa. Pada tahun 1962 ia melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi ke SMA Taman Dewasa di Salatiga. Seta-mat dari SMA Sunarti masuk keperguruan tinggi di universitas Sultan Agung (Unisula) Semarang dengan mengambil Jurusan Fakultas Hukum selama 2 tahun saja, karena pada waktu itu ia memenangkan pemilihan suara kepala desa pada tahun 1974.

Sunarti merupakan sosok pemim-pin perempuan yang pertama sebagai kepala desa Boto. Ia menjadi pemimpin selama 32 tahun. Sunarti menjalankan tugasnya sebagai kepala desa karena untuk kepentingan hidup masyarakat Boto yang sejahtera dan tentram. Hal ini dilakukan dengan penuh tanggung jawab untuk melakukan perubahan kehidupan desa Boto menjadi lebih baik. Faktor yang mendorong Sunarti untuk maju menjadi salah satu calon kepala desa Boto pada pemilihan yang dilakukan pada tahun 1974 terbagi menjadi dua faktor pendorong, yaitu faktor pendorong internal (dari dalam pihak Sunarti) dan faktor pendorong eksternal (berasal dari luar pihak Sunarti). Faktor pendorong internal yang mendorong Sunarti mencalonkan diri menjadi calon kepala desa Boto adalah Sunarti ingin melanjutkan garis kekuasaan secara turun-temurun yang berawal dari kepala desa Boto yang pertama merupakan kakek buyut dari Sunarti H. Abdul Latif (1860), kemudian jabatan kepala desa dilanjutkan kakek Sunarti H. Yunus (1917), dan setelah masa jabatan kakek Sunarti berakhir, jabatan kepala desa Boto di percayakan kepada ayah Sunarti H. Mahfud (1937). Setelah ayah Sunarti meninggal dunia, dan pada saat itu pemerintahan desa Boto sementara dipimpin kakak ipar Sunarti yang bernama H. Muttaqin pada tahun 1972-1974 selama dua tahun dan harus diadakan pemilihan kepala desa kembali.

Faktor eksternal pendorong Sunarti mencalonkan diri sebagai kepala desa Boto pada pemilihan tahun 1974 adalah banyaknya dukungan dari berbagai pihak luar, yaitu dukungan dari pamong desa dan seluruh masyarakat desa Boto yang menginginkan Sunarti menjadi kepala desa Boto. Banyak masyarakat desa Boto yang datang ke rumah Sunarti untuk memberi-kan dukungan semangat maupun doa kepadanya. Hal itu membuat Sunarti merasa dipercaya untuk memimpin dan merubah Desa Boto menjadi desa yang lebih maju dan sejahtera dalam segala bidang kehidupan masyarakat.

Prinsip dalam hidupnya menjadi seorang pemimpin, Sunarti memegang sikap optimis, bahwa semua yang dia inginkan harus berhasil dan tercapai, apapun jalannnya akan tetap ditempuh yang terpenting adalah berhasil untuk kepentingan masyarakat bersama. Sunarti mengambil peran disetiap acara yang diselenggarakan kecamatan dan kabu-paten, ia selalu mengajukan pendapat dan solusi untuk kemajuan desa Boto. Sunarti adalah sosok pemimpin yang memilih melihat keadaan langsung desa dan mengawasi kinerja para aparat desa secara mendalam. Sunarti membimbing aparat desa sebelum dan saat memberikan tugas, sehinggga dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Semua aparat desa menghargai, menghormati dan memper-cayai apa yang Sunarti kerjakan. Sunarti adalah pemimpin yang demokratis dalam pembentukan gagasan dan ide untuk kemajuan desa Boto. Sunarti bersedia terjun kelapangan apabila aparat desa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas. Sunarti selalu mencetuskan solusi untuk menyelesaikan segala permasalahan dengan baik. Ia tidak menerapkan sistem stratifikasi sosial pada aparat pedesaan dan masyarakat desa Boto, Sunarti tidak membedakan status sosial siapapun.

Sunarti menjalankan tugas sebagai kepala desa Boto berkerjasama dan dibantu aparat desa lainnya yaitu sekretaris desa, kaur pemerintahan, kaur bidang pembangunan, kaur keuangan dan kepala dusun lainnya. Di mata rekan kerja, Sunarti merupakan pemimpin yang bijaksana, kompak terhadap aparat desa lainnya dalam melaksanakan pemerintahan desa Boto. Meskipun Sunarti adalah sosok pemimpin perempuan, tetapi kinerja Sunarti bisa diperhitungkan dengan pemimpin-pemimpin lainnya. Sunarti bertukar pendapat dengan aparat desa lainnya dan masyarakat Desa Boto supaya Sunarti mengerti apa yang diharapkan masyarakat untuk desa Boto yang dipimpinnya.

Dalam pengambilan suatu keputus-an, Sunarti bersifat realistis. Dia mengambil keputusan yang telah menjadi kesepakatan bersama. Aparat desa yang berkerjasama dengan Sunarti merasa terjalin kerjasama yang sehat dan membangun, karena aparat desa sudah berkerjasama dengan Sunarti selama beberapa periode. Meskipun Sunarti menjabat sebagai kepala desa Boto, ia tidak menganggap dirinya sebagai seorang penguasa yang memiliki hak atas desa tersebut, Sunarti menganggap bahwa dirinya dipercaya masyarakat desa Boto selama beberapa periode memimpin dan menjadikan desa Boto menjadi desa yang berkembang dan maju.

Sunarti sebagai kepala desa yang dipilih dan dipercaya masyarakat desa Boto, Sunarti secara otomatis mendapat-kan tugas yang menjadi tanggung jawab kepala desa. Sunarti tidak hanya mengatur dan mengarahkan aparat desa untuk mengembangkan desa Boto saja, melainkan Sunarti bertanggung jawab atas semua perkerjaan dan memberikan bukti nyata dalam perubahan kehidupan dan kepentingan masyarakat desa Boto. Sunarti menjadi pemimpin yang transformasional, yaitu pemimpin pertama yang mewujudkan perubahan kearah yang lebih maju kepada masyarakat desa Boto. Hal transforma-sional yang dilaksanakan pemimpin perempuan pertama desa Boto diantaranya sebagai berikut:

1) Peningkatan Kualitas Pendidikan Desa Boto

Pada bidang pendidikan Sunarti melakukan pembangunan dan perubahan nama Sekolah Rakyat Bancak menjadi Sekolah Dasar Negeri I dan Sekolah Dasar Negeri II Boto dan resmi didirikan pada tahun 1974. Pada tahun 1979, Sunarti kembali mewujud-kan program pengembangan pendidik-an di desa Boto dengan kembali mendirikan suatu sarana pendidikan yaitu Madrasah Ibtidaiyah (MI) Boto. Dengan berdirinya MI Boto ini dapat disimpulkan bahwa program pengem-bangan pendidikan berjalan sesuai dengan yang diharapkan Sunarti sebagai kepala desa dan para aparat-aparat desa Boto untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat Boto.

Pembangunan sarana pendi-dikan kembali dibuktikan dengan peresmian SMP Islam Sudirman Boto pada tahun 1980 yang didirikan dan diketuai oleh Sunarti sendiri. Pening-katan sarana pendidikan tidak berhenti saat itu saja, setelah enam tahun berjalan desa Boto sudah membangun dan menghasilkan empat bangunan sekolah.

Ide dan semangat perjuangan Sunarti dalam mewujudkan rintisan sekolah sangat tinggi demi kemajuan pendidikan sekolah desa Boto. Pada tahun 1985, Sunarti kembali merintis sekolah khusus anak balita, dan pada tahun 1985 mewujudkan bangunan sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Wita Siwi di desa Boto. TK Wita Siwi di Boto merupakan TK yang pertama di Boto, dan menjadi TK untuk masyarakat desa lain yaitu Desa Jlumpang dan desa Wonokerto. Dengan berdirinya taman kanak-kanak, maka kualitas pendidikan masyarakat desa Boto menjadi meningkat karena anak berusia lima tahun bisa mendapatkan pendidikan dasar sebelum melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Dasar. Pendidikan di desa Boto mulai mengalami peningkat secara signifikan, sehingga masyarakat desa Boto dalam melanjutkan pendidikan tidak perlu bersekolah keluar dari desa Boto.

Pada saat proses pembangun-an gedung SMK, Sunarti terlibat langsug dalam memperkenalkan SMK yang akan segera berdiri di desa Boto. Ia secara tidak kangsung Sunarti mencari calon siswa yang akan menempuh pendidikan di SMK Boto. Sunarti dan rekan-rekan memperkenal-kan SMK Boto hingga luar daerah desa Boto seperti desa Lembu, desa Dadapayam bahkan hingga Wonosego-ro. Perjuangan keras Sunarti membu-ahkan hasil yang memuaskan, Sunarti berhasil mendapatkan lima puluh delapan siswa yang pada saat itu kegiatan belajar mengajar masih meminjam kantor balai desa Boto dengan bantuan penjagaan dari sekertaris desa. Pelajaran dimulai pukul tujuh pagi dan berakhir pada pukul dua siang. Pada tahun 2005 sudah diresmikan terwujudnya gedung nama SMK N I Bancak di desa Boto.

SMK N I Bancak adalah sekolah yang maju dan favorit pada bidang pendidikan masyarakat desa Boto maupun masyarakat desa lain. Pada awalnya, jumlah siswa SMK N I Bancak berjumlah 58 murid saja, dan seiring berjalannya waktu SMK N I memiliki kurang lebih 800 siswa.

Sunarti melakukan perkem-bangan bidang pendidikan demi kepentingan masyarakat agar anak-anak desa Boto mendapatkan pen-didikan dengan kualitas yang baik. Sunarti mempunyai program pem-berantasan buta huruf pada masyara-kat desa Boto. Program kerja pembe-rantasan buta huruf adalah memper-kenalkan huruf dan angka supaya masyarakat Boto bisa membaca dan menulis. Pemberantasan buta huruf dilaksanakan secara berkelompok perdusun. Menurut Sunarti, pemberan-tasan buta huruf sangat penting, de-ngan adanya program ini masyarakat yang tidak menempuh jalur pendidikan tidak menjadi korban penipuan dan mempermudah masyarakat dalam berinteraksi dengan sesama.

Pendidikan desa Boto meng-alami perkembangan dari tahun ke tahun, anak-anak usia sekolah mayoritas menempuh jalur pendidikan. Peningkatan pendidikan desa Boto menimbulkan dampak perubahan pada SDM masyarakat desa Boto. Pada masa kepemimpinan Sunarti yang telah membawa hasil perubahan pendidikan desa Boto menjadi maju dan meningkat.

2) Perekonomian Desa Boto

Tahun 1974, ketika desa Boto berada dibawah pimpinan Sunarti, pertanian mengalami pergantian jenis penanaman yang terjadi pada tahun 1933. Pada tahun 1974, lahan pertanian ditanami tebu dan hanya bertahan selama satu tahun saja, karena banyak masyarakat yang mengeluh dengan hasil panen tebu yang kurang memuaskan, dan hasil panen tidak mencukupi memenuhi kebutuhan hidup petani, sehingga ada masyarakat yang mengutarakan pendapat kepada Sunarti yang diterima dengan baik. Kemudian Sunarti memikirkan dan memperhatikan kehi-dupan ekonomi masyarakatnya teruta-ma dibidang pertanian. Sunarti segera menata program pertanian desa Boto, kemudian Sunarti menerapkan peratur-an dengan kembali menanam padi. Sunarti mengubah sistem penanaman hasil panen dengan memilih jenis benih padi dengan umur cepat yang bisa dipanen. Ia menerapakan hasil panen padi bisa dilakukan dalam satu tahun dua kali yang disebut dengan gagarancah.

Mengingat mayoritas lahan sawah yang ada di desa Boto adalah sawah tadah hujan, yang artinya petani dapat menanam padi hanya pada musim hujan saja. Cara pena-naman padi dengan cara sederhana yaitu ditebar atau disebar saja. Jenis benih padi yang digunakan adalah jenis padi IR dan padi PB. Dengan demikian, secara cepat dapat meningkatkan hasil panen untuk masyarakat desa Boto. Hasil panen yang diperoleh masyarakat mengalami peningkatan dan hasil yang memuaskan sehingga perekonomian masyarakat meningkat. Selain hasil panen yang banyak, sisanya sebagian bisa dijual kepasar. Pada tahun 2000 perekonomian di desa Boto sudah tidak hanya bergantung dari hasil pertanian saja, masyarakat Boto sudah mulai berwiraswasta seperti membuka toko-toko kelontong, seperti toko sembako, fotokopi dan minimarket. Sehingga dari tahun ketahun perekomian masyarakat desa Boto sudah mengalami peningkatan dan perubahan yang cukup signifikan.

3) Peningkatan sarana dan prasarana Desa Boto

Sebelum dibangun adanya aspalisasi (pembuatan jalan raya mengggunakan bahan dasar aspal) pada tahun 1990, sepanjang jalan desa Boto berupa tanah, batu-batuan yang berserakan dan tidak tertata dengan rapi. Pada saat musim hujan, jalan desa Boto sangat memprihatinkan karena tergenangan air hujan. Keadaan jalan desa Boto masih sepi, hanya pejalan kaki yang melewati jalan tersebut, karena pada saat itu sepeda montor dan mobil masih jarang dijumpai. Masyarakat dan pelancong membawa barang-barang mengguna-kan sarana kuda, gerobak dan kursi yang diangkat menggunakan tenaga manusia. Melihat keadaan desa Boto saat itu, membuat Sunarti menaruh perhatian khusus untuk memperbaiki keadaan desa Boto yang dipimpinnya.

Pada tahun 1974, Sunarti melaksanakan program padat karya. Sunarti melibatkan masyarakat untuk bekerja sama bahu membahu dalam pengerasan jalan kampung. Sunarti melibatkan masyarakat langsung untuk bekerja bakti menata jalan menjadi lebih baik. Semua masyarakat dikerah-kan dan mendapat tugas masing-masing, pembagian tugas tersebut antara lain adalah pembuatan pondasi jalan, mengaduk semen dan menata batu kerikil atau batu titikan. Setiap perdusun atau setiap rumah diberi tanggung jawab untuk menyediakan batu titikan satu tomblok (keranjang). Masyarakat desa Boto mengerjakan secara bersama-sama untuk memper-baiki jalanan desa Boto. Dengan adanya kerja bakti dan gotong royong akan meningkatkan kebersamaan per-satuan dan kesatuan antar masyarakat. Setelah jalan selesai dikerjakan, dampak positifpun mulai timbul. Jalan menjadi aman untuk digunakan dan menjadi nilai positif bagi desa Boto.

Pada tahun 1990, program aspalisasi mulai masuk desa Boto. Jalan raya desa Boto mulai dibangun menggunakan bahan aspal dengan dana subsidi dari pemerintah. Jalan yang dulu berbatuan kini sudah berubah menjadi jalan halus, keadaan desa Boto sudah rapi. Aspalisasi kini membawa dampak perubahan bagi kehidupan masyarakat, jalan raya desa Boto menjadi jalur transpotasi perdagangan khususnya roda empat dari pasar Krasak ke kota Salatiga. Biasanya jalur transportasi ini digunakan untuk para pedagang membawa barang dagangannya dari pasar Krasak ke kota Salatiga. Kini jalan desa Boto menjadi jalan peng-hubung para pedagang pasar Kali-maling ke Salatiga. Semakin bertambah jalan dulu yang sepi sekarang digunakan para pelancong. Kini sarana kendaraan semakin bertambah selain roda empat, kini kendaraan bus dan minibus banyak digunakan masyarakat untuk membawakan dagangannya dari pasar Kalimaling dan pasar Krasak ke kota Salatiga.

Sunarti tidak hanya sebagai pemimpin formal yang selalu menjalan-kan tugas dari pemerintah bupati maupun camat, tetapi ia juga sebagai pemimpin informal yang mempunyai kepedulian dalam peningkatan sarana dan prasarana tempat ibadah untuk masyarakat. Salah satu contohnya ia sangat peduli terhadap dusun Sembung dan dusun Kemiri. Di dusun Sembung dan Kemiri adalah dusun yang belum tersedia sarana ibadah yaitu masjid sendiri, sehingga masih bergabung ditempat ibadah dusun lain. Dengan rasa tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin, Sunarti melakukan swadaya masyarakat untuk membangun masjid di dusun Sembung dan Kemiri. Semua masyarakat dilibatkan secara langsung untuk membangun sarana ibadah dengan cara bekerja bakti secara-bersama membangun masjid. Sarana dan prasarana sangat penting untuk fungsi kelangsungan kehidupan masyarakat.

Sarana dan prasarana yang dibangun tidak hanya pembanguanan berbentuk masjid saja, Sunarti juga membangun Kantor Urusan Agama (KUA) yang diresmikan pada tahun 1985. Tujuan dibangun kantor KUA adalah untuk memudahkan masyarakat dalam mendaftarkan pernikahan, kare-na sebelumnya masyarakat jika ingin mendaftarkan diri untuk menikah harus meminta bantuan pada KUA kecamatan Bringin.

Sarana dan prasarana yang ditingkatkan adalah pembangunan kantor balai desa Boto. Fungsi di bangun kantor balai desa Boto untuk tempat pertemuan antara masyarakat dengan pamong desa dalam acara rembug desa, untuk memberikan sosialisasi salah satunya mengenai membayar pajak. Sebagai wadah musyawarah rapat desa, dan juga sebagai tempat pelayanan umum dalam membuat surat menyurat kelu-rahan. Ia juga berhasil meningkatkan sarana prasarana desa lainnya, yaitu listrik sudah mulai masuk desanya pada tahun 1992, masyarakat me-nyambut dengan senang bahwa dengan adanya listrik masuk desa, sudah tidak lagi menggunakan lampu gembreng dan lampu uplik lainnya. Untuk mendirikan tiang listrik, Sunarti kembali melibatkan masyarakat untuk bekerja bakti mengangkat tiang listrik untuk dibangun. Solidaritas masyarakat sangat tinggi dalam kebersamaan dan kegotong royangannya, sehingga proses pembangunan berjalan dengan baik dan cepat. Segala usaha yang diperjuangkan pada masa kepemim-pinan Sunarti telah merubah kehidupan masyarakat Boto menjadi lebih baik dengan bantuan masyarakat Boto dan pemerintah kabupaten Semarang. Gaya kepemimpinannya yang merakyat membawa perubahab kehidupan masyarakat desa Boto.

KESIMPULAN

1. Sunarti sejak kecil hingga dewasa hidup dengan kesederhanaan, ia memperoleh pendidikan formalnya selama 14 tahun. Kehidupan dalam lingkungan keluarga dengan disi-plin sesuai aturan yang tegas diajarkan oleh orang tuanya. Pada saat menginjak remaja, ia menjadi sosok pribadi yang keras dan mandiri yang ditanamkan sejak kecil. Garis keturunan dari orang tuanya baik ayah maupun ibunya merupakan anak lurah sehingga darah lurah menglir dan mewarisi kehidupan Sunarti. Dalam bidang pendidikan, Sunarti merupakan salah satu murid yang penurut dan menaati peraturan sekolah dengan baik. Ia mengenyam pendidikan di mulai sekolah rakyat (SR) tahun 1953, SMP Taman Dewasa di Ambarawa tahun 1959, SMA Putra Dewasa di Salatiga pada thun 1963. Pada tahun 1972 Sunarti kuliah di Fakultas Hukum di Universits Islam Sultan Agung (UNISULA) Semarang.

2. Sunarti merupakan sosok pemim-pin perempuan yang tegas dan bijaksana. Ia menjalankan kepe-mimpinannya mulai pada tahun 1974-2007. Sunarti menjadi kepala desa karena adanya faktor dorong-an dari dalam diri sendiri, ia ingin meneruskan garis kekuasaan kepe-mimpinan keluarganya secara turun menurun. Ia juga mendapat dukungan dan dorongan dari ibunya dan saudaranya. Selain dorongan dari diri sendiri, Sunarti juga mendapat dorongan dari pihak luar seperti pamong desa dan masyarakat desa Boto yang mendukunganya untuk menjadi pemimpin kepala desa. Masyarakat memberi kepercayaan kepada Sunarti untuk memimpin desanya yang membawa perubahan kehi-dupan yang baik.

3. Dalam menjalankan kepemimpi-nannya, ia telah membuktikan kehdupan masyarakat Boto menja-di lebih baik, sejahtera dan ten-tram. Sunarti telah banyak melaku-kan perubahan-perubahan yang dijalankan desanya, diantaranya:

a.   Peningkatan Kualitas Pendidik-an Desa Boto

Dalam bidang pendidikan Sunarti lebih banyak menangani pembangunan-pembangunan seko-lah yang telah dirintis. Pada tahun 1974 ia mewujudkan pembangun-an gedung sekolah dasar SD I dan SD II Boto untuk kegiatan belajar sekolah masyarakat Boto. Sehingga masyarakat desa Boto bisa menikmati sekolah dengan baik. Pada tahun 1979 Sunarti merintis pembangunan sekolah lagi Madra-sah ibtidaiyah (MI) di Boto. Kemudian pada tahun 1980 ia kembali mewujudkan untuk men-dirikan sekolah SMP Islam Sudir-man Boto. Ia terus mencari ide dan gagasan untuk meningkatan pem-bangunan sekolah desa Boto. Ia juga merintis sekolah khusus anak-anak balita dengan mendirikan sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Wiyata Siwi yang didirikan pada tahun 1985. Pada tahun 2005 ia mewujudkan sekolah SMK N I Bancak yang menjadi sekolah favorit bagi masyarkat Boto.

b.   Perekonomian Desa Boto

Sunarti meningkatkan per-ekonomian terutama dari hasil pertanian padi, dengan menerap-kan sisitem gagarancah yaitu menanam padi dengan usia panen lebih cepat satu tahun dua kali, hal ini dapat menigkatkan pereko-nomian masyarakat Boto, selain itu masyarakat dengan berwiraswasta membuka usaha toko, fotokopy maupun minimarket.

c.    Peningkatan Sarana Dan Pra-sarana Desa Boto

dalam peningkatan sarana dan prasarana desa Boto di bawah kepemimpinan sunarti mulai me-ningkat dimulai dari pembangunan tempat ibadah masjid secara perdusun, KUA (Kantor Urusan Agama) tahun 1985. Selain pem-bangunan tempat ibadah, ia juga membangun tempat balai desa Boto yang berfungsi sebagai tem-pat rembug desa bertemunya pa-mong desa dengan masyarakat dan sebagai tempat melayani surat menyurat kelurahan.

DAFTAR PUSTAKA

Jarmanto. 1983. Kepemimpinan Sebagai Ilmu Seni. Yogyakarta: Liberty

Kartini Kartono. 1988. Pemimpin dan Kepemimpinan Apakah Pemimpin Abnormal Itu. Jakarta: Rajawali

Murniati, A. Nunuk. P. 2004. Getar Gender. Magelang: Indonesia Tera

Onong, Uchjana Effendi. 1981. Kepemimpinan dan Komunikasi. Bandung: Alumni

Rivai, H. Veithzal, dkk. 2013. Pemimpin dan Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers