Ketrampilan Proses
UPAYA PENINGKATAN
PENERAPAN KETERAMPILAN PROSES
DALAM PEMBELAJARAN IPA
DI KELAS V SD N TEGALMULYO SURAKARTA
Hasan Mahfud
Program Studi PGSD FKIP UNS Surakarta
ABSTRAK
Tujuan Penelitian ini adalah: (1). Untuk meningkatkan penggunaan keterampilan proses Secara efektik dan efisien dalam pembelajaran IPA. (2). Untuk menemukan langkah-langkah pelak-sanaan metode penemuan dengan percobaan dalam menunjan keterampilan proses. (3). Untuk merealisasikan penggunaan LKS dalam menunjang keterampilan proses yang obtimal pada pembelajaran IPA.
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Tegalmulyo Sura-karta secara kolaboratif dengan melibatkan guru kelas, kepala sekolah dan dosen PGSD. Prosedur pelaksanaannya menggu-nakan model siklus dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Perencanaan. (2) Tindakan. (3) Observasi. (4) Refleksi. Pemantauan dilaksanakan dengan observasi, wawancara, catatan lapangan serta dengan photo. Teknik analisis data dengan model interaktif yaitu: reduksi data, dan penarikan kesimpulan.
Dari pelaksanaan tindakan kelas yang berulang dengan dua siklus dan refleksi disimpulkan: 1). penggunaan metode pene-muan dengan percobaan (inkuari-discavery) dapat meningkatkan dan mengefektifkan pendekatan keterampilan proses. 2). Sudah terjadi perubahan sifat pembelajaran dari “Teacher Centered” menjadi ”Student Centered” sehingga kualitas pembelajaran dapat meningkat.
Kata Kunci: Penerapan Keterampilan Proses, Pembelajaran IPA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Semakin majunya perkembangan kebudayaan manusia dewasa ini menjadikan teknologi merupakan suatu yang dapat diandalkan. IPTEK sangat erat hubungannya dengan IPA terbukti dengan dihasilkan produk-produk baru yang menggunakan prinsip kerja IPA. Oleh karena itu IPA harus dipelajarisecara mendalam mulai dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi.
IPA dapat dikatagorikan suatu ilmu yang sulit yang memerlukan ketekunan dan ketelitian untuk mempelajarinya. Hal ini terbukti dengan masih rendahnya nilai(hasil belajar IPA), baik IPA di SD, SLTP, SMTA bahkan Perguruan Tinggi. Dengan kata lain nilai atau hasil belajar IPA belum seperti yang diharapkan, termasuk nilai IPA kelas V SD Tegalmulyo paling rendah diantara nilai mata pelajaran yang lain. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan keberhasian pengajaran IPA.
Pengajaran pada dasarnya adalah suatu proses, terjadinya interaksi guru dengan siswa melalui kegiatan terpadu dari dua bentuk kegiatan, yakni kegiatan belajar siswa dengan kegiatan guru (Nana Sudjana, 1989:43).
Dalam proses pengajaran terdapat empat komponen uatama yang saling berhubungan satu sama yang lain. Keempat komponen tersebut: (1) Tujuan,(2) Bahasa pelajaran (3) Strategi metode media dan alat serta (4) Penilaian (Nana Sudjana, 1989: 43) Gagne (dalam Munandir, 1991:207) mendefinisikan pembelajaran sebagai perangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar yang sifatnya internal. Selanjutnya Gagne dan Brggs (dalam Munandir, 1991: 205) melukiskan pembelajaran sebagai upaya orang yang tujuannya ialah membantu siswa belajar.
Oleh karena itu dalam proses pembelajaran guru harus dapat memilih strategi (pendekatan belajar-mengajar), metode dan media yang tepat agar dapat membantu pencapaian tujuan siswa belajar. Di dalam kurikulum pendidikan dasar tahun 1994 ditekankan pengembangan dan penggunaan keterampilan proses harus dilaksanakan dengan tujuan untuk memahami konsep-konsep dan memecahkan masalah-masalah, sehingga dalam pembelajaran IPA diharapkan menggunakan pendekatan kete-rampilan proses.
Dari hasil pengamatan di lapangan terlihat bahwa guru SD khususnya SD N Tegalmulyo kelas V, dalam pembelajaran IPA masih belum menggunakan pendekatan keterampilan proses secara efektif, terutama pada penggunaan metode percobaan. Hal ini menunjukkan menunjukkan masih ada kendala yang dihadapi oleh guru SD di dalam menggunakan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran pada mata pelajaran IPA. Untuk itu perlu penelitian tindakan untuk mengatasi kendala yang dihadapi guru SD dalam penggunaan pendekatan keterampilan proses sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA.
Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah penerapan strategi pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses sebelum diadakan tindakan?
2. Tindakan apakah yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan penerapan pendekatan keterampilan proses pada mata pelajaran IPA?
3. Bagaimanakah langkah-langkah pelaksanaan keterampil-an proses yang tepat untuk meningkatkan kualitas dan keberhasilan pembelajaran IPA?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan penggunaan keterampilan proses secara efektik dan efisien dalam pembelajaran IPA
2. Untuk menemukan langkah-langkah pelaksanaan metode penemuan dengan percobaan dalam menunjang kete-rampilan proses.
3. Untuk merealisasikan penggunaan LKS dalam menunjang keterampilan proses yang obtimal pada pembelajaran IPA.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Memberikan alternatif bagi para guru SD dalam mening-katkan efektifitas dan efisiensi pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA.
2. Meningkatkan kemampuan guru dalam proses pembela-jaran IPA, terutama dalam menggunakan metode penemuan dengan melaksanakan percobaan.
3. Meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun LKS yang beroriensi pada metode penemuan dengan perco-baan.
4. Merupakan masukan bagi dosen PGSD dalam membina dan membekali calon guru SD khususnya mengenai penggunaan pendekatan keterampilan proses, pembuat-an LKS dan penggunaan metode penemuan dengan melaksanakan percobaan pada pembelajaran IPA.
5. Bagi kepala sekolah dan penilik sekolah SD temuan penelitian ini merupakan masukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA.
KAJIAN TEORI
Pendekatan-pendekatan Dalam Pembelajaran IPA
Kata pendekatan dalam pengajaran IPA sering sama artinya dengan metode. Pendekatan mempunyai arti yang lebih umum dari pada metode. Pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau obyek kajian,dalam hak ini adalah pembelajaran IPA.
Dalam pembelajaran IPA pada umumnya menggunakan dua jenis pendekatan, yaitu pendekatan ekspositori dan pendekatan inkuari. Prndekatan ekspositori jalan yang ditempuh adalah “memberi tahu”, tingkah laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh guru. Sedangkan Pendekatan inkuari jalan yang ditempuh adalah “ mencari tahu”. Pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa siswa sebagai subyek dan obyek dalam belajar mempunyai kemampuan dasar untuk dikembangkan secara optimal. Proses pembelajaran sebagai stimulus yang dapat menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar, siswa aktif mencari sendiri imformasi yang diperlukan. Dominasi guru boleh dikatakan tidak ada, peran guru lebih banyak menempatkan diri sebagai pembimbing dan fasilitator belajar. Jadi mengajar dengan pendekatan inkuari guru tidak memberikan konsep-konsep IPA tetapi membimbing siswa menemukan sendiri konsep-konsep itu melalui kegiatan belajarnya.
Pendekatan Keterampilan Proses
Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan mendasar pada prinsipnya telah ada pada diri siswa (Depdikbut, 1986: 7). Dari batasan ini pendekatan keterampilan proses bukan merupakan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan siswa justru pendekatan keterampilan proses dimaksutkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Conny Seniawan (1990: 18) memberi batasan mengenai pengertian keterampilan proses sebagai satuan keterampilan-keterampilan untuk memproses hasil, sehingga anak-anak mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep sehingga tumbuh nilai dan sikap. Funk (1985) dalam Moedjiono dan moh. Dimyati. 1992: 14) Mengungkapkan bahwa:
1. Pendekatan keterampilan proses memberikan kepada siswa pengertian yang tepat tentang hakekat ilmu pengetahuan. Siswa dapat menglami rangsangan ilmu pengetahuan dan dapat lebih mengerti fakta dan konsep ilmu pengethuan.
2. Mengajar dengan keterampilan proses berarti memberi kesempatan pada siswa bekerja dengan ilmu pengetahu-an, tidak sekedar menceritakan ataumendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Disisi lain siswa merasa bahagia sebab mereka aktif.
3. Menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu pengetahuan, membuat siswa belajar proses dan sekaligus produk ilmu pengetahuan.
Pembelajaran IPA di SD
IPA dapat dipandang dari segi produk, proses dan pengembangan sikap. Produk IPA berupa berupa fakta-fakta seperti hukum-hukum, prinsip-prinsip, klarifikasi dan lain sebagainya. Cara kerja memperoleh hasil (produk) sering disebut proses IPA terkandung cara kerja sikap dan cara berfikir. Karena itu sering dikatakan bahwa proses mendapatkan IPA merupakan bagian dari IPA yang tidak dapat dipisahkan IPA itu. Dalam memecahkan sesuatu masalah seorang ilmuwan berusaha mengambil sikap tertentu yang memungkinkan usaha mencapai hasil yang diharapkan, jadi proses IPA tidak lain adalah metode ilmiah.
Pembelajaran IPA modern tidak lagi mengajarkan fakta-fakta, hukum-hukum tetapi juga mengajarkan metode-metode pemecahan masalah dan mengembangkan sikap ilmiah. Oleh karena itu dalam pembelajaran IPA di SD akan sangat tepat bila menggunakan pendekatan keterampilan proses. Hal ini sesuai dengan kurikulum pendidikan dasar tahun 1994, bahwa pembelajaran IPA ditekankan pada penggunaan dan pengembangan keterampilan proses untuk memahami konsep-konsep dan memecahkan masalah. Pendekatan Keterampilan proses memiliki ciri-ciri yang senada dengan pendekatan Inkuari-discovery, yaitu: (1). Menekankan aktifitas siswa untuk memperoleh informasi dari berbagai sumber, misalnya: dari observasi, eksperimen, dan diskusi. (2) Guru tidak mendominasi melainkan sebagai organisator dan fasilitator.
Keterampilan proses IPA yang dikembangkan pada siswa SD merupakan modifikasi dari keterampilan proses IPA yang dimiliki para ilmuwan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak dan materi yang diajarkan. Adapun aspek-aspek keterampilan proses IPA yang dilatihkan pada siswa SD adalah: (1). Pengamatan, (2). Pengklasifikasian, (3). Pengukuran, (4). Pengidentifikasian, (5). Perumusan hipotesis, (6). Perenca-naan Eksperimen, (7). Penyimpulan hasil eksperimen, pengko-munikasian hasil eksperimen. (Srini M. Iskandar, 1996: 49)
Oleh karena adanya perbedaan perkembangan kognitif pada anak usia SD, maka pembelajaran keterampilan proses IPA di SD dibagi atas dua bagian. Bagian pertama adalah pembelajaran keterampilan proses dasar yaitu: mengamati, menginferensi, mengukur, mengkomunikasi, mengklarifikasi, dan memprediksi. Bagian ini diberikan pada kelas rendah (kelas III). Sedangkan bagian yang kedua meliputi: mengidentifikasi variabel-variabel, membuat tabel dari data, membuat grafik, menjelaskan hubungan antara variabel-variabel, mengumpulkan dan memproses data, merancang suatu eksperimen serta melaksanakan eksperimen. Bagian ini diberikan pada kelas tinggi (kelas IV-VI).
Pengertian Pembelajaran
Istilah pembelajaran sama dengan “instruction” atau pengajaran. Pengajaran mempunyai arti cara (pembuatan) mengajar atau mengajarkan (Purwadarminta, 1976: 22). Bila pengajaran diartikan sebagai pembuatan mengajar tertentu ada yang mengajar yaitu guru dan ada yang diajar atau belajar yaitu siswa. Dengan demikian pengajaran dapat diartikan sama dengan pembuatan belajar (oleh siswa) dan mengajar (oleh guru).
Kegiatan pembelajaran dimaksutkan agar tercipta kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa (si pelajar). Dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat dikatakan terjadi belajar, apabila proses perubahan perilaku pada diri siswa sebagai hasil dari suatu pengalaman. Maka di dalam kegiatan pembelajaran terdapat dua aspek yang penting yakni: (1) Aspek hasil belajar, yaitu perubahan perilaku pada siswa. (2) Aspek proses belajar yaitu sejumlah pengalaman intelektual, emosional dan fisik pada diri siswa.
Ciri-ciri terjadinya pembelajaran adalah adanya upaya guru mengatur unsur-unsur dinamis tersebut dalam pembela-jaran, sehingga dapat mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, agar terjadi proses belajar dan tujuan belajar dapat tercapai.
KERANGKA PEMIKIRAN
Berdasarkan kajian teori diatas, maka pembelajaran IPA di SD harus mengacu pada kurikulum SD, yaitu mengacu pende-katan keterampilan proses. Dengan pendekatan keterampilan proses, maka siswa diajak untuk aktif melakukan kegiatan yang bersifat inkuari-discovery, siswa menemukan sendiri dengan proses IPA dan mengembangkannya. Jadi sudah meninggalkan cara lama “teacher centered” dimana guru selalu menuntun dan mendekte siswa seakan-akan siswa hanya menerima saja akhirnya siswa pasif dan kurang kreatif.
HIPOTESIS
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran, maka hipotesis tindakannya adalah: Jika proses pembelajaran IPA dilaksanakan dengan metode inkuari-discovery (penemuan de-ngan percobaan), maka siswa akan melakukan keterampilan proses secara efektif, keaktifan siswa tinggi, sehingga kualitas pembelajaran dan hasil belajar IPA meningkat.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Tegalmulyo Surakarta Kecamatan Laweyan siswa kelas V tahun ajaran 2010/ 2011. Tempat tersebut dipilih dengan beberapa pertimbangan. Di antaranya waktu, biaya, dan keberadaan sample untuk memudahkan peneliti memperoleh data. Di samping itu tempat lokasinya mudah dijangkau oleh peneliti.
Subjek penelitian ini adalah siswa SD Negeri Tegalmulyo Surakarta Kecamatan Laweyan kelas V. Siswa yang dijadikan subjek penelitian adalah siswa kelas V yang berjumlah 40 siswa yang terdiri dari 19 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan.
Pada dasarnya desain penelitian ini merupakan penelitian tindakan kolaboratif yang melibatkan beberapa pihak yakni, guru kelas V, kepala sekolah dan dosen PGSD dengan tujuan untuk meningkatkan proses pembelajaran, menyumbang pada perkembangan pengetahuan dan peningkatan karier guru. Sehingga dalam penelitian ini menggunakan model siklus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Kondisi Awal
Berdasarkan data nilai dapat dilihat bahwa nilai rata-rata kelas V sebelum dilaksanakan tindakan adalah 45. Siswa kelas V SD Negeri Tegalmulyo sebanyak 40 siswa, hanya 17 siswa yang memperoleh nilai di atas ketuntasan minimal. Sebanyak 23 siswa memperoleh nilai di bawah nilai KKM, yaitu 60.
Deskripsi Siklus 1
Berdasarkan data nilai rata-rata kelas V sesudah dilaksanakan tindakan siklus 1 adalah 60,24. Siswa kelas V SD Negeri Tegalmulyo sebanyak 40 siswa, hanya 18 siswa yang memperoleh nilai di bawah nilai KKM. Sebanyak 22 siswa memperoleh nilai di atas nilai KKM. Nilai standar KKM di SDN Tegalmulyo yaitu 60.
Refleksi
Data yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan dan di analisis. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan dalam proses pelaksanakan tindakan, masih terdapat siswa yang masih mendapat nilai dibawah KKM. Sedangkan sebagian besar siswa sudah mendapat nilai diatas KKM dan dapat diuraikan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembela-jaran berlangsung, siswa akan melakukan keterampilan proses secara efektif, keaktifan siswa tinggi, sehingga kualitas pem-belajaran dan hasil belajar IPA meningkat.
Deskripsi Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanakan pada siklus I diketahui bahwa pembelajaran sudah menunjukkan peningkatan hasil belajar yang cukup signifikan, namun ada beberapa siswa yang masih mendapat nilai di bawah KKM. Oleh karena itu peneliti mengulang kembali pembelajaran IPA.
Berdasarkan hasil Observasi terhadap proses pembela-jaran dan hasil belajar setelah pelaksanakan siklus I, dapat diperoleh informasi bahwa hasil pencatatan menunjukkan bahwa dari siswa kelas V sebanyak 40 siswa terdapat 18 siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Setelah dilakukan dengan metode inkuari-discovery (penemuan dengan percobaan) tanpa menggunakan LKS, ternyata siswa tersebut di atas masih kesulitan dan banyak melakukan kesalahan menjawab pertanyaan. Atas dasar tersebut peneliti melakukan koordinasi dengan kepala sekolah dan guru kelas lain tentang alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa tersebut di atas agar hasil belajarnya meningkat paling tidak mampu mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum. Berdasarkan hasil koordinasi kepala sekolah dan guru-guru lain, peneliti akan melakukan tindakan untuk mencapai indikator yang belum tercapai oleh beberapa siswa tersebut di atas dengan melakukan tindakan siklus II.
Berdasarkan data nilai rata-rata kelas V sesudah dilaksanakan tindakan siklus II adalah 76,25 Siswa kelas V SD Negeri Tegalmulyo sebanyak 40 siswa, hanya 5 siswa yang memperoleh nilai di bawah nilai KKM. Sebanyak 35 siswa memperoleh nilai di atas nilai KKM.
Refleksi
Hasil analis data balikan terhadap pelaksanakan pembelajaran dengan metode inkuari-discovery (penemuan dengan percobaan) menggunakan LKS pada siklus II, secara umum telah menunjukkan perubahan yang signifikan, dimana guru dalam melaksanakan pembelajaran semakin mantap dan luwes dengan kekurangan-kekurangan control waktu, aktivitas siswa dalam pembelajaran meningkat. Dengan partisipasi siswa dalam pembelajaran yang semakin meningkat, suasana kelaspun menjadi hidup.
Dari analis hasil tes siklus I dan hasil tes siklus II diketahui bahwa pada siklus pertama nilai rata-rata siswa mencapai 60,24 dan siswa yang mencapai nilai lebih dari KKM sebanyak 22 siswa. Siklus II nilai rata-rata kelas mencapai 76,25 dengan jumlah siswa yang mendapat nilai diatas KKM sebanyak 35 siswa dari 40 siswa.
Dari penelitian ini, pembelajaran dikatakan berhasil apabila nilai hasil belajar IPA siswa dalam pembelajaran meningkat. Selain itu hasil yang dicapai siswa melalui tes akhir pembelajaran mencapai nilai rata-rata kelas di atas 75. Nilai rata-rata siswa yang memperoleh nilai lebih dari KKM adalah 76,25. Atas dasar tersebut dan melihat hasil yang diperoleh pada siklus II, maka pembelajaran yang menggunakan LKS dilaksanakan pada siklus II dikatakan berhasil, sehingga tidak perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN DAN TEMUAN
Dalam penerapan metode inkuari-discovery (penemuan dengan percobaan) dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibagi menjadi 3 tahap, yang meliputi: Kondisi Awal (Pra Siklus), Siklus 1 dan Siklus II.
Kondisi Awal (Pra Siklus)
Pada Pra siklus sebelum dilakukan tindakan rata-ratanya adalah 40. nilai tersebut di atas, berada di bawah KKM yaitu 60. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
a. Kegiatan belajar mengajar masih satu arah sehingga kreatifitas siswa kurang berkembang secara optimal.
b. Guru masih menggunakan pembelajaran konvensional, yang cenderung membosankan nilai rata-rata siswa sebelum dilaksanakan tindakan rata-rata siswa 40. Siswa yang belum mencapai nilai KKM sebesar 23 siswa dari 40 siswa. Sedangkan yang memenuhi KKM hanya 17 siswa.
Kondisi Siklus 1
Berdasarkan hasil pra siklus kemudian peneliti melakukan tindakan atas dasar kelemahan yang ditemukan pada pra siklus, yang pada tahap ini masuk pada siklus I. Disini peneliti memberikan sebuah solusi yaitu penerapan metode inkuari-discovery (penemuan dengan percobaan) yang bertujuan untuk meminimalisir kelemahan yang ada dalam pra siklus dan untuk meningkatkan hasil belajar. Setelah dilakukan pengajaran dengan metode inkuari-discovery (penemuan dengan percobaan) nampak adanya peningkatan nilai yang dicapai oleh siswa, yakni nilai rata-rata kelas 60,24. Disini terlihat ada peningkatan nilai rata-rata siswa yang semula pada pra siklus nilai rata-ratanya adalah 40 menjadi 60,24. Akan tetapi berdasarkan pengamatan oleh ob-server dan peneliti, masih ditemukan beberapa kelemahan yang teridentifikasi selama proses KBM dengan menggunakan metode inkuari-discovery (penemuan dengan percobaan) pada siklus I antara lain:
a. Siswa masih agak takut atau grogi, karena pembelajaran tidak sama dengan penbelajaran yang telah dilaksanakan sebelumnya.
b. Situasi di dalam kelas yang kurang begitu kondusif yang ditandai dengan masih adanya beberapa siswa yang gaduh dan kurang berkonsentrasi pada saat KBM berlangsung dan begitu pula saat kerja kelompok.
Kondisi Siklus II
Berdasarkan kelemahan pada siklus I kemudian peneliti merevisi semua rancangan dengan menjelaskan konsep materi IPA yang belum di kuasai secara jelas sehingga mudah dipahami oleh siswa. Perencanaan pada apa yang telah dijelaskan tersebut di atas dilaksanakan pada siklus II. Setelah pelaksanaan tindakan terhadap kelemahan yang muncul pada siklus I.
Pada siklus II ini beberapa siswa yang mulanya dari kegiatan siklus I perilaku siswa masih takut atau grogi mengikuti pembelajaran, ada beberapa yang masih ramai dan kurang konsentrasi. Selain itu juga terlihat adanya peningkatan pada hasil belajar siswa yang mana pada siklus I nilai rata-rata kelas adalah 60,24
Berdasarkan nilai rata-rata siswa setelah dilaksanakan tindakan siklus II rata-rata siswa yang semula 60,24 meningkat menjadi 76,25. Siswa yang belum mencapai nilai KKM dari 17 siswa menurun menjadi 5 siswa dari 40 siswa sedangkan yang sudah mencapai nilai KKM meningkat dari 22 siswa menjadi 35 siswa. Nilai tersebut sudah sangat baik sehingga peneliti tidak melakukan perbaikan kembali. Kemudian bagi siswa yang belum mencapai nilai KKM guru membimbing secara khusus di luar jam sekolah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari pelaksanaan tindakan kelas yang berulang dengan dua siklus dan refleksi disimpulkan: 1). penggunaan metode penemuan dengan percobaan (inkuari-discavery) dapat mening-katkan dan mengefektifkan pendekatan keterampilan proses. 2). Sudah terjadi perubahan sifat pembelajaran dari “Teacher Centered” menjadi ”Student Centered” sehingga kualitas pembelajaran dapat meningkat.
Saran
Untuk Para Pengambil Kebijakan
Dalam pembelajaran IPA di SD hendaknya menekankan pada:
1. Penggunaan pendekatan inkuari discovery dan kete-rampilan proses untuk meningkatkan kualitas pembe-lajaran IPA
2. Penggunaan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dimana desain LKS dapat mengembangkan keterampilan proses secara obtimal.
Untuk Peneliti Lebih Lanjut
Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPA, hendaknya tidak hanya meneliti terhadap penggunaan keterampilan proses maupun pendekatan inkuari-discovery, tetapi para guru maupun dosen PGSD dapat meneliti pada aspek pembelajaran lain dengan jangkauan yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud, 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP Kelas IV Sekolah Dasar. Dirjen DIKTI.BP3GSD
Mudjiono & Moh. Dimyati,1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta, Dirjen Dikti,P2TK.
Munandir,1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta.CV. Rajawali
Nana Sudjana,1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung, CV Sinar Baru.
Sumarno, 1996. Pedoman Pelaksanaan PTK Pemantauan dan Evaluasi. Yogyakarta. Dirjen Dikti: BP3GSD.
Suryanto, 1996.Pedoman Pelaksanaan PTK,Pengenalan PTK. Yogyakarta. Dirjen Dikti. Depdikbut.BP3GSD.
Srini M. Iskandar, 1996. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta. Depdikbud Dirjen Dikti: BP3GSD