MENGEMBANGKAN KEMANDIRIAN SISWA

 

 Dian Apriyani

SMK Ma’arif NU Paguyangan

 

ABSTRAK

Kemandirian siswa kurang antusias dan bersemangat, sehingga interaksi proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung seperti yang diharapkan. Dalam konteks interaksi belajar mengajar di kelas siswa masih banyak yang kurang mandiri. Kemandirian belajar menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar. Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi akan berusaha menyelesaikan tugas dengan kemampuannya sendiri. Pembelajaran yang tepat dapat mengembangkan kemandirian belajar siswa. Bentuk kemandirian belajar siswa yang dikembangkan didukung dengan diantaranya percaya diri, aktif dalam belajar, disiplin dan tanggung jawab.

Kata Kunci: Kemandirian Siswa

 

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu bentuk lingkungan yang bertanggung jawab dalam memberikan asuhan terhadap proses perkembangan siswa. Bimbingan dan konseling merupakan alat bantu siswa di dalam memperoleh penyesuaian diri sesuai dengan tingkat perkembangannya. Dalam konsepsi mengenai tugas perkembangan dikatakan bahwa setiap periode tertentu terdapat sejumlah tugas-tugas perkembangan yang harus diselesaikan. Berhasil tidaknya siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut akan berpengaruh bagi perkembangan selanjutnya dalam penyesuaian dirinya di dalam masyarakat. Melalui layanan bimbingan konseling di sekolah siswa akan dibantu agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya dengan baik. Di dalam proses pendidkan di sekolah banyak ditemui beberapa kendala. Kendala itu dapat bersumber dari siswa, guru, sekolah, keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Salah satu kendala kendala dari siswa adalah kurangnya kemandirian siswa dalam belajar.

Kemandirian sangat penting ditumbuhkan di dalam diri siswa karena akan menunjang perkembangan potensi optimal yang dimiliki oleh siswa. “Mandiri merupakan suatu suasana di mana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak dirinya yang terlihat dalam perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya” (Gea, 2003: 195). Seorang siswa dikatakan memiliki nilai kemandirian apabila ia telah mampu melakukan semua tugas-tugasnya secara mandiri tanpa tergantung pada orang lain, percaya kepada diri sendiri, mampu mengambil keputusan, menguasai keterampilan sesuai dengan kemampuannya, bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya, dan menghargai waktu (Gea, 2003: 195).

Kondisi kemandirian siswa yang ada di sekolah pada umumnya bervariasi, ada siswa yang memiliki kemandirian sangat tinggi dan ada pula yang memiliki kemandirian rendah. Layanan bimbingan kelompok dapat diasumsikan tepat dalam membantu mengembangkan kemandirian siswa. Bimbingan kelompok merupakan sebagai media dalam upaya membimbing individu yang bertujuan untuk mengembangkan perasaan berfikir, persepsi, wawasan, dan sikap terarah kepada tingkah laku yang diinginkan dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Melalui bimbingan kelompok siswa mendapat berbagai informasi tentang sikap mandiri dan melalui dinamika kelompok siswa dapat belajar berinteraksi dengan anggota kelompok yang mempunyai pengetahuan, pengalaman, gagasan tentang sikap mandiri yang berbeda-beda. Berkembangnya wawasan, perasaan, berfikir, dan berpersepsi dari siswa dalam kegiatan layanan bimbingan kelompok akan mendorong siswa untuk dapat menyelesaikan masalahnya, mampu mengarahkan dirinya, memiliki pandangan hidup sendiri, mampu mengatur kehidupannya sendiri, serta berani menanggung segala akibat dari tindakan yang dilakukannya, dengan kata lain siswa dapat mengembangan kemandirian serta mungkin sekali kemandirian siswa akan meningkat.

Kemandirian

Setiap individu cenderung mengharapkan potensi dirinya dapat berkembang secara optimal ke arah yang lebih baik. Hal ini dapat diperoleh individu dengan memiliki jiwa mandiri. Pembahasan mengenai kemandirian diawali dengan pengertian mandiri, ciri-ciri mandiri, faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian, dan upaya pengembangan kemandirian siswa.

 Pengertian Kemandirian

Mandiri berasal dari kata diri, dimana setiap membahas kata mandiri tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai perkembangan diri itu sendiri. “Mandiri diartikan sebagai suatu kondisi di mana seseorang tidak tergantung kepada orang lain dalam menentukan keputusan dan adanya sikap percaya diri” (Chaplin, 1996: 105). Dalam pandangan konformistik/sudut pandang yang berpusat pada masyarakat, kemandirian merupakan konformitas terhadap prinsip moral kelompok rujukan. Oleh karena itu, “individu yang mandiri adalah individu yang berani mengambil keputusan dilandasi oleh pemahaman akan segala konsekuensi dari tindakannya” (Ali dan Asrori, 2005: 110).

“Mandiri merupakan suatu suasana di mana seseorang mau dan mampu mewujudkan kehendak/keinginan dirinya yang terlihat dalam tindakan/perbuatan nyata guna menghasilkan sesuatu demi pemenuhan kebutuhan hidupnya dan sesamanya” (Gea, 2003: 195). Kemandirian mempunyai kecenderungan bebas berpendapat. Kemandirian merupakan suatu kecenderungan menggunakan kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan suatu masalah secara bebas, progresif, dan penuh dengan inisiatif. Menurut Desmita (2009: 185) kemandirian atau otonom merupakan “kemampuan untuk mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan dan tindakan sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi perasaan-perasaan malu dan keragu-raguan”. Dalam berkembangnya kemandirian individu dapat ditentukan ketika individu mampu atau tidak dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi. Mustari (2011: 94) berpendapat orang yang “mandiri adalah orang yang cukup diri (self-sufficient), yaitu orang yang mampu berfikir dan berfungsi secara independen tidak perlu bantuan orang lain, tidak menolak resiko dan bisa memecahkan masalah, bukan hanya khawatir tentang masalah-masalah yang dihadapinya”. Orang yang mandiri akan percaya pada keputusannya sendiri serta jarang meminta pendapat atau bimbingan orang lain. Familia (2006: 23) mengungkapkan seseorang dikatakan mandiri apabila “orang tersebut mampu mengarahkan dan mengurus diri sendiri”. Menurut Erikson (dalam Desmita, 2009: 185) menyatakan “kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri”. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan-keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa, mandiri adalah suatu keadaan yang mampu mengarahkan diri dengan segala daya kemampuan diri sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain yang terwujud dalam tindakan nyata untuk menghasilkan sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hal ini berarti bahwa orang yang berperilaku mandiri mempunyai kemampuan untuk menemukan sendiri apa yang dilakukan, menentukan dalam memilih kemungkinan-kemungkinan dari hasil perbuatannya dan akan memecahkan sendiri masalah-masalah yang dihadapi tanpa harus mengharapkan bantuan orang lain. Kemandirian dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai cara bersikap, berfikir, dan berperilaku individu secara nyata yang menunjukkan suatu kondisi mampu mengarahkan diri dengan segala kemampuan yang dimiliki, tidak bergantung kepada orang lain dalam hal apapun, dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Nilai kemandirian merupakan salah satu nilai karakter yang dikembangkan dalam pendidikan karakter pada jalur pendidikan menengah pertama. Nilai karakter yang dikembangkan tersebut tercakup dalam lima kategori (Kemendiknas, 2010), diantaranya nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan, nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri, nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama, nilai karakter dalam hubungannya dengan lingkungan, dan nilai karakter dalam hubungannya dengan kebangsaan. Setiap kategori karakter tersebut terdapat nilai-nilai yang akan dikembangkan dan nilai karakter mandiri berada dalam kategori nilai karakter yang hubungannya dengan diri sendiri. Nilai kemandirian didefinisikan oleh Kemendiknas (2010: 17) sebagai “Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas”.

Ciri-Ciri Kemandirian

Gea (2003: 195) mengatakan bahwa individu dikatakan mandiri apabila memiliki lima ciri sebagai berikut: 1) percaya diri, 2) mampu bekerja sendiri, 3) menguasai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan kerjanya, 4) menghargai waktu, dan 5) tanggung jawab. Kelima ciri-ciri individu mandiri tersebut, dapat dijelaskan oleh penulis sebagai berikut: 1) percaya diri, adalah meyakini pada kemampuan dan penilaian diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih pendekatan yang efektif, 2) mampu bekerja sendiri, adalah usaha sekuat tenaga yang dilakukan secara mandiri untuk menghasilkan sesuatu yang membanggakan atas kesungguhan dan keahlian yang dimilikinya. 3) menguasai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan kerjanya, adalah mempunyai keterampilan sesuai dengan potensi yang sangat diharapkan pada lingkungan kerjanya. 4) menghargai waktu, adalah kemampuan mengatur jadwal sehari-hari yang diprioritaskan dalam kegiatan yang bermanfaat secara efesien, dan 5) tanggung jawab, adalah segala sesuatu yang harus dijalankan atau dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan sesuatu yang sudah menjadi pilihannya atau dengan kata lain, tanggung jawab merupakan sebuah amanat atau tugas dari seseorang yang dipercayakan untuk menjaganya. Sejalan dengan pendapat di atas, Desmita (2009: 185-186) mengemukakan orang yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri
  2. mampu mengambil keputusan dan inisistif untuk mengatasi masalah yang dihadapi
  3. memiliki kepercayaan diri dalam melaksanakan tugas-tugasnya
  4. bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya

Sedangkan Familia (2006: 45) berpendapat anak yang mandiri memiliki ciri khas sebagai berikut: “…mempunyai kecenderungan memecahkan masalah daripada berkutat dalam kekhawatiran bila terlibat masalah, tidak takut mengambil resiko karena sudah mempertimbangkan baik buruknya, percaya terhadap penilaian diri sendiri sehingga tidak sedikit-sedikit bertanya atau meminta bantuan, mempunyai kontrol yang lebih baik terhadap hidupnya”. Jas (2010: 36) mengatakan orang yang memiliki karakter kemandirian terlihat dalam sikap antara lain sebagai berikut:

  1. Saat harus melakukan sesuatu tidak terlalu banyak meminta pertimbangan orang lain
  2. Ketika harus mengambil resiko terhadap sesuatu tidak terlalu banyak berfikir
  3. Tidak terlalu banyak ragu-ragu dan mengetahui resiko yang akan dihadapi
  4. Mengetahui konsekuensi yang akan muncul dan mengetahui manfaat dari pekerjaan yang akan diambilnya.

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya, maka ciri -ciri kemandirian dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Percaya diri yaitu percaya terhadap penilaian sendiri sehingga tidak sedikit-sedikit bertanya atau minta bantuan kepada oranglain dalam menyelesaikan tugas-tugas
  2. Mampu bekerja sendiri yaitu mampu mengerjakan sendiri tugas-tugasnya yang ditunjukan dengan kegiatan yang dilakukan dengan kehendaknya sendiri dan bukan karena orang lain dan tidak tergantung pada orang lain.
  3. Menguasai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan kerjanya
  4. Menghargai waktu
  5. Bertanggung jawab yaitu kesadaran yang ada dalam diri seseorang bahwa setiap tindakan akan mempunyai pengaruh terhadap orang lain dan dirinya sendiri.
  6. Memiliki hasrat bersaing untuk maju
  7. Mampu mengambil keputusan yaitu mampu mengatasi masalah sendiri, memiliki pemikiran, pertimbangan-pertimbangan, pendapat sendiri serta berani menghadapi resiko terlepas dari pengaruh atau bantuan dari pihak lain.

Dalam penelitian ini, ciri-ciri karakter mandiri yang akan digunakan untuk mengembangkan kisi-kisi skala kemandirian siswa SMK ada enam aspek, yaitu:

  1. Percaya diri
  2. Mampu bekerja sendiri
  3. Menghargai waktu
  4. Bertanggung jawab
  5. Memiliki hasrat bersaing untuk maju
  6. Mampu mengambil keputusan

Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Sebagai hasil dari proses belajar pencapaian kemandirian dipengaruhi oleh banyak faktor, Ali dan Asrori (2005: 118-119) mengemukakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi kemandirian, yaitu:

Gen atau keturunan orang tua

Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya.

Pola asuh orang tua\

Cara orang tua mengasuh atau mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak remajanya. Orang tua yang terlalu banyak melarang atau mengeluarkan kata ”jangan” kepada anak tanpa disertai dengan penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat mendorong kelancaran perkembangan anak. Demikian juga, orang tua yang cenderung sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan lainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.

Sistem pendidikan di sekolah

Sistem pendidikan di sekolah adalah sistem pendidikan yang ada di sekolah tempat anak dididik dalam lingkungan formal. Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian siswa.

Sebaliknya, proses pendidikan di sekolah yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap anak dan penciptaan kompetensi positif akan memperlancar perkembangan kemandirian belajar.

Sistem kehidupan di masyarakat

Sistem kehidupan masyarakat yang menekankan lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi remaja dalam bentuk berbagai kegiatan, dan tidak berlaku hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian remaja. Nilai Kemandirian sebagai salah satu tujuan pendidikan, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Basri (2004: 53) ada fakto lain yang mempengaruhi kemandirian seseorang yaitu faktor di dalam dirinya sendiri (faktor endogen) dan faktor yang terdapat di luar dirinya (faktor eksogen). Faktor endogen merupakan semua keadaan yang bersumber dari dalam dirinya, seperti keadaan keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan yang melekat pada diri individu. Misalnya bakat, potensi intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya. Faktor eksogen adalah semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya. Faktor eksogen ini sering disebut dengan faktor lingkungan keluarga dab masyarakat. Misalnya pola pendidikan dalam keluarga, sikap orang tua terhadap anak, lingkungan sosialekonomi. Dari beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai kemandirian siswa di atas dapat disimpulkan bahwa, faktor gen atau keturunan, pola asuh orang tua, sistem pendidikan disekolah dan sistem kehidupan di masyarakat ikut mempengaruhi perkembangan nilai kemandirian siswa. Selain itu juga ada beberapa faktor lain yaitu faktor dari dalam diri individu maupun dari luar diri individu. Siswa dapat berperilaku mandiri tidak dapat lepas dari faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan kemandiriannya.

Upaya Pengembangan Kemandirian

Nilai kemandirian merupakan kecakapan yang berkembang sepanjang rentang kehidupan individu, yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman dan pendidikan. Upaya untuk mengembangkan nilai kemandirian melalui ikhtiar pengembangan atau pendidikan sangat diperlukan untuk kelancaran perkembangan kemandirian siswa. Pendidikan di sekolah perlu melakukan upaya-upaya pengembangan kemandirian siswa. Desmita (2009: 190) mengemukakan upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk mengembangkan kemandirian siswa adalah:

1) mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak merasa dihargai.

2) mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah.

3) memberikan kebebasan kepada anak untuk mengekplorasi lingkungan serta mendorong rasa ingin tahu.

4) penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lainnya.

5) menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.

Sejalan dengan pendapat di atas Ali dan Asrori (2005: 119-120) mengemukakan ada sejumlah intervensi yang dapat dilakukan untuk pengembangan kemandirian remaja, antara lain sebagai berikut:

1) penciptaan partisipasi dan keterlibatan dalam keluarga, yang diwujudkan dalam bentuk saling menghargai antaranggota keluarga dan keterlibatan dalam memecahkan masalah remaja; 2) penciptaan keterbukaan, yang diwujudkan dalam bentuk toleransi terhadap perbedaan pendapat, memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil bagi remaja, keterbukaan terhadap minat remaja, mengembangkan komitmen terhadap tugas remaja, kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja; 3) penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan, yang diwujudkan dalam bentuk mendorong rasa ingin tahu remaja, adanya aturan tetapi tidak cenderung mengancam apabila ditaati, adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan; 4) penerimaan positif tanpa syarat, yang diwujudkan dalam bentuk tidak membeda-bedakan remaja, menerima remaja apa adanya, serta menghargai ekspresi potensi remaja.

5) empati terhadap remaja, yang diwujudkan dalam bentuk memahami pikiran dan perasaan remaja, melihat persoalan remaja dengan berbagai sudut pandang, dan tidak mudah mencela karya remaja; 6) penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja, yang diwujudkan dalam bentuk interaksi secara akrab, membangun suasana humor dan komunikasi ringan dengan remaja, dan bersikap terbuka terhadap remaja. Melalui upaya pengembangan kemandirian yang dilakukan oleh keluarga maupun pendidik tersebut dapat memicu berkembangnya kemandirian pada diri remaja sehingga remaja dapat mencapai perkembangannya secara optimal. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemandirian siswa adalah: melakukan tindakan penciptaan kebebasan keterlibatan dan partisipasi siswa dalam berbagai kegiatan, menciptakan hubungan yang akrab, hangat dan harmonis dengan siswa, menciptakan keterbukaan, penerimaan positif tanpa syarat, menciptakan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan serta menciptakan empati kepada siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Basri, Hasan. 2004. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Chaplin. 1996. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Familia. 2006. Membuat Prioritas Melatih Anak Mandiri. Yogyakarta: Kanisius.

Gea, Antonius Atosakhi, dkk. 2003. Character Building 1 Relasi dengan Diri Sendiri (edisi revisi). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Jas, Walneg S. 2010. Wawasan Kemandirian Calon Sarjana. Jakarta: PT RajaGarafindo Persada.

Mustari, Mohamad. 2011. Nilai Karakter Refleksi untuk Pendidikan Karakter. Yogyakarta: laksbang Pressindo.

Nurchaili. 2010. ‘Membentuk Kerakter Siswa Melalui Keteladanan Guru’. Dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Vol 16 Edisi Khusus III. Hal. 233- 244