Meningkatkan Pemahaman Peserta Didik Melalui Penerapan Model Experiential Learning
UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN PESERTA DIDIK
TENTANG SISTEM ORGANISASI KEHIDUPAN
MELALUI PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING
PADA KELAS VII.2 SMP NEGERI 1 TEMBILAHAN
Zeniyarti
SMP Negeri 1 Tembilahan
ABSTRAK
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini membahas mengenai upaya meningkatkan Pemahaman Peserta Didik tentang Sistem Organisasi Kehidupan melalui Penerapan Model Experiential Learning pada Kelas VII.2 SMP Negeri 1 Tembilahan. Yang melatarbelakangi penelitian ini adalah bahwa masih kurang optimal pemahaman peserta didik sehingga rendahnya nilai pada siswa kelas VII.2 SMP Negeri 1 Tembilahan. Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas untuk menjawab permasalahan: Apakah penerapan model Experiential Learning dapat meningkatkan pemahaman peserta didik tentang Sistem Organisasi Kehidupan pada Kelas VII.2 SMP Negeri 1 Tembilahan? Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus dengan melibatkan 32 peserta didik kelas VII.2 SMP Negeri 1 Tembilahan Tahun Pelajaran 2017/2018. Data penelitian diambil dari nilai tes akhir pada setiap siklus dan observasi keaktifan pada setiap pertemuan. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan rata-rata hasil tes akhir pada setiap siklusnya. Pada tes akhir siklus I, persentase peserta didik yang tuntas 12,50% dengan rata-rata nilai 59,84. Rata-rata meningkat menjadi 83,44 pada tes akhir siklus II dengan persentase peserta didik yang tuntas mencapai 78%. Berdasarkan hasil observasi keaktifan juga mengalami peningkatan pada setiap pertemuan. Observasi 1 diperoleh rata-rata 69,64 dan persentase peserta didik yang tuntas 35,71 % dengan kategori gagal. Mengalami peningkatan pada observasi 2 yaitu rata-rata 73,81 dan persentase peserta didik yang tuntas 67,88 % sehingga kategori baik. Lebih meningkat lagi pada observasi 3 diperoleh rata-rata 74,40 serta persentase peserta didik yang tuntas mencapai 71,43 % dengan kategori baik. Serta observasi 4 menunjukkan peningkatan yang signifikan yaitu rata-rata 77,68 dan persentase peserta didik yang tuntas mencapai 85,71 % dengan kategori sangat baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model Experiential Learning dapat meningkatkan pemahaman peserta didik tentang Sistem Organisasi Kehidupan pada Kelas VII SMP Negeri 1 Tembilahan.
Kata Kunci: Experiential Learning, Peningkatan Pemahan Peserta Didik, IPA
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pembelajaran seharusnya memfasilitasi peserta didik untuk terlibat secara aktif mengembangkan potensi dirinya menjadi kompetensi. Guru menyediakan pengalaman belajar bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan yang memungkinkan peserta didik mengembangkan potensi yang dimilikinya menjadi kompetensi yang ditetapkan dalam dokumen kurikulum atau lebih. Pengalaman belajar tersebut semakin lama semakin meningkat menjadi kebiasaan belajar mandiri dan ajeg sebagai salah satu dasar untuk belajar sepanjang hayat.
Tujuan pendidikan (IPA) menekankan pada pemahaman tentang lingkungan dan alam sekitar beserta kekayaan yang dimilikinya yang perlu dilestarikan dan dijaga dalam perspektif biologi, fisika dan kimia. Dalam pembelajaran IPA diperlukan adanya keterlibatan langsung dan aktif peserta didik untuk mendapatkan pengalaman sehingga peserta didik bisa memperoleh pemahaman tentang apa yang diajarkan oleh guru. Dari pemahaman yang diperoleh melalui pengalamannya diharapkan pula peserta didik dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dewey menyebutkan bahwa pengalaman bukan terutama diasosiasikan dengan pengetahuan melainkan dengan hidup dan kehidupan manusia. Ketika peserta didik menemukan kesulitan untuk menyelesaikan permasalahan dalam proses pembelajaran, maka peserta didik akan menggunakan pemikirannya sehingga akan menimbulkan ide-ide yang kreatif dan berbeda-beda antarpeserta didik. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran diperlukan adanya keterlibatan langsung peserta didik secara aktif, sehingga dapat memunculkan kreatifitas peserta didik untuk menemukan ide-ide dalam penyelesaian masalah yang dihadapi. Edgar Dale membagi pengalaman menurut tingkat abstraknya dan alat-alat yang berhubungan. Menurut Edgar Dale belajar dapat dilakukan dengan mengalami langsung, mengamati orang lain melakukan dan membaca lambang. Pengalaman yang konkrit diperlukan untuk setiap tingkat di atasnya. Dalam pembelajaran diperlukan adanya keterlibatan langsung dan aktif peserta didik untuk mempelajari sesuatu yang konkrit maupun yang abstrak.
Kenyataan yang terjadi di sekolah belum menerapkan keterlibatan langsung dan aktif peserta didik dalam pembelajaran. Pada umumnya, masih menggunakan metode-metode yang sama sehingga peserta didik merasa bosan karena kurangnya pengalaman yang diperoleh saat belajar bersama guru sehingga pemahaman yang didapatkan sedikit serta mudah terlupakan.
Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, pemahaman peserta didik terhadap pembelajaran IPA di SMP Negeri 1 Tembilahan masih kurang optimal karena belum menggunakan metode atau media dalam pembelajaran. Biasanya saat materi diajarkan, nilai yang didapat bagus, tetapi saat diadakan Ulangan Akhir Semester nilai diperoleh peserta didik menurun. Berbagai konsep dan kenyataan yang ada, menjadikan peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian yang menjadikan peserta didik mendapatkan pengalaman untuk memperoleh pemahaman. Peserta didik yang dibiarkan terus menerus dalam kekurang pengalamannya, maka selamanya peserta didik tidak memperoleh pemahaman.
Dengan penerapan model pembelajaran yang menekankan perolehan pengalaman maka diharapkan peserta didik mampu memperoleh pemahaman. Salah satu model yang menggunakan konsep pengalaman adalah Experiential Learning yang dikenalkan oleh David Kolb. Menurut Kolb pembelajaran adalah proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengetahuan. Pengalaman bukan pengetahuan, melainkan hanya fondasi bagi penciptaan pengetahuan. Pengetahuan mencakup ingatan, tentang hal-hal khusus ataupun umum. Untuk meningkatkan pengetahuan juga memerlukan pemahaman yang mencakup pengertian tentang apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan bahan atau ide tersebut.
Dari uraian di atas, penulis berkeinginan mengadakan penelitian untuk meningkatkan pemahaman peserta didik tentang Sistem Organisasi Kehidupan melalui model Experiential Learning, sehingga peneliti merumuskan judul “Upaya Meningkatkan Pemahaman Peserta Didik Tentang Sistem Organisasi Kehidupan Melalui Penerapan Model Experiential Learning Pada Kelas VII.2 SMP Negeri 1 Tembilahanâ€.
Rumusan Masalah
Dari judul yang diajukan, maka rumusan masalah sebagai berikut “Apakah penerapan model Experiential Learning dapat meningkatkan pemahaman peserta didik tentang Sistem Organisasi Kehidupan pada Kelas VII.2 SMP Negeri 1 Tembilahan?â€
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah untuk meningkatkan pemahaman peserta didik tentang Sistem Organisasi Kehidupan pada Kelas VII.2 SMP Negeri 1 Tembilahan melalui penerapan model Experiential Learning.
Manfaat
Dari penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Bagi Siswa
Menambah pemahaman peserta didik tentang pembelajaran IPA.
b. Bagi Guru
Menambah wawasan dan introspeksi guru mengenai kinerjanya melayani peserta didik.
c. Bagi Sekolah
Meningkatkan mutu sekolah sesuai yang telah ditetapkan pemerintah.
KAJIAN PUSTAKA
Pembelajaran dengan Experiential Learning
Pembelajaran adalah proses yang dengannya pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Bagi Kolb, pengalaman bukan pengetahuan, melainkan hanya fondasi bagi penciptaan pengetahuan. Kolb mengatakan bahwa tidak ingin mengembangkan alternatif ketiga bagi teori pembelajaran behavioris dan kognitif, melainkan hendak mengusulkan melalui teori pembelajaran eksperiensial sebuah perspektif integrative holistic tentang pembelajaran yang menggabungkan pengalaman, persepsi, kognisi dan perilaku yang dikenal sebagai “Model Pembelajaran Experiential Lewinianâ€.
Model pembelajaran adalah pembelajaran dengan sejumlah komponen yang mempunyai urutan/tahapan tertentu. Sehingga dalam Experiential Learning juga terdapat tahapan dalam penerapannya. Kolb membagi tahap-tahap belajar menjadi 4, yaitu: pengalaman konkret, pengamatan aktif dan reflektif, konseptualisasi dan eksperimentasi aktif. 4 tahapan tersebut dapat diuraikan seperti dibawah ini:
a. Tahap Pengalaman Konkret (Concrete Experience)
Tahap ini adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya. Seseorang tersebut dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa tersebut, hanya dapat merasakan apa adanya, belum dapat memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu.
b. Tahap pengamatan aktif dan reflektif (reflective observation)
Tahap ini adalah bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya, mulai berusaha untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal tersebut bisa terjadi, dan mengapa mesti terjadi. Pemahamannya terhadap peristiwa yang dialaminya semakin berkembang.
c. Tahap konseptualisasi (abstract conseptualisation)
Tahap ini adalah seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya. Berpikir induktif banyak dilakukan untuk merumuskan suatu aturan umum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya, walaupun kejadian yang diamati tampak berbeda, namun memiliki komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.
d. Tahap eksperimentasi aktif (active eksperimental)
Tahap terakhir ini adalah seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata. Berpikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta konsep-konsep di lapangan, tidak lagi menanyakan asal usul teori atau suatu rumus, tetapi menggunakan teori atau rumus tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, yang belum pernah dijumpai sebelumnya.
Tahap-tahap tersebut, jika dilakukan dengan benar dalam proses pembelajaran, maka ada beberapa keuntungan yang akan didapatkan, antara lain:
a. Meningkatkan semangat dan gairah pembelajar.
b. Membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif.
c. Memunculkan kegembiraan dalam proses belajar.
d. Mendorong dan mengembangkan kreatifitas pembelajar.
e. Menolong pembelajar untuk melihat dalam perspektif yang berbeda.
f. Memunculkan kesadaran untuk berubah
Namun, untuk menerapkan Model Experiential Learning dalam proses pembelajaran memerlukan alokasi waktu yang relatif lebih lama. Oleh karena itu, diperlukan adanya perencanaan yang matang, supaya pelaksanaan dapat disesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia.
Pemahaman Pembelajaran dengan Experiential Learning
Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Memahami berarti mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu jika peserta didik dapat memberikan penjelasan menggunakan kata-kata sendiri.
Materi pelajaran akan lebih mudah dipahami dan diingat dalam waktu yang lama bila peserta didik sendiri memperoleh pengalaman langsung dari proses pembelajaran melalui pengamatan dan eksperimen. Pembelajaran di sekolah menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu†dan “berbuatâ€, hal tersebut akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Oleh karena itu proses pembelajarannya ditekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Seperti yang dikemukan oleh Edgar Dale dalam Kerucut Pengalaman (The Cone of Experience) bahwa pengalaman dibagi menurut tingkat abstraknya dan alat-alat yang berhubungan yaitu:Pengalaman langsung,Pengalaman yang diatur, Dramatisasi, Demonstrasi, Karyawisata, Pameran, Gambar hidup, Rekaman, radio, gambar mati, Lambang visual, &Lambang verbal.
Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa pengalaman dapat diberikan melalui beberapa cara untuk memberikan pembelajaran kepada peserta didik. Dimulai dari pengalaman yang paling konkrit sampai yang paling abstrak yaitu pengalaman langsung, pengalaman yang diatur, dramatisasi, demonstrasi, karyawisata, pameran, gambar hidup, rekaman, radio, gambar mati, lambang visual serta lambang verbal, Namun, pengalaman langsung yang paling banyak berpengaruh terhadap pemahaman peserta didik karena peserta didik dapat mengalami sendiri hal-hal yang dipelajari secara nyata/konkrit.
Hipotesis Tindakan
Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Penerapan model Experiential Learning dapat meningkatkan pemahaman peserta didik tentang Sistem Organisasi Kehidupan pada Kelas VII.2 SMP Negeri 1 Tembilahanâ€.
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat Dan Waktu Penelitian
Tempat dilakukannya penelitian adalah SMP Negeri 1 Tembilahan yang beralamat di Jalan Prof. M. Yamin, SH Tembilahan Kecamatan Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau. Waktu penelitian dilakukan pada semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018 yaitu bulan September sampai dengan Oktober 2017.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian melalui PTK ini adalah peserta didik Kelas VII.2 di SMP Negeri 1 Tembilahan Tahun Pelajaran 2017/2018 dengan jumlah peserta didik sebanyak 32 anak, terdiri dari 10 laki-laki dan 22 perempuan, yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
Jenis Dan Model Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Secara etimologis, ada tiga istilah yakni penelitian, tindakan dan kelas. Pertama, penelitian adalah suatu proses pemecahan masalah yang dilakukan secara sistematis, empiris dan terkontrol. Kedua, tindakan dapat diartikan sebagai perlakuan tertentu yang dilakukan oleh peneliti yakni guru untuk memperbaiki kinerja yang dilakukan guru. Ketiga, kelas menunjukkan pada tempat proses pembelajaran berlangsung. Dari penjelasan tersebut PTK dapat diartikan sebagai proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut.
Siklus Penelitian
ini dilaksanakan dalam dua siklus (2x putaran). Dalam setiap siklus melalui 4 tahapan penelitian yaitu: Perencanaan, Tindakan, Observasi dan Refleksi.
Pada Siklus I pertemuan pertama difokuskan pada upaya peningkatan pemahaman peserta didik tentang Konsep Organisasi Kehidupan dengan melakukan pengamatan bagian tubuh ikan yang didahului dengan pembedahan. Pada pertemuan kedua difokuskan pada upaya peningkatan pemahaman peserta didik tentang Sel sebagai Unit terkecil pada makhluk hidup dengan melakukan pengamatan sel menggunakan model sel.
Pada siklus II pertemuan pertama dilakukan praktikum mengamati perbedaan antara sel hewan dan sel tumbuhan dengan bantuan mikroskop. Pada pertemuan kedua difokuskan untuk mengamati jaringan dengan bantuan mikroskop.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data berupa:
a. Tes
Tes adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Untuk mengetahui pemahaman peserta didik diberikan tes tertulis berbentuk pilihan ganda (multiple choice) yang menuntut mereka untuk membuktikan bahwa mereka memahami hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep. Dapat juga dengan tes berbentuk essay sehingga peserta didik dapat menuangkan pemahaman mereka tentang materi-materi yang telah dipelajari. Tes yang dilakukan dibagi menjadi dua, yaitu Pre-test dan Post-test.
b. Observasi
Observasi adalah pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan pada saat peserta didik melakukan praktikum. Observasi difokuskan pada pemahaman peserta didik baik cara menggunakan peralatan dan bahan serta pemahamannya tentang apa yang diamati. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui keaktifan peserta didik dalam melakukan praktikum ataupun diskusi. Jika peserta didik aktif dalam kegiatan praktikum atau diskusi kemungkinan besar pemahaman yang didapat juga lebih baik.
Teknik Analisis Data
a. Analisis Data Nilai Tes
Dilakukan dengan cara membandingkan hasil tes tertulis pada setiap siklus yang telah dilakukan. Dengan cara mencari mean (rata-rata) dari kedua nilai tersebut dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
= Rata-rata nilai (Mean yang kita cari)
= Jumlah seluruh nilai yang ada
N = Banyaknya peserta/skor yang ada
Sedangkan untuk menghitung persentase peserta didik yang tuntas dengan rumus:
Prosentasen Ketuntasan = x 100
b. Analisis Data Hasil Observasi
Untuk analisis data hasil observasi digunakan rumus:
Nilai = x 100
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Penelitian ini tidak diawali dengan pretest karena peneliti mengambil pembanding dari pra penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Data pra penelitian diambil dari nilai raport semester gasal asli (sebelum diadakan remidi) kelas VII.2 tahun pelajaran 2016/2017. Dengan KKM 70, dari 42 peserta didik masih ada 26 anak yang mendapatkan nilai kurang dari 70. Sehingga prosentase peserta didik yang belum mencapai KKM sebesar 61,9%. Siklus I dilaksanakan menggunakan model Experiential Learning sebanyak 2 x pertemuan. Berdasarkan data hasil tes pada siklus I nilai tertinggi 80,0 dan nilai terendah 50. Sedangkan untuk rata-rata 59,84 serta ketuntasan klasikal 12,50. Hal ini menunjukkan bahwa persentase peserta didik yang tuntas masih sangat rendah. Selain melalui tes peneliti juga melakukan observasi dengan nilai diperoleh dari hasil kelompok mencakup beberapa hal yaitu merumuskan pertanyaan/masalah, melakukan pengamatan, menafsirkan data dan mengkomunikasikan. Keempat hal tersebut mewakili nilai dari keaktifan.
Berdasarkan hasil observasi bahwa pelaksanaan observasi pertama gagal karena persentase peserta didik yang tuntas hanya 35,71 % dengan perolehan antara 66,7 sampai 75 serta rata-rata 69,64. Namun, pada observasi kedua mulai meningkat dengan kategori baik dengan persentase peserta didik yang tuntas mencapai 67,88 %. Nilai tertinggi 83,3 dan terendah 66,7 dengan rata-rata 73,81. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman peserta didik meningkat dalam pemahaman menggunakan alat dan bahan pada proses pengamatan/praktikum yang dilakukan. Adapun kekurangan-kekurangan yang terdapat pada siklus I, antara lain: peserta didik masih banyak yang kurang aktif dalam melakukan pengamatan dengan kelompoknya, peserta didik masih banyak yang kurang berpartisipasi pada saat diskusi berlangsung, dan peserta didik belum memahami cara pemakaian peralatan praktikum dengan benar. Hal tersebut kemungkinan muncul karena banyaknya anggota dalam setiap kelompok sehingga peran masing-masing anggota kurang maksimal.
Siklus II
Setelah siklus I dilanjutkan siklus II dengan menggunakan model Experiential Learning sebanyak 2 x pertemuan. Siklus II diakhiri dengan adanya tes dengan memberikan 5 soal essay. Berdasarkan data hasil tes pada siklus II bahwa nilai meningkat secara signifikan dengan perolehan nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 60. Sedangkan untuk rata-rata meningkat menjadi 83,44 serta persentase peserta didik yang tuntas menjadi 78%. Hal ini menunjukkan bahwa melalui pembelajaran dengan menggunakan model Experiential Learning dapat meningkatkan pemahaman peserta didik. Dengan pesentase peserta didik yang sudah melebihi 70% menunjukkan bahwa telah tercapai indikator ketercapaian yang diinginkan untuk ranah kognitif.
Pada siklus II juga dilakukan observasi sebanyak 2 x dalam 2 pertemuan. Berdasarkan hasil observasi bahwa observasi meningkat dengan signifikan. Pada pertemuan pertama perolehan tertinggi 83,3 dan terendah 66,7 dengan rata-rata 74,40. Persentase peserta didik yang tuntas mencapai 71,43 dengan kategori baik. Pada pertemuan selanjutnya walaupun dengan perolehan tertinggi dan terendah masih sama, namun rata-rata meningkat menjadi 77,68. Persentase peserta didik yang tuntas meningkat drastis menjadi 85,71 sehingga kategori menjadi sangat baik. Peningkatan pada siklus II pada hasil nilai tes dan hasil observasi dapat diakibatkan oleh berbagai macam kemungkinan, diantaranya karena peserta didik dalam siklus II baik pertemuan pertama maupun kedua melakukan pengamatan preparat buatan sendiri sehingga peserta didik dapat menjelaskan jawabannya dengan kata-kata sendiri dalam pertanyaan berbentuk essay. Hal tersebut menunjukkan bahwa keaktifan juga telah mencapai indikator keberhasilan.
Perolehan nilai pada saat tes siklus II lebih baik dibandingkan dengan saat tes siklus I. Tes siklus I terlihat dengan persentase peserta didik yang tuntas sebesar 12,50%. Tes pada siklus II terlihat signifikan dibanding nilai sebelumnya. Persentase peserta didik yang tuntas atau mencapai KKM yaitu 78%.
Perolehan dari observasi yang dilakukan terus meningkat. Rata-rata pada observasi 1 69,64 meningkat menjadi 73,81 pada observasi 2. Observasi 3 lebih baik lagi menjadi 74,40 dan observasi 4 mencapai 77,68.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada siklus I dan II, dapat disimpulkan bahwa:
Model Experiential Learning dapat meningkatkan pemahaman mengenai Sistem Organisasi Kehidupan pada Kelas VII.2 SMP Negeri 1 Tembilahan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase peserta didik yang tuntas pada perolehan nilai tes yaitu pada tes siklus I hanya 12,50%, sedangkan pada tes siklus II persentase peserta didik yang tuntas mencapai 78%. Juga ditunjukkan dari hasil observasi bahwa pada observasi 1 hanya 35,71% peserta yang tuntas dengan kategori gagal sampai pada observasi 4 yang menunjukkan bahwa 85,71% peserta tuntas dengan kategori sangat baik.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut:
a. Model Experiential Learning dapat dijadikan model pembelajaran untuk menyampaikan materi lain yang sesuai dengan model tersebut.
b. Dengan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan alternatif pembelajaran selanjutnya, untuk SMP Negeri 1 Tembilahan khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007.
——–, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Budiningsih, C. Asri, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005.
Campbell, Neil A., dkk terj. Biologi, jil. 1, Jakarta: Erlangga, 2002.
——–, dkk terj. Biologi, jil.2, Jakarta: Erlangga, 2003.
——–, dkk terj. Biologi, jil.3, Jakarta: Erlangga, 2004.
Illeris, Knut, terj. Contemporary Theories of Learning: Teori-Teori Pembelajaran Kontemporer, Bandung: Nusa Media, 2011.
Imroatus Sholehah, dkk, “Penerapan Model Experiential Learning Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Di SMPâ€, Vol.2, No. 3, Desember 2013.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs Kelas VII, Jakarta: Politeknik Negeri Media Kreatif, 2013.
——–, Ilmu Pengetahuan Alam SMP/MTs Kelas VII, Jakarta: Politeknik Negeri Media Kreatif, 2013.
Kementerian Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, Bandung: CV Insan Kamil, 2009.
Lakitan, Benyamin, Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Nuryani, Strategi Belajar Mengajar Biologi, Malang: UM PRESS, 2009.
Pearce, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2013, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
——–, Nomor 81 Tahun 2013, Implementasi Kurikulum.
Popham, W. James, Teknik Mengajar Secara Sistematis, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Sanjaya, Wina, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Kencana, 2010.
Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta, 2012.
Suroso, dkk., Ensiklopedi Sains dan Kehidupan, Jakarta: Tarity Samudra Berlian, 2003.
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011.