Model Pembamas Dengan Video Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
MODEL PEMBAMAS DENGAN VIDEO UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA TOPIK SISTEM PEREDARAN DARAH KELAS XI-IPA SEMESTER 1 SMA NEGERI 1 PATI
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Edi Pranoto
Guru Biologi SMA Negeri 1 Pati
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas model Pembelajaran Berbasis Masalah (Pembamas) terhadap hasil belajar biologi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober – November 2014. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas XI-IPA SMAN I Pati sejumlah 270 siswa yang terbagi menjadi delapan kelompok belajar (kelas). Sampel penelitian adalah siswa kelas XI-IPA4 yang berjumlah 31 siswa. Proses pembelajaran pada kelas XI-IPA4 menggunakan model Pembamas. Data diambil dengan menggunakan instrumen tes hasil belajar kognitif. Analisis data yang dilakukan dengan cara membandingkan data awal (sebelum tindakan) dengan data hasil tes siklus I, data hasil tes siklus I dengan data hasil tes siklus II, serta data awal dengan data hasil tes siklus II. Hasil analisis data, terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar sebelum tindakan dibanding setelah tindakan pada siklus I, yaitu dari 69,37 menjadi 77,30, juga terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar dari tindakan pada siklus I dibanding tindakan pada siklus II, yaitu dari 77,30 menjadi 82,90. Demikian juga terjadi peningkatan ketuntasan kelas, dari sebelum tindakan dibanding setelah tindakan pada siklus I, yaitu dari 32,25% menjadi 51,61%, selanjutnya, juga terjadi peningkatan ketuntasan kelas dari tindakan pada siklus I dibanding tindakan pada siklus II, yaitu dari 51,61% menjadi 83,87%. Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa model Pembamas ternyata sangat efektif untuk meningkatkan hasil belajar biologi, terutama pada topik Sistem Peredaran Darah. Implementasi model Pembamas dengan bantuan PPt dan animasi video tentang Sistem Peredaran Darah pada Hewan ternyata sangat efektif untuk meningkatkan hasil belajar biologi serta pencapaian ketuntasan kelas, terutama pada topik Sistem Peredaran Darah.
Kata kunci: Model Pembamas, siklus I, siklus II.
PENDAHULUAN
Guru sains yang profesional dituntut memahami dan menerapkan ketentuan kurikulum, konten akademik, konten pedagogi, dan evaluasi/ assessment, yang dijiwai hakekat sains. McDermott dalam National Science Education Standards (NRC, 1996) mengemukakan bahwa guru sains termasuk guru biologi, perlu mempelajari konsep-konsep sains yang esensial melalui kegiatan penyelidikan dan penemuan.
Menurut National Science Teachers Association (2006), tuntutan pembelajaran sains pada abd ke 21 ditujukan untuk dapat menyiapkan peserta didik dengan berbagai ketrampilan dan kecakapan seperti berpikir kreatif, inovatif, kritis, memecahkan masalah, komunikasi, kolaborasi, ICT literacy, dan kepemimpinan. Sains sangat penting dalam segala aspek kehidupan, karena itu perlu dipelajari agar semua insan Indonesia mencapai literasi sains, sehingga membentuk masyarakat yang melek sains namun tetap berkarakter bangsa. Pendidikan sains bertanggungjawab atas pencapaian literasi sains anak bangsa, karena itu perlu ditingkatkan kualitasnya. Peningkatan kualitas pendidikan sains dilakukan melalui berpikir sains atau pengembangan keterampilan generik sains.
Idealnya, dalam pembelajaran sains guru membekali siswa dengan kemampuan memecahkan masalah (problem solving) sehingga siswa mampu mengatasi permasalahan-permasalahan jika dihadapkan dengan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Terkait dengan hal tersebut, orientasi pembelajaran seharusnya tidak hanya difokuskan pada aspek kognitif (hasil belajar) saja, tetapi juga diarahkan pada aspek psikomotor (proses bagaimana cara siswa memperoleh pengetahuannya), serta aspek afektif. Pembelajaran sains di sekolah seharusnya menggunakan strategi, metode, dan pendekatan yang mencirikan materi yang diajarkan dan memberi kesempatan bagaimana proses menemukan pengetahuan. Proses pembelajaran sains tidak hanya belajar fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang bagaimana memperoleh informasi, bekerja secara ilmiah. Proses pembelajaran sains harus berpusat pada siswa (student centered). Pembelajaran yang berpusat pada siswa akan menjadikannya aktif dalam menggali ilmu pengetahuan dari berbagai sumber belajar.
Anggraeni (2006) mengatakan, guru biologi harus terlatih merencanakan pembelajaran biologi yang sesuai dengan hakikat sains, yaitu pembelajaran mengarah pada penggunaan proses sains dan pemecahan masalah untuk menemukan konsep-konsep ilmiah. Pembelajaran sains yang sesuai dengan hakikat pembelajaran sains, mencakup ranah kognitif (minds on), afektif (hearts on), dan psikomotor (hands on). Guru dituntut untuk dapat menyajikan pembelajaran yang mendorong siswa berpikir memecahkan masalah kontekstual. Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi pembelajaran yang meliputi pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran khususnya pembelajaran berbasis problem solving.
Menurut Suciati (2013:1) bahwa pembelajaran biologi berbasis keterampilan proses merupakan pembelajaran yang mengembangkan berbagai keterampilan seperti: mengamati (observation), mengelompokkan (classification), menafsirkan (interpretation), meramalkan (prediction), mengajukan pertanyaan (question), berhipothesis (hypothesis), melakukan percobaan (experiment), mengkomunikasikan hasil percobaan (communication), sehingga peserta didik dapat memiliki pengalaman beraktivitas yang melibatkan keterampilan kognitif (minds on), keterampilan manual atau psikomotor (hands on) dan keterampilan social (hearts on). Carin & Evans, 1990 (cit. Suciati, 2013:3) mengatakan bahwa pembelajaran sains (biologi) setidaknya meliputi 4 hal, yaitu: produk (content), proses, sikap dan teknologi.
Guru sains termasuk guru biologi, idealnya mampu mengembangkan suatu model pembelajaran yang membekali siswa dengan kemampuan memecahkan masalah (problem solving), sehingga mampu menumbuhkan pribadi siswa dengan karakter yang percaya diri, ulet, tidak mudah putus asa, dan tidak gampang menyerah ketika menghadapi permasalahan-permasalahan yang dijumpai dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang telah dibangun selama ini ternyata belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan global di era modern ini.
Rendahnya kemampuan siswa dalam pemecahan masalah terlihat dari hasil studi PISA (Program for International Student Assessment) yaitu studi yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan sains, menunjukkan Indonesia baru bisa menduduki peringkat 55 dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan: 1) memahami informasi yang komplek; 2) teori, analisis dan pemecahan masalah; 3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah; 4) melakukan investigasi (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012).
Siswa mempelajari sains hanya pada aspek kognitif, menghafal konsep-konsep yang diajarkan guru. Keadaan menjadi lebih parah lagi ketika siswa akan menghadapi ujian sekolah (US) maupun ujian nasional (UN), dimana guru mendrill siswa dengan latihan soal-soal dengan target siswa berhasil meraih nilai maksimal. Pembelajaran sepenuhnya berpusat pada guru (teacher centered) di mana guru merupakan menempatkan diri sebagai satu-satunya sumber ilmu.Pembelajaran sains hanya berorientasi pada aspek kognitif, sementara aspek psikomotor dan aspek afektif tidak tersentuh sama sekali sehingga pembelajaran menjadi sangat tidak menarik dan membosankan.
Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan adanya kesenjangan antara pembelajaran sains yang ideal dengan kenyataan yang ada pada proses pembelajaran sains di sekolah. Jika tidak segera diatasi, maka kesenjangan tersebut akan berdampak pada hasil belajar peserta didik yang tidak sesuai dengan harapan. Pembelajaran sains harus segera diperbaiki untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ideal dengan mengoptimalkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan mengimplementasikan model pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan memecahkan.
Pembelajaran Berbasis Masalah (Pembamas) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah. Pembamas merupakan model pembelajaran yang berorientasi pada kerangka kerja teoritik konstruktivisme Vygotsky. Model Pembamas merupakan model mengajar dengan fokus pemecahan masalah yang nyata, proses dimana peserta didik melaksanakan kerja kelompok, umpan balik, diskusi, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan dan laporan akhir. Dengan demikian peserta didik didorong untuk lebih aktif terlibat dalam materi pelajaran dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis (Arends, 2008).
Langkah-langkah model Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah atau Pembamas) menurut Mohamed Elhassan Abdalla (2011); Clarifying the setting / terms (Klarifikasi permasalahan), Defining the problem (Menetapkan permasalahan), Investigating the case (Brainstorming/ Menginvestigasi masalah), Restructuring the problem and hypothesis (Menyusun hipotesis), Formulating learning goals / learning objectives (Merumuskan tujuan pembelajaran untuk membuat rancangan penelitian), Searching for Information (Meneliti untuk memperoleh jawaban terhadap permasalahan), Reporting back to the group/ Synthesis (Menyusun laporan).
Model Pembelajaran Berbasis Masalah atau Pembamas memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah: 1) mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah; 2) mengembangkan inkuiri siswa; 3) meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari; 4) menguatkan pemahaman siswa karena memperoleh pengalaman langsung yang berkaitkan dengan kehidupan nyata sehingga pembelajaran lebih bermakna; 5) membentuk kepribadian siswa yang mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain; 6) menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa. Melalui penerapan model PBL diharapkan akan terbentuk siswa yang memiliki kemampuan memecahkan masalah, memiliki sikap ilmiah, memiliki rasa ketertarikan terhadap materi yang dipelajari, memiliki pemahaman yang kuat karena memperoleh pengalaman langsung dalam belajar, memiliki pribadi yang mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, memiliki sikap sosial yang positif. Untuk memperoleh hasil yang lebih efektif, sangat diperlukan pengembangan perangkat pembelajaran yang berdasarkan filosofi pedagogi Pembamas (Mandal, 2011).
Kelebihan model Pembamas adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, mengembangkan inkuiri siswa, meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang dipelajari, menguatkan pemahaman siswa karena memperoleh pengalaman langsung yang berkaitkan dengan kehidupan nyata sehingga pembelajaran lebih bermakna, membentuk kepribadian siswa yang mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa.
Hasil penelitian Sulaiman (2013) terhadap mahasiswa Fisika School of Science and Technology University Malaysia menunjukkan bahwa dengan mengimplementasikan model Pembamas secara online dapat meningkatkan hasil belajar para mahasiswa. Relevansi hasil penelitian Sulaiman dengan penelitian ini terletak pada penerapan model Pembamas dalam pembelajaran, sedang perbedaannya yaitu penelitian Sulaiman menggunakan subyek mahasiswa Universitas pada jurusan fisika, sementara penelitian ini menggunakan subyek siswa SMA pada mata pelajaran biologi.
Bedasarkan paparan di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang sekaligus menjadi solusi terhadap permasalahan pembelajaran biologi di SMA Negeri 1 Pati terutama pembelajaran di kelas XI IPA, dengan judul: “Model Pembamas Dengan Video Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Pada Topik Sistem Peredaran Darah Kelas XI-IPA Semester 1 SMA Negeri 1 Pati Tahun Pelajaran 2014/2015â€.
METODE PENELITIAN
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Desember 2014. Penelitian tindakan kelas ini dimulai dari penyusunan instrumen sampai pelaporan. Alokasi waktu pada silabus untuk Kompetensi dasar Sistem Peredaran Darah adalah 8 jam pelajaran (8×45 menit). Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui dua kali siklus, dengan rincian: siklus I dengan alokasi waktu 4×45 menit, yang terbagi menjadi: 1×45 menit untuk diskusi, 1×45 menit untuk praktikum, 1×45 menit untuk diskusi, 1×45 menit untuk praktikum. Tes siklus I memerlukan 1×45 menit. Kemudian siklus II dengan alokasi waktu 3×45 menit yang terbagi menjadi: 1×45 menit untuk diskusi, 1×45 menit untuk praktikum, dan 1×45 menit untuk tes siklus II.
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Pati pada kelas XI-IPA4 semester 1 tahun pelajaran 2014/2015. Hal ini dilakukan karena permasalahan yang ditemukan oleh peneliti ada di kelas XI-IPA4, di mana hasil belajar rendah. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI-IPA4 semester1 SMA Negeri 1 Pati tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah siswa 31 siswa.
Peneliti mengambil dua variabel, yaitu variabel bebas berupa model Pembamas dan variabel terikat berupa hasil belajar biologi pada topik Sistem Peredaran Darah. Pada siklus I, penerapan model Pembamas tanpa bantuan media PPt dan video animasi, tetapi pada siklus II, penerapan model Pembamas dengan bantuan media PPt yang dilengkapi video animasi Sistem Peredaran Darah pada Hewan.
Refleksi dilakukan dengan cara deskriptif komparatif yaitu dengan membandingkan data kondisi awal dengan data hasil tindakan siklus I, kemudian membandingkan data hasil tindakan siklus I dengan data hasil tindakan siklus II, serta membandingkan data kondisi awal dengan data hasil tindakan siklus II.
Prosedur tindakan untuk mengatasi rendahnya hasil belajar biologi kelas XI-IPA4 dengan menggunakan dua kali tindakan yaitu siklus I dan siklus II. Pada siklus I, penerapan model Pembamas tanpa bantuan media PPt dan video animasi, tetapi pada siklus II, penerapan model Pembamas dengan bantuan media PPt yang dilengkapi video animasi Sistem Peredaran Darah pada Hewan.
Setiap siklus dalam penelitian melalui 4 tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
SIKLUS I
1. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, siswa dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri 5 siswa. Setiap kelompok memperoleh Lembar Kegiatan Siswa (LKS) untuk didiskusikan.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan secara rinci tertulis di dalam RPP. Pada siklus I ada empat RPP dengan kegiatan diskusi membuat rancangan percobaan 1, melaksanakan percobaan 1, diskusi membuat rancangan percobaan 2, melaksanakan percobaan 2. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I menggunakan model Pembamas tanpa bantuan PPt dan video animasi untuk materi Sistem Sirkulasi pada Hewan.
3. Observasi
Observasi kegiatan siswa selama kegiatan diskusi maupun praktikum dilakukan oleh teman sejawat sebagai observer.
4. Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan untuk menganalisis tindakan. Pada siklus I terjadi empat kali proses pembelajaran, kemudian diakhiri dengan tes hasil belajar. Soal tes terdiri dari 20 soal obyektif dan 4 soal uraian. Hasil tes dianalisis dan dievaluasi dengan membandingkan dengan data awal.
SIKLUS II
1. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, siswa dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri 5 siswa. Setiap kelompok memperoleh Lembar Kegiatan Siswa (LKS) untuk didiskusikan.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan pada siklus II secara rinci tertulis di dalam RPP. Pada siklus II ada dua RPP dengan kegiatan diskusi membuat rancangan percobaan 3, melaksanakan percobaan 3. Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II menggunakan model Pembamas dengan bantuan PPt dan video animasi untuk materi Sistem Sirkulasi pada Hewan.
3. Observasi
Observasi kegiatan siswa selama kegiatan diskusi maupun praktikum dilakukan oleh teman sejawat sebagai observer.
4. Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan untuk menganalisis tindakan. Pada siklus II terjadi dua kali proses pembelajaran, kemudian diakhiri dengan tes hasil belajar. Soal tes terdiri dari 20 soal obyektif dan 3 soal uraian. Hasil tes dianalisis dan dievaluasi dengan cara membandingkan data hasil tes pada siklus II dengan data awal, dan membandingkan data hasil tes pada siklus II dengan data hasil tes pada siklus I.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi data awal hasil belajar biologi kelas XI-IPA4 semester 1 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Deskripsi Data Awal Hasil Belajar Kognitif sebelum Siklus I
Model |
Jumlah Data |
Nilai Minimum |
Nilai Maximum |
Rata-rata |
Jumlah siswa < KKM |
Jumlah siswa > KKM |
31 |
34,30 |
91,30 |
69,37 |
21 |
10 |
Data hasil belajar kognitif pada siklus I diperoleh setelah siswa menerima perlakuan dalam pembelajaran yaitu pembelajaran menggunakan model Pembamas. Deskripsi data hasil belajar kognitif pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Deskripsi Data Hasil Belajar Kognitif model Pembamas pada Siklus I
Model |
Jumlah Data |
Nilai Minimum |
Nilai Maximum |
Rata-rata |
Jumlah siswa < KKM |
Jumlah siswa > KKM |
Pembamas |
31 |
55,00 |
90,00 |
77,30 |
15 |
16 |
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan model Pembamas menghasilkan pencapaian rata-rata kelas 77,30 nilai minimum 55,00 dan nilai maksimum 90,00 dengan jumlah siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal sebanyak 16 orang atau sebesar 51,61%. Sebaran frekuensi hasil belajar kognitif untuk kelas dengan menggunakan model Pembamas disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif dengan Model Pembamas
Nomor |
Rentang Nilai |
|
Frekuensi Mutlak |
|
Frekuensi Relatif (%) |
1 |
59 – 64 |
|
1 |
|
3 |
2 |
65 – 70 |
|
2 |
|
6 |
3 |
71 – 76 |
|
2 |
|
6 |
4 |
77 – 82 |
|
10 |
|
32 |
5 |
83 – 88 |
|
5 |
|
16 |
6 |
89 – 94 |
|
7 |
|
23 |
7 |
95 – 100 |
|
4 |
|
13 |
Jumlah |
|
31 |
|
100 |
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa prosentase siswa dengan frekuensi relatif tertinggi sebesar 32% pada rentang nilai 77 – 82, sementara prosentase siswa dengan frekuensi relatif terendah sebesar 3% pada rentang nilai 59 – 64. Sedangkan prosentase frekuensi relatif siswa dengan rentang nilai tertinggi (95 – 100) hanya mencapai 13%.
Tabel 4 Deskripsi Data Hasil Belajar Kognitif model Pembamas dengan bantuan PPt dan animasi video pada Siklus II
Model |
Jumlah Data |
Nilai Minimum |
Nilai Maximum |
Rata-rata |
Jumlah siswa < KKM |
Jumlah siswa > KKM |
Pembamas dengan bantuan PPt dan animasi video |
31 |
62,50 |
95,00 |
82,90 |
5 |
26 |
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan model Pembamas dengan bantuan PPt dan animasi video menghasilkan pencapaian rata-rata kelas 82,90 nilai minimum 62,50 dan nilai maksimum 95,00 dengan jumlah siswa yang mencapai kriteria ketuntasan minimal sebanyak 26 orang atau sebesar 83,87%. Sebaran frekuensi hasil belajar kognitif untuk kelas dengan menggunakan model Pembamas dengan bantuan PPt dan animasi video disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Kognitif pada Kelas dengan Model Pembamas dengan bantuan PPt dan animasi video
Nomor |
Rentang Nilai |
Frekuensi Mutlak |
Frekuensi Relatif (%) |
1 |
59 – 64 |
1 |
3 |
2 |
65 – 70 |
2 |
6 |
3 |
71 – 76 |
2 |
6 |
4 |
77 – 82 |
8 |
26 |
5 |
83 – 88 |
10 |
33 |
6 |
89 – 94 |
7 |
23 |
7 |
95 – 100 |
1 |
3 |
Jumlah |
31 |
100 |
Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa prosentase siswa dengan frekuensi relatif tertinggi sebesar 33% pada rentang nilai 83 – 88, sementara prosentase siswa dengan frekuensi relatif terendah sebesar 1% pada rentang nilai 59 – 64. Sedangkan prosentase frekuensi relatif siswa dengan rentang nilai tertinggi (95 – 100) mencapai 3%.
Berdasarkan data awal pada Tabel 1 hasil belajar kognitif menunjukkan bahwa nilai terendah 34,30; nilai tertinggi 91,30; nilai rata-rata 69,37; dan ketuntasan kelas (10 siswa tuntas) hanya mencapai 32,26%.
Berdasarkan data awal sebagaimana pada Tabel 1 dan data setelah tindakan pada siklus I sebagaimana pada Tabel 2 dapat dibandingkan bahwa nilai minimum mengalami peningkatan dari 34,30 menjadi 55,00; walaupun nilai maksimum terjadi penurunan yaitu dari 91,30 menjadi 90,00 tetapi rata-rata mengalami peningkatan dari 69,37 menjadi 77,30. Demikian ketuntasan kelas mengalami peningkatan dari 32,26% menjadi 51,61%.
Berdasarkan Tabel 2, hasil belajar kognitif pada meteri pokok Sistem Peredaran Darah pada kelas dengan menggunakan model Pembamas menunjukkan bahwa nilai terendah 55,00; nilai tertinggi 90,00; nilai rata-rata 77,30; dan ketuntasan kelas (16 siswa tuntas) hanya mencapai 51,61%.
Berdasarkan Tabel 3, frekuensi relatif terendah berada pada rentang nilai 59 – 64 yaitu 3% dan rentang nilai 95 – 100 yaitu 13%, sedangkan frekuensi relatif tertinggi berada pada rentang nilai 77 – 82 yaitu 32%.
Berdasarkan Tabel 4, hasil belajar kognitif pada meteri pokok Sistem Peredaran Darah pada kelas dengan menggunakan model Pembamas dengan bantuan PPt dan anmasi video tentang Sistem Peredaran Darah pada Hewan, menunjukkan bahwa nilai terendah 62,50; nilai tertinggi 95,00; nilai rata-rata 82,90; dan ketuntasan kelas (26 siswa tuntas) mencapai 83,87%.
Berdasarkan data pada siklus I sebagaimana pada Tabel 2 dan data setelah tindakan pada siklus II sebagaimana pada Tabel 4 dapat dibandingkan bahwa nilai minimum mengalami peningkatan dari 55,00 menjadi 62,50; nilai maksimum mengalami peningkatan yaitu dari 90,00 menjadi 95,00; demikian juaga rata-rata mengalami peningkatan dari 77,30 menjadi 82,90. Demikian juga ketuntasan kelas mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari 51,61% menjadi 83,87%.
Berdasarkan data awal sebelum tindakan sebagaimana pada Tabel 1 dan data setelah tindakan pada siklus II sebagaimana pada Tabel 4 dapat dibandingkan bahwa nilai minimum mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu dari 34,30 menjadi 62,50; nilai maksimum mengalami peningkatan yaitu dari 91,30 menjadi 95,00; demikian juaga rata-rata mengalami peningkatan yang signifikan dari 69,37 menjadi 82,90. Demikian juga ketuntasan kelas mengalami peningkatan yang sangat signifikan, yaitu dari 32,25% menjadi 83,87%.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data, disimpulkan bahwa model Pembamas ternyata sangat efektif untuk meningkatkan hasil belajar biologi, terutama pada topik Sistem Peredaran Darah. Implementasi model Pembamas dengan bantuan PPt dan animasi video tentang Sistem Peredaran Darah pada Hewan ternyata sangat efektif untuk meningkatkan hasil belajar biologi serta pencapaian ketuntasan kelas, terutama pada topik Sistem Peredaran Darah.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, S. 2006. Sudahkan Calon Guru Biologi Merencanakan Pembelajaran Biologi yang Sesuai dengan Hakekat Sains? Bandung: FPMIPA UPI.
Arends, R. 2008. Learning to Teach, Belajar untuk Mengajar. Edisi ketujuh. Yogjakarta: Pustaka Belajar.
Brown, S.W., Lawless, K.A., & Boyer, M.A. (2013). Promoting Positive Academic Dispositions Using a Web-Based PBL Environment. Interdisciplinary Journal Of Problem-Based-Learning. The global Ed 2 Project, 7 (1).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. Departemen Pendidikan Nasional.
Mandal, S. 2011. Thesis: Problem Based Learning Tool as a Plug-in for Moodle. Bombay: Department of Computer Science and Engineering Indian Institute of Technology. Diunduh pada 12 Januari 2014.
National Science Teachers Association (NSTA). (2006). NSTA Position Statement: Induction Programs for the Support and Development of Beginning Teachers of Science.
NRC. 1996. “National Science Education Standardsâ€, Washington: National Academy Press.
Suciati. 2013. Implementasi Pendekatan Kontekstual Dengan Variasi Metode Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Biologi. JPII. Vol. 2 (1): 23-30.
Sulaiman, F. 2013. Physics students’ acceptance of PBL online in terms Of learning outcomes. International Journal of Humanities and Social Science Invention. Vol. 2(3): 50-55.
Tayibnapis, Farida Yusuf. 2008. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program Pendidikan dan Penelitian. Jakarta: Ineka Cipta.