MORALITAS, AUDIT INTERNAL: KECURANGAN AKUNTANSI

( EKPERIMEN PADA KONTEKS PERGURUAN TINGGI )

 

Rina Silvia

Yonas Meti

Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Halmahera

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh moralitas individu dan audit internal terhadap kecenderungan individu untuk melakukan kecurangan akuntansi di sektor perguruan tinggi. Moralitas individu dan audit internal dihipotesiskan saling berinteraksi dalam mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi. Individu yang memiliki level moral tinggi dihipotesiskan tidak akan melakukan kecurangan akuntansi pada kondisi ada dan tidak ada elemen audit internal. Individu yang memiliki level moral rendah dihipotesiskan akan melakukan kecurangan akuntansi pada kondisi tidak terdapat elemen audit internal. Untuk menguji hal tersebut dilakukan eksperimen faktorial 2×2 dengan melibatkan 56 mahasiswa S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Program Studi Akuntansi Universitas Halmahera. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara moralitas individu dan audit internal. Kondisi elemen audit internal tidak mempengaruhi individu dengan level moral tinggi untuk cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi. Sedangkan individu dengan level moral rendah cenderung melakukan kecurangan akuntansi pada kondisi tidak terdapat elemen audit internal.

Kata-kata kunci: Kecurangan Akuntansi, Moralitas, audit internal, Perguruan Tinggi.

 

PENDAHULUAN

Penyelenggaraan sebuah institusi perguruan tinggi, perlu mulai ditelaah secara mendalam. Hal ini menjadi urgen setelah dalam praktiknya pada perguruan tinggi ternyata memunculkan tantangan-tantangan baru dalam penyelenggaraan sebuah perguruan tinggi. Tantangan-tantangan baru ini merupakan aspek-aspek yang sebelumnya tidak terlalu diperhitungkan oleh perguruan-perguruan tinggi di Indonesia, termasuk bagaimana tata kelola yang baik,tepat guna dan terpercaya dalam pengelolaan keuangan, kebebasan lebih besar dalam merumuskan kurikulum dan hal-hal lain yang terkait dengan bidang akademis, akuntabilitas publik dan sebagainya.

Pengelolaan keuangan dalam perguruan tinggi turut mengeser ruang korupsi. Berdasarkan temuan Indonesian Corruption Watch (ICW), di sektor pendidikan kasus korupsi di perguruan tinggi menempati posisi kedua dengan jumlah 10 kasus dan kerugian negara mencapai Rp 2 triliun dalam rentang tahun 2003 hingga 2013 itu yang baru terungkap ujar perwakilan ICW, Siti Juliantari Rahman, sedangkan berdasarkan obyek korupsinya pengadaan sarana dan prasarana perguruan tinggi menempati urutan ke-3 setelah kasus korupsi dana biaya operasional sekolah (BOS) yang dilakukan ditingkat pendidikan dasar dan menengah. Dan jika ditinjau dari jabatan tersangka kasus korupsi pejabat atau karyawan perguruan tinggi berjumlah 34 orang. Modus korupsi yang sering digunakan perguruan tinggi diantaranya adalah penggelapan dana, mark up, pemotongan anggaran, serta laporan fiktif. “kasus korupsi pengadaan IT (technologi informasi)”.

Penyimpangan pada laporan keuangan merupakan salah satu tindakan fraud akuntansi, menurut Wells (2007) fraud mengacu kepada kesalahan akuntansi yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan menyesatkan pembaca atau pengguna laporan keuangan, menurut the Association of Certified Fraud Examinaers (ACFE) dalam kurniawati (2012) fraud adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain yang dilakukan oleh orang dalam atau orang luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan keuntungan pribadi hingga kelompok yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Fraud dapat diartikan sebagai kecurangan atas penyajian pernyataan yang salah berupa fakta yang material dan tidak dapat dipercaya kebenarannya. Pada tahun 1970an, seorang kriminolog dan sosiolog asal amerika menyatakan tiga faktor yang menjadi penyebab Fraud, yaitu: kesempatan (opportunity), rasionalisasi (Rationalization) dan dorongan atau tekanan (pressure), ketiga faktor ini disebut dengan fraud triangle, rasionalisasi dan tekanan adalah faktor penyebab kecurangan akuntansi yang didasari oleh kondisi psikologis pelaku dan tidak dapat di observasi karena mustahil untuk mengetahui apa yang dipikirkan oleh pelaku ketika melakukan fraud.

Fraud sangat erat hubungannya dengan etika, menurut Baucus (1994) dalam hernandez dan groot (2007), secara umum perilaku ilegal adalah bagian dari perilaku etis, oleh karena itu ada hukum yang harus ditegakkan sebagai bagian dari usaha penegakan standar moral. Penelitian dari Hernandez dan Groot (2007) menemukan bahwa etika dan lingkungan pengendalian akuntansi merupakan dua hal yang sangat penting terkait kecenderungan seorang dalam melakukan fraud. Beberapa penelitian di bidang etika menggunakan teori perkembangan moral untuk mengobservasi dasar individu melakukan suatu tindakan. Selain faktor rasionalisasi yang berkaitan erat dengan etika, faktor lain yang menyebabkan fraud adalah faktor kesempatan. Salah satu penyebab adanya kesempatan untuk melakukan fraud adalah kurangnya pengawasan dan lemahnya pengendalian internal organisasi. Coram et al. (2008) menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki fungsi audit internal akan lebih dapat mendeteksi fraud. Penelitian Hogan et.al. (2008) menemukan bahwa auditor berperan dalam mengurangi faktor kesempatan (opportunity) dalam fraud, oleh sebab itu audit internal yang efektif sangat diperlukan untuk memecahkan permasalahan kecurangan akuntansi tersebut, menurut Holmes dan Burn tujuan audit internal adalah untuk membantu semua anggota manajemen dalam melaksanakan tanggungjawab mereka secara efektif, dengan memberikan kepada mereka analisis, penilaian, rekomendasi,dan komentar objektif mengenai kegiatan yang telah di review. Audit internal berfungsi sebagai pengawas terhadap tiap proses yang dilakukan dan semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan proses tersebut. Sedangkan peranan audit internal menurut Nasution (2003) mengarah pada pendekteksian dan pencegahan kecurangan.

penelitian ini akan mengklaborasikan teori mengenai kecurangan akuntansi dan etika dalam kontek perguruan tinggi, level moral individu (tinggi dan rendah) dan elemen audit internal organisasi (ada dan tidak ada) merupakan faktor yang akan diteliti sebagai penyebab terjadinya Kecurangan Akuntansi

Tujuan Penelitian ini adalah untuk menguji moralitas individu dan audit internal terhadap kecenderungan Kecurangan Akuntansi di sektor perguruan tinggi, membandingkan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level penalaran moral rendah dan tinggi dalam kondisi ada audit internal dan tidak terdapat audit internal. Manfaat Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh moralitas individu dan audit internal terhadap kecurangan akuntansi pada perguruan tinggi.

TELAAH TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Kecurangan Akuntansi (fraud)

Kecurangan akuntansi mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok dalam laporan keuangan yaitu: kecurangan dalam keuangan, penyalahgunaan asset dan korupsi (fraud tree), fraud tree mengambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja. Ikatan akuntan indonesia menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai: (1). Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam laporan keuangan yaitu salah saji atau menghilangkan secara sengaja jumlah pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan, (2). Salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali di sebut penyalahgunaan dan penggelapan).

Faktor Pemicu Fraud (Kecurangan) Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga dengan teori GONE, yaitu: (1). Greed (keserakahan), (2). Opportunity (kesempatan), (3). Need (kebutuhan), (4). Exposure (pengungkapan), faktor Greed dan Need adalah faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generic/umum), faktor motivasi fraud ( 1). faktor individu (a). Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed). (b),Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih cenderung berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu tekanan (pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan. (2) Faktor generic: (a)Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil.

Gejala Adanya Fraud (kecurangan)

Fraud (kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun gejala tersebut adalah: (1) Gejala kecurangan pada manajemen.(Ketidakcocokan diantara manajemen puncak, Moral dan motivasi karyawan rendah, Departemen akuntansi kekurangan staf, Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak konsumen, pemasok, atau badan otoritas, Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi, Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat, Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama, Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan, Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku). (2) Gejala kecurangan pada karyawan / pegawai (Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa perincian/penjelasan pendukung, Pengeluaran tanpa dokumen, Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar, Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran, dll.

Penalaran Moral

Kohlberg (Muslimin, 2004) menyatakan bahwa proses perkembangan penalaran moral merupakan sebuah proses alih peran, yaitu proses perkembangan yang menuju ke arah struktur yang lebih komprehensif, lebih terdiferensiasi dan lebih seimbang dibandingkan dengan struktur sebelumnya. Melihat pentingnya perkembangan penalaran moral dalam kehidupan manusia, maka berbagai penelitian psikologi di bidang ini dilakukan. Lawrence Kohlberg, memperluas penelitian Piaget tentang penalaran aturan konvensi sosial, menjadi tiga tingkat penalaran moral yang terdiri dari prakonvensional, konvensional, dan pasca konvensional (Hasan, 2006).

Tahap-tahap perkembangan penalaran moral dibagi menjadi 3 tingkat, yang terdiri dari prakonvensional, konvensional, dan pascakonvensional. Tiga tingkat tersebut kemudian dibagi atas enam tahap (Kohlberg, 1995). 1) Tingkat Prakonvensional, individu akan melakukan suatu tindakan karena takut terhadap hukum/peraturan yang ada, selain itu individu pada level moral ini akan memandang kepentingan pribadinya sebagai hal yang utama dalam melakukan suatu tindakan.2) Tingkat Konvensional, individu akan mendasarkan tindakannya persetujuan teman-teman dan keluarganya dan juga pada norma-norma yang ada pada masyarakat. 3) pasca konvensional, individu mendasari tindakannya dengan memperhatikan orang lain dan berdasarkan pada hukum-hukum universal.

Audit Internal

Coram et al.(2008) menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki fingsi audit internal akan lebih dapatmendeteksi kecurangan akuntansi, penelitian Hogan et al (2008) membahas peranan auditor dapat mengurangi kesempatan (opportunity) dalam fraud.Audit intern merupakan elemen monitoring dari struktur pengendalian intern dalam suatu organisasi, yang dibuat untuk memantau efektivitas dari elemen-elemen struktur pengendalian intern lainnya. Menurut Hiro Tugiman (2006: 11) adalah: “ Internal auditing adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organiasasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan” Sedangkan menurut Amin Widjaja Tunggal (1995: 51), mendefinisikan internal audit adalah sebagai berikut:Internal audit adakah aktivitas penilaian secara independen dalam suatu organisasi untuk meninjau secara kritis tindakan pembukuan keuangan dan tindakan lain sebagai dasar untuk memberikan bantuan bersifat proteksi (melindungi) dan konstruktif bagi pimpinan perusahaan.

Berdasarkan pengertian di atas diketahui bahwa audit intern merupakan suatu fungsi penilaian yang bebas dalam suatu organisasi guna menelaah atau mempelajari dan menilai kegiatan-kegiatan perusahaan untuk memberikan saran kepada manajemen.

Fungsi,Tujuan dan ruang lingkup Audit Intern

Menurut Robert Tampubolon dalam bukunya “ Risk and system-Based Internal Auditing” (2005: 1) bahwa: “fungsi audit intern lebih berfungsi sebagai mata dan telingga manajemen, karena manajemen butuh kepastian bahwa semua kebijakan yang telah ditetapkan tidak akan dilaksanakan secara menyimpang”. Sedangkan tujuan pelaksanaan audit intern adalah membantu para anggota organisasi agar mereka dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk hal tersebut, auditor intern akan memberikan berbagai analisis,penilaian,rekomendasi,petunjuk dan informasi sehubungan dengan kegiatan yang diperiksa. Tujuan pemeriksaan mencakup pula usaha mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang wajar.

Tujuan utama pengendalian intern menurut Hiro Tugiman (2006:44)

adalah:“Meyakinkan keandalan (reliabilitas dan integritas) informasi; kesesuaian dengan

berbagai kebijaksanaan, rencana, prosedur, dan ketentuan perundang-undangan; perlindungan terhadap harta organisasi; penggunaan sumber daya yang ekonomis dan efisien, serta tercapainya berbagai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan”

Ruang lingkup audit intern yaitu menilai keefektifan sistem pengendalian intern, pengevaluasian terhadap kelengkapan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan.

manfaat sebagai berikut:1) Menetapkan tanggung jawab untuk setiap prosedur pemeriksaan,

2) Pembagian kerja yang rapi sehingga seluruh unit terperiksa secara menyeluruh, 3) Menghasilkan pelaksanaan pemeriksaan yang tepat dan hemat waktu, 4) Menekankan prosedur yang paling penting untuk setiap pemeriksaan, 5) Berfungsi sebagai pedoman pemeriksaan yang dapat digunakan secara berkesinambungan, 6) Mempermudah penilaian manajemen terhadap pelaksanaan pemeriksaan,7) Memastikan dipatuhinya norma-norma pemeriksaan dan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum, 8) Memastikan bahwa pemeriksa intern memperhatikan alasan-alasan dilaksanakannya berbagai prosedur.

Hipotesis

Coram et al. (2008) menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki fungsi internal audit akan lebih dapat mendeteksi kecurangan akuntansi. Penelitian Hogan et al. (2008) membahas peranan auditor dalam mengurangi faktor kesempatan (opportunity) dalam kecurangan akuntansi. Agar sistem pengendalian internal dapat berfungsi dengan baik maka diperlukan elemen pengendalian internal. Untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Coram et al. (2008) menemukan bahwa organisasi yang memiliki fungsi audit internal akan lebih dapat mendeteksi kecurangan akuntansi dan melaporkannya sendiri. Hogan et al. (2008) menemukan bahwa auditor internal berperan penting dalam mengurangi faktor kesempatan dalam kecurangan akuntansi. Faktor lain penyebab terjadinya kecurangan akuntansi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah faktor etika yang berkaitan erat dengan moralitas individu. Welton (1994) menyatakan bahwa kemampuan individu dalam menyelesaikan dilema etika dipengaruhi oleh level penalaran moralnya. Hasil dari beberapa studi yang dipaparkan dalam Liyanarachchi (2009) menunjukkan bahwa level penalaran moral individu akan mempengaruhi perilaku etis mereka. Orang dengan level penalaran moral yang rendah berperilaku berbeda dengan orang yang memiliki level penalaran moral yang tinggi ketika menghadapi dilema etika. Dalam tindakannya, orang yang memiliki level penalaran moral rendah cenderung akan melakukan hal-hal yang menguntungkan dirinya sendiri dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan sanksi hukum.

Penelitian ini juga berpendapat bahwa moralitas individu akan mempengaruhi kecenderungan seseorang melakukan kecurangan akuntansi. Artinya, semakin tinggi tahapan moralitas individu (tahapan post-konvensional), semakin individu memperhatikan kepentingan yang lebih luas dan universal daripada kepentingan organisasinya semata, apalagi kepentingan individunya. Dengan demikian, semakin tinggi moralitas individu, semakin ia akan berusaha untuk menghindarkan diri dari kecenderungan kecurangan akuntansi. Individu dengan level penalaran moral tinggi di dalam tindakannya akan memperhatikan kepentingan orang-orang di sekitarnya dan mendasarkan tindakannya pada prinsip-prinsip moral, maka ada atau tidak adanya elemen pengendalian internal tidak akan membuatnya melakukan kecurangan akuntansi yang akan merugikan organisasi dan masyarakat. Menurut Graham (1995) dan Patterson (2001) dalam Moroney (2008) individu dengan level penalaran moral tinggi dalam perbuatannya akan lebih berorientasi pada prinsip-prinsip moral yang universal.

Kondisi elemen audit internal di dalam organisasi (ada dan tidak ada Audit internal dapat mempengaruhi individu dengan level moral rendah untuk cenderung melakukan atau tidak melakukan kecurangan akuntansi. Namun bagi individu dengan level moral tinggi, kondisi ada dan tidak ada elemen audit internal organisasi tidak akan membuatnya melakukan kecurangan akuntansi yang akan merugikan organisasi

dan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merumuskan hipotesis;

H1: Kondisi elemen audit internal mempengaruhi hubungan antara level moral individu dengan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi.

H2: Kondisi elemen audit internal tidak mempengaruhi individu dengan level moral tinggi untuk melakukan kecurangan akuntansi.

H3: Dalam kondisi tidak terdapat elemen audit internal, individu yang memiliki level penalaran moral rendah cenderung melakukan kecurangan akuntansi dibandingkan dengan individu yang memiliki level penalaran moral tinggi.

H4: Individu dengan level penalaran moral rendah cenderung melakukan kecurangan akuntansi pada kondisi tidak terdapat elemen audit internal dibandingkan pada kondisi terdapat elemen audit internal.

METODA PENELITIAN

Desain Eksperimen

Metoda yang dipilih untuk menjawab pertanyaan penelitian ini adalah metoda eksperimen laboratorium. Metoda eksperimen laboratorium untuk menguji teori yang menerangkan hubungan sebab akibat (Shadish, Cook dan Campbell 2002). Kekuatan metoda eksperimen adalah kemampuan peneliti dalam memanipulasi variabel independen dan mengontrol variabel lain yang berpotensi memengaruhi variabel dependen lain namun tak relevan dengan tujuan penelitian (Nahartyo 2012).

 

 

Prosedur dan Tugas Partisipan

Peneliti membuat rangkaian prosedur yang akan dikerjakan oleh partisipan agar eksperimen dapat berjalan sesuai dengan manipulasi yang direncanakan. Partisipan dibagikan amplop namun mereka tidak diperkenankan membuka amplop sampai semua amplop diterima semua partisipan. Setelah semua partisipan menerima amplop, amplop tersebut dibuka secara bersama-sama. Di dalam amplop yang diterima peserta, terdapat dua buah penugasan. Penugasan pertama adalah penugasan mengenai kecenderungan kecurangan akuntansi. Subjek diberikan skenario yang berisi informasi mengenai peran mereka di dalam eksperimen. Pada penelitian ini responden diberi skenario mengenai seorang Direktur keuangan sektor perguruan tinggi. Di dalam skenario, partisipan diberi pemahaman mengenai latar belakang direktur keuangan dan kondisi yg ada dalam organisasi yang dipimpinnya. Skenario eksperimen dalam penugasan pertama ini menggunakan konteks orang ketiga (third-person context) seperti yang disarankan oleh Rest (1986) dalam Liyanarachi (2009) untuk penelitian-penelitian etika. Hal ini diperkuat dengan penelitian-penelitian etika yang dilakukan oleh Arnold dan Ponemon (1991), dan Bernardi dan Guptill (2008) yang menggunakan konteks orang ketiga. Terdapat dua jenis kondisi di dalam skenario kecurangan akuntansi, yaitu kondisi ada dan tidak ada elemen pengendalian internal. Kondisi tersebut secara acak terdapat di dalam skenario yang dibagikan kepada subjek eksperimen. Di bagian akhir skenario, terdapat kasus kecurangan akuntansi. Kasus tersebut mengenai proyek tender yang ada di Perguruan Tinggi X. Setelah membaca skenario, subjek diminta untuk memberi penilaian berkaitan dengan pertanyaan kecurangan akuntansi dalam kasus tender tersebut.

Di akhir penugasan pertama, responden akan diminta menjawab pertanyaan untuk cek manipulasi. Setelah penugasan pertama usai, kertas yang berisi penugasan pertama dimasukkan kembali ke dalam amplop, partisipan kemudian diminta mengerjakan penugasan kedua. Pada penugasan kedua, subjek akan diminta untuk membaca empat buah skenario mengenai dilema etika dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakan untuk mengukur level penalaran moral mereka.

Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini 28 orang tiap sel dengan subjek adalah mahasiswa Akuntansi yang sudah mengambil mata kuliah Audit. Alasan mengunakan subjek mahasiswa yang sudah mengambil mata kuliah audit: Dalam mata kuliah audit terdapat pembelajaran tentang kecurangan akuntansi dan audit internal sehingga subjek diharapkan mampu menyerap informasi desain kasus tersebut.

Pemilihan subjek mahasiswa dikarenakan beberapa alasan: 1) Mahasiswa pada tahap tersebut telah banyak belajar tentang audit internal dan evaluasi kinerja sehingga dipertimbangkan dapat melakukan penilaian kinerja; 2) Clinton (1999) dalam Cheng et al. (2003) menyatakan bahwa penelitian-penelitian sebelumnya dalam literatur akuntansi dan manajemen terkait penelitian pertimbangan dan pembuatan keputusan, mahasiswa dibenarkan sebagai pengganti manajer; 3) Ashton dan Kramer (1980)memberikan bukti nyata bahwa dengan penelitian membandingkan antara audit berpengalaman dengan mahasiswa dan hasilnya bahwa mahasiswa audit pengganti yang baik untuk auditor pada tugas penilaian; 4) Nahartyo dan Utami (2015) menyatakan ketika penelitian ditekankan pada aspek kognitif manusia dalam memproses informasi dan mengambil keputusan secara umum, maka penggunaan mahasiswa sebagai penyulih profesional dapat diterima secara ilmiah sehingga penggunaan mahasiswa tidak akan mendistorsi temuan riset; 5) Menggunakan pimpinan yang sesungguhnya pada pada perguruan tinggi dapat mengakibatkan bias. Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen faktorial 2×2 untuk menguji pengaruh moralitas individu dan pengendalian internal terhadap kecurangan akuntansi. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecurangan akuntansi, sedangkan variabel independennya adalah moralitas individu (level moral tinggi dan rendah) dan audit internal (ada dan tidak ada elemen audit internal).

Peneliti mengamati kecenderungan individu melakukan kecurangan akuntansi dengan

membagi partisipan ke dalam empat grup: (1) Grup 1: kelompok level moral tinggi dalam kondisi ada elemen audit internal, (2) Grup 2: kelompok level moral tinggi dalam kondisi tidak terdapat elemen audit internal, (3) Grup 3: kelompok level moral rendah dalam kondisi terdapat elemen audit internal, dan (4) Grup 4: kelompok level moral rendah dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal.

Hipotesis pertama dan kedua ini diuji menggunakan independent t-test dengan membandingkan adanya atau tidak adanya pengendalian internal pada level moralitas rendah dan tinggi. Hipotesis ketiga dan keempat menggunakan paired t-test dengan melihat Kelompok moralitas rendah dan tinggi di bandingkan dengan ada atau tidak adanya audit internal. Moralitas individu dan audit internal dihipotesiskan saling berinteraksi dalam mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi. Individu yang memiliki level moral tinggi dihipotesiskan tidak akan melakukan kecurangan akuntansi pada kondisi ada dan tidak ada elemen audit internal. Individu yang memiliki level moral rendah dihipotesiskan akan melakukan kecurangan akuntansi pada kondisi tidak terdapat elemen audit internal.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Partisipan dalam eksperimen penelitian iniadalah mahasiswa S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Program Studi akuntansi sebanyak 56 mahasiswa yang sudah mengikuti matakuliah Auditing, sehingga diharapkan partisipan memahami teori auditing. Data diambil di akhir masa perkuliahan semester ganjil 2018/2019. Setelah melewati penyelesaian eksperimen, semua partisipan lolos cek manipulasi. Penelitian ini melakukan pengecekan manipulasiatas peran, tugas dan atas manipulasi yang diberikan, apabila jawaban dari lima pertanyaan subjek menjawab tepat tiga pertanyaan benar, maka subjek lolos pengecekan manipulasi. Karakteristik masing – masing partisipan terdiri atas 4 kategori yaitu indeks prestasi kumulatif, semester, umur, jenis kelamin. Berikut adalah karakteristik demografi partisipan yang lolos pengecekan manipulasi.

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 1. Karakteristik Partisipan

Kategori Jumlah (orang) %
IPK  
–                      .5-3 20 35,7
–                      3-3.5 20 35,7
–                      >3 16 28,5
Semester  
–                      5/6 27 48,3
–                      7/8 29 51,6
Umur  
–                      19-21 44 78,5
–                      22-25 12 21,5
Jenis Kelamin  
–                      Pria 17 30,3
–                      Wanita 39 69,7

 

Hasil ini menunjukkan bahwa partisipan mempunyai karekteristik yang bervariasi. Pengujian efektivitas randomisasi dilakukan untuk menguji bahwa karakteristik partisipan tidak memengaruhi pengambilan keputusan (Tabel 4).

Tabel 2.Pengujian Efektivitas Randomisasi

Mean Squares F Sig
IPK Antargrup 0,887 1,487 0,176
Intragrup 0,596
Semester Antargrup 0,414 1,893 0,071
Intragrup 0,219
Umur Antargrup 0,235 1,097 0,385
Intragrup 0,214
JenisKelamin Antargrup 0,100 0,414 0,933
Intragrup 0,241

 

Tabel 4 menjelaskan hasil uji one way ANOVA yang menunjukkan bahwa karakteristik (IPK, semester, umur dan jenis kelamin) tidak ada perbedaan signifikan terhadap pengambilan keputusan kinerja. Kelompok pada karakteristik IPK terhadap pengambilan keputusan ditunjukkan dengan signifikan (p=0,176), semester dengan signifikan (p=0,071), umur dengan signifikan (p=0,385) dan jenis kelamin dengan signifikan (p=0,993). Hasil perbedaan antara karakteristik individu (IPK, semester, umur, dan jenis kelamin) tidak ada pengaruh karakteristik dalam pengambilan keputusan.

Hipotesis 1 dan 2

Hipotesis pertama dalam penelitian ini menduga bahwa audit internal mempengaruhi moral individu dan Hipotesis 2 menduga bahwa audit internal tidak mempengaruhi individu. Pengujian H1 dan H2 menggunakan independent t-test dengan membandingkan ada tidaknya audit internal dengan moralitas rendah dan tinggi. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Pengujian Hipotesis (H1 dan H2)

N Rata-rata Standar Deviasi Uji t (Sig)
Keputusan Hipotesis 1
Ada Audit Internal 56 76,76 3,608 0,000
Tidak ada Audit internal 56 69,55 6,023
Keputusan Hipotesis 2
Ada audit Internal 56 72,92 4,263 0,000
Tidak ada audit internal 56 63,07 7,813

 

Hasil pengujian pada H1dan H2 menunjukkan bahwa keputusan penilaian kelompok subjek yang mendapat perlakukan adanya elemen audit internal dan tidak adanya elemen audit internal mempengaruhi level moralitas yaitu rendah dan tinggi terhadapkecurangan akuntansi, hal ini dapat terlihat penilaian individu yang ada audit dengan pembobotan pada informasi audit internaldibanding dengan tidak adanya audit internal. Hasil pengujian statistik mengintepretasikan nilai sig. (2-tailed) adalah sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha (0,05) bahwa audit intrnal sama-sama interprestasiterhadap kecenderungan level moralitas dalam kecurangan akuntansi, sehingga HI dan H2 diterima.

Hipotesis 3

Hipotesis tiga menyatakan bahwa tidak terdapat elemen audit internal individu yang memiliki moralitas rendah cenderung melakukan kecurangan akuntansi dibanding individu yang yang memiliki moralitas.Pengujian Hipotesis ini dengan mengunakan Pengujian dengan paired sample t-test dengan membandingkan rerata keputusan subjek ada audit dan tidak ada audit internal.Berikut ini tabel rerata keputusan, dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Pengujian Hipotesis 3

  N Rata – rata Standar Deviasi Uji t (Sig 2-Tailed)
Keputusan ada audit internal kelompok moralitas tinggi 28 76,96 3,920 0,004
Keputusan tidak ada audit internal kelompok moralitas tinggi 28 73,83 3,631
Keputusan Tidak ada audit internal kelompok moralitas rendah 28 67,57 6,735 0,000
Keputusan ada audit internal moralitas rendah 28 81,48 2,842

 

Hasil pengujian paired sample t-test pada subjek dengan adanya audit internal dan tidak ada audit internal pada level moralitas tinggi dengan signifikansi 0,004<0,05, sedangkan rerata keputusan pada ada atau tidak adanya audit internal level moralitas rendah pada sebesar 67,57 dan rerata keputusan ada audit dengan signifikansi 0,000<0,05. Pengujian ini menunjukkan bahwa audit internal dapat digunakan sebagai strategi untuk mengurangi kecurangan akuntansi pada individu yan memiliki moralitas rendah, sehingga H3 diterima.

Hipotesis 4

Hipotesis 4 menyatakan bahwa individu yang penalaranya moralitas rendah cenderung melakukan kecurangan tidak terdapat audit internal dibanding ada audit interna. Pengujian hipotesis ini dengan paired t-test dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Pengujian Hipotesis 4

N Rata –rata Standar Deviasi Uji t (Sig 2-Tailed)
Moralitas rendah ada audit internal 28 73,03 3,469 0,001
Moralitas rendah tidak ada audit internal 28 69,50 5,412

 

Dari hasil pengujian hipotesis 4 menunjukkan bahwa subjek dengan kelompok moralitas rendah cenderung memberikan rerata keputusan lebih kecil apabila tidak ada audit internal yaitu sebesar 69,50 Hasil pengujian statisik menunjukkan nilai sig. (2 tailed) adalah sebesar 0,001<0,05).Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa H4 diterima.

Hasil penelitian ini membuktikan apa yang ada dalam hirarki tahap perkembangan moral Kohlberg. Semakin tinggi tahapan moralitas individu (tahapan post-konvensional), semakin individu tersebut memperhatikan kepentingan yang lebih luas dan universal daripada kepentingan organisasinya semata, apalagi kepentingan individunya. Semakin tinggi level moral individu, semakin ia berusaha untuk menghindarkan diri dari kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi yang akan merugikan banyak pihak. Individu dengan level penalaran moral tinggi di dalam tindakannya akan memperhatikan kepentingan orang-orang di sekitarnya dan mendasarkan tindakannhya pada prinsip-prinsip moral, maka ada atau tidak adanya elemen pengendalian internal tidak akan membuatnya melakukan kecurangan akuntansi. Hasil penelitian ini sekaligus memperkuat hasil dari penelitian-penelitian etika yang sebelumnya dilakukan oleh Liyanarachi (2009), Arnold dan Ponemon (1991), Welton (1994), Graham (1995) dan Patterson (2001) dalam Maroney (2008) bahwa individu yang memiliki level penalaran moral tinggi akan lebih senstif terhadap isu-isu etika, sehingga akan cenderung melakukan perbuatan yang etis. Audit internal dapat mengurangi kecurangan akuntansi pada tingkat penalaran moralitas individu hal tersebut akan berdampak pada kelancaran operasional universitas sehingga tercipta universitas yang good univercity governance.

KESIMPULAN

Penelitian ini bertujuan membandingkan kecenderungan moralitas individu melakukan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level penalaran moral rendah dan level penalaran moral tinggi dalam kondisi terdapat elemen audit internal dan tidak terdapat elemen dan audit internal. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara level moral individu dengan audit internal. Artinya perubahan pada satu level faktor level moral atau pada kondisi audit internal, akan menyebabkan perubahan individu dalam melakukan kecurangan akuntansi. Hasil dari penelitian ini juga mengindikasikan bahwa individu yang memiliki level penalaran moral tinggi cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi baik dalam kondisi terdapat elemen audit internal maupun dalam kondisi tidak terdapat elemen audit internal di organisasi. Hasil dari pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada individu dengan level penalaran moral tinggi untuk tidak melakukan kecurangan akuntansi, baik dalam kondisi ada maupun tidak ada elemen audit internal di organisasi.

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah; 1) Partisipan dalam penelitian ini masih sangat baru terkait audit sehingga mereka tidak mempunyai pengalaman terkait dunia dunia pendidikan yang melatar belakangi kasus yang dikembangkan; 2) Desain kasus eksperimen dalam penelitian ini didesain secara sederhana sehingga kurang mampu menangkap realitas penilaian keputusan. Penelitian yang akan datang dapat diarahkan pada mengurangi tingkat kecurangan akuntansi dengan membandingkan tingkat pendidikan dan moralitas dan lebih menyempurnkan desain kasus eksperimen yang lebih komplek berbasis Web.

DAFTAR PUSTAKA

 Association of Certified Fraud Examiners. www.acfe.com

Coram, P. Ferguson, C. dan Moroney, R. 2008. Internal audit, alternative internal audit tructures and the level of misapropriation of assets fraud. Accounting and Finance vol. 48

FGCI. 2006. ”Definition of Good Corporate Governance”, didownload dari http://www.fcgi.or.id.

Halim, Abdul, 2008, Auditing, Yogyakarta: YPKN. Jilid Kesatu, Edisi Keempat

Hernandez, J. R. dan T. Groot. 2007. Corporate Fraud: Preventive Controls Which Lower Corporate Fraud. Amsterdam Research Centre in Accounting.

Hogan, C. E., Z. Rezaee., R. A. Riley., dan U. K. Velury. 2008. Financial Statement Fraud: Insights From The Academic Literature. Auditing: A Journal of Practice and Theory vol 27.

Holmes, W., Arthur dan C.D. Burns, 1988, Auditing Norma dan Prosedur, Jakarta:Erlangga. Jilid Kesatu, Edisi Kesembilan.

Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Salemba Empat.Jakarta.

Indriantoro, N., dan Supomo, B. 1999. Metode Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. BPFE- Yogyakarta, Edisi Pertama.

Liyanarachi, G dan C. Newdick. 2009. The Impact of Moral Reasoning and Retaliation on Whistle-Blowing: New-Zealand Evidence. Journal of Business Ethics 89.

Maroney, J. J. dan R. E. McDevitt. 2008. The Effects of Moral Reasoning on Financial Reporting Decisions in a Post Sarbanes-Oxley Environment. Behavioral Research of Accounting

Nahartyo, E. 2012. Desain dan Implementasi Riset Eksperimental. STIM UPP YKPN, Yogyakarta.

______,E., dan Utami, I. 2015. Panduan Praktis Riset Eksperimen. PT Indeks, Jakarta.

Putu Ayu Ratnasari, Edy, Nyoman. 2014. Pengaruh Pengendalian Intern Kas dan Implementasi Good Governance terhadap Fraud (Studi empiris pada SKPD di Kabupaten Beleleng). Jurnal Akuntasi.Vol.2 No.1

Rest, J. R. 2000. A Neo-Kohlbergian Approach To Morality Research. Journal of Moral education vol 29.

Soeharmoro. 2012. Peranan Internal Auditor dalam Pendektesian dan Pencegahan Kecurangan. Jurnal Vol.1 No. 3

Sukirman. 2012. Peran Internal Audit dalam Upaya Mewujudkan Good University Governance di UNNES. Jurnal Dinamika Akuntansi. Vol.4 No. 1