Numbered Head Together Untuk Meningkatkan Kerjasama Siswa dan Prestasi Belajar
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER UNTUK MENINGKATKAN KERJASAMA SISWA
DAN PRESTASI BELAJAR IPA KELAS V SD NEGERI 1 KARANGANYAR SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2019/2020
Sigit Satriyono
Guru SD Negeri 1 Karanganyar
ABSTRAK
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas V SD negeri 1 Karanganyar dengan penerapan model Pembelajaran Numbered Head Together. Subjek penelitian 18 siswa terdiri atas 11 siswa perempuan dan 7 siswa laki-laki. Penelitian terdiri atas 2 siklus Prosedur umum penelitian ini melalui tahapan planning, acting, observing, dan reflecting. Data penelitian ini adalah data tentang kerjasama dan prestasi belajar IPA. Teknik pengumpulan data melalui metode obseravasi dan tes. Data diambil berdasarkan instrumen pengamatan kerjasama siswa dan butir soal untuk mengetahui prestasi belajar IPA. Teknik analisis data dengan menggunakan metode deskriptif komparatif yaitu membandingkan hasil pra siklus dan antar siklus. Dari analisis data pada siklus I adalah siswa yang memiliki kerjasama kategori tinggi ada 4 atau 22,2%, kategori sedang ada 10 atau 55,6% dan kategori rendah ada 4 atau 22,2%. Pada siklus II meningkat menjadi 15 atau 83,3% untuk aktivitas belajar kategori tinggi , 3 atau 15,7% kategori sedang dan kategori rendah tidak ada. Untuk hasil prestasi belajar IPA siklus I adalah hasil nilai tertinggi 82 , nilai terendah 58 dan nilai rata-rata 69 dan ketuntasan belajar 61%. Pada siklus II hasil nilai tertinggi 96 , nilai terendah 62 dan nilai rata-rata 77,7 ketuntasan belajar 89%. Berdasarkan analisis dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Numbered Head Together dapat meningkatkan kerjasama dan prestasi belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 1 Karanganyar.
Kata Kunci: Kerjasama Siswa, Prestasi Belajar, Model Pembelajaran Numbered Head Together.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan observasi hasil ulangan pada tema 1 dan 2 muatan pelajaran IPA, tingkat prestasi dan kerjasama siswa masih rendah. Hal ini dikarenakan dalam pembelajaran guru kurang menerapkan metode yang inovatif. Guru tidak mempersiapkan diri dengan baik. Sehingga siswa cenderung pasif atau hanya diam selama mengikuti pembelajaran. Siswa juga jarang bertanya apabila menemui kesulitan dalam belajar, sehingga tidak sepenuhnya memahami materi pelajaran yang disampaikan. Guru berprinsip yang penting materi tersampaikan. Keadaan ini memang banyak pemicunya diantaranya agar materi cepat selesai sehingga ketika Penilaian Tengah Semester (PTS) siswa dapat mengerjakan dengan baik.
Pada aspek sosial khususnya kerjasama juga masih rendah. Proses kegiatan diskusi masih timpang. Ada siswa yang hanya bercanda, bermain, ada pula siswa yang bekerja sendiri. Mereka cenderung mengutamakan cepatnya tugas diselesaikan,sehingga prinsip kerjasama diabaikan. Dari 18 siswa hanya ada 1 siswa atau 5,56% yang menunjukkan tingkat kerjasama tinggi. Mayoritas siswa menunjukkan tingkat kerjasama yang rendah.
Sementara itu dari aspek kognitif ketuntasan belajar baru mencapai 17% dengan nilai rata-rata 61,5 masih dibawah KKM. 63,00. Berdasarkan pengamatan dari 18 siswa, mereka membaca materi pelajaran sesuai yang ada pada buku tetapi tidak ada keinginan untuk memahaminya. Siswa kurang motivasi untuk belajar. Suasana kelas menjadi kurang menyenangkan dan pembelajaran kurang bermakna.Mereka merasa kurang tertarik dan malas untuk menghafal. Padahal pembelajaran merupakan suatu proses yang tidak mudah karena tidak sekedar menyerap informasi dari pendidikan, tetapi melibatkan berbagai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan terutama bila menginginkan prestasi belajar yang lebih baik.
Pembelajaran tidak hanya menekankan aspek kognitif tetapi aspek sosial juga diperhatikan. Peneliti berupaya untuk mencapai dua aspek tersebut melalui pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan. Peneliti sangat tertarik dengan model pembelajaran Number Head Together. Yang merupakan suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas.
Berdasar latar belakang tersebut, maka untuk meningkatkan kerjasama dan Prestasi belajar IPA di kelas V SD Negeri 1 Karanganyar, maka penulis melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran Number Head Together untuk Meningkatkan Kerjasama Siswa dan Prestasi Belajar IPA Kelas V SD Negeri 1 Karanganyar Semester 1 Tahun Pelajaran 2019/2020”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah dalam penelitian ini, maka perlu mempertegas permasalahan yang akan dikaji. Dalam hal ini perumusan permasalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut:
- Bagaimanakah penerapan model Pembelajaran Number Head Together dapat meningkatkan Kerjasama siswa kelas V SD Negeri 1 Karanganyar, Kecamatan Kalibening semester 1 tahun pelajaran 2019/2020 ?
- Bagaimanakah penerapan model Pembelajaran Number Head Together dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 1 Karanganyar, Kecamatan Kalibening semester 1 tahun pelajaran 2019/2020 ?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
- Mendiskripsikan peningkatan kerjasama siswa dalam pembelajaran IPA melalui Pembelajaran Number Head Together siswa kelas V SD Negeri 1 Karanganyar, Kecamatan Kalibening semester 1 tahun pelajaran 2019/2020.
- Mendiskripsikan peningkatan prestasi belajar mata pelajaran IPA dengan penerapan model pembelajaran Number Head Together siswa kelas V SD Negeri 1 Karanganyar, Kecamatan Kalibening semester 1 tahun pelajaran 2019/2020.
LANDASAN TEORI
Kerjasama Siswa
Kerjasama dalam konteks pembelajaran yang melibatkan siswa, Miftahul Huda (2011: 24-25) menjelaskan lebih rinci yaitu, ketika siswa bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas kelompok, mereka memberikan dorongan, anjuran, dan informasi pada teman sekelompoknya yang membutuhkan bantuan. Hal ini berarti dalam kerjasama, siswa yang lebih paham akan memiliki kesadaran untuk menjelaskan kepada teman yang belum paham.
Anita Lie (2005: 28) mengemukakan bahwa kerjasama merupakan hal yang sangat penting dan diperlukan dalam kelangsungan hidup manusia. Tanpa adanya kerjasama tidak akan ada keluarga, organisasi, ataupun sekolah, khusunya tidak akan ada proses pembelajaran di sekolah. Lebih jauh pendapat Anita Lie dapat diartikan, bahwa tanpa adanya kerjasama siswa, maka proses pembelajaran di sekolah tidak akan berjalan dengan baik dan akhirnya tujuan pembelajaran tidak akan tercapai. Melihat pentingnya kerjasama siswa dalam pembelajaran di kelas maka sikap ini harus dikembangkan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kerjasama siswa dapat diartikan sebagai sebuah interaksi atau hubungan antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan yang dinamis yaitu, hubungan yang saling menghargai, saling peduli, saling membantu, dan saling memberikan dorongan sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Prestasi Belajar
Definisi prestasi menurut Sujana (2006:3) yang menyatakan bahwa prestasi adalah hasil dari kemampuan ketrampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal. Di dalam teori prestasi menurut Arifin ini mengartikan prestasi yakni suatu usaha yang telah dilaksanakan menurut batas kemampuan dari pelaksanaan usaha tersebut
Prestasi belajar siswa adalah kecakapan yang sesungguhnya atau hasil yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada periode tertentu. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sebaik-baiknya menurut kemampuan anak pada waktu tertentu terhadap hal-hal yang dikerjakan atau dilakukan. Prestasi Belajar Siswa adalah hasil yang dicapai seseorang dalam pengusasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan dalam pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan tes angka nilai yang diberikan oleh guru (Asmara. 2009: 11).
Atas dasar-dasar teori prestasi menurut para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil atau pencapaian yang berasal dari usaha belajar siswa yang dapat dinyatakan ke dalam bentuk nilai-nilai yang mana nilai-nilai tersebut dapat menggambarkan pencapaian setiap siswa sebagai wujud hasil belajar pada periode tertentu.
Model Pembelajaran Numbered Head Together
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengoganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar (Trianto, 2007:7). Numbered Head Together (NHT) merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Kagen (1993) untuk melibatkan banyak siswa dalam memperoleh materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran (Ibrahim at all, 2000:28). Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa belajar saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Ada struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang tujuannnya untuk mengajarkan keterampilan sosial (Ibrahim at all, 2000:25).
Merujuk pada definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran memberikan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Numbered Head Together dikembangkan oleh Spencer Kagen dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka mengenai isi pelajaran tersebut.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Numbered Head Together
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut:
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok..
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian kerangka teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas ini diduga adalah:
- Penerapan model Pembelajaran Numbered Head Together dapat meningkatkan kemampuan kerjasama dalam pembelajaran IPA.
- Penerapan model Pembelajaran Numbered Head Together dapat meningkatkan prestasi belajar IPA.
METODE PENELITIAN
Subyek, Seting dan Waktu
Pada penelitian ini, tempat penelitian dilaksanakan di SDN 1 Karanganyar, Kecamatan Kalibening, Kabupaten Banjarnegara. Penelitian ini dilakukan pada muatan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) selama 2 siklus. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan yaitu bulan Agustus sampai Desember 2019
Data, Tehnik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Peneliti menggunakan teknik dan alat pengumpulan data terkait dengan cara memperoleh data dan alat apa yang digunakan untuk mendapatkan data tersebut. Merujuk pada sumber di atas maka, teknik yang digunakan adalah tes dan pengamatan.
Sedangkan alat pengumpulan data adalah butir soal tes dan lembar pengamatan siswa. Penggunaan teknik-teknik tersebut karena dalam PTK memerlukan instrumen penelitian yang dapat mengumpulkan data mengenai proses pembelajaran dan tidak hanya mengenai hasil belajar. Instrumen yang dibuat hendaknya dapat menangkap informasi mengenai terjadinya perubahan, perbaikan, atau peningkatan dalam proses pembelajaran.
Pada penelitian ini teknik dan alat pengumpulan data menggunakan: 1) Teknik tes yang digunakan adalah tes prestasi belajar.
2) Teknik pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengamatan tentang kerjasama siswa. dan 3) Teknik Dokumentasi: Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen pra siklus tentang kerjasama siswa dan prestasi belajar siswa serta dokumen perangkat pembelajaran. Selain hal tersebut digunakan dokumen foto kegiatan pembelajaran
Pada penelitian ini validasi tes prestasi belajar menggunakan validasi empirik dan validasi teoritik yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif, sedang data pengamatan menggunakan triangulasi sumber, triangulasi metode, dan triangulasi peneliti
Prosedur Pelaksanakaan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas terdiri 2 siklus. Prosedur umum penelitian ini melalui tahapan planning, acting, observing, dan reflecting
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kondisi Awal
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat jumlah siswa yang memiliki kemampuan kerjasama rendah sebanyak 12 siswa atau 66,7%, kemampuan kerjasama sedang ada 5 siswa atau 27,8%, dan hanya 1 siswa yang mempunyai kemampuan kerjasama tinggi atau 5,55%. Secara umum kemampuan kerjasama dalam proses pembelajaran IPA siswa masih dalam kategori rendah.
Sementara itu dari aspek kognitif ketuntasan belajar baru mencapai 17% dengan nilai rata-rata 61,5 masih dibawah KKM. 63,00. Berdasarkan pengamatan dari 18 siswa, mereka membaca materi pelajaran sesuai yang ada pada buku tetapi tidak ada keinginan untuk memahaminya. Siswa kurang motivasi untuk belajar. Suasana kelas menjadi kurang menyenangkan dan pembelajaran kurang bermakna.Mereka merasa kurang tertarik dan malas untuk menghafal. Padahal pembelajaran merupakan suatu proses yang tidak mudah karena tidak sekedar menyerap informasi dari pendidikan, tetapi melibatkan berbagai kegiatan atau tindakan yang harus dilakukan terutama bila menginginkan prestasi belajar yang lebih baik.
Dari nilai tes prestasi belajar pra siklus menunjukan banyaknya siswa yang belum tuntas atau yang mendapatkan nilai dibawah nilai KKM 63 ada 15 siswa (83%) Nilai tertinggi 75 ada 1 siswa, nilai terendah 54 ada 1 siswa dengan rentang nilai 23-54 dan nilai rata-rata 61,5. Tingkat ketuntasan 17%
SIKLUS I
Hasil penelitian untuk mengetahui seberapa besar kemampuan kerjasama siswa dalam proses pembelajaran muatan pelajaran IPA, mengetahui seberapa besar prestasi belajar siswa pada muatan pelajaran IPA,. Data yang digunakan untuk dianalisis pada penelitian ini berupa skor lembar pengamatan dan diinterpretasikan dalam analisis kualitatif berupa tinggi, sedang dan rendah. Untuk tes prestasi belajar meliputi penilaian kognitif berupa skor kuantitatif. Hasil analisis tes diperoleh skor tertinggi, skor terendah, rerata, dan ketuntasan belajar siswa. Setelah melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus I, diperoleh data sebagai berikut:
- Data kemampuan kerjasama
Data tentang kemampuan kerjasama diambil setelah melakukan pembelajaran pada akhir siklus I, instrumen data berupa lembar pengamatan yang terdiri dari 8 indikator. Dari data diperoleh data kemampuan kerjasama skor 1-3 masuk katagori rendah, kemampuan kerjasama skor 4-6 masuk katagori sedang, kemampuan kerjasama skor 7-8 masuk kategori tinggi.
Berdasarkan hasil pengamatan kemampaun kerjasama siswa diproleh hasil sebagai berikut: kerjasma tinggi 4 siswa atau 22,22% , kerjasama sedang 10 siswa atau 55,6%, dan kerjasama rendah 4 siswa atau 22,2% Siswa yang menunjukkan kerjasama tinggi 4 siswa atau 22,2%.
- Data Tentang Tes Prestasi Belajar.
Hasil tes prestasi belajar IPA diperoleh hasil sebagai berikut: skor tertinggi pada rentang 91-100 , skor terendah pada rentang 51-60, rerata 67,72, modus skor pada rentang 61 – 70 Masih ada 7 siswa (38,89%) yang mendapat skor dibawah ketuntasan belajar minimal (KKM).
Hasil analisis tes prestasi belajar IPA, diperoleh rerata 67,72, nilai tertinggi 82, nilai terendah 58, modus 62 sebanyak 3 siswa dan ketuntasan belajar 61,11.
Diskusi refleksi siklus I yang dilakukan pada hari Selasa tanggal 1 Oktober 2019 di ruang guru SDN 1 Karanganyar dengan hasil analisis dan hasil diskusi secara kolaboratif diperoleh data sebagai berikut: Berdasarkan kriteria keberhasilan maka: a) Kemampuan kerjasama baru mencapai 4 siswa yang berkategori tinggi atau 22,2% sehingga belum berhasil karena kreteria keberhasilan adalah 70% atau 13 siswa. b) Prestasi belajar IPA nilai rata –rata sudah mencapai 67,72 artinya melebihi KKM tetapi pencapaian nilai tidak merata. dan ketuntasan belajar mencapai 61,11% sehingga dikatakan belum berhasil kerena kriteria keberhasilan nilai rata-rata 63, dengan ketuntasan belajar 75%.
Keputusan refleksi bersama kolaborator, maka kekurangan yang segera diperbaiki adalah penggunaan Model organ pencernaan tubuh manusia dan penggunaan buah sesungguhnya berupa buah apel. Akhirnya diputuskan untuk melanjutkan siklus II dengan ketentuan: a) Materi pembelajaran melanjutkan Kompetensi Dasar 3.3. Menjelaskan organ pencernaan dan fungsinya pada hewan dan manusia serta cara memelihara kesehatan organ pencernaan manusia b) Pembelajaran menerapkan model pembelajaran Numbered Head Together, c) Perbaikan yang dilakukan yaitu penggunaan Model organ pencernaan tubuh manusia dan penggunaan buah sesungguhnya berupa buah apel.
SIKLUS II
Hasil penelitian untuk mengetahui seberapa besar kemampuan kerjasama siswa dalam proses pembelajaran muatan pelajaran IPA dan mengetahui seberapa besar prestasi belajar siswa muatan pelajaran IPA. Data yang digunakan pada analisis penelitian ini berupa skor pengamatan dan diinterpretasikan dalam analisis kualitatif tinggi, sedang dan rendah. Untuk tes prestasi hasil belajar meliputi penilaian kognitif berupa skor kuantitatif. Hasil analisis tes diperoleh skor tertinggi, skor terendah, rerata, dan ketuntasan belajar siswa. Setelah melaksanakan perbaikan pembelajaran siklus II, diperoleh data sebagai berikut:
- Data kemampuan kerjasama
Data tentang kemampuan kerjasama diambil setelah melakukan pembelajaran pada akhir siklus II, instrumen data berupa lembar pengamatan yang terdiri dari 8 indikator. Dari data diperoleh data kemampuan kerjasama skor 1-3 masuk katagori rendah, kemampuan kerjasama skor 4-6 masuk katagori sedang, kemampuan kerjasama skor 7-8 masuk kategori tinggi.
Berdasarkan hasil pengamatan kemampaun kerjasama siswa diproleh hasil sebagai berikut: kerjasama tinggi 15 siswa atau 83,3% , kerjasama sedang 3 siswa atau 16,7%, dan kerjasama rendah 0 siswa atau 0% Siswa yang menunjukkan kerjasama tinggi 15 siswa atau 83,3%.
- Data Tentang Tes Prestasi Belajar.
Setelah pembelajaran berlangsung 2 kali pertemuan maka dilakukan tes tertulis untuk mengukur prestasi belajar. Jumlah soal sebanyak 15 soal pilihan ganda, 10 soal isian, 5 soal uraian. Hasil tes diperoleh data sebagai berikut:
Hasil tes prestasi belajar IPA diperoleh hasil sebagai berikut: skor tertinggi pada rentang 91-100 , skor terendah pada rentang 61-70, rerata 77,67, modus skor pada rentang 71-80. Hanya ada 2 siswa (11,12%) yang mendapat skor dibawah ketuntasan belajar minimal (KKM).
Hasil analisis tes prestasi belajar IPA, diperoleh rerata 77,67, nilai tertinggi 96, nilai terendah 62, dan ketuntasan belajar 89%.
Diskusi refleksi yang dilakukan pada hari Jumat, tanggal 1 November 2019 di ruang guru SD Negeri 1 Karanganyar dengan hasil analisis dan hasil diskusi secara kolaboratif diperoleh data sebagai berikut: Berdasarkan kriteria keberhasilan maka: a) Kemampuan kerjasama sudah mencapai 15 siswa yang berkategori tinggi atau 83,3% sehingga sudah berhasil karena kriteria keberhasilan adalah 70% atau 13 siswa. b) Prestasi belajar IPA, nilai rata-rata sudah mencapai 77,67 dengan ketuntasan belajar 89% sehingga sudah dinyatakan berhasil kerena kriteria keberhasilan adalah nilai rata-rata 63,00, dengan ketuntasan belajar 75%.
Keputusan refleksi Bersama kolaborator, akhirnya memutuskan penelitian dihentikan pada siklus II karena indicator kinerja sudah tercapai baik kemamouan kerjasama maupun pr4stasi belajarnya.
PEMBAHASAN
Pada pengamatan pra siklus kemampuan kerjasama kategori tinggi hanya ada 1 siswa dari 18 siswa, kemampuan kerjasama kategori sedang hanya 27,58% atau 5 siswa dari 18 siswa dan kemampuan kerjasama kategori rendah ada 66,7% atau 12 siswa dari 18 siswa. Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together kemampuan kerjasama mengalami peningkatan. Kemampuan kerjasama tinggi menjadi 22,2% atau 4 siswa dari 18 siswa, Kemampuan kerjasama sedang sebanyak 55,6% atau 10 siswa dari 18 siswa dan Kemampuan kerjasama rendah sebanyak 22,2% atau 4 siswa dari 18siswa. Jadi Kemampuan kerjasama tinggi pada siklus I adalah 22,2% atau 4 siswa. Hal ini disebabkan situasi pembelajaran lebih bermakna, aktif dan kreatif, siswa tidak lagi pasif sebagai pendengar, guru hanya berperan sebagai fasilitator, dan situasi kelas lebih menyenangkan.
Tetapi Kemampuan kerjasama belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 70% sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II dengan perbaikan. Pada siklus II penerapan model pembelajaran Numbered Head Together mengalami perbaikan dengan penggunaan media pembelajaran berupa model organ pencernaan manusia dan pemakaian benda asli berupa buah apel. Hasil pengamatan pada siklus II adalah sebagai berikut kemampuan kerjasama tinggi sebanyak 83,3% atau 15 siswa dari 18 siswa, kemampuan kerjasama sedang sebanyak 16,7% atau 3 siswa dari 18siswa, kemampuan kerjasama rendah 0%. Jadi kemampuan kerjasama tinggi pada siklu II adalah 15 siswa atau 83,3%.
Perbandingan hasil penelitian pra siklus, siklus I, dan siklus II setelah dilakukan pengamatan pada saat pembelajaran diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 1. Perbandingan Kemampuan Kerjasama Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II
No | Kemampuan Kerjasama | Pra Siklus | Siklus I | Siklus II |
1 | Tinggi | 1 | 4 | 15 |
2 | Sedang | 5 | 10 | 3 |
3 | Rendah | 12 | 4 | 0 |
Berdasarkan data di atas pada siklus I ada kenaikan kemampuan kerjasama tinggi dari 1 siswa atau 5,56% menjadi 4 siswa atau 22,2%. Pada siklus II ada kenaikan kemampuan kerjasama tinggi dari 4 siswa atau 22,2% menjadi 15 siswa atau 83,3%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together dapat meningkatkan kemampuan kerjasama dari 1 siswa (5,56%) menjadi 15 siswa (83,3%).
Prestasi belajar mata pelajaran IPA yang diukur melalui tes menunjukan hasil pada pra siklus rerata adalah 61,5 dengan ketuntasan belajar 17%. Setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together mengalami peningkatan. Pada siklus I rerata menjadi 67,72dan ketuntasan belajar sebanyak 61,11% dari hasil refleksi, hasil tersebut masih belum mencapai indikator keberhasilan. Dengan memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I yaitu dengan penggunaan media pembelajaran berupa model organ pencernaan manusia dan pemakaian benda asli berupa buah apel, hasil tes prestasi belajar pada siklus II rerata menjadi 77,67 dan ketuntasan belajar menjadi 89%. Perbandingan hasil tes prestasi belajar pra siklus, siklus I dan siklus II setelah dilakukan evaluasi pada akhir siklus diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 2 Perbandingan Prestasi Belajar Pra Siklus, siklus I dan Siklus II
No | Prestasi Belajar IPA | Pra Siklus | Siklus I | Siklus II |
1 | Nilai Tertinggi | 75 | 82 | 96 |
2 | Nilai Terendah | 54 | 58 | 62 |
3 | Nilai Rata-rata | 61,5 | 67,72 | 77,67 |
4 | Ketuntasan Bealajar | 17% | 61,11% | 89% |
Pada tabel di atas terlihat pada pra siklus nilai rata-rata hanya 61,5 kemudian pada siklus I rata-rata menjadi 67,72 dan siklus II rata-rata meningkat menjadi 77,67. Dengan demikian pembelajaran dengan model pembelajaran Numbered Head Together, dapat meningkatkan rerata hasil belajar pada siklus I dari 61,5 menjadi 67,72 dan siklus II menjadi 77,67. Ketuntasan belajar pada pra siklus hanya 17% yang meningkat pada siklus I menjadi 61,11% dan siklus II meningkat jadi 89%. Ini berarti pada siklus I ada peningkatan sebanyak 44,11% dari 17% menjadi 61,11% sedangkan pada siklus II meningkat sebanyak 27,89% dari 61,11% menjadi 89%. Sehingga dapat disimpulkan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Numbered Head Together dapat meningkatkan ketuntasan belajar dari 17% menjadi 89%.
Berkat penerapan model pembelajaran Numbered Head Together maka, Kemampuan Kerjasama dan Prestasi belajar mengalami kenaikan pada siklus II. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran Numbered Head Together kondisi siswa menjadi, a) sangat antusias, b) sangat aktif dan kreatif, c) sangat berkonsetrasi, d) sangat bersemangat. Situasi kelas menjadi: a) sangat menyenangkan, b) sangat konduksif, c) sangat bervariasi, d) sangat bermakna, hal ini sesuai dengan karakteristik model pembelajaran Numbered Head Together.
Numbered Head Together (NHT) merupakan suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Kagen (1993) untuk melibatkan banyak siswa dalam memperoleh materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran (Ibrahim at all, 2000:28). Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa belajar saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Ada struktur yang memiliki tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula struktur yang tujuannnya untuk mengajarkan keterampilan sosial (Ibrahim at all, 2000:25).
Sedangkan Huda (2011: 3) menyatakan bahwa model NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat dan dapat meningkatkan kerjasama siswa. Karena dengan model pembelajaran Numbered Head Together akan terjadi pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mampu memperdalam pamahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa, mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu siswa, meningkatkan rasa percaya diri siswa, mengembangkan rasa saling memiliki, serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan
Dari uraian di atas maka dapat diperoleh hasil penelitian bahwa penerapan model pembelajaran Numbered Head Together dapat meningkatkan kemampuan kerjasama dari 1 siswa menjadi 15 siswa, dapat meningkatkan prestasi belajar dengan rata-rata 61,5 menjadi 77,67 dan tingkat ketuntasan belajar dari 17% menjadi 89%.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Penerapan model pembelajaran Numbered Head Together, dapat meningkatkan kemampuan kerjasama, Muatan Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa kelas V SD Negeri 1 Karanganyar semester 1 tahun pelajaran 2019/2020 dari pra siklus 1 siswa atau 5,56% menjadi 15 siswa atau 83,3% pada akhir siklus II.
- Penerapan model pembelajaran Numbered Head Together dapat meningkatkan prestasi belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 1 Karanganyar semester 1 tahun pelajaran 2019/2020 nilai rerata dari pra siklus 61,5 menjadi 77,67 dan ketuntasan belajar dari 17% menjadi 89% pada akhir siklus
Saran
Berdasar hasil penelitian ini penerapan model pembelajaran Numbered Head Together dapat meningkatkan kemampuan kerjasama dan prestasi belajar IPA, maka guru perlu menerapkan pembelajaran Numbered Head Together di sekolahnya. Model ini sangat memungkinkan diterapkan pada muatan pelajaran lainnya. Sekolah perlu memberikan kesempatan guru untuk dapat menerapkan model pembelajaran Numbered Head Together sehingga kemampuan kerjasama dan prestasi belajar siswa dapat meningkat. Dengan berinovasi siswa akan lebih senang, berkesan dalam mengikuti pelajaran. Pembelajaran yang dirancang tentu akan bermutu dan lebih berhasil menjadikan siswa yang aktif dan kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Huda, Miftahul. 2011. Model-model Pengajarandan Pembelajaran. Yogyakarta: PustakaPelajar.
Ibrahim. 2007. Pengembangan Kemempuan Berpikir Kritis dan Kreatif Siswa SMP dalam Matematika melalui Pendekatan Advokasi dengan Pengajaran Masalah Open-Ended. Tesis pada PPs UPI. tidak dipublikasikan
Lie, Anita 2005. Cooperative learning (Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas.Jakarta:Grasindo
Sudjana, Nana. 2006. Penilain Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sugiono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Trianto.2007. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:KencanaPerdana Media Group