PELAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

MELALUI TAMAN REKREASI

DI SD TAMBAHMULYO 01 JAKENAN PATI

 

Diana Cahyaningsih

Mahasiswa PGSD Universitas PGRI Semarang (UPGRIS)

Husni Wakhyudin

Qoriati Mushafanah

Dosen Universitas PGRI Semarang (UPGRIS)

 

ABSTRAK

Konteks penelitian ini adalah Pelayanan pendidikan di SD Tambahmulyo 01 berkaitan dengan pelayanan yang seharusnya dilakukan oleh guru terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui proses layanan yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Informasi atau data penelitian ini berupa pemahaman terhadap makna, baik ini diperoleh dari data yang berupa interaksi lisan dengan responden, maupun berupa tulisan yang diperoleh melalui data catatan-catatan resmi lainnya. Deskripsi penelitian berisi kutipan-kutipan yang disusun dalam bentuk sebuah narasi. Rancangan penelitian yang digunakan juga merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan sesuai dengan apa yang tercantum pada hasil penelitian. Hasil penelitian ini adalah Taman Rekreasi telah menjadi sarana pendukung dalam pelaksanaan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Para stakeholder telah bekerjasama agar penyelenggaraan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) terselenggara dengan baik.Walaupun SDN Tambahmulyo 01 bukan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), namun masyarakat telah memberikan kepercayaan karena sekolah ini sudah berpengalaman.Menurut penilaian berbagai pihak penyelenggaraan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sekolah ini dianggap sudah baik.Berdasarkan hasil penelitian ini saran yang dapat disampaikan adalah agar pemanfaatan Taman Rekreasi dapat dioptimalkan dalam melayani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Kata Kunci: Anak Berkebutuhan Khusus, Taman Rekreasi.

 

PENDAHULUAN

Anak berkebutuhan khusus (ABK) menurut Heward (2007, hal 14) adalah anak yang mempunyai kelainan/penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal pada umumnya, yaitu dari segi baik secara fisik, mental, intelektual, emosianal, maupun sosial. Berdasarkan dari pengertian tersebut anak dikategorikan dalam cacat fisik yaitu: (tuna rungu, tuna netra, tuna wicara dan tuna daksa). Sedangkan di dalam cacat mental yaitu: (penakut, terlalu nakal, cengeng, dan lain sebagainya), melihat dengan kondisi anak yang semakin memprihatikan, maka harus diadakan dengan penanganan khusus yang di bimbing oleh orang-oarang yang ahli dan ada juga dorongan dari orang tua untuk masalah hal tersebut.

Rekreasi merupakan aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang secra sengaja sebagai kesenangan atau untuk kepuasan dalam berlibur, umumnya dalam waktu senggang. Nah disini saya akan menjelaskan taman rekreasi di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati adalah taman rekreasi yang dipakai oleh ABK yang digunakan untuk pembelajaran di luar kelas atau diluar ruangan. Karena anak tersebut tidak mau melakukan pembelajaran berlangsung di dalam kelas dan sekolah merencanakan pembelajaran di taman rekreasi sekolah yang nama lainnya adalah taman sekolah ABK.

Jadi dari pembelajaran secara umum pendidikan dan pelayanan merupakan hal penting bagi masyarakat dan anak, dimana pelayanan yang diberikan oleh guru terhadap anak ABK atau anak khususnya kurang mampu dalam berkomunikasi sehingga guru memberikan yang terbaik bagi anak tersebut dan disitulah anak ABK melakukan pembelajarannya secara langsung di taman rekreasi SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah proses pelayanan pada anak ABK di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati? Tujuan penelitian ini adalah mengetahui proses layanan yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati.

Menurut Hargio (1997:20), merupakan langkah awal dalam pemberian layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah dasar adalah melakukan identifikasi dan asesmen terhadap kebutuhan pendidikan dari siswa yang bersangkutan. Temukan terlebih dahulu anak-anak yang diduga mengalami kelainan atau berkebutuhan khusus, dengan beberapa teknik identifikasi dan asesmen yang telah saudara pelajari sebelumnya. Hal ini sangat penting untuk dilakukan, mengingat kebutuhan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sangatlah spesifik, dengan berbagai keunikan yang dimiliki. Melalui asesmen permasalahan-permasalahan pendidikan khusus yang dialami anak akan diketahui, dalam bidang apa, dan rentang persoalan yang dihadapinya.

Taman Rekreasi

Taman rekreasi merupakan salah satu pekarangan bermain bagi keluarga, anak-anak dan juga tempat untuk merefresingkan pemikiran. Tetapi bagi saya taman rekreasi di SD tambahmulyo jakenan mempunyai taman sendiri bagi anak berkebutuhan khusus, anak ABK tidak di tempatkan di kelas seperti anak normal pada umumnya melainkan di tempatkan di ruang terbuka yaitu di taman. Selain itu guru yang mengajar ABK juga memberi saran agar dari orang tua wali jam istirahat untuk datang mengawasi anak tersebut. Di sisi pemikiran atau pandangan masyarakat taman rekreasi adalah tempat bermain bagi anak-anak pada umumnya, contoh di pantai, wisata alam, dan lai-lain.

Anak Berkebutuhan Khusus

Kendati pendidikan ABK terlalu luas untuk menampung segala aspek yang berkebutuhan khusus. Namun, merupakan suatu strategi yang dapat mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat menciptakan sekolah yang reponsif terhadap beragam kebutuhan aktual dari anak dan masyarakat. Dengan kata lain, pendidikan inklusif menjamin akses dan kualitas anak sesuai dengan tingkat kemampuan dan menjamin kebutuhan dapat terpenuhi dengan baik (Muhamad T.I,2017). Luasnya cakupan pendidikan ABK atau Inklusif memungkinkan kita untuk membantu keterbatasan mereka dalam memperoleh kemudahan di bidang pendidikan sehingga tidak merasa terpinggirkan dari anak-anak normal lainnya. Keberadaan pendidikan inklusif bukan saja penting tetapi, membuat masyarakat tau akan adanya pendidikan inklusif khususnya untuk menampung pendidikan sekolah anak luar biasa bisa juga disebut anak cacat mental dalam pengawasan orang tua atau cacat mental dari lahir. Adanya pendidikan inklusif bisa mengembangkan potensi dan menyelamatkan masa depan mereka dari diskriminasi pendidikan yang cenderung mengabaikan anak-anak berkelainan atau anak berkebutuhan khusus.

Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus

Dalam beberapa terminologi, Istilah layanan diartikan sebagai berikut: a) Melayani kebutuhan yang dibutuhkan oleh anak ABK di mana anak tersebut membutuhkan layanan ekstrim dalam pengawasan maupun tingkah laku anak terhadap anak yang lainnya. b) Dari segi usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang), meurutku itu tidak penting sekali, karena kita sebagai GPK atau guru pendamping khusus kita memerlukan banyak tenaga dan fikiran untuk membimbing anak yang terpengaruh cacat mental atau cacat fisik dan guru juga memerlukan kesabaran dalam melayani anak-anak. c) Dengan kemudahan yang diperoleh dalam menangani atau memberikan pengertian terhadap anak berkebutuhan khusus maka guru harus menyiapkan berbagai cara agar anak ABK mumdah memahami apa yang diminta oleh GPK tersebut.

Ada beberapa jenis layanan yang bisa diberikan kepada anak-anak berkebutuhan khusus, sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Namun secara umum akan mencakup: layanan medis dan fisiologis adalah layanan yang di khususkan untuk anak-anak cacat fisik atau cacat mental, sedangkan layanan sosial psikologis adalah layanan yang dikhususkan untuk anak-anak yang memiliki kelemahan fikiran atau bisa juga disebut idiot, dan layanan pedagogis atau pendidikan adalah layanan yang dikuhususkan untuk anak normal atau anak non normal yang masih bisa mengikuti pendengaran guru atau perkataan guru. Jenis layanan tersebut diberikan oleh para ahli yang kompeten pada bidangnya masing-masing, dan dilakukan berdasarkan kebutuhananakmodel layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.

Model layanan anak berkebutuhan khusus

Anak berkebutuhan khusus memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam, baik dari segi jenis, sifat, kondisi maupun kebutuhannya, oleh karena itu, layanan pendidikannnya tidak dapat dibuat tunggal/seragam melainkan menyesuaiakan diri dengan tingkat keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak. Dengan beragamnya model layanan pendidikan tersebut, dapat lebih memudahkan anak-anak ABK dan orangtuanya untuk memilih layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya. Ada beberapa model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang ditawarkan mulai dari yang model klasik sampai yang modern/terkini.

Model Segregasi

Model segregasi merupakan model layanan pendidikan yang sudah lama dikenal dan diterapkan pada anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Model ini mencoba memberikan layanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari kelompok anak normal maupun anak berkebutuhan khusus lainnya. Dalam praktiknya, masing-masing kelompok anak dengan jenis kekhususan yang sama dididik pada lembaga pendidikan yang melayani sesuai dengan kekhususanya tersebut. Contohnya: SLB/A, lembaga pendidikan untuk anak tuna netra; SLB/B, lembaga pendidikan untuk Anak tunarungu; SLB/C, lembaga pendidikan untuk anak tuna grahita, SLB/D lembaga pendidikan untuk anak tuna daksa, dan SLB/E lembaga pendidikan untuk anak tuna laras, sekolah autisme, sekolah anak ber IQ sedang, sekolah anak berbakat, dan sebagainya.

Model Kelas Khusus

Sesuai dengan namanya, keberadaan kelas khusus tidak berdiri sendiri seperti halnya sekolah khusus (SLB), melainkan berada di sekolah umum/regular. Keberadaan kelas khusus tidak bersifat permanen, melainkan didasarkan pada ada / tidaknya anak-anak yang memerlukan pendidikan/pembelajaran khusus di sekolah tersebut. Pada kelas khusus biasanya terdapat beberapa siswa yang memiliki derajat kekhususan yang relatif sama. Untuk menanganinya digunakan pembelajaran individual (individualized instruction) karena masing-masing anak memiliki kekhususan. Tujuan pembentukan kelas khusus adalah untuk membantu anak-anak agar tidak terjadi tinggal kelas/ drop out atau untuk menemukan gejala keluarbiasaan secara dini pada anak-anak SD. Dalam praktiknya kelas khusus bersifat fleksibel.

Model Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)

Dalam SDLB ada ABK kategori tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, dan sebagainya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang disesuaikan dengan jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi secara bersama-sama dalam satu naungan sekolah. SDLB pada hakikatnya adalah SD Negeri Inpres biasa tetapi diperuntukkan bagi anak usia wajib belajar yang memerlukan pendidikan khusus. Dilihat dari keragaman anak di SDLB dengan berbagai jenis kekhususannya tersebut, maka SDLB sebenarnya termasuk sekolah terpadu, akan tetapi terpadu secara fisik bukan terpadu secara akademik. (Dwidjo Sumarto, 1988).

Model Guru Kunjung

Model guru kunjung dapat diterapkan untuk melayani pendidikan ABK yang ada atau bermukim di daerah terpencil, daerah perairan, daerah kepulauan atau tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang telah ada, misalnya SLB, SDLB, kelas khusus. Di tempat-tempat tersebut dibentuk sanggar/kelompok-kelompok belajar tempat anak-anak memperoleh layanan pendidikan. Guru kunjung secara periodik mengunjungi kelompok belajar yang menjadi binaannya. Program pendidikannya meliputi pembelajaran dengan materi praktis dan pragmatis, seperti keterampilan kehidupan sehari-hari, membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Kelompok belajar ini dapat dikatakan sebagai kelas jauh yang menginduk kepada SLB, SDLB, SD terdekat. Guru kunjung tersebut biasanya diambilkan dari guru khusus yang mengajar di sekolah induknya atas penunjukan dari dinas pendidikan setempat.

Model pendidikan terpadu/integrasi

Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian, melalui sistem integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak normal belajar dalam satu atap. Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi.

Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagaian, jumlah anak berkebutuhan khusus dalam satu kelas maksimal 10% dari jumlah siswa keseluruhan. Selain itu dalam satu kelas hanya ada satu jenis kelainan. Hal ini untuk menjaga agar beban guru kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus melayani berbagai macam kelainan. Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, di sekolah terpadu disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungi sebagai konsultan bagi guru kelas, kepala sekolah, atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Selain itu, GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus.

Meningkatkan apresiasi terhadap keberagaman sekaligus mengeliminasi paradigma penyeragaman dan penyamarataan. Perbedaan tidak lagi dipandang sebagai penyimpanan sehingga harus diperlakukan secara eksklusif, tetapi dipandang sebagai kekayaan yang harus disyukuri (Mulyono,2002). Adapun juga keuntungan dalam pelayanan atau penyelenggaraan anak berkebutuhan khusus di sekolah dengan cara melakukan belajar di luar ruangan atau mempunyai tempat tersendiri yaitu di taman rekreasi sekolah tersebut. Di Sekolah Dasar umum nya biasanya ada beberapa anak yang mengalami kekurangan psikologinya. Terlepas dari kenyataan bahwa model sekolah ABK merupakan sekolah yang konsisten dengan gagasan keadilan sosial yang mendukung prinsip normalitas, dan ada pula keuntungan yang didapat dari sekolah ABK tersebut. Di dalam ruang lingkup sekolah yang cukup luas diadakan nya sekolah ABK di anggap dapat memberi berbagai manfaat baik masyarakat umum maupun bagi ABK tersebut. Di samping itu masyarakat akan menerima keberadaan ABK, selain itu ABK bisa belajar bersama dengan anak normal, dan diperlakukan selayaknya anak normal.

Dimensi-dimensi yang menyangkut Kualitas Pelayanan Publik

Pernyataan zeithaml tahun (1990) dalam buku kualitas Pelayanan Publik ABK (2011:73-74) kualitas pelayanan dapat diukur dari lima dimensi, yaitu: (1). Tangibel (berwujud), dalam indikator ini, disini yang diperhatikan adalah penampilan para pelayan peserta didik non-ABK dan khususnya ABK. Kemudian, kenyamanan tempat melakukan pelayanan misalnya apakah sudah tersedianya fasilitas yang memadai untuk mereka peserta didik ABK, seperti tersedianya jalan yang sengaja dibuat untuk peserta ABK yang menggunakan kursi roda. Kemudahan akses bagi ABK dalam melakukan permohonan pelayanan, misalnya melakukan permohonan izin dalam hal kesehatan mereka. Lalu adanya kemudahan dalam penggunaan alat bantu pelayanan, misalnya diperbolehkan nya memakai kursi roda atau alat bantu pendengaran untuk mereka disabilitas maupun tuna rungu. (2). Reability (kehandalan), dalam dimensi ini diperhatikan adanya kecermatan para pelaku pelayanan pendidikan sekolah ABK dalam melayani mereka yang berkebutuhan khusus, misalnya perbedaan perlakuan antara ABK dan mereka yang normal. Lalu adanya kemampuan dan keahlian pelayanan/ guru sekolah ABK dalam menggunakan alat bantu dalam proses pelayanan. (3). Responsiveness (ketanggapan), disini dituntut ketanggapan guru sekolah ABK untuk bertindak cepat dalam melayani peserta didik ABK, dimana pelayanan dilakukan dengan cepat, cermat, tepat waktu pelayanan yang tepat, serta merespon seluruh keluhan layanan atau dalam hal ini keluhan peserta didik ABK. (4). Assureance (jaminan), dan Empathy (empati), pada dimensi ini, pelayanan sekolah ABK atau guru harus dapat mendahulukan kepentingan pemohon atau peserta didik ABK dan kepentingan pribadi. Tentunya dalam pelayanan sekolah ABK melayani dengan sikap ramah, sopan santun, tidak diskriminatif (membeda bedakan), dan menghargai setiap layanan ABK.

Adapun yang diteliti dalam penelitian ini megenai kualitas pelayanan publik menurut Zeithmal dkk, yaitu mengenai dimensi berwujud, dimensi kehandalan, dimensi ketanggapan, dimensi jaminan dan dimensi empati. Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan dari kelima dimensi diatas masih tedapat kekurangan dalam kualitas pelayanan di SD Tambamulyo 01 Jakenan Pati, yaitu pada dimensi berwujud, dimensi kehandalan, dimensi jaminan.

Taman Rekreasi

Pengertian Taman Rekreasi

Pengertian Tempat rekreasi, satu yang terfikirkan oleh kita adalah sebuah tempat yang bertujuan untuk menyegarkan kembali penatnya kesibukan pekerjaan atau studi yang sedang atau sudah dilakukan. Memang betul, setelah mengalami penatnya hiruk pikuk pekerjaan yang kita lakukan dan tuntutan yang selalu terus menerus ada, tentu melakukan rekreasi adalah pilihan yang terbaik agar otak dan pikiran kembali segar dan siap menghadapi hari. (Gerson, 2004:45) Mengenai arti dan harfiah tempat rekreasi itu sendiri bisa dibagi menjadi 2 kata. yaitu tempat dan rekreasi. Untuk mencocokan dengan buku yang lain, adalah (1) sesuatu yg dipakai untuk menaruh (menyimpan, meletakkan dsb); wadah; bekas:obat; tinta; (2) ruang (bidang, rumah, dsb) yg tersedia untuk melakukan sesuatu: belajar; duduk; ruang (bidang dsb) yg dipakai untuk menaruh (menyimpan, mengumpulkan, dsb): pembuangan sampah.

Dengan mengikuti kegiatan rekreasi pendidikan, siswa akan memperoleh pengetahuan dan wawasan yang tidak terdapat dalam pelajaran pokok di sekolah. Kegiatan rekreasi tersebut misalnya: penjelajahan, mendaki gunung, berkemah, dan sebagainya. Dengan kegiatan tersebut, siswa akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru yang beraneka ragam sesuai dengan bentuk dan jenis kegiatannya.

Dengan melakukan berbagai kegiatan rekreasi pendidikan, para siswa akan dapat meningkatkan keterampilan. Hal tersebut dapat diperoleh dari kegiatan rekreasi pendidikan yang berupa permainan, pekerjaan tangan, melukis, menari, dan sebagainya. Semua kegiatan tersebut sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari kelak di kemudian hari.

Rekreasi mengandung makna “re-create” yang berarti pemulihan. Dengan melakukan kegiatan rekreasi pendidikan, semangat dan gairah belajar siswa diharapkan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan rekreasi pendidikan, di samping dapat mengalihkan dan menciptakan suasana baru, juga dapat dijadikan media untuk mencari kesegaran jasmani, kegembiraan dan kepuasaan jiwa.

Dengan melakukan rekreasi pendidikan, siswa dapat memperoleh pengalaman baru yang positif. Kegiatan rekreasi pendidikan di antarnya hidup di alam terbuka dan wisata karya. Kegiatan tersebut akan membuat siswa belajar hidup mandiri, bergotong-royong, belajar hidup bermasyarakat, memperhalus dan meningkatkan rasa percaya diri.

Pengembangan Taman Rekreasi di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati, taman tersebut memiliki tempat seluas 10 x 6 m, bersebelahan dengan mushola dan besebelahan dengan kamar mandi guru. Di depan taman terdapat lapangan voli dan lapangan badminton. Rencananya akan dibenahi kembali oleh pihak kepala sekolah supaya lebih luas untuk tempat belajar anak berkebutuhan khusus tersebut. Sesuai dengan permintaan orang taua wali pada anak- anak tersebut akan diberikan tanaman-tanaman yang banyak serta, juga akan diberikan taman bermain agar anak tidak penat dalam melakukan pejaran berlangsung.

Pelayanan yang dilakukan oleh guru SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati sangatlah baik dan membuat orang tua para wali merasa nyaman ketika anak –anak tersebut di sekolahkan di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati yang berkekurangan secara fisik maupun kekurangan pada tingkah lakuatau tidak bisa normal seperti pada anak umumnya.

Peneliti melalui penelitian di SD Tambahmuyo 01 Jakenan Pati membawa banyak pengalaman dan isak tangis di dalam hati, bahwa didunia ini tidak ada yang sempurna. Bahkan kita sebagai kaum atau umat yang diberikan oleh Tuhan tangan, kaki, mata yang lengkap kita harus bersyukur, dan janganlah mengeluh apa yang diberikan oleh Tuhan, karena diluar masih banyak orang yang membutuhkan bantuan kita untuk menjalankan atau melanjutkan proses hidupnya dengan jalanya masing-masing sehingga menjadi kebanggan indonesia atau penerus bangsa yang hebat.

METODE

Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu mendeskripsi data-data yang diperoleh di lapangan. Informasi atau data penelitian ini berupa pemahaman terhadap makna, baik ini diperoleh dari data yang berupa interaksi lisan dengan responden, maupun berupa tulisan yang diperoleh melalui data catatan-catatan resmi lainnya. Deskripsi penelitian berisi kutipan-kutipan yang disusun dalam bentuk sebuah narasi. Rancangan penelitian yang digunakan juga merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan sesuai dengan apa yang tercantum.

Selain itu, penelitian ini juga dirancang untuk mendapatkan informasi tentang, Model Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati. Dengan demikian, penelitian ini dirancang untuk menemukan Model Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus pada Sekolah ABK di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati. Dengan mengkaji data di lapangan dan menganalisisnya dengan teori yang ada hubungannya dengan judul skripsi.

Karena pada penelitian ini menggunakan pendekatan deskripsi kualitatif, data dalam penelitian ini diperoleh dari teknik pengumpulan data sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh (Meleong, 2016: 157) yaitu observasi, interview, kuesiomer, komentasi yang disajikan dalam bentuk narasi deskriptif.

Dalam penelitian ini, sumber data kata-kata dan tindakan diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada kepala sekolah, guru, dan siswa di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati, sedangkan melalui dokumentasi saat penempatan di taman rekreasi di sekolah tersebut.

Suharsimi Arikunto (2010:192) instrumen penelitian adalah sebagai alat bantu tersebut berupa ancer-ancer pertanyaan yang akan ditanyakan sebagai catatan, serta alat tulis untuk menuliskan jawaban yang diterima. Selanjutnya menurut Sugiyono (2010:306) instrumen penelitian adalah segala sesuatu yang akan dicarai dari obyek penelitian belum jelas dan pasti masalahanya, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum jelas. Instrument yang digunakan adalah pedoman observasi, instrumen angket siswa, instrumen wawancara guru dan kepala sekolah, serta pedoman dokumentasi untuk pengumpulan data dalam pelakasaan Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) melalui Taman Rekreasi SD Tamabahmulyo 01 Jakenana Pati.

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati dan mencatat secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian. Observasi juga dapat diartikan sebagai metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Dalam penelitian ini penelitiakan melakukan pengamatan langsung ke SD Tambahmulyo 01 jakenan pati, yang akan menjadi sasaran dalam observasi ini adalah: Tujuan yang saya amati di SD Tambahmulyo 01 Jakenan pati, 1) observasi terhadap lingkungan sekolah, 2) kegiatan belajar mengajar, 3) aspek disiplin pendidik dan peserta didik baik di dalam maupun di luar ruangan. Saya akan mewawancarai salah satu siswa normal atau guru kelas untuk mendapatkan lembar observasi dengan baik dan bisa lancar dalam observasi disekolah tersebut. Penggunaan alat ntuk observasi yaitu berupa: hp, kamera, dan alat-alat tulis.

Wawancara yang dilakukan secara langsung dengan Kepala sekolah, Wali kelas, Guru Pendamping Khusus, Orang tua wali murid dan guru mata pelajaran. Adapun yang diajukan dalam wawancara diantaranya tentang model penanganan ABK pada sekolah inklusif dan mengunakan alat: hp untuk merekam dan menggunakan alat-alat tulis lainnya di SD tambahmulyo 01 Jakenan Pati.

Kuosioner (Angket) 

Teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden. Angket merupakan kumpulan pertanyaan-pertanyaan yang tertulis yang digunakan untuk memperolehinformasi dari responden tentang diri pribadi atau hal-hal yang ia ketahui. Tujuan penyebaran angket ialah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalahdan responden tanpa merasa kuwatir bila responden memberi jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian daftar pertanyaan. Di samping itu, responden mengetahui informasi tertentu yang diminta.

Dokumentasi ini berasal dari kata dokumen, yang berarti bahan-bahan tertulis. Teknik ini bertujuan digunakan ketika mengadakan penelitian yang bersumber pada tulisan baik itu berupa buku-buku, surat kabar, arsip, photo-photo, dan sebagainya. Dalam penelitian ini peneliti menelaah dokumen seperti profil sekolah, jumlah guru, jumlah siswa ABK. Kegiatan siswa ABK dan sarana prasarana serta data-data lain yang menurut peneliti sebagai pendukung penelitian.

Keabsahan Data

Pemilihan lapangan penelitian berdasarkan fokus dan masalah penelitian. Peneliti datang ke SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati untuk melihat kondisi di lapangan. Kegiatan ini dilakukan agar dapat dilakukan penelitian yang sesuai dengan tema penelitian. Keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya, dan tenaga perlu pula dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.

Pelengkapan yang harus dipersiapkan oleh peneliti antara lain mencakup, perlengkapan fisik, surat izin mengadakan penelitian, kontak dengan daerah yang menjadi latar penelitian, pengturan perjalanan, terutama jika lapangan penelitian jauh letaknya, perlengkapan pribadi dan perlengkapan pendukung yang akan digunakan dalam penelitian.

Tahap Kegiatan lapangan

Pengenalan akan pembatasan latar dan peneliti ini berfungsi dalam menentukan strategi berperan sertanya peneliti dengan latar yang akan diteliti. Maka peneliti akan memahami kondisi Sekolah di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian. Selain itu peneliti juga perlu mempersiapkan diri atau berpenampilan dengan menyesuaikan penampilannya dengan kebiasaan, tata cara dan kultur latar di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati. Saat melakukan penelitian peneliti juga harus membawa alat penelitian yang berguna untuk mengumpulkan data. Maka dalam melakukan penelitian, peneliti akan membuat jadwal yang tersusun dengan baik membawa alat penelitian berupa catatan atau alat rekam sebagai alat pengumpul data.

Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah data tentang pelayanan anak berkebutuhan khusus melalui taman rekreasi di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati.Pengambilan data tersebut melalui angket dan wawancara. Setelah memformulasikan hipotesis, peneliti mengalihkan pekerjaan analisisnya dengan mencari dan menemukan apakah hipotesis itu didukung atau ditunjang oleh data dan apakah data hal itu benar.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Proses Layanan Anak Berkebutuhan khusus (ABK) di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati

Berdasarkan analisis hasil pengumpulan data diperoleh informasi bahwa Kepala Sekolah di SDN Tambahmulyo 01 telah menyelenggarakan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan baik. Hal ini terlihat dari dari hasil wawancara dengan Kepala Sekolah. Kepala sekolah bersama guru menyelenggarakan pembelajaran untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) melalui taman rekreasi. Taman dibuat untuk pembelajaran di luar kelas. Taman rekreasi dibuat dalam rangka menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Kepala Sekolah ikut terjun membantu guru jika membutuhkan bantuan.

Kepala sekolah telah mempunyai pengalaman yang cukup lama yaitu sejak tahun 2004 dalam hal melayani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Pengalaman tersebut menyebabkan Kepala Sekolah tidak mengalami kendala yang berarti dalam penyelenggaran pembelajaran bagi ABK.Kepala Sekolah juga telah menyediakan sarana dan prasana pembelajaran yang diperlukan oleh Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Kepala Sekolah menyediakan sarana bermain berupa Taman Rekreasi dan Perpustakaan.

Guru mempunyai dedikasi yang tinggi terhadap layanan pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Beliau bekerja dengan hati, dengan harapan anak-anak ABK dapat mempunyai masa depan yang lebih baik. Guru tidak pernah mendapat protes dari orang tua karena telah melayani siswa dengan baik. Guru tidak mengeluh dalam melayani ABK. Guru meminta bantuan Kepala Sekolah jika menemui kesulitan dalam melayani ABK. Guru juga bekerjasama dengan wali siswa sambil sesekali mengadakan kunjungan rumah untuk mengetahui pendidikan anak ABK di rumah.

Wali siswa mendukung sepenuhnya pengadaan Taman Rekreasi bagi ABK.Wali siswa ikut mengawasi tingkah ABK terutama pada waktu istirahat. Pada jam pelajaran efektif ABK menjadi tanggungjawab sepenuhnya oleh guru. Wali siswa mengadopsi pembelajaran di sekolah untuk diterapkan di rumah. Terjadi sinkronisasi model pembelajaran bagi ABK antara di sekolah dan di rumah.

PENUTUP

Simpulan penelitian ini adalah proses layanan yang dilakukan dengan pihak sekolah dalam pelayanan khusus (ABK) di SD Tambahmulyo 01 Jakenan Pati. Proses pembelajaran telah terlaksana dengan baik. Ada sinkronisasi antara Kepala Sekolah, Guru, Wali Siswa dan Pengurus Sekolah atau Tenaga Administrasi dalam menyelenggarakan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

Kepala sekolah menyediakan sarana prasarana berupa sarana Taman Bermain untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Sarana yang diberikan sudah cukup baik, namun masih ada beberapa peralatan yang perlu ditambah. Kepala Sekolah membuat Taman Rekreasi bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atas dasar pertimbangan kenyamanan belajar. Kepala sekolah selalu menamabah sarana dan prasarana yang dibutuhkan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Guru yang mengajar pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) telah bekerja dengan penuh dedikasi. Mereka menjawab bahwa pekerjaan mengajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah panggilan hati yang harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh. Guru bekerjasama dengan Kepala Sekolah dan wali siswa dalam mengatasi kendala dalam pembelajaran. Guru telah mengambil sikap yang bijak ketika menghadapi anak dengan karakteristik yang unik. Guru mampu bekerjasama dengan wali siswa dalam hal mengatasi permasalahan pembelajaran bagi ABK.

Taman Rekreasi telah menjadi sarana pendukung dalam pelaksanaan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Para stakeholder telah bekerjasama agar penyelenggaraan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) terselenggara dengan baik. Walaupun SDN Tambahmulyo 01 bukan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), namun masyarakat telah memberikan kepercayaan karena sekolah ini sudah berpengalaman. Menurut penilaian berbagai pihak penyelenggaraan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sekolah ini dianggap sudah baik.

DAFTAR PUSTAKA

Hargio. 1997. Cara Memahami & Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Heward. 2007. Penerapan Konsep Anak Berkebutuhan Khusus secara Inklusif. Solo: Rineka Cipta

Mulyono, A. 2006. Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta Jakarta.

Moleong (2016) Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya

Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Pelayanan ABK dan Teori Dalam melayani Praktik. Surakarta: Yuma Pustaka.

Suharsimi, Arikunto. 2010. Sekolah Masih Lakukan Diskriminasi pada Siswa Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Refika Aditama

Zeithaml. 1990. Pengembangan dan Dimensi Kurikulum Pendidikan Inklusif Tingkat SD th.23 No.1 hal 77-84. Malang: Jurusan KSDP FIP UM