PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRI TERBIMBING TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA PADA KELAS 3 SD

Ayu Widyaningrum

Program Studi PGSD-FKIP, Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRACT

Research conducted included classroom action research conducted in one public school district in Semarang 2 cycles involving subjects 24 students. The purpose of this class action research is to improve the quality of classroom learning, increase students, as well as improcing student learning outcomes in science subjects. The results of the first cycle 1 learning outcomes increased of 6,0033%. From cycle 1 to cycle 2 has increased of 30.36% learning outcomes. This classroom action research concluded that the application of the method can increase the results of the guided Student Class 3 in one of State Elementary School Semarang regency.

Keywords: Inquiri Guided method, Science Teaching, Learning Outcomes

PENDAHULUAN

Hakikat pembelajaran IPA dalam pelaksanaanya mencakup tiga kompetensi utama yaitu kompetensi kognitif (pengetahuan), kompetensi afektif (sikap) dan kompetensi psikomotor (keterampilan). Apabila tiga kompetensi terpenuhi maka akan terbentuk kompetensi yang utuh pada siswa sesuai dengan hakikat pembelajaran IPA. Menurut Kerrod sebagaimana dikutip oleh Iskandar (1996: 2), IPA merupakan pengetahuan manusia yang luas yang diciptakan dengan observasi, dan eksperimen yang sistematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan dan teori-teori. Berdasarkan pengertian diatas, IPA membutuhkan suatu tahapan-tahapan atau proses untuk memperoleh suatu penemuan. Proses penemuan ini akan membantu siswa dalam memperoleh pengalaman secara langsung dan pemahaman konsep guna mengembangkan kompetensinya.

Proses pengembangan kompetensi harus di berdasarkan UU No 22 tahun 2006 tentang standar isi mata pelajaran IPA di SD adalah ilmu pengetahuan alam (IPA) berhubungan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga ilmu pengetahuan alam tidak hanya konsep penguasaan pengetahuan berupa fakta, konsep, dan prisip, melainkan harus ada proses penemuan. Pendidikan IPA di SD diharapkan menjadi tempat bagi siswa untuk mempelajari diri dan alam sekitar, dan dapat menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Hal ini, juga sesuai dengan Depdiknas (2006: 203) mengemukakan bahwa pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Jadi, dapat ditarik simpulan bahwa proses pembelajaran IPA, ditekankan pada proses pemberian pengalaman secara langsung guna mengembangkan kompetensi siswa.

Kenyataan di lapangan menunjukakan bahwa penerapan konsep IPA yang diajarkan di SD hanya menggunakan model pembelajaran konvensional seperti ceramah dan tanya jawab. Siswa tidak mengalami pengalaman secara langsung dan tidak memiliki sikap ilmiah. Siswa hanya menghafal konsep tentang pendidikan IPA bukan menemukan konsep. Siswa dapat menemukan konsep secara mandiri dan mengingat konsep selama hayatnya. Hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran konvensional cenderung kurang dari kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan di sekolah. Siswa mengganggap pembelajaran IPA penuh dengan hafalan yang harus dihafalkan oleh siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan 1 orang guru dan 6 orang siswa disalah satu SD Negeri Kabupaten Semarang, hasil belajar siswa kelas 3 masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 66,625. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA masih menggunakan metode konvensional yaitu ceramah dan tanya jawab. Oleh sebab itu, siswa merasa bosan terhadap proses pembelajaran. Akibatnya berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Menurut Bruce Joyce and Marsha Well sebagaimana dikutip oleh Zainuddin, dkk. (2014: 12) sedikitnya terdapat lima rumpun model pembelajaran yaitu (1) rumpun model pemprosesan informasi, (2) rumpun model personal, (3) rumpun model humanistik, (4) rumpun model behavioral, (5) model-model untuk berpikir tentang model-model. Salah satu model pembelajaran yang termasuk dalam rumpun model pemprosesan informasi adalah model pembelajaran inquiri. Berpijak dari hal di atas, menurut Vlassi sebagaimana dikutip oleh Rohmiyati Nazillatur, dkk. (2016: 3) strategi pembelajaran inquiri mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran melalui penyelidikan ilmiah lebih mungkin untuk meningkatkan pemahaman konseptual dibandingkan dengan strategi pembelajaran pasif seperti yang dilakukan oleh guru pada saat ini. Maka dari itu, untuk meningkatkan keaktifan siswa dan menanamkan sikap berpikir ilmiah pada siswa, melalui percobaan dan pengamatan yang dilakukan siswa secara langsung penulis memilih model pembelajaran inquiri terbimbing untuk diteliti. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, permasalahan peneliti yang akan dipecahkan adalah bagaimana upaya peningkatan hasil belajar IPA siswa dengan menggunakan model pembelajaran inquiri terbimbing.

Alasan penggunaan model ini yaitu, agar pembelajaran siswa aktif mencari atau menemukan pengetahuan sendiri, supaya pembelajaran tidak hanya mengandalkan guru sebagai sumber belajar. Model inquiri terbimbing dapat membantu siswa dalam mendapatkan pengalaman secara langsung melalui percobaan dan pengamatan. Selain itu, model pembelajaran ini dapat menumbuhkan sikap ilmiah pada siswa dengan penerapan ilmu pengetahuan alam yang dilakukan melalui percobaan eksperimen, melakukan pengamatan, melakukan penelitian, menganalisis hasil dan menyimpulkan hasil dari penelitian.

KAJIAN PUSTAKA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Turisinawati (2013: 68) mengemukakan bahwa untuk mencapai hakikat IPA secara menyeluruh membutuhkan cara dan kompetensi guru dalam proses pembelajaran IPA. Percobaan pada pembelajaran IPA adalah sebagai proses. Dimana siswa melakukan kegiatan ilmiah sehingga dapat menimbulkan motivasi untuk menjadi seorang ilmuan dimasa mendatang. Sikap ilmiah menjadi aspek yang penting dalam melaksanakan percobaan kegiatan ilmiah sederhana. Sikap ilmiah siswa menjadi tolak ukur etika penelitian ilmuan untuk menjalani kegiatan ilmiah. Apabila sikap ilmiah dalam melaksanakan percobaan tidak sesuai yang diharapkan maka akan berdampak negatif pada produk atau teknologi yang dihasilkan oleh karena itu sikap ilmiah dalam melaksanakan percobaan menjadi syarat yang harus dimiliki oleh siswa.

Hakikat IPA merupakan pembelajaran yang bermakna. Hal ini berarti, saat proses pembelajaran siswa tidak hanya menghafal konsep akan tetapi memahami, mengerti, konsep yang sedang dipelajari. Pemahaman tentang konsep IPA harus dapat diamati di lingkungan sekitarnya melalui proses percobaan. Proses percobaan akan menjadikan siswa memiliki sikap ilmiah. Sikap ilmiah digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa. Untuk menyelesaikan masalah siswa harus memiliki sikap jujur, tanggungjawab dan terbuka.

Model Inquiri Terbimbing

Machthumah Rochiqul, dkk. (2014: 2) menyatakan bahwa untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, perlu memilih model pembelajaran yang sesuai agar dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hasil penelitiannya menunjukkkan bahwa salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran inquiri terbimbing. Model pembelajaran inquiri dipilih karena pembelajaran IPA di SD masih banyak praktik, maka metode inquiri yang cocok digunakan. Menurut Susanto (2012: 174), inquiri merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara benar gejala-gejala yang membuat rasa ingin tahu siswa. Hal diatas sesuai oleh Nurhadi, (2003: 72) bahwa ada tiga macam model pembelajaran inquiri yaitu inquiri terbimbing, inquiri bebas, inkuiri dimodifikasi. Dari ketiga model diatas peneliti memilih inquiri terbimbing karena proses belajar di SD masih perlu bimbingan guru khususnya dalam praktikum. Dewi K, dkk. (2013: 2) berpendapat bahwa model pembelajaran inquiri terbimbing merupakan proses berpikir yang diawali dengan pengalaman. Dari apa yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran inquiri adalah model yang menumbuhkan kemampuan berfikir ilmiah, bekerja dan bersikap ilmiah, dan dapat mengkomunikasikan hasil penelitian. Penekanan pembelajaran IPA di SD adalah pemberian pengalaman belajar langsung melalui pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Hasil Belajar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa hasil belajar merupakan sesuatu yang diadakan, dibuat, dijadikan oleh suatu usaha atau dapat juga berarti pendapat atau perolehan. Hasil belajar siswa akan di beri nilai atau diukur melalui tes. Juaririah, dkk. (2014: 85) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar dan mendapat pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, sikap dan cita-cita dari kehidupan. Hasil belajar siswa pada hakikatnya merupakan perubahan tingkah laku setelah melalui proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dapat dibedakan ke dalam tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah proses pemberian angka atau nilai sesudah sswa meneriama pembelajaran atau seletah pembelajaran telah usai yang dilakukan melalui tes ataupun non tes.

METODE

Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Penelitian ini dilakukan di salah satu SD Negeri Kabupaten Semarang. Subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah 24 siswa kelas 3 di salah satu SD Negeri Kabupaten Semarang. Variabel terkait dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA, sedangkan variabel bebasnya penerapan model inquiri terbimbing. Adapun kriteria penilaian yaitu Baik Sekali berada di skor 90-100, Baik berada pada skor 75-89, Cukup berada skor 60-74, Kurang berada pada skor 51-69 sedangkan Kurang Sekali berada pada skor kurang dari 50. Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif komparatif. Data kuantitatif yang diperoleh diskripsikan atau dijabarkan, kemudian dilakukan komparasi data, untuk melihat adanya peningkatan hasil belajar IPA siswa dalam menggunakan model inquiri terbimbing.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan, untuk melihat perubahan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah mendapat tindakan dengan menggunakan model inquiri terbimbing. Dari hasil penelitian yang dilakukan dalam 2 siklus pada minggu ke 2 dan ke 3 bulan Februari 2017, didapatkan analisis data dengan teknik analisis deskriptif komparatif diperoleh hasil data sebagai berikut:

Tabel 1.1 Komposisi ketuntasan hasil belajar IPA siswa kelas 3

KKM 71

Pra siklus

Siklus 1

Siklus 2

F

%

f

%

f

%

Tuntas (≥ 71)

8

33%

15

62,5%

22

91,6%

Tidak tuntas

(≤ 71)

16

67%

9

37,5%

2

8,4%

Jumlah

24

100%

24

100%

24

100%

Rata-rata

24

66,625

24

70,625

24

92,08

Selisih

4

21,445

Peningkatan

6,003%

30,36%

Dari tabel 1.1 nampak bahwa terdapat peningkatan sebesar 6,003% atau memiliki presentase sebesar 70,625 atau mengalami peningkatan sebesar 6,003%. Peningkatan ini, dikatakan belum berhasil karena masih dibawah KKM yaitu 71. Peneliti melakukan siklus 2 dengan hasil belajar dari siklus 1 ke siklus 2 memiliki rata-rata 92,08 dengan presentase 30,36%. Pada kondisi awal hasil belajar IPA kelas 3 di salah satu SD Negeri di Kabupaten Semarang dengan menggunakan model pembelajaran konvensional memililiki presentase 66,625 atau kurang dari KKM yang ditetapkan oleh sekolah yaitu 71. Kriteria penilaian yaitu Baik Sekali berada di skor 90-100, Baik berada pada skor 75-89, Cukup berada skor 60-74, Kurang berada pada skor 51-69 sedangkan Kurang Sekali berada pada skor kurang dari 50. Pada siklus 1 peningkatan termasuk dalam kategori cukup karena berada pada skor 70,625. Pada siklus 2, hasil belajar siswa berada di skor 92,08 dan termasuk kategori baik sekali. Jadi, secara keseluruhan terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas 3 di salah satu SD Negeri Kabupaten Semarang menggunakan model pembelajaran inquiri terbimbing.

Pembahasan

Tahap awal dari penelitian ini adalah observasi sekolah dan wawancara dengan 1 orang guru kelas 3 di salah satu SD Negeri Kabupaten Semarang. Observasi yang dilakukan yaitu identifikasi masalah. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas 3 di salah satu SD Negeri Kabupaten Semarang pada tanggal 17 Februari 2017, diketahui bahwa pembelajaran masih pasif dan satu arah. Siswa masih menjadi pihak penerima informasi saja dan guru hanya pemberi materi. Hal ini dikarenakan, selama proses pembelajaran guru menggunakan metode ceramah sehingga siswa cenderung pasif dan partisipasi siswa dalam pembelajaran kurang maksimal. Akibatnya, hasil belajar siswa memiliki rata-rata 66,625. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut: siswa yang tuntas berjumlah 8 siswa memiliki presentase 33 % dan yang belum tuntas berjumlah 16 siswa memiliki presentase 67 %. Dari yang sudah dipaparkan dapat ditarik simpulan bahwa, rata-rata nilai IPA kelas 3 di salah satu SD Negeri Kabupaten Semarang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditetapkan sekolah yaitu 71.

Berdasarkan hasil penelitian dan observasi kelas 3 di salah satu SD Negeri Kabupaten Semarang, pada siklus 1 dengan menggunakan model inquiri terbimbing, hasil belajar siswa mengalami peningkatan yaitu terdapat 15 siswa dengan presentase 62,5 % siswa tuntas KKM dan 9 siswa yang belum tuntas dengan presentase 37,5 %, dengan rata-rata naik yaitu 70, 625. Pada siklus 2 hasil belajar siswa mengalami peningkatan yaitu terdapat 22 siswa dengan presentase ketuntasan 91,6 % yang tuntas KKM dan hanya 2 siswa yang belum tuntas dengan presentase 8,4 % dengan perolehan rata-rata 92,08. Hasil penelitian dan observasi menunjukkan bahwa model pembelajaran inquiri terbimbing untuk kelas 3 di salah satu SD Negeri Kabupaten Semarang mampu meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA.

Temuan data di atas menunjukkan keefektifan model inquiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi Energi. Data tersebut sesuai dengan teori dari Slameto (2003) tentang model inquiri, terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kenyataan yang relevan dengan penelitian Marjono, dkk. (2012: 22), Firdausi (2014: 3) menyatakan bahwa pembelajaran inquiri terbimbing mencakup tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar pada aspek kognitif lebih tinggi karena model inquiri melatih kemampuan berfikir kritis siswa dan mempelajari materi agar dapat membuat hipotesis penelitian yang baik. Menurut Islami, dkk. (2016: 116) menyatakan bahwa pembelajaran inquiri tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap hasil belajar siswa. Firdausi Indah Nur (2014: 3), Marjono, dkk. (2012: 22), dan Islami, dkk. (2016: 116) terdapat perbedaan tentang hasil penelitian yang dilaksanakan. Perbedaannya adalah model inquiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan model inquiri terbimbing tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan, karena jumlah subjek yang diteliti. Apabila, subjek yang diteliti termasuk kelas kecil, maka model pembelajaran inquiri terbimbing akan efektif diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Kebalikannya apabila, subjek yang diteliti termasuk kelas besar, maka model inquri tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap hasil belajar siswa. Hal ini sesuai Suryo Subroto (2009: 185) yang mengemukakan bahwa kekurangan model inquiri terbimbing adalah pembelajaran kurang berhasil dalam kelas besar.

Penelitian ini menunjukkan bahwa model inquiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena subjek yang diteliti berjumlah 24 siswa. Untuk ranah afektif dan psikomotor menunjukkan bahwa keterampilan dan sikap siswa yang belajar berkelompok lebih baik daripada siswa belajar secara mandiri. Hal tersebut, dikarenakan jika siswa belajar berkelompok, siswa yang belum paham akan dijelaskan oleh siswa yang lain. Maka, pembelajaran yang dilakukan akan menimbulkan diskusi antar siswa sehingga pembelajaran yang dilakukan lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Sejalan dengan penelitian relevan yang dilakukan oleh Kurniawati, dkk. (2016: 94), Jannah, dkk. (2012: 59) dan Machthumah, dkk. (2014: 4) penelitian yang dilakukakannya menyatakan bahwa pembelajaran dengan model inquiri terbimbing akan meningkatkan keaktifaan saat pembelajaran di dalam kelas. Melalui pembelajaran inquiri siswa dapat terlibat langsung dalam menemukan konsep sehingga dapat memahami materi dan meningkatkan prestasi belajar. Secara keseluruhan hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Purwanto Andik (2012: 134), Kurniawati, dkk. (2016: 94), Jannah, dkk. (2012: 59) dan Machthumah, dkk. (2014: 4) yang menunjukkan bahwa hasil belajar siswa meningkat dengan menggunakan model inquiri terbimbing.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan dari data yang diperoleh dapat ditarik simpulan bahwa penerapan model pembelajaran inquiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan tersebut mencapai 6,003% dengan rata-rata nilai sebesar 70,625 (kategori cukup). Peningkatan pada siklus 2 presentase kenaikan 30,36% dengan rata-rata skor siswa 92,08 (kategori baik sekali). Pada mata pelajaran IPA lebih baik menggunakan model inquiri terbimbing karena dapat membantu siswa menemukan konsep secara mandiri melalui percobaan dan pengamatan. Model pembelajaran ini akan efektif jika diterapkan di kelas kecil (<30) siswa.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian diajukan beberapa saran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran: (1) bagi para pendidik sebaiknya menggunakan model inquiri terbimbing pada mata pelajaran IPA. (2) untuk peneliti selanjutnya dapat meneliti model inquiri terbimbing dalam subjek yang besar (>30) siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2006: 203. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depsiknas.

Firdausi Indah Nur. 2014. Perbandingan Hasil Belajar Kimia Dengan Model Pembelajaran Inkuiri dan Learning Cycle 5e pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Jurnal Pendidikan Sains, 2(4). 3

Hapsari Pertiwi Dwi, Sudarisman Suciati, Marjono. 2012. Pengaruh Model Inkuiri Terbimbig dengan Diagram V dalam Pembelajaran Biologi Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal penelitian Pendidikan Biologi, 4(3). 22

Iskandar, S. M. 1996:2. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Depdikbud.

Islami Ahmad Zaky. El. R, Nahadi, Permanasari Anna. 2016. Membangun Literasi Sains Siswa pada Konsep Asam Basa Melalui Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. Jurnal Penelitian dan Pembelajaran IPA(JPPI), 2(2). 116

Jannah Miftakhul, Sugianto, Sarwi. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Nilai Karakter Melalui Inkuiri Terbimbing Materi Cahaya pada Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama”. Journal of innovative Science Education (JISE), 1(1). 59

Juairiah, Yunus Yuswar, Djufri. 2014. Pembelajaran Berbasis Lingkungan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Konsep Keanekaragaman Spermatophyta. Jurnal Biologi Edukasi, 6( 2). 85.

Kurniawati Desi, Masykuri Mohammad, Saputro Sulistyo. 2016. Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Dilengkapi Lks untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Prestasi Belajar pada Materi Pokok Hukum Dasar Kimia Siswa Kelas X Mia 4 SMA N 1 Karanganyar Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), 5(1). 94

Machthumah Rochiqul, Nuriman, Agustiningsih. 2014. Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan Pesawat Sederhana untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas VA SDN Rogotrunan 01 Lumajang Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurnal Universitas Jember (UNEJ) Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 1( 1). 1-6.

Nashar. 2004: 11. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Delia Press

Nurhadi dan Senduk Aduss Gerad. 2003:72. Konstektual dan Penerapan Dalam KBK. Surabaya: Universitas Negeri Malang.

Rohmiyati Nazillatur dkk. 2016. Pengembangan Modul Kimia Berbasis Inkuiri Terbimbing pada Materi Reasksi Oksidasi-Reduksi, 2(2): 3

Slameto. 2003. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Suryo. Subroto, B. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Susanto, A. 2012: 174. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana.

Tursinawati. 2013. Analisis Kemunculan Sikap Ilmiah Siswa Dalam Pelaksanaan Percobaan pada Pembelajaran IPA di SDN Kota Banda Aceh. Jurnal Pionir, 1(1). 68.

UU No 22 tahun 2006 tentang standar isi

Zainuddin dkk. 2014. Membentuk Karakter Peduli Lingkungan dengan Model Pembelajaran Inkuiri. Jurnal MIMBAR, 30(1): 12