PENGARUH KEJENUHAN KERJA

TERHADAP MOTIVASI MENGAJAR GURU SD

 

J. W. Batawi

Program Studi PGSD, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Halmahera Tobelo

 

ABSTRAK

Manusia sebagai pencari pekerjaan atau menciptakan lapangan kerja tentu sangat erat hubungannya dengan manusia lain yang mampu memberikan bantuan untuk kepentingan bersama. Seorang pencari kerja akan memiliki alasaan tersendiri dari pekerjaan yang diperolehnya dari orang yang membantu menyediakan pekerjaan tersebut atau menerimanya menjadi pekerja. Alasan yang bervariasi seperti, harga diri mencari nafkah, , masa depan, mencari uang, malu dll Sebagai pekerja manusia seringkali mengalami kejenuhan / kebosanan kerja, apalagi jika pekerjaan itu merupakan pekerjaan rutin dan monoton dengan beban kerja yang relatif berat dan mengandung resiko baik resiko materi ataupun resiko jiwa.  Guru sebagai pekerja rutin memiliki beban kerja yang relatkarna pekerjaan guru tidak hanya dikerjakan di sekolah saja pada jam kerja. Sering pekerjaan guru diselesaikan di rumah dan kalau belum selesai di rumah dibawa lagi ke sekolah dan seterusnya. Pekerjaan guru tidak dapat dibatasi oleh tembok sekolah, guru seolah-olah kekurangan waktu kerja. Beratnya pekerjaan guru itu disebabkan guru sebagai subyek sekaligus sebagai obyek peningkatan kualitas sumber daya manusia dan merupakan modal dasar pembangunan bangsa seutuhnya. Pembangunan kualitas sumber daya manusia (Development Human Resucis) diawali dan merupakan tanggungjawab pertama dan utama dari Pahlawan Tanpa Tanda Jasa ini.

Kata Kunci: Kejenuhan kerja dan Pengaruhnya

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

 Perintah yuridis formal yang dialamatkan khususnya kepada guru dari pembukaan UUD 1945 secara tegas menyebutkan bahwa “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.” Mencerdaskan kehidupan bangsa menuntun pikiran kita tentang masalah Pendidikan di Indonsia yang menurut berbagai survey masih tertinggal dengan negara tetangga di Asia

 Cerdas menurut Benyamin Bloom (1997) terdiri dari 3 macam /ranah yaitu Kecerdasan Cognetive ( Kecerdasan Pengetahuan), Kecerdasan Affektive (Kecerdasan Sikap) dan Kecerdasan Psychomotor (Kecerdasan Keterampilan). Untuk mentransfer ketiga kecerdasan tersebut dari seeorang guru pada setiap peserta didik paling tidak membutuhka tiga komponen utama yaitu Material (Sarana Prasarana Pendidikan) Money (Biaya Pendidikan) dan Man (Manusia). Salah satu komponen penting dari Man itu adalah Guru. Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menegaskan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”

 Merujuk pada pembukaan UUD 45 dan pasal 1 ayat 1 UU Guru dan Dosen tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa Guru memeliki peran penting dalam usaha mencerdasakan kehidupan bangsa dan merupakan peletak dasar dari ketiga kecerdasan seperti yang dikemukakan oleh Benyamin Bloom tersebut di atas.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan hasil pengamatan dari beberapa kali membimbing mahasiswa PPL (Praktek Pengalaman Lapangan maka dapat diidentifikasi masalah sebagaai berikut:

1.     Guru di daerah “5 T “ (Tertinggal, Terpencil, Terdepan, Terluar dan Terbelakang belum mendapat perhatian dari Stakeholder pendidikan

2.     Pembelajaran masih berpusat pada guru, akibatnya siswa mengerjakan soal dalam kelas guru tidur di belakang meja guru karna sabda guru adalah tita ratu yang tidak boleh dibantah oleh siswanya

3.     Guru pada proses belajar mengajar selalu menggunakan metode mengajar CBSA (Catat Buku Sampai Abis), sedang gurunya mengerjakan kepentingan lain di luar kelas /sekolah.

4.     Guru sering bosan masuk sekolah dan bosan mengajar sehingga siswa dipulangkan lebih awal dari jadwal pulang sekolah

Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, maka cukup banyak masalah yang menyangkut guru perlu diteliti. Namun penulis membatasi masalah penelitian “Pengaruh kejenuhan kerja terhadap motivasi mengajar guru SD di dalam wilayah Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara

Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh positif dan signifikan kejenuhan ( burnout ) kerja terhadap motivasi mengajar guru SD

Hipotesis Penelitian

 Berdasarkan rumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan “Kejenuhan ( burnout ) kerja terhadap motivasi mengajar guru SD

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.    Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

Kejenuhan ( burnout ) kerja terhadap motivasi mengajar guru SD

2.    Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis

a)    Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis terutama menyangkut hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan informasi dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan kejenuhan kerja guru-guru SD

b)    Manfaat Praktis

1)    Bagi Lembaga

 Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi di perputakaan lembaga yang mampu dijadikan bahan acuan bagi guru dan calon guru dalam rangka pengembangan penelitian lebih lanjut

KAJIAN TEORI

Deskripi Teoretis

 Pengertian Kejenuhan ( burnout ) kerja

 Secara harfiah, arti jenuh ialah padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apa pun. Selain itu, jenuh juga dapat berarti jemu atau bosan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1976: 415 ) mengartikan kejenuhan sebagai “Kebosanan.” Jenuh atau bosan merupakan suatu kondisi psikologis yang menolak pekerjaan yang memberatkan dan monoton. Dalam bahasa psikologi lazim disebut learning plateau atau plateau ( baca: pletou ) saja. Disebut kondisi psikologis karna jenuh timbul dari dalam diri seseorang baik sebagai pekerja, siswa atau mahasiswa sehingga dapat menurunkan perhatian dan semangat atau motiovasi kerja atau belajar. James Driver (1964: 31), mengatakan bahwa kejenuhan adalah “Condition of wandering attention and impaired working efficency simulating the condition in faligue brought about by monotony”.

 Muhibbin Syah (1999:161), mengatakan bahwa “Jenuh dapat berarti jemu dan bosan dimana sistem akalnya tidak dapat bekerja sesuai dengan yang diharapkan dalam memproses item-item informasi atau pengalaman baru”. Sedangkan Al-Qawiy (2004:1) mengatakan bahwa “Kejenuhan adalah tekanan sangat mendalam yang sudah sampai titik jenuh”.

 Pengertian kejenuhan kerja juga dikemukakan oleh Maslach dan Pines, sebagai suatu sindrom kelelahan emosi, depersonalisasi, penurunan rasa kemampuan diri yang dialami oleh individu-individu yang bekerja dan selalu berhubungan dengan orang lain.Selain kondisi individu yang dianggap sebagai penyebab kejenuhan kerja, kondisi ketegangan (strain) dan kelelahan emosi. Hal ini semua yang merupakan simptom kepada kejenuhan kerja

 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kejenuhan adalah suatu kondisi emosional dan fisik seseorang yang tidak dapat memproses informasi – informasi atau pengalaman baru karena tekanan sangat mendalam yang berkaitan dengan pekerjaan sehingga tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas kerja

 Zamroni (2003: 77) mengatakan bahwa pekerjan guru tidak dapat dibatasi oleh tembok sekolah, guru seolah-olah kekurangan waktu kerja. Beratnya pekerjaan guru itu disebabkan guru sebagai subyek sekaligus sebagai obyek peningkatan kualitas sumber daya manusia yang merupakan modal dasar pembangunan bangsa seutuhnya.

 Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka menjadi pusat perhatian pada tulisan ini adalah pekerjan guru yang seperti dijalaskan di atas bahwa pekerjaan guru secara langsung menyentuh manusia lain dan berdampak serius terhadap kualitas sumber daya manusia dalam kurun waktu yang akan datang. Kualitas sumber daya manusia sebagai kekuatan pembangunan dan potensi persaingan dengan kualitas bangsa lain lebih banyak ditentukan oleh faktor guru baik di sekolah terutama, maupun di luar sekolah

Pengertian Motivasi mengajar guru SD

Pengertian Motivasi Mengajar

 Motivasi berasal dari kata motif yang berarti “dorongan” atau rangsangan atau “daya penggerak” yang ada dalam diri seseorang Menurut Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya; hasrat dan minat; dorongan dan kebutuhan; harapan dan cita-cita; penghargaan dan penghormatan

1.     Faktor Intern (Internal) berasal dari dalam diri individu

a.       Pembawaan individu

b.       Tingkat pendidikan

c.        Pengalaman masa lampau

d.       Keinginan atau harapan masa depan.

2.     Faktor Ekstern (Eksternal) yang berasal dari luar diri individu

a.       Lingkungan kerja

b.       Pemimpin dan kepemimpinannya

c.        Tuntutan perkembangan organisasi atau tugas

d.       Dorongan atau bimbingan atasan

Pengertin Guru SD

 Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 14 Thn 2005 tentang guru dan dosen menegaskan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka pandangan awam yang menyatakan bahwa menjadi guru terutama guru SD enak karna memiliki banyak hari libur seperti libur akhir setiap semester, libur hari besar keagaman libur hari besar nasional tidak selalu benar sebab yang libur itu adalah siswanya bukan gurunya karna pada saat libur guru masih bekerja misalnya mempersiapkan program dan perangkat mengajar seperti Silabus, RPP,Alat Evaluas, Media dan Alat peraga dll bersama dengan guru di sekolah lain dalam forum profesi guru seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Kelompok Kerja Guru (KKG) Kelompok Kerja Guru Kelas (KKGK) dan Kelompok Keja Kepala Sekolah (K3S).

 Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, recorder, ataupun oleh komputer yang modern sekalipun. Masih terlalu banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan, dan lain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran, tidak dapat dicapai melalui alat-alat tersebut. Disinilah kelebihan manusia dalam hal ini guru, dari alat-alat atau teknologi yang diciptakan manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya (Sudjana, 2009).

 Martinis Yamin (2007) mengakatan bahwa “Keberhasilan guru di dalam kelas bukan hanya sekedar tercapainya suatu tujuan belajar, akan tetapi keberhasilan guru juga ditentukan sejauh mana mampu mengembangkan kecakapan siswanya, karena guru sebagai change agent.

 Berdasarka uraian di atas dapat dipahami bahwa pekerjaan guru berhubungan erat dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) masa depan sehingga kejenuhan atau kebosanan guru yang berakibat pada rendahnya kualitas lulusan perlu segera dicarikan solusinya. Oleh karna itu solusi yang ditawarkan untuk mengatsi kejenuhan pekerjaan guru bukan pada dampak negatif yang ditimbulkan dari kejenuhan itu sendiri seperti menurunnya motivasi kerja / malas kerja sehingga produktivitas kerja guru tidak maksimal. Oleh karna itu solusi yang ditawarkan lebih difokuskan pada faktor internal dan eksternal penyebab timbulnya kejenuhan pekerja guru SD

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian

 Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis penelitian di atas maka

metode penelitian yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti adalah metode peneltian Survey dengan pendekatan diskripsi kuantitatif dan analisis data regresi sederha

Populasi dan Sampel Penelitian

1.      Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah guru SD sebanyak 70 orang guru pada 12 SD dalam lingkup Kecamatan Tobelo

2.     Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah guru SD sebanyak 30 orang pada pada 6 SD dalam lingkup Kecamatan Tobelo

Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket dan pedoman wawacara

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat dua faktor yang mendorong timbulnya kejenuhan (burnout) kerja guru seperti:

Faktor Internal pekerja

Faktor-faktor internal guru seperti usia (umur), masa kerja, kekecewaan dan ketidak mampuan mengajar guru termasuk di dalamnya cacat fisik. Semakin bertambahnya usia seorang guru, semakin sering mengalami kejenuhan pada pekerjaannya. Sebanyak 88% dari 30 orang guru sebagai responden pada 6 SD dalam wilayah Kecamatan Tobelo yang diteliti pada usia 50 tahun sampai usia mendekati pensiun ( 60 tahun) dengan masa kerja antara 25 – 30 tahun pada jenjang pendidikan SPG / SGO dan PGA sering mengalami kejenuhan kerja.

 Disamping faktor usia guru, faktor kekecewaan guru menduduki urutan kedua sebesar 64% dari responden terhadap kejenuhan kerja,

 Faktor Eksternal Pekerja

Lingkungan kerja yang tidak kondusif

 Sebanyak 76% dari responden mengatakan bahwa jika hubungan kerja antara guru dengan guru atau guru dengan Kepala Sekolah tidak kondusif maka sudah tentu guru tidak betah di sekolah. Indikator dari hubungan yang tidak kondusif dapat dilihat dari guru terlambat datang ke sekolah, terlambat masuk kelas mengajar dan pulang lebih awal dari waktu pulang sekolah

Rendahnya kompensasi guru

 Sebanyak 89% dari responden mengatakan bahwa kompensasi terhadap kinerja guru sangat mempengaruhi kinerja dan semangat kerja guru. Pemberian kesempatan mengikuti pengembangan diri merupakan bentuk lain dari kompensasi terhadap kinerja guru. Hasil penelitian membuktikan bahwa 70 % dari responden mengatakan bahwa tidak ada pemberian kesempatan guru mengikuti pengembangan diri, dapat mendorong timbulnya kejenuhan kerja.

Penempatan guru

 Sebanyak 76% dari responden mengatakan bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri yaitu Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Agama, tanggal 3 Oktober 2011, yang mengatur masalah penempatan guru sebagai wewenang Pemerintah Pusat memberikan kontribusi cukup besar terhadap kejenuhan kerja guru

Pembahasan.

 Upaya perekrutan guru baru sesuai kebutuhan, akan menghindari banyaknya guru yang mistchmach di lapangan. Bagaimana tindakan yang diambil pemerintah apabila guru tidak mau dipindahkan? Apakah guru yang terkait bisa dikenakan sanksi tegas hingga pemberhentian secara tidak hormat. Hal ini tentu memerlukan pertimbangan khusus, tidak asal ambil tindakan brutal atau arogan atau menggunakan sistem koneksi dalam penempatannya.

 Pemerintah pusat juga perlu mengantisipasi kebijakan daerah yang selama ini ada dimana untuk mengisi kekosongan dan kekurangan guru di sekolah, diantaranya melakukan usaha menutup kekurangan guru, dengan merekrut guru kontrak dari putra daerah yang berdomisili di situ. Pihak kepala sekolah yang berlebih gurunya juga mencantumkan nama dan alamat lengkap guru beserta statusnya. Mutasi guru juga tidak asal, artinya perlu melihat latar belakang keluarganya, mempertimbangkan jarak lokasi kerja dengan rumah tinggal, mengingat jam belajar dimulai pada pagi hari, sehingga hasilnya akan optimal. Dan sebaiknya mutasi guru ini tidak menimbulkan masalah baru di lapangan.

 SKB 5 Menteri tersebut jika tidak dimodifikasi oleh Dinas Pendidikan Kabupatan / Kota dengan mengabaikan kepentingan dan nasib guru – guru dapat dipastikan mengakibatkan kejenuhan kerja guru yang berkepanjangan

Ciri-ciri guru yang mengalami kejenuhan ( burnout ) kerja

Guru Tidak disiplin

Guru tidak disiplin menjalankan tugasnya dapat dilihat pada indikator antara lain:

1.       Masuk sekolah selalu terlambat, pulang lebih awal dari waktu pulang sekolah

2.       Sering minta izin untuk kepentingan yang boleh diwakilkan

3.       Tidak memiliki perangkat mengajar yang terbaru

4.       Ijin mengajar pada jam mengajar

5.       Berbusana semaunya sendiri

Menolak tugas

1.       Menolak tugas tambahan guru dan kegiatan lainnya

2.       Banyak protes tanpa memberikan solusi

3.       Suka melaporkan kekurangan sesama guru kepada atasan atau ke orang lain

4.       Lama ngobrol di ruang guru dari pada masuk kelas mengajar

Alternatif Solusi

Pendekatan (Approach)

Personal approach

 Pendekatan personal (personal approach) merupakan interaksi antar individu yang didasarkan pada saling menghargai dan saling membutuhkan (memanusiakan manusia) sehingga dapat menghilangkan rentang kendali yang timbul akibat dari kejenuhan kerja. Penyelesaian suatu masalah sebagai akibat dari kejenuhan kerja tidak digeneralisir tetapi secara kasuistis yang sesuai dengan masalahnya dan dilokalisir agar tidak meluas kemana-mana. Seorang guru yang menunjukkan gejalah kejenuhan seperti disebutkan di atas tentu diketahui oleh seorang top manajer yaitu Kepala Sekolah. Oleh karna itu pendekatan ini diawali oleh kepala sekolah.

 Nampaknya para pakar pendidikan dan psikologi memilih pendekatan individu ini sebagaii power interes yang kuat dan mampu menyelesaikan masalah kejenuhan kerja guru. Cliverson 1999 ( Sutopo 2010: 23 ) mengatakan bahwa tidak setiap masalah dapat diselesaikan dengan kekerasan, tetapi personal approach mampu memberikan solusi yang dapat diterima oleh kedua pihak.

Organization Approach

 Pendekatan ini lebih bersifat pendekatan struktural yang harus dilakukan oleh sekolah untuk mengurang dampak negatif yang ditimbulkan oleh kejenuhan kerja seorang guru. Beberapa pakar pendidikan menganjurkan beberapa solusi dari pendekatan organisasi ini antara lain:

Pendekatan kompensasi kerja guru

 Morris ( 2000: 79 ), mengatakan bahwa kompensasi kinerja guru memiliki dua sifat yaitu sifat positif dan negatif. Sifat positif misalnya berupa hadiah dalam bentuk materi, pujian dan pemberian kesempatan untuk mengembangkan diri. Kompensasi berupa materi / uang atau honor merupakan faktor pendorong dan merangsang timbulnya motivasi kerja guru. Kompensasi negatif berupa teguran, celaan, hukuman dan sebagainya dapat dilakukan apabila kompensasi positif tidak lagi diindahkan oleh guru.

 Zamroni (2003: 112), mengatakan bahwa sekarang ini (2003) bukan barang baru dan rahasia lagi kalau gaji dan honor guru merupakan lahan yang empuk karna mampu memberikan sumbangan kepada kantong penentu kebijakan. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat dimengerti bahwa guru selalu dalam posisi yang lemah dari segi ekonomi dan politik (kekuasaan), sehingga lebih banyak menjadi obyek dari suatu sistem kekuasaan. Kalau hal ini terus berlangsung berarti Pemerintah (pusat dan daerah) secara sengaja menggali kuburan pendidikan sehingga cepat atau lambat pembangunan kualitas sumber daya manusia sampai pada titik kebangkrutan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini sebagai berikut:

1.     Terdapat korelasi pengaruh kejenuhan kerja guru terhadap motivasi mengajar guru

2.     Setiap pekerjaan yang menoton dan mengandung resiko dapat mengakibatkan kejenuhan dari pekerja itu

3.     Kejenuhan atau kebosanan merupakan gejala jiwa yang alami dialami setiap orang sebagai makhluk pekerja

4.     Tugas guru merupakan tugas profesional yang harus mendapat pengakuan baik dari masyarakat, pemerintah maupun dari orangtua siswa

5.     Masalah guru merupakan masalah yang berhubungan erat dengan alih generasi, kultur dan kualitas suatu bangsa

6.     Solusi dari kejenuhan bukan pada dampak yang ditimbulkan oleh kejenuhan tetapi kepada sumber kejenuhan itu sendiri

Saran-Saran

1.     Membicarakan masalah guru perlu melibatkan guru itu sendiri

2.     Perlu perhatian yang serius terhadap guru yang bekerja / mengajar di daerah 5 T`

3.     Gaji / honor guru bukan merupakan ATMnya kekuasaan

DAFTAR PUSTAKA

Abu Abdirrahman Al-Qawi 2003, Mengatasi Kejenuhan, Bandung: Remaja  Rosdakarya

Armand T. Fabella, 1993 Anda Sanggup Mangatasi Stres, Bandung: Remaja  Rosdakarya

Al-Qawiy 2004 Manajemen Kejenuhan Kerja Bandung: Remaja RosdakaryaBesar Bahasa Indonesia 1976 Jakarta Balai Pustaka

Hakim 2004 Model Konseling Kognitif Perilaku untuk Menangani kejenuhan  Bandung: Remaja RosdakaryaKamus Besar Bahasa Indonesia 1976 Balai Pustaka

Morris 2000, Kiat Sukses Studi di Perguruan Tinggi, Yogyakarta: Kanisius

Muhibbin Syah, 1999 Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang guru, Bandung: Remaja  Rosdakarya

Peratutan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan  Bandung: Remaja Rosdakarya

Permendiknas No.39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan  Pengawas Satuan Pendidikan Bandung: Remaja Rosdakarya

Permendiknas No. 20 Thn.2007 tentang Standar Penilaian Bandung: Remaja  Rosdakarya

Sugiyono 2015. Metode Penelitian Kuantitati Kualitati dan R& D Bandung  Alfabeta

Sudjana, 2009 Penilaian terhadap Kinerja Guru Bandung: Remaja RosdakaryaSurat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri Bandung: Remaja  Rosdakarya

Undang-Undang No. 14 Thn. 2005 tentang guru dan dosen Jakarta Balai Pustaka

Undang-Undang No. 20 Thn 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Balai

Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta PT. Rajagrafindo Persada

Yamin 2007, “Menghalau Kejenuhan Bekerja Bandung: Remaja  Rosdakarya

Zamroni 2003, Paradigma Baru Pendidikan di Indonesia, Yogakarta, Bigraf  Publishing