PENGEMBANGAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK
PENGEMBANGAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK:
TUNTUTAN BAGI GURU
DALAM MENGEMBANGKAN MODEL PEMBELAJARAN
Tritjahjo Danny S
Dosen Program Studi BK FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRAK
Masih sering dijumpai bahwa model dan gaya pembelajaran yang dimplementasikan guru masih feodal dan tidak menekankan pentingnya kreativitas peserta didik. Kondisi inilah yang dapat ’memasung’ kemampuan krativitas peserta didik. Guru atau sekolah perlu bertanggung jawab atas tidak berkembangnya kreativitas anak bangsa. Tulisan ini sebagai kajian kepustakaan yang bertujuan untuk memberi motivasi kepada guru, dan memberi gambaran tentang cara mengembangkan kreativitas peserta didik melalui pelaksanaan pembelajaran. Guru perlu mengimplementasikan suatu metode yang lebih banyak mengakomodasi berpikir divergen para peserta didik, antara lain melalui pembelajaran dengan pendekatan inquiry (pencaritahuan), menggunakan teknik sumbang saran (brain storming), pemberian contoh (suri teladan) melalui sikap, dan pengakomodasian berpikir divergen melalui soal/tugas. Selain itu, kebiasaan berpikir dan perilaku guru yang bersifat kreatif juga sebagai teladan peserta didik. Pengembangan kreativitas pada pasca pembelajaran dapat dilakukan melalui memberikan penghargaan bagi prestasi kreatif, dan pemberian kelengkapan fasilitas atau media agar pemikiran kreatif dapat diwujudkan.
Kata kunci: pengembangan kreativitas, pembelajaran
PERMASALAHAN KREATIVITAS DA-LAM PEMBELAJARAN
Kreativitas merupakan salah satu kemampuan manusia yang menakjubkan dalam memahami dan menghadapi situasi atau masalah secara beda dengan yang biasa dilakukan oleh orang lain pada umumnya. Kemampuan berkreasi me-mungkinkan manusia untuk mempertemu-kan, menghubungkan, atau menggabung-kan berbagai kenyataan-kenyataan, gagas-an-gagasan, atau hal-hal berbeda yang sebelumnya tidak berhubungan, menjadi suatu gagasan atau produk baru yang berguna untuk menjawab masalah yang dihadapi.
Perlu disadari bahwa pentingnya perwujudan ide-ide yang kreatif bukan hanya terkait dengan persoalan tuntutan adanya kebutuhan hidup semata. Justru mewarnai hidup dengan berkreasi adalah suatu kebutuhan. Keberhasilan hidup seseorang pada hari ini sebagai hasil kreasi pada masa lalunya. Begitu pula, berhasil atau sukses tidaknya hidup seseorang pada masa yang akan datang tergantung juga dari kreativitasnya pada hari ini. Perwujudan kreativitas bukan hanya suatu anugerah yang bersifat statis, tetapi dapat diajarkan dan bahkan dapat pula dikembangkan.
Dalam latar belakang dokumen Kurikulum 2013 juga disebutkan bahwa agar peserta didik menjadi manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri maka diperlukan pengembangan kurikulum yang berbasis pada kompetensi. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ber-kaitan dengan hal tersebut, lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam pengembangan kreativitas peserta didik-nya. Sayangnya, sejauh ini, banyak guru yang hanya mengandalkan berpikir konver-gen, tanpa memberi kesempatan peserta didik untuk mengembangkan berpikir diver-gen. Para pendidik atau guru akan dapat melakukan pengembangan kreativitas terhadap peserta didiknya jika para pendidiknya juga telah membiasakan diri untuk berpikir kreatif. Sebaliknya, jika terbiasa berpikir atau menggunakan pemahaman yang konservatif atau bahkan feodal maka pengembangan kreatif itu sendiri mustahil untuk dicapai.
Kenyataannya, pada umumnya para pendidik menekankan pentingnya berpikir konvergen dan kurang memikirkan berpikir divergen. Ketika ada suatu soal matapelajaran pokok di sekolah, misalnya matapelajaran IPS, guru pada umumnya hanya membuat soal yang bersifat konvergen daripada soal dengan berpikir divergen. Begitu pula kisi-kisi jawaban soal tersebut hanya dibuat dalam bentuk satu jawaban, sehingga jika peserta didik menjawab soalnya tidak sesuai dengan jawaban tersebut maka jawaban tersebut dianggap salah. Hal ini bukan hanya terjadi pada guru IPS belaka, tetapi guru di bidang yang lainpun banyak yang melakukan hal yang sama. Guru lebih nyaman untuk memberi pelajaran yang menekankan penggunaan berpikir konvergen daripada berpikir divergen. Pada umumnya guru telah terbiasa menggunakan cara berpikir konvergen, dan hal ini diterapkan dalam mengimplementasikan setiap pembelajar-annya. Tidak jarang pula, guru menyatakan salah, tanpa menghargai pendapat peserta didiknya, jika peserta didik memiliki jawaban yang berbeda dengan gurunya. Bahkan, pola dan metode pembelajaran yang diimplementasikan dari tahun ke tahun selalu sama, biasanya menggunakan metode ceramah. Jika guru hanya mem-buat soal berpikir konvergen belaka, dan tanpa menghargai jawaban soal anak yang ternyata cara berpikirnya divergen, maka akibatnya, peserta didikpun juga lebih ba-nyak menggunakan cara berpikir konver-gen pula. Dengan demikian, guru atau sekolah atau bahkan pendidikan, perlu bertanggung jawab atas tidak berkem-bangnya kreativitas anak bangsa ini. Kondisi inilah yang dapat ’memasung’ kemampuan krativitas anak bangsa!
Cara berpikir peserta didik yang menggambarkan adanya berpikir divergen seperti di atas perlu dihargai oleh guru, karena si peserta didik justru memiliki kemampuan berpikir yang menjelajah dan berbeda dengan kemampuan berpikir peserta didik pada umumnya. Berpikir divergen harus dilatihkan pada semua peserta didik agar mereka kelak menjadi generasi yang kreatif juga. Persoalannya, sudah siapkah guru untuk mengembang-kan model pembelajaran menjadi kreatif, sehingga dapat menciptakan lulusan yang kreatif pula? Nampaknya guru masih perlu membangun komitmen diri untuk berani mengubah pola dan model pembelajaran-nya menjadi kreatif. Oleh karena itu, permasalahan yang cukup besar dihadapi dalam dunia pendidikan adalah belum adanya perubahan paradigma penggunaan cara berpikir yang kreatif dalam meng-implementasikan pembelajaran di sekolah. Guru perlu memiliki wawasan yang luas dan terbuka dalam menerima perubahan untuk mengimplementasikan pembelajaran yang bersifat kreatif.
KONSEP KREATIVITAS DAN CIRI KREATIF
Chaplin (dalam Soesilo, 2012) menyatakan bahwa kreatif berkenaan dengan penggunaan atau upaya mem-fungsikan kemampuan mental produktif dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah, atau upaya pengembangan bentuk-bentuk artistik dan mekanis – biasanya dengan maksud agar orang mampu menggunakan informasi yang tidak berasal dari pengalaman atau proses belajar secara langsung, akan tetapi berasal dari perluasan konseptual dari sumber-sumber informasi tadi.
Kreativitas bukan hanya dipandang sebagai temuan yang bersifat baru, tetapi juga sebagai suatu proses yang memiliki keunikan dipandang dari proses-proses yang lain. Kreatif seseorang juga dapat dilihat dari proses selama menjalankan kegiatan atau usaha yang digelutinya tersebut. Selama menggeluti usaha dari awal hingga akhir dalam menyelesaikan pekerjaan atau kegiatan tersebut, dibutuhkan keterbukaan pada hal baru, panjang akal, ketekunan, temuan dan unsur-unsur kreatif lainnya.
Menurut Hurlock (dalam Soesilo, 2012) bahwa kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru. Sedangkan Rogers (dalam Soesilo, 2012) menjelaskan bahwa proses kreatif sebagai “munculnya dalam tindakan suatu produk baru yang tumbuh dari keunikan individu di satu pihak, dan dari kejadian, orang-orang, dan keadaan hidupnya di lain pihak”. Berdasar pendapat ini, Rogers nampaknya menekankan pada dua hal penting yakni (1) aspek baru dari produk kreatif yang dihasilkan, (2) aspek interaksi antara individu dan lingkungan-nya/kebudayaannya.
Unsur proses dalam kreativitas juga ditekankan oleh Munandar. Secara jelas Munandar (dalam Soesilo, 2012 ) mengatakan bahwa kreativitas adalah suatu proses yang tercermin dalam kelancaran, kelenturan (fleksibilitas) dan originalitas dalam berpikir. Berdasar penda-pat tersebut, penilaian tentang bagaimana proses dalam kreativitas ditinjau dari aspek kelancaran dalam berpikir, kelenturan cara berpikir dan originalitas ide (pikiran) dalam menyelesaikan kegiatan tersebut.
Kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru (dalam Soesilo, 2012). Sedangkan Torrance (dalam Soesilo, 2012) menekan-kan adanya ketekunan, keuletan, kerja keras, jadi tidak tergantung timbulnya inspirasi. Maksudnya bahwa kreativitas mebutuhkan proses yang cukup panjang, tidak terhenti pada adanya atau timbulnya inspirasi belaka. Kreativitas membutuhkan tindakan atau kerja seperti ketekunan, keuletan, kerja keras agar dapat mewujudkan inspirasi atau keinginan.
Berkenaan dengan cara berpikir, Guilford (dalam Soesilo, 2012) mengatakan ada dua macam berpikir yakni berpikir divergen dan berpikir konvergen. Kedua macam berpikir tersebut memiliki perbedaan yang jelas. Berpikir divergen sebagai bentuk pemikiran terbuka, yang menjajagi macam-macam kemungkinan jawaban terhadap suatu persoalan/masa-lah. Oleh Guilford, berpikir divergen disebut juga berpikir kreatif. Sebaliknya, berpikir konvergen berfokus pada tercapainya satu jawaban yang paling tepat terhadap suatu persoalan atau masalah.
Di bawah ini dijelaskan 13 ciri-ciri kreatif yang berdasarkan afeksi dan kognisi. Masing-masing ciri-ciri kreatif satu dengan yang lain dapat saling terkait. Peserta didik maupun bersama dengan guru dapat mengidentifikasi ciri kreatif peserta didik itu sendiri. Adapun ciri-ciri kreatif individu sbb:
a. Hasrat keingintahuan yang cukup besar
Setiap manusia pada umumnya memiliki sikap kodrati yakni rasa ingin tahu yang cukup besar tentang suatu fenomena di lingkungannya. Bagi orang yang memiliki kemampuan kreativitas yang tinggi, sikap ingin tahu tersebut bukan hanya sekedar ingin tahu tentang apa dari sesuatu yang terjadi, tetapi juga ingin tahu mengapa, bagaimana sesuatu tersebut terjadi. Keingintahuan tersebut tidak “mandeg” ketika hanya sudah mengetahui tentang “apa” dari suatu fenomena yang diminati-nya, tetapi berusaha ingin mendalami dan mempelajarinya.
b. Bersikap terbuka terhadap penga-laman baru
Orang yang memiliki kemampuan kreativitas pada umumnya juga berupaya melakukan coba-coba tentang sesuatu yang baru. Perasaan ketidakpuasan ter-hadap hal yang selama ini digelutinya men-dorong untuk mencari kepuasan dengan cara melakukan hal lain yang dianggap baru. Sikap keterbukaan terhadap pengala-man baru sangat dibutuhkan dalam usaha untuk menemukan sesuatu. Oleh karena itu, orang kreatif sangat terbuka terhadap pengalaman yang baru.
c. Panjang akal
Salah satu ciri mental yang sering-kali nampak bagi orang kreatif adalah adanya pikiran yang panjang akal. Berbagai persoalan yang dialaminya dapat dihadapinya dengan berbagai cara pula, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Jika suatu cara telah dilakukan masih menghadapi kegagalan, maka orang yang kreatif masih memiliki 1001 cara untuk mengatasi persoalannya. Misalnya ketika seorang peserta didik yang berkeinginan untuk meningkatkan prestasinya, maka ada 1001 cara untuk mewujudkan keinginannya dalam memacu prestasinya tersebut.
d. Keingintahuan untuk menemukan dan meneliti
Rasa ingin tahu merupakan sikap dasar pada setiap manusia. Namun, hasrat keingintahuan (point a di atas) bagi orang yang memiliki kemampuan kreatif yang tinggi tidak mudah ‘mandeg’, tetapi justru lebih mendalam yakni dengan melakukan serangkaian penemuan dan penelitian. Biasanya orang kreatif juga melakukan berbagai uji coba tentang sesuatu sehingga kelak sampai menghasilkan sesuatu yang baru yang diharapkannya.
e. Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit
Orang yang kreatif biasanya tidak mau diam dan tidak menyukai dengan kondisi yang statis, selalu saja ada yang dilakukan. Jika diberi tugas, orang yang kreatif tidak menyukai tugas yang terlalu ringan, tetapi lebih menyukai tugas yang menantang, yang dianggap cukup berat dan sulit.
f. Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan
Dalam menghadapi suatu persoal-an, orang yang kreatif biasanya berupaya mencari jawaban yang yang luas dengan sudut pandang (perspektif) yang berbeda dengan yang lainnya. Jawaban tersebut dikaitkan dengan alasan yang rasional sehingga dapat diterima, bahkan memuas-kan bagi yang mendengarkannya (mema-haminya).
g. Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa orang yang kreatif biasanya tidak mau diam dan tidak menyukai dengan kondisi yang statis, selalu saja ada yang dilakukan. Oleh karena itu, orang yang kreatif selalu giat atau aktif bahkan bergairah dalam melaksanakan tugasnya.
h. Berfikir fleksibel
Orang yang kreatif tidaklah kaku dalam mencari jawaban untuk mengatasi suatu masalah; salah satunya berupa fleksibilitas dalam berpikir. Berpikir fleksibel dicirikan dengan tidak mengharuskan atau kaku dalam menghadapi suatu persoalan. Biasanya hal ini tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi seseorang.
i. Menanggapi pertanyaan yang di-ajukan serta cenderung memberi jawaban lebih banyak
Pada bagian ini terkait dengan pemunculan beragam cara atau jawaban dalam menanggapi atau mengatasi suatu pertanyaan. Bagi individu yang kreatif, masih ada ‘1001’ jawaban juga ketika menanggapi suatu pertanyaan. Sebaliknya, bagi individu yang kurang kreatif merasa kesulitan dalam mencari jawaban, dan bahkan hanya ada satu jawaban yang tepat bagi dirinya.
j. Kemampuan membuat analisis dan sintesis
Bagi individu yang kreatif pada umumnya memiliki kemampuan analitis dan sintesis yang menonjol dibanding individu yang kurang kreatif. Analitis dalam menghadapi suatu kejadian dengan ber-pikir faktor yang dapat menimbulkan serta bagaimana proses kejadian tersebut. Se-dangkan kemampuan sintesis dimaksudkan berpikir (memadukan) tentang berbagai hal hingga menjadi suatu kesatuan. Tentunya hal ini sesuai dengan hobinya atau bidang yang diminatinya.
k. Memiliki semangat bertanya serta meneliti
Individu yang kreatif jika tertarik pada sesuatu maka diawali dengan berusaha membuat tumpukan berbagai pertanyaan, dan berusaha untuk menda-laminya. Bahkan, ketertarikannya tersebut mendorongnya untuk melakukan peneliti-an.
l. Memiliki daya abstraksi yang cukup baik
Kemampuan kreatif pada umum-nya seiring dengan kemampuan (berdaya) abstraksi yang tinggi yakni dengan membayangkan sesuatu, yang lebih baik dibanding individu yang lain. Daya abstraksi tersebut terasa beberapa langkah di depan dibanding dengan orang awam lainnya.
m. Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas
Selain memiliki banyak pengala-man, individu yang kreatif didukung dengan banyak membaca, dengan bahan bacaan yang beragam. Hal ini akan menambah pengetahuan dan juga dapat melatih diri untuk cepat mencerna serta membayangkan bahan bacaannya dalam perspektif yang berbeda.
Dengan demikian, ada sekitar 13 ciri-ciri kreatif ditinjau dari afeksi maupun kognisi di atas. Di antara sejumlah ciri-ciri tersebut ada bagian-bagian yang ternyata sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, ciri hasrat keingintahuan yang cukup besar, sangat erat kaitannya dengan ciri keingintahuan untuk menemu-kan dan meneliti, dan juga erat kaitannya dengan ciri memiliki semangat bertanya serta meneliti. Begitu juga ciri panjang akal, sangat erat kaitannya dengan berpikir fleksibel.
Hal yang terlebih penting bagi guru adalah bagaimana mengenalkan ke- 13 ciri tersebut kepada peserta didik, sehingga setiap peserta didik dapat mengidentifikasi ciri-ciri kreatifnya. Tentu masing-masing peserta didik memiliki ciri dominan pada bagian tertentu, dan sebaliknya ciri yang lain tidak begitu nampak. Oleh karena itu, adalah tugas guru untuk mengembangkan ciri kreatif peserta didiknya yang masih dirasa lemah.
KREATIVITAS BERDASAR TEORI PRESS
Salah satu teori kreativitas adalah teori Press yang dikembangkan oleh Rogers dan Vernon. Menurut teori press, agar kreativitas dapat terwujud maka diperlukan dorongan dari individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari ling-kungan (motivasi ekstrinsik).
1. Motivasi Intrinsik dari Kreativitas
Setiap individu memiliki kecende-rungan atau dorongan untuk mewujudkan potensinya, dan dirinya. Dorongan berkem-bang menjadi matang, dan dorongan tersebut mengungkapkan dan mengaktif-kan semua kapasitasnya.
Menurut Rogers dan Vernon (da-lam Basuki, 2010), dorongan ini meru-pakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hu-bungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya.
2. Kondisi eksternal yang mendorong perilaku kreatif
Kreativitas memang tidak dapat dipaksakan, tetapi harus dimungkinkan untuk tumbuh. Bibit unggul memerlukan suatu kondisi yang memupuk dan me-mungkinkan bibit itu untuk mengem-bangkan sendiri potensinya.
Bagaimana cara menciptakan lingkungan eksternal yang dapat memupuk dorongan dalam diri anak (internal) untuk mengembangkan kreativitasnya? Menurut pengalaman Carl Rogers dalam psikoterapi adalah dengan menciptakan kondisi keamanan dan kebebasan psikologis.
a. Keamanan psikologis
Ini dapat terbentuk dengan 3 proses yang saling berhubungan:
a) Menerima individu sebagaima-na adanya dengan segala kelebihan dan keterbatasan-nya.
b) Mengusahakan suasana yang didalamnya evaluasi eksternal tidak ada/tidak mengandung efek mengancam. Evaluasi se-lalu mengandung efek meng-ancam yang menimbulkan kebutuhan akan pertahanan ego.
c) Memberikan pengertian secara empatis
d) Dapat menghayati perasaan-perasaan peserta didik, pemi-kiran-pemikirannya, dapat me-lihat dari sudut pandang peser-ta didik dan dapat menerima-nya, dapat memberikan rasa aman.
b. Kebebasan psikologis
Dalam hal ini guru mengijinkan atau memberi kebebasan kepada peserta didik untuk mengekspresikan secara simbolis (antara lain melalui sajak, gambar, tulisan) pikiran atau perasaannya. Ini berarti memberi kebebasan mewujudkan pikiran atau perasaan diri setiap peserta didik.
Belajar dari teori press di atas, apakah yang perlu dilakukan guru agar peserta didiknya mau dan mampu mengembangkan atau bertindak kreatif? Guru tentu dapat mempelajari bagaimana menciptakan motivasi internal peserta didik agar mampu dan berusaha untuk meraih prestasi akademik maupun non-akade-miknya. Salah satu yang dibutuhkan adalah pemberian fasilitas yang dapat meng-akomodasi perkembangan potensi peserta didik. Di lain pihak, penciptaan suasana keamanan dan kebebasan psikologis juga sangat dibutuhkan dalam berbagai peristi-wa pembelajaran. Ada banyak metode pembelajaran yang menekankan penting-nya aktivitas peserta didik, bahkan mendorong munculnya perwujudan kreativitas (berpikir divergen) peserta didik, antara lain berupa metode problem solving, metode Discovery, metode Curah Pendapat.
Kebiasaan guru untuk memberi tanggapan secara positif terhadap penda-pat setiap peserta didik merupakan wujud motivasi eksternal yang memacu kebera-nian peserta didik dalam mengemukakan pendapatnya. Implementasi motivasi eks-ternal seperti hal tersebut seringkali dalam dunia pendidikan disebut reinforcement, yakni suatu penguatan atau dukungan dari guru mengenai pendapat atau jawaban peserta didik. Adanya pemberian penguat-an tersebut peserta didik merasa dihargai, bahkan akan mendorong peserta didik tergugah (terdorong) untuk berani atau mengulang dalam mengemukakan penda-patnya.
Tentu hal demikian memiliki konskwensi terhadap guru, yakni guru perlu memiliki sikap empati yang dapat menghayati pandangan, sikap dan perilaku peserta didiknya. Sikap keterbukaan guru mengenai berbagai hal sesuai norma dan budaya yang ada akan mendorong peserta didik untuk berani mengeksplorasi pandangan maupun penilaiannya mengenai suatu hal. Dengan demikian, sebaiknya guru memiliki bekal pengetahuan yang luas sehingga dapat dengan cepat memahami pandangan atau penilaian peserta didiknya.
PENGEMBANGAN KREATIVITAS ME-LALUI PEMBELAJARAN
Seperti yang diuraikan di atas bahwa perwujudan kemampuan berkreasi merupakan suatu kebutuhan untuk tetap survive atau eksis dalam kehidupan seseorang maupun kelompoknya. Kenyata-annya, tidak sedikit para pendidik atau bahkan para pemimpin bangsa ini yang hanya mengandalkan penggunaan cara berpikir konvergen; tidak berani meng-hadapi persoalan dalam tugas dan tanggung jawabnya dengan menggunakan cara berpikir divergen, apalagi yang ‘nyentrik’ atau unik. Tidak semua individu mampu untuk ‘mengasah’ kreativitasnya dalam kehidupan sehari-hari yang dilaluinya. Oleh karena itu, cara berpikir kreatif perlu ditanamkan sejak usia dini, baik melalui pendidikan formal maupun informal dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap manusia perlu dididik agar selalu berbuat aktif tanpa adanya kekangan atau ketidaknyamanan dalam mewujudkan setiap gagasan atau keinginan baiknya. Dalam pendidikan, peran guru tidak hanya memberi bekal tentang pemahaman suatu pengetahuan belaka, tetapi metode dan proses pembelajaran perlu diformulasikan agar mengakomodasi pengembangan ke-mampuan kreatif peserta didiknya. Melalui implementasi metode dan proses pembelajaran yang kreatif tersebut, maka setiap insan manusia menjadi terbiasa untuk bertindak mengatasi berbagai bentuk persoalan-persoalan dalam pembelajaran. Kondisi ini juga akan dapat membekali diri dalam mengatasi beragam persoalan hidupnya yang nyata dihadapinya baik saat ini maupun yang akan datang.
Di pihak lain, perlu diakui bahwa muncul dan berkembangnya kemampuan berkreasi juga perlu adanya dorongan dan fasilitas. Dorongan dari berbagai pihak (orang dewasa) terhadap anak-anak sejak dini sangatlah dibutuhkan, agar sejak dini anak-anak Indonesia telah memiliki kebera-nian untuk bertindak dalam mewujudkan gagasan, keinginan, atau talentanya. Jika penggunaan berpikir divergen juga dibiasakan dalam bidang pendidikan sejak dini maka kita akan percaya bahwa bangsa Indonesia akan tetap eksis dalam menghadapi persoalan internal bangsa maupun persoalan global. Inilah tugas lembaga pendidikan (antara lain Dinas Pendidikan) untuk membekali para guru agar terbuka dalam mengimplementasikan metode pembelajaran yang mengako-modasi berpikir divergen peserta didiknya.
Seyogyanya, lembaga pendidikan selalu menganalisis sasaran pendidikan dan kurikulum untuk mengetahui fungsi-fungsi mental apa yang dituju dalam pendidikan. Namun, sangat disayangkan, sejauh ini pendidikan lebih banyak menekankan pada pentingnya untuk meraih tingginya nilai atau hanya lulus dalam UN atau UAS. Hal itu bukanlah tidak penting, tetapi pencapaian target sasaran sesuai tujuan pendidikan merupakan tujuan utama penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Selain itu, juga tidak kalah pentingnya adalah mengembangkan potensi kreatif setiap peserta didik agar dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masa depannya kelak.
Semiawan (2000) menyarankan 10 ciri KBM yang mengembangkan kreativitas:
· Menciptakan tugas yng dikehendaki peserta didik
· Dilandasi rasa ingin tahu peserta didik
· Memungkinkan pengembangan sensivi-tas anak
· Memberi kelonggaran untuk elaborasi dan berpikir divergen
· Menghindari penghakiman
· Adanya kebebasan bereksperimen
· Pembelajaran yang positif
· Peserta didik dihadapkan ke persoalan riel
· Pemecahan masalah terarah ke identifikasi tantangan-tantangan baru
· Menempatkan peserta didik sebagai subjek dan evaluasi yang tepat
Kreativitas dapat dikembangkan melalui pembelajaran yakni salah satunya dengan mengimplementasikan suatu meto-de yang lebih banyak mengakomodasi berpikir divergen para peserta didik. Selain itu, di luar pembelajaranpun guru juga masih memiliki kesempatan untuk mem-bina potensi bakat dan kreativitas peserta didik. Oleh karena itu, pengembangan kreativitas dapat digolongkan melalui kegi-atan pembelajaran, dan pasca pembe-lajaran.
1. Pengembangan Kreativitas da-lam Pembelajaran
Ada cukup banyak metode pembelajaran yang dapat mengako-modasi pengembangan kreativitas peserta didik. Adapun teknik-teknik yang digunakan untuk mengembang-kan kreativitas dalam kegiatan intra kurikuler, khususnya dalam pembela-jaran antara lain adalah:
a. Melakukan pendekatan in-quiry (pencaritahuan)
Model yang didasarkan pada penemuan model pembe-lajaran meliputi: penemuan terbim-bing, pembelajaran berbasis masa-lah, pembelajaran berbasis simu-lasi, pembelajaran berbasis kasus, pembelajaran insidental. Menurut Jerome Bruner (Syah, 2003) bahwa Inquiry Discovery Learning adalah teori penyelidikan pembelajaran berbasis konstruktivis yang terjadi dalam pemecahan masalah situasi di mana warga belajar menarik pada pengalaman masa lalu sendiri dan pengetahuan yang ada untuk menemukan fakta dan hubungan dan kebenaran baru yang akan dipelajari. Peserta didik berinterak-si dengan dunia (lingkungan) de-ngan mengeksplorasi dan memani-pulasi obyek, bergulat dengan pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan. Hal ini dapat lebih memudahkan untuk mengingat konsep dan pengeta-huan yang ditemukan pada mereka sendiri. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri dengan teknik pendekatan pemecahan masalah (problem solving techniques)
Di bawah ini beberapa tahap yang perlu dilalui jika guru mengimplementasikan metode In-quiry Discovery Learning.
(1) Stimulasi, Guru mulai de-ngan: bertanya, mengata-kan persoalan, menyuruh peserta didik membaca atau mendengarkan uraian tentang permasalahan
(2) Perumusan Masalah, Peserta didik diberi ke-sempatan (a) mengiden-tifikasi berbagai permasa-lahan yang relevan seba-nyak mungkin, dan (b) membatasi dan memilih yang paling menarik dan fleksibel untuk dipecahkan. Permasalahan dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
(3) Perumusan hipotesis. Peserta didik diberi ke-sempatan untuk menyusun hipotesis berdasar penge-tahuan dan pengalaman dalam menjawab rumusan masalah di atas.
(4) Pengumpulan Data, Pe-serta didik diberi kesem-patan untuk mengumpul-kan berbagai informasi yang relevan dengan jelas melalui telaah literatur, mengamati objek, berwa-wancara, eksperimen dsb.
(5) Analisis data, Peserta didik mengolah dan menaf-sirkan data (informasi) pada tingkat kepercayaan tertentu.
(6) Verifikasi, Peserta didik mengecek jawaban perta-nyaan atau membuktikan hipotesis, berdasar peng-olahan data.
(7) Generalisasi, Peserta di-dik belajar menarik gene-ralisasi (kesimpulan terten-tu).
Adapun alasan mengguna-kan pendekatan inquiry dalam pembelajaran, antara lain karena:
· Memungkinkan anak meng-gunakan semua proses mental untuk menemukan konsep atau prinsip ilmiah.
· Banyak memberi keuntungan, antara lain meningkatkan fung-si inteligensi, membantu anak belajar melakukan penelitian, meningkatkn daya ingat, menghindari proses belajar secara menghafal, mengem-bangkan kreativitas, mening-katkan aspirasi, membut pro-ses pengajaran menjadi stu-dent centered sehingga dapat membantu lebih baik ke arah pembentukan konsep diri, memberikan lebih banyak kesempatan bagi anak binaan untuk menampung serta memahami informasi.
· Menghindari pengembangan yang terlalu kaku dan otoriter, agar anak dapat berpikir secara bebas, bekerja dengan baik karena ia merasa aman dan mengetahui tujuannya, mewujudkan potensi kreativi-tasnya karena diperkenankan untuk melakukannya.
b. Menggunakan teknik sum-bang saran (brain storm-ing)
Teknik sumbang saran biasanya juga digunakan dalam pembelajaran dalam bentuk diskusi di kelas, yang dipimpin oleh guru. Jika guru seringkali (terbiasa) menggunakan teknik sumbang saran ini dalam pembelajaran, maka anak-anak (peserta didik) akan terbiasa berpikir kreatif. Adapun tahap yang perlu dilalui dengan cara:
· Suatu masalah dikemukakan oleh guru, dan anak diminta untuk mengemukakan gagas-annya dalam merespon (meng-atasi) masalah tesebut
· Selanjutnya, anak diminta me-ninjau gagasan-gagasan terse-but, dan menentukan gagasan yang akan digunakan dalam pemecahan masalah tersebut
c. Pemberian contoh (suri te-ladan) melalui sikap, kebi-asaan berpikir dan perilaku guru
Pengembangan kreativitas peserta didik bukan hanya melalui proses dan penggunaan suatu metode pembelajaran. Sikap, kebiasaan dan perilaku berpikir guru dalam menangani suatu persoalan juga merupakan wahana untuk membina kreativitas peserta didik, karena peserta didik pada umumnya juga meneladani sikap, cara, dan kebiasaan perilaku gurunya. Contoh kecil, ketika guru sedang menulis di papan tulis atau white board tetapi tiba-tiba papan tersebut jatuh karena pakunya tidak kuat. Tentu guru berusaha mengembalikan posisi papan tersebut sehingga dapat diman-faatkan kembali. Ada banyak cara untuk mengembalikan posisi papan tersebut, tetapi guru perlu menentukan cara mana yang lebih cocok dengan situasi yang ada pada saat kejadian tersebut.
Ketika white board yang akan dipakai guru ternyata masih banyak tulisan, yang kebetulan tidak ada penghapus white board, maka guru harus berupaya mencari cara untuk menghapusnya. Ada beberapa cara untuk mengatasi persoalan tersebut.
Contoh lainnya, jika guru sedang melaksanakan pembela-jaran, namun ada dua peserta didik yang berbicara sendiri sehingga mengganggu proses pembelajaran tersebut. Apa yang diperbuat guru untuk mengatasi terganggunya proses pembelajaran tersebut? Tentunya, antara guru yang satu dengan guru yang lain memiliki cara beragam, tergantung situasi dan kondisinya serta ke-biasaan masing-masing.
Jika kebiasaan-kebiasaan berpikir kreatif guru tersebut diwujudkan di depan para peserta didik, maka para peserta didik bukan hanya menilai tentang kemampuan kreativitas gurunya, tetapi baik disengaja maupun tidak para peserta didik juga berupaya meneladani kebiasaan guru yang dianggap baik tersebut. Bukankah, guru sering diartikan sebagai orang yang ”dapat digugu dan ditiru”?
d. Mengakomodasi berpikir divergen melalui soal/tu-gas
Dalam membuat soal atau tugas yang dikerjakan oleh peserta didik, pada umumnya guru hanya berorientasi pada makin lengkap-nya soal sesuai materi maka semakin baik. Hal tersebut bukanlah suatu pandangan atau kebiasaan yang salah, karena memang guru dituntut untuk dapat mengevaluasi kemampuan peserta didik terhadap semua materi yang harus dipelajarinya. Namun, pemahaman atau kebiasaan tersebut akan menjadi semakin lengkap dan baik jika guru juga memperhatikan sifat soal, tingkat kesukaran, dan efek soal tersebut terhadap perkembangan kemam-puan merespon peserta didiknya; salah satunya pengembangan untuk berpikir divergen.
Seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa dalam membuat soal atau tes guru seringkali hanya memfokuskan pada cara berpikir konvergen peserta didiknya. Bahkan, guru juga membuat kisi-kisi jawaban soal tersebut secara ’saklek’ atau kaku, dimana jawaban peserta didik dinyatakan benar jika sesuai jawaban dari kisi-kisi jawaban guru, di luar itu dianggap salah. Jika guru memiliki kebiasaan membuat soal beserta kisi-kisinya yang menekankan cara berpikir konvergen saja, maka akan membuat kemampuan berpikir divergen peserta didik menjadi ’mandeg’ (tidak berkembang).
Di antara sekian materi pasti dapat dijumpai suatu materi yang dapat digunakan untuk mengasah kemampuan berpikir divergen peserta didik; yang mana jawaban peserta didik menjadi lebih luas tergantung alasan dan sudut pandang dalam menjawab soal tersebut. Kebiasaan dalam membuat soal yang membutuhkan berpikir divergen ini, memang membuat tugas guru dalam mengevaluasi jawaban peserta didiknya harus ekstra hati-hati dan memiliki pandangan yang luas. Namun, jika hal ini dilakukan, guru akan bersyukur karena melalui akomodasi berpikir divergen melalui tugas atau soal yang dikerjakan peserta didiknya akan menjadi peserta didik selalu terbiasa berpandangan luas, kritis, dan kreatif.
2. Pengembangan Kreativitas Pasca Pembelajaran
Pengembangan kreativitas bukan hanya dapat dilakukan pada saat pembelajaran belaka, tetapi di luar pembelajaranpun guru masih memiliki kesempatan untuk memperhatikan dan mengembangkan kreativitas peserta didiknya.
a. Memberikan penghargaan bagi prestasi kreatif
Penghargaan bukan hanya dibutuhkan bagi peserta didik yang berprestasi dalam bidang akade-mik, tetapi dalam bidang lainnya seperti bakat, karya kreatifpun juga butuh penghargaan dan dukungan bagi peserta didik yang telah mewujudkannya. Pengharga-an yang diterima akan mem-pengaruhi konsep diri anak secara positif yang meningkatkan keya-kinan diri anak.
Torrance (daam Soesilo, 2012) memperkenalkan 5 prinsip bagaimana harus memberikan penghargaan bagi tingkah laku kreatif anak:
1. Menaruh respek terhadap pertanyaan-pertanyaan yang jarang terjadi
2. Menaruh respek terhadap gagasan yang kreatif dan imajinatif
3. Menunjukkan pada anak bahwa gagasan mereka memiliki nilai
4. Membiarkan anak binaan sekali-kali melakukan se-suatu sebagai latihan tanpa ancaman akan dinilai
5. Menghubungkan penilaian dengan penyebab dan kon-sekuensi.
b. Meningkatkan pemikiran kreatif melalui banyak media
Seringkali kreativitas itu sendiri membutuhkan media, mes-kipun tidak harus yang berbentuk modern (canggih); yang penting media tersebut memang tepat sesuai kebutuhan. Guru perlu men-dukung dan memfasilitasi perwu-judan kreatif peserta didiknya dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, adalah tugas guru untuk menyediakan (memfasilitasi) media yang dibutuhkan peserta didiknya ketika peserta didik akan atau sedang mewujudkan kreativitasnya.
Ada cukup banyak sumber daya yang berbentuk bahan buangan (sampah) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat barang kreatif bernilai tinggi. Seringkali kita menjumpai batang pohon, beragam daun, plastik, beragam jenis batuan, kerang, kayu ataupun barang lainnya yang mendorong untuk memunculkan inspirasi dan me-rubahnya (mengelolanya) sehingga menjadi barang yang bernilai kreatif tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut, sebaiknya guru juga membiasakan untuk menyediakan alat atau media untuk membina kreativitas peserta didik yang tersedia pada lingkungan setem-pat, bukan yang harus berbentuk modern (canggih).
PENUTUP
Pengembangan kreativitas bagi peserta didik merupakan suatu tuntutan yang tidak dapat dihindarkan. Perubahan paradigma penggunaan cara berpikir yang kreatif dalam mengimplementasikan pem-belajaran di sekolah merupakan perma-salahan yang cukup besar dihadapi dalam dunia pendidikan. Guru perlu memiliki wawasan yang luas dan terbuka dalam menerima perubahan untuk mengimple-mentasikan pembelajaran yang bersifat kreatif. Kreativitas dapat dikembangkan melalui pembelajaran yakni salah satunya dengan mengimplementasikan suatu meto-de yang lebih banyak mengakomodasi berpikir divergen para peserta didik, antara lain melalui pembelajaran dengan pende-katan inquiry (pencaritahuan), mengguna-kan teknik sumbang saran (brain storm-ing), pemberian contoh (suri teladan) melalui sikap, kebiasaan berpikir dan perilaku guru, mengakomodasi berpikir divergen melalui soal/tugas. Pengem-bangan kreativitas pada pasca pembela-jaran antara lain dapat dilakukan melalui memberikan penghargaan bagi prestasi kreatif, menggunakan atau memberi fasilitas beragam media agar pemikiran kreatif dapat diwujudkan.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Heru. 2010. Teori-Teori Mengenai Kreativitas. (http://v-class.gunadarma. ac.id/ mod/resource/view.php?id=15524) diunduh tgl 3 Mei 2012
Cambell, David. 1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kanisius
Chaplin, J.P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Goman, Carol Kinsey. 1991. Kreativitas Dalam Bisnis: Suatu Pedoman Untuk Berpikir Kreatif — Manajemen 50 Menit. Jakarta: Binarupa
Guilford, JP. 1968. Intellegence, Creativity and Their Educational Implication. San Diego, Calif: R. R. Kanpp
Himes, Gary K. Mengembangkan Gagasan Kreatif Anda, dalam Timpes, A. Dale (ed). 1992. Kreativitas. Jakarta: PT Gramedia Asri Media
Hurlock, Elizabeth B. 1978. Child Development. London: MacGrwaw Hills. Inc
James R Evan. 1991. Berpikir Kreatif: dalam Pengambilan Keputusan dan Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara
Michael A West. 2000. Pengembangan Pibadi dan Profesi: Mengembangkan Kreativitas dalam Organisasi. Yogyakarta: Kanisius
Muhandar, Utami. 1977. Creativity and Education. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
……………….. 2002. Kreativitas dan Kerbekatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: PT gramedia Pustaka Utama
…………………. 2004. Pengembangan Emosi dan Kreativitas. Jakarta ; Rineka Cipta
…………………. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Rawlinson. JG. 1986. Berpikir Kreatif dan Brain Storming. Jakarta: Erlangga
Rogers, C. 1982. Towards a Theory of Creativity. Dalam P.E Vernon (Ed.), Creativity. Middlesex: Penguin Books.
Semiawan, Conny. 1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: PT Grasindo.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rinka Cipta
Soesilo, T.D. 2000. Mengeksploitasi Nilai Plus Sekolah sebagai Modal Pengembangan, dalam KOMPAS, 11 September 2000.
…………. 2012. Pengembangan Kreativitas: Teori, Ciri, dan Proses Kreatif. Salatiga: Griya Media.
Torrance, EP. 1974. Norms-Technical Manual Torrance Test of Creative Thinking. Lexington, Massachusetts: Ginn & Company (Xerox Corparoration)
Petty, Geoffrey. 2002. How to be better at… creativity Memaksimalkan Potensi Kreatif. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Psychology Gunadarma University. 2012. Pengembangan Kreativitas dan Keberbakatan (http://psikologi-1pa05.blogspot.com/2012/03/pengembangan-kreativitas-dan.html) diunduh tgl 11 Juni 2012
Wycoff. J. 2002. Menjadi Super Kreatif Melalui Metode Pemetaan. (hhtp://www.suaramerdeka.com./harian/0312/15/kha 1.htm.) diunduh tgl 5 Mei 2012