Pengembangan Perangkat Pembelajaran Dengan Guided Discovery
PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN FLUIDA STATIK DENGAN METODE PENEMUAN TERBIMBING (GUIDED DISCOVERY) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP
Agustina Elizabeth
Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Nusa Nipa Maumere
ABSTRACT
This study aimed to develop the static fluid learning materials through guided discovery method to improve understanding of concepts student in class XI IPA Senior High School YBPK I Surabaya. The implementation of research is done in two stages; preparation phase to develop Dick and Carey model learning materials, followed by the implementation of learning stage in class use pretest-posttest design, the research data that obtained are: the validation score of learning materials are: Lesson plan 3,50, Textbook 3,35, Worksheet 3,30, and Assessment Sheet 3,30 and the categorized is good; scores on the observation of the implementation of lesson plan in learning 3,697 good categorized; score of students’ response to the learning method is 80% very interested in teaching materials, 80% are very interested in matery of teaching, worksheets 90% very interested, experimental activities 100% interested, 90% are very interested in learning situation, and 80% are very interested in how to teach teachers; student activity that often occurs in the learning experiment is 10,95% and rarely done by the students is to summarize the results of an experiment by 8,46%; completeness score of student learning outcomes of products achievment test 3,164; Process achievment test 3,19, predicate of skill A- competent categorized, and attitudes of students in general appear to be consistent. Barriers to learning guided discovery, especially a lack of understanding of students in formulating the problem and determine the experimental variables. Based on the analysis of data, it can be concluded that the learning materials using guided discovery in static fluid material effective for improving students’ understanding of the concept. However, in the implementation of learning requires an adjustment to the school and classroom environment.
Keywords: Development Materials, Guided Discovery, Understanding Concepts.
PENDAHULUAN
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Menyadari akan pentingnya pendidikan sebagai akselerasi kemajuan suatu bangsa, dan pendidikan merupakan salah satu tuntutan fundamental yang diamanatkan oleh konstitusi 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, negara Indonesia terus melakukan inovasi dalam kurikulum pendidikan yang menuntut warga negara untuk lebih mempersiapkan diri dan selalu optimis dalam menimba ilmu. Dalam era globalisasi, Indonesia perlu mempersiapkan generasi yang siap dalam menghadapi masa depan dengan bekal pendidikan yang baik dan holistik. Generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh, kreatif, ulet, jujur, dan mandiri, sangat diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan bangsa Indonesia di masa depan. Generasi seperti ini seharusnya tidak muncul karena hasil seleksi alam, namun karena hasil gemblengan pada tiap jenjang satuan pendidikan dengan kurikulum sebagai pengarahnya. Oleh karena itu, ada inovasi perubahan KTSP menjadi Kurikulum Berkarakter 2013 yang adaptif. Kurikulum 2013 menunjukkan adanya upaya penyederhanaan, dan tematik integratif yang mengacu pada KTSP. Kurikulum 2013 mendorong siswa untuk mampu dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, mengkomunikasikan yang diperoleh dan diketahui dalam proses pembelajaran [1]. Proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah (kognitif, psikomotor, dan afektif) secara holistik. Dengan demikian proses pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan keutuhan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan [2]. Fisika sebagai cabang dari sains, maka hakikat fisika dapat ditinjau dan dipahami dari hakikat sains. Dalam Kurikulum 2013 tujuan pembelajaran fisika tertuang dalam Kompetensi Dasar dan Kompetensi Inti yang pembelajarannya diarahkan pada pencapain kompetensi yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru sebagai fasilitator dengan memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan. Hal ini sejalan dengan pandangan konstruktivisme bahwa siswa perlu diberi kesempatan menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, dan guru membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi [3]. Banyak kritik yang ditujukan pada cara guru fisika yang mengajar masih menggunakan cara konvensional dan terlalu menekankan pada sejumlah informasi atau konsep yang kering. Penumpukan informasi pada siswa kurang bermanfaat karena lebih menekankan aspek pengetahuan, fakta, dan konsep yang mengindikasikan siswa menghafal materi bahkan tidak bermanfaat jika hanya dikomunikasikan satu arah. Konsep merupakan suatu hal yang sangat penting namun bukan terletak pada konsepnya melainkan terletak pada bagaimana konsep itu dipahami siswa. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan, cara penyajian masalah dan cara-cara memecahkan masalah. Secara umum, kenyataan yang dihadapi siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah yang terkait dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Mengikuti pelajaran fisika hanya sebuah rutinitas untuk memenuhi hak sebagai siswa tanpa ada pemahaman lebih untuk menambah wawasan. Dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah tetapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah. Materi Fluida Statik merupakan salah satu materi pembelajaran yang banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, namun siswa merasa tidak mudah untuk memahami karena kompleksitas materi yang cukup tinggi. Agar siswa belajar secara aktif, guru perlu menggunakan Metode pembelajaran sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya dalam pembelajaran sehingga siswa mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. Motivasi akan tercipta jika guru dapat meyakinkan siswa akan kegunaan materi pembelajaran bagi kehidupan nyata siswa. Guru harus dapat menciptakan situasi sehingga materi pembelajaran selalu dapat menarik dan tidak membosankan. Pembelajaran untuk memahami konsep Fluida Statik diharapkan dapat menjadi pembelajaran alternatif. Pembelajaran dengan menekankan pada proses pencarian pengetahuan dari pada transfer pengetahuan. Siswa dipandang sebagai subyek dalam pembelajaran yang perlu dilibatkan secara aktif. Siswa diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai baru yang diperlukan dalam kehidupan. Metode pembelajaran yang dimaksud adalah penemuan terbimbing (giuded discovery). Discovery Learning is a learning situation in which the principal content of what is to be learned is not given but must be independently discovered by the student [4]. Metode pembelajaran dirancang untuk meningkat-kan keaktifan siswa dengan mengalamai sendiri proses menemukan sehingga siswa dapat memahami dengan benar materi pembelajaran. Metode penemuan terbim-bing membuat pengetahuan yang diperoleh siswa bertahan lama dan mudah diingat, hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya; secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain [5]. Kegiatan pembelajaran semacam ini menjadikan siswa aktif dalam proses pembelajaran, guru hanya berperan sebagai fasilitator untuk mengatur jalannya pembelajaran. Proses pembelajaran yang demikian membawa dampak positif pada pengembangan pemahaman konsep siswa.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mengembangkan perangkat pembelajaran Fluida Statik melalui metode penemuan terbimbing (guided discovery) untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa di SMA Kristen YBPK I Surabaya.
Dalam penelitian ini diketahui hasil implementasi pengembangan perangkat pembelajaran di atas yang ditelaah melalui beberapa aspek antara lain: 1) Kelayakan perangkat pembelajaran Metode penemuan terbimbing yang dikembangkan. 2) Keter-laksanaan Rencana Pelaksanaan Pembela-jaran selama proses pembelajaran Metode penemuan terbimbing. 3) Respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan Metode penemuan terbimbing. 4) Aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlang-sung. 5) Hasil belajar siswa setelah penerapan Metode pembelajaran penemu-an terbimbing. 6) Peningkatan pemahaman konsep Fluida Statik siswa sebelum dan setelah penerapan perangkat pembelajaran metode penemuan terbimbing. 7) Kendala-kendala yang timbul dalam proses pembelajaran dengan perangkat metode penemuan terbimbing dan cara pemecah-annya.
KAJIAN PUSTAKA
Metode Penemuan Terbimbing (gu–ided discovery)
Metode pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery) adalah cara menyajikan pelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan informasi berupa konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam suatu proses yang dilakukan melalui kegiatan penemuan dengan bimbingan dan petunjuk guru [6]. The teacher usually explains the lesson objectives to the students, provides initial input or explanation to help students begin the task efficiently, and may offer suggestions for a step-by-step procedure to find out the target information or to solve the problem. During the activities, the teacher may make suggestions, raise questions, or provide hints. Pembelajaran dengan penemuan terbimbing terlaksana dengan guru menyediakan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa, dan sebagian besar perencanaannya dibuat oleh guru. Metode penemuan terbimbing sangat dinikmati oleh siswa, karena metode ini lebih dianggap sebagai sebuah metode yang memotivasi siswa bagaimana mereka belajar [7]. Kegiatan penemuan terbimbing melibatkan beberapa bentuk bantuan dalam pembelajaran (scafolding) atau umpan balik untuk membantu pebelajar pada setiap tahapan dari tugas belajar. Pembelajaran penemuan terbimbing pada prinsipnya sama dengan pendekatan inkuiri (inquiry approach), karena penemuan merupakan kelanjutan dari tahapan inkuiri. Discovery merupakan bagian dari inkuiri, atau inkuiri merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam [8]. Discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolongkan, membuat simpulan dan sebagainya. Guru akan berfungsi sebagai fasilitator, nara sumber, pendorong, dan pembimbing. Petunjuk yang diberikan pada umumnya berbentuk pertanyaan-pertanyaan terbimbing. Pembimbingan akan terus dikurangi porsinya sejalan dengan kesiapan intelektualnya, semakin dewasa siswa yang dihadapi guru maka pembimbingannya semakin dikurangi dan semakin muda siswa yang dihadapi maka guru perlu lebih banyak menyajikan pengalaman kepada siswa. Adapun langkah-langkah operasional atau sintaks dari guided discovery yaitu:
Fase 1: Menyampaikan tujuan atau mempersiapkan siswa
Pada tahap ini guru mengingatkan siswa dengan materi pelajaran yang telah diperoleh, dan mengaitakn dengan pelajaran yang akan disampaikan. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan berkaitan dengan materi yang akan dijelaskan. Selanjutnya guru membagi siswa dalam beberapa kelompok.
Fase 2: Orientasi siswa pada masalah
Pada tahap ini, guru membagikan LKS yang berisi contoh masalah sederhana (misalnya dalam bentuk pertanyaan dan pernyataan) yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan.
Fase 3: Merumuskan hipotesis
Pada tahap ini, guru membimbing siswa untuk merumuskan hipotesis yang sesuai dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.
Fase 4: Melakukan kegiatan penemuan
Guru membimbing siswa mendiskusikan langkah-langkah kegiatan penemuan sesuai dengan LKS, serta membimbing siswa melakukan kegiatan penemuan dengan mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi atau data yang diperlukan.
Fase 5: Mempresentasikan hasil kegiatan penemuan
Pada tahap ini, guru membimbing siswa mendiskusikan hasil kegiatan penemuan, memeberikan kesempatan kepada kelompok untuk menyajikan atau mempresentasikan hasil kegiatannya dan kelompok lain memberikan tanggapan. Selanjutnya guru mengarahkan siswa untuk merumuskan kesimpulan.
Fase 6: Mengevaluasi kegiatan penemuan
Pada tahap ini guru membimbing siswa mengungkapkan kembali proses kegiatan penemuan dan hasil penemuan-nya. Kegiatan ini bertujuan agar siswa dalam menyelesaikan masalah benar-benar melalui bukti yang nyata sehingga siswa menemukan sendiri penyelesaian masalah yang dihadapi, dan merumuskan kesimpul-an yang benar.
Pada penemuan terbimbing sebagi-an besar masalah didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disi-plin, dan penyelidikan siswa berlangsung di bawah bimbingan guru terbatas pada lingkungan kelas. Sedangkan pemberajaran berdasarkan masalah dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna yang memberikan kesempatan kepada siswa dalam memilih dan melakukan penyelidikan yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Selain itu, karena masalah itu merupakan masalah kehidupan nyata, pemecahannya memerlu-kan penyelidikan antar disiplin [9].
Teori Pembelajaran Sosial Bandura
Tujuan belajar sosial menyatakan bahwa banyak dari apa yang dipelajari manusia berasal dari pengmatan terhadap orang lain. Menurut Bandura sebagian besar pembelajaran manusia dilakukan secara selektif mengamati dan menempat-kan apa yang diamati itu di dalam memori jangka pendek tentang perilaku orang lain. Para ahli pembelajaran sosial percaya bahwa segala sesuatu dapat dipelajari bila seorang pengamat sadar memperhatikan pada suatu perilaku dan kemudian menempatkan pengamatan tersebut ke dalam memori jangka panjangnya. Pembelajaran melalui pengamatan (obser-vationnal learning) merupakan sebuah proses tiga langkah: (1) Pembelajaran harus menarik perhatian pada aspek penting dari apa yang akan dipelajari, (2) pembelajaran harus menyerap atau mengingat perilaku yang dipelajarinya itu (retensi) dan (3) pembelajaran harus dapat mengulang kembali atau melaksanakan perilaku tersebut (produksi). Latihan dan pengulangan Mental merupakan proses yang membantu [10].
Teori Piaget
Anak dapat membentuk konsep, melihat hubungan, dan memecahkan masalah, namun hanya sepanjang mereka melibatkan obyek-obyek dan situasi yang dikenal. Anak pada tahap operasional formal dapat merespon realita yang ada, kemudian menyimpulkan data hasil pengamatan [11]. Pedagogi yang baik harus melibatkan anak dengan situasi-situasi di mana anak itu mandiri melakukan eksperimen, dalam arti mereka mencoba segala sesuatu untuk mengamati apa yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang ditemukan pada suatu saat dengan apa yang ia temukan pada saat lain, membandingkan temuannya dengan temuan anak lain[12].
Teori Vygotsky
belajar akan terjadi jika anak-anak bekerja dalam zona perkembangan terde-katnya yaitu suatu tingkat perkembangan yang berada tepat di atas tingkat seseorang tersebut saat ini. Tugas-tugas dalam zona perkembangan terdekat adalah tugas yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh seorang anak, tetapi dia akan membutuhkan bantuan dari teman sebaya atau orang dewasa. Lebih jauh Vygotsky menjelaskan bahwa fungsi mental yang tinggi dapat terjadi melalui percakapan dan kolaborasi di dalam individu tersebut. Percakapan dan kolaborasi dapat terjadi pada pembelajaran yang menekankan pada belajar kelompok [13]. Ide penting dari teori Vygotsky adalah scaffolding yaitu memberi-kan kepada anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran kemudian mengurangi bantuan tersebut serta memberikan kesempatn kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan yang dimaksud berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah kedalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, yang memungkinkan siswa tumbuh sendiri [14].
Teori Bruner
Belajar penemuan (discovery learn-ing) dari Jerome Bruner adalah model pembelajaran yang dikembangkan berda-sarkan kepada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan pinsip-prinsip konstrukti-vis. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengijinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri [15]. Discovery learning menekankan penalaran induktif dan proses penyelidikan yang menjadi karakteristik metode ilmiah. Konsep lain Bruner adalah scaffolding yang didefinisikan sebagai proses siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantu-an guru atau orang lain yang mempunyai kelampuan lebih. la juga beranggapan bahwa peran dialog sosial dalam pembela-jaran sangat penting karena dengan berinteraksi sosial di dalam dan di luar sekolah berpengaruh pada perolehan bahasa dan perilaku pemecahan masalah pada anak [16].
Pemahaman Konsep
A concept is a general idea, understanding, or thought embodying a set of things that have one or more properties in common [17]. Concepts are abstract ideas derived from experience around which new experiences may be organized [18]. Konsep merupakan ide abstrak yang diperoleh dari pengalaman dan dapat diterapkan pada lingkungan sekitar menjadi suatu pengalaman baru. Hal ini menunjukkan bahwa konsep memungkinkan untuk menghubungakan pengalaman yang telah lalu sehingga dapat digunakan untuk memahami pengalaman baru. Untuk mengajarkan konsep guru hendaknya lebih dahulu menyajikan contoh atau permasalahan yang terkait dengan konsep yang digunakan di dalam konteks yang serupa lalu menawarkan contoh atau permasalahan ke dalam konteks yang berbeda. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep yang dipelajari ke situasi baru.
Hubungan pemahaman konsep dan guided discovery
Berdasarkan permasalahan yang disajikan guru, siswa mengkaji dengan mencari berbagai informasi pendukung untuk membangun pengetahuan bagi dirinya sendiri dalam memecahkan masalah. Untuk mengurangi tingkat kesulitan pemahaman terhadap pengetahuan dan miskonsepsi perlu ada upaya bimbingan guru. Siswa dapat belajar dengan kecepatan yang mengesankan karena mampu untuk melakukan penemuan yang bermakna dan dilakukan secara kooperatif [19]. Secara kognitif ditunjukkan bahwa siswa berhasil dalam belajar jika pengetahuan yang dibangun terkait dengan konsep-konsep serta mampu untuk mengungkapkan ide-ide dengan kata-kata sendiri melalui pertanyaan, analisis, penguraian, dan penerapan konsep dalam situasi yang baru [20]. Siswa dapat memahami konsep apabila mental mereka telah siap. Siswa yang masih muda menandakan kesiapan yang rendah membutuhkan bimingan guru yang lebih kondusif dalam menggunakan pengetahuan sebelumnya dan membangun sutu pemahaman konsep sains yang baru. Sedangkan siswa yang dewasa memiliki kesiapan yang cukup tinggi dalam memahami konsep sains sehingga guru hadir sebagai fasilitator. Guided discovery membantu siswa untuk belajar bagaimana belajar memperoleh pengetahuan dan membangun konsep berdasarkan penemuan untuk diri mereka sendiri yang dilakukan secara kooperatif.
METODE
Penelitian ini adalah penelitian pengembangan, yaitu mengembangkan perangkat pembelajaran penemuan terbim-bing (Guided Discovery) yang mengacu pada model Dick dan Carey [21]. Terdapat sembilan langkah dasar untuk menggam-barkan prosedur yang dilakukan oleh seseorang apabila menggunakan pendekat-an sistem ini dalam merancang pembela-jaran [22].
a. Mengidentifikasi tujuan pembelajaran, untuk menentukan tujuan pembela-jaran ini berdasarkan materi kurikulum yang dipergunakan dalam penelitian.
b. Melakukan analisis pembelajaran, ana-lisis pembelajaran ini untuk menentu-kan model pembelajaran apa yang perlu dilakukan oleh siswa, untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut perlu dilakukan.
c. Mengidentifikasi tingkah laku awal siswa dan karakteristik siswa
d. Menulis tujuan pembelajaran khusus (performance objective), kegiatan ini dilakukan berdasarkan pada analisis pembelajaran dan identifikasi tingkah laku awal siswa. Merumuskan tujuan pembelajaran khusus, berupa pernya-taan-pernyataan tentang apa yang dapat dilakukan oleh siswa setelah selesai melakukan pembelajaran. Pera-yataan-perayataan ini perlu dianalisis untuk menentukan keterampilan-keterampilan yang perlu dipelajari kondisi penerapannya dan kriteria keberhasilan kinerja.
e. Mengembangkan butir soal beracuan kriteria, kegiatan ini untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Penekanannya pada ketercapaian tingkah laku yang tersurat di dalam tujuan pembelajaran.
f. Mengembangkan strategi pembelajaran, meliputi: kegiatan prapembelajaran presentasi informasi latihan dan umpan balik, tes, tugas.
g. Mengembangkan/memllih pembelajaran, bergantung pada macam proses belajar-mengajar yang digunakan, tersedianya materi yang diperlukan, dan sumber-sumber yang tersedia.
h. Merancang dan melaksanakan evaluasi formatif tujuan untuk mengumpulkan data yang akan dipergunakan sebagai dasar memperbaiki program pembela-jaran yang telah disusun.
i. Merevisi, tahap terakhir.dan tahap pertama dari siklus ulang, ialah merevisi program pembelajaran.
j. Evaluasi sumatif merupakan evaluasi terakhir tentang keefektifan suatu program pembelajaran, pada umumnya evaluasi sumatif ini bukan merupakan bagian dari proses perencanaan pembelajaran.
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan terdiri atas Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa, Lembar Kerja Siswa (LKS), Lembar Penilaian (LP), dilengkapi dengan instrumen penelitian berupa lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran, lembar pengamatan aktivitas siswa, lembar respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran, dan instrumen validasi perangkat pembelajaran.
Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: (1) desain pengembangan perangkat, (2) validasi perangkat pembelajaran dan (3) implementasi (uji coba) perangkat pembelajaran di dalam kelas. Penelitian ini di laksanakan di SMA Kristen YBPK I Surabaya pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Uji coba kelas terbatas dianggap sejalan dengan tahap pelaksanaan evaluasi formatif pada model pengembangan Dick dan Carey. Uji coba ini dilaksanakan untuk memperoleh respon, reaksi, komentar dari siswa dan pengamat yang digunakan untuk penyem-purnaan prototipe perangkat pembelajaran sampai diperoleh prototipe yang efektif dan konsisten. Uji coba lapangan pada kelas yang sebenarnya dilakukan terhadap perangkat pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing yang dikembangkan dan telah digunakan pada uji coba di kelas terbatas.
Pelaksanaan uji coba kelas terbatas dan uji coba lapangan dilaksanakan dengan menggunakan rancangan One-Group Pretest-Posttest Design [23], karena uji coba dilakukan pada satu kelompok tanpa adanya kelompok pembanding. Rancangan penelitian ini digunakan untuk memperoleh masukan berupa pencatatan tentang skor tes awal dan skor tes akhir dalam rangka melihat ketuntasan dan hasil belajar.
Instrumen penelitian yang diguna–kan dalam penelitian adalah lembar telaah dan validasi perangkat pembelajaran, lem–bar tes hasil belajar dan pemahaman konsep, lembar pengamatan aktivitas sis–wa, dan angket respon siswa.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian adalah pemberi–an tes dan pengamatan. Data yang diper–oleh dianalisis secara deskriptif kualitatif dan deskripif kuantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil penelitian yang diper-oleh sebagai berikut: skor validasi perangkat pembelajaran adalah RPP 3,50, BAS 3,35, LKS 3,30, dan Lembar Penilaian 3,30 dan berkategori baik; skor peng-amatan keterlaksanaan RPP dalam pembe-lajaran 3,697 berkategori baik; skor respon siswa terhadap metode pembelajaran adalah 80% sangat tertarik terhadap materi ajar, 80% sangat tertarik terhadap bahan ajar, LKS 90% sangat tertarik, kegiatan percobaan 100% tertarik, 90 % sangat tertarik suasana pembelajaran, dan 80% sangat tertarik dengan cara mengajar guru; aktivitas siswa yang sering terjadi dalam pembelajaran adalah melakukan percobaan 10,95% dan jarang dilakukan oleh siswa adalah merangkum hasil percobaan sebesar 8,46%; skor ketuntasan hasil belajar siswa dari THB produk 3,164; THB Proses 3,19, predikat ketrampilan A- berkategori kompeten, dan sikap siswa secara umum nampak konsisten. Hambat-an dalam pembelajaran penemuan terbim-bing terutama kurangnya pemahaman siswa dalam merumuskan masalah dan menentukan variabel percobaan. Berdasar-kan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajarn metode penemuan terbimbing (guided discovery) pada materi fluida statik efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. Namun, dalam pelaksanaan pembelajaran memerlukan penyesuaian dengan lingkungan sekolah dan kelas.
KESIMPULAN
Untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran fisika dan tuntutan dalam Kurikulum 2013 maka perlu dilakukan suatu pengembangan perangkat pembelajaran yang dapat berperan sebagai alternatif dalam pembelajaran. Pengem–bangan perangkat pembelajaran fluida statik dengan metode penemuan terbim–bing (guided discovery) untuk meningkat–kan pemahaman konsep mengacu pada model pengembangan Dick dan Carey dengan rancangan penelitian One-Group Pretest-Posttest Design. Perangkat pembe-lajaran yang dikembangkan terdiri atas Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku Siswa, Lembar Kerja Siswa (LKS), Lembar Penilaian (LP), dilengkapi dengan instrumen penelitian. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru sebagai fasilitator dengan memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
PUSTAKA
Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan. 2013. Bahan Uji Publik. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudyaan.
Depdiknas. 2006. Kurikuum Tingkat Satuan Pendidikan untuk SMA dan MA. Jakarta: Depdiknas.
Suparno, P. 2005. Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. Yogyakarta: Grasindo.
Thorsett, P. 2002. “Discovery Learning Theory A Primer for Discussion†diakses dari http://limfabweb.weebly.com/upploads/1/4/2/3/4/14230608 bruner_and_discovery_learning.pdf. Pada tanggal 8 Desember 2013 di Surabaya.
Handayani, S. A. 2012. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Berorientasi Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) untuk Meningkatkan Ketrampilan Poses Sainsâ€. Makalah Komprehensif, Universitas Negeri Surabaya.
Prayitno, L. L., dkk. 2010. “Teori Belajar Bruner untuk Menemukan Jaring-jaring Kubusâ€. Jurnal Pendidikan Matematika ISBN: 978-979-3870-72-4. Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
Westwood, P. 2008. What teachers need to know about teaching methods. Victoria: ACER Press.
Handayani, S. A. 2012. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Berorientasi Metode Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) untuk Meningkatkan Ketrampilan Poses Sainsâ€. Makalah Komprehensif, Universitas Negeri Surabaya.
Arends, R. I. 2009. Learning to Teach 9th Edition. Singapore: McGraw-Hill.
Nur, M. 2008. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran Edisi 5. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Slavin, R. E. 2009. Educational Physocology Theory and Practice 9th Edition. Terjemahan oleh Marianto Samosir. 2011. Jakarta: PT Indeks.
Schunk, D. H. 2012. Teori-teori Pembelajaran: Prespektif Pendidikan (Edisi ke-6. Terjemahan oleh Eva Hamidah dan rahmat Fajar. 2012. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nur, M. 2011. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Edisi Kedua. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa.
Nur, M & Wikandari. 1998. Pendekatan-pendekatan Konstrukivisme dalam Pembelajaran. Surabaya: Unipress IKIP Surabaya.
Slavin, R. E. 1994. Educational Physocology Theory and Practice 4th Edition. Boston: Allyn and Bacon Publishers.
Ibrahim, M. 2008. Model Pembelajaran Inovatif IPA melalui Pemaknaan. Surabaya: Balitbang-Puslitjaknov.
Carin, A. A. 1993. Teaching Science Through Discovery 7th Edition. New York: Macmillan Publishing Company.
Carin, A. A., Contant, T. L., Bass, J. E. 2009. Methods for Teaching Science as Inquiry 10th Edition. USA: Pearson.
Ministry of Education. 2009. Approaches to Building Conceptual Understandings. Wellington: Crown.
Moe, J. M. 2011. Conceptual Understanding of Science Through Archaeological Inquuiry. A dissertation submitted in partial fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of Education. Montana State University.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Kardi, S. 2003. Pembelajaran Penemuan. Surabaya: Unesa University Press.
Kardi, S. 2013. Tujuan Pembelajaran Perumusan dan Penggunaannya. Surabaya: Progra Pascasarjana Universitas negeri Surabaya.