PENINGKATAN AKTIVITAS DAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA JAWA MELALUI METODE PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN DAN PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII.1 SMP NEGERI 1 DUKUHWARU KABUPATEN TEGAL SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2019/2020

 

Sri Panuwun Pujiati

SMP Negeri 1 Dukuhwaru

 

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Meningkatkan aktivitas belajar berbicara bahasa jawa melalui model pembelajaran kontekstual dengan teknik bermain peran dan pemodelan pada siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 1 Dukuhwaru Semester 1 Tahun Pelajaran 2019/2020. (2) Meningkatkan keterampilan berbicara bahasa jawa melalui model modelpembelajaran kontekstual dengan teknik bermainperan dan pemodelan pada siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 1Dukuhwaru Semester 1 Tahun Pelajaran 2019/2020. Penelitan ini merupakan penelitian tindakan yang terdiri atas dua silus, masing-masing silus terdiri atas 4 (empat) langkah yaitu: Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, dan Refleksi. Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV dapat disimpulkan bahwa, dalam proses pembelajaran dengan metode pembelajaran kontekstual dengan teknik bermain peran dan pemodelan dapat meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Jawa. Peningkatan hasil dapat dilihat pada nilai-nilai rata-rata dari pratindakan hingga siklus II, nilai rata-rata pada pra tindakan sebesar 68,85, meningkat menjadi 73,05 pada siklus I, meningkat menjadi 79,66 pada siklus II. Hasil pada siklus II dengan nilai rata-rata 79,66 menujukkan bahwa siswa telah memenuhi nilai kriteria ketuntasan minimal sebesar 80.

Kata Kunci: Aktivitasdan Keterampilan Berbicara, Kontekstual Teknik Bermain.

 

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa Jawa khususnya pada kemampuan berbicara bahasa Jawa pada siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 1 Dukuhwaru pada semester 1 tahun pelajaran 2019/2020 masih rendah, berdasarkan observasi yang dilakukan pada kemampuan berbicara bahasa Jawa pada siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 1 Dukuhwaru yang terletak di dusun Gumayun, Kecamatan Dukuharu kurang begitu diperhatikan oleh siswa. Hal ini disebabkan pembelajaran berbicara bahasa Jawa di SMP Negeri 1 Dukuhwaru masih mengacu pada model pembelajaran LDC (Lihat, Dengar, dan Catat), sehingga guru masih berperan sebagai subjek pembelajaran sedangkan peran siswa masih sebagai objek pembelajaran konvensional.

Penerapan berbicara bahasa Jawa belum diterapkan sepenuhnya dalam pembelajaran berbicara bahasa Jawa, bahasa yang digunakan dalam proses belajar mengajar, guru masih menggunakan bahasa Indonesia sebagai pengantar pembelajaran bahasa Jawa. Siswa kurang menguasai penggunaan berbicara bahasa Jawa dalam penerapan di sekolah maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu faktor yang mempengaruhi permasalahan yang dihadapi siswa SMP Negeri 1 Dukuhwaru yang terletak di dusun Gumayun, Kecamatan Dukuhwaru tersebut diantaranya: (1) kemampuan berbicara bahasa Jawa pada siswa masih rendah, (2) siswa kurang minat dan motivasi dalam pembelajaran keterampilan berbicara bahasa jawa, (3) guru kurang dalam penggunaan variasi materi pembelajaran berbicara bahasa Jawa, (4) metode belajar tradisonal ceramah lebih dominan sehingga menimbulkan kejenuhan dan kebosanan.

Guru kurang dalam penggunaan variasi materi pembelajaran berbicara bahasa Jawa salah satunya penggunaan variasi materi yang digunakan guru terbatas. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran berbicara bahasa Jawa guru masih terpacu pada buku paket, LKS dan buku pegangan, serta pada model pembelajaran LDC (Lihat, Dengar, dan Catat), sehingga siswa menjadi kejenuhan dan bosan dalam proses belajar mengajar. Metode pembelajaran kontekstual dengan teknik pemodelan menjadikan pembelajaran berbicara bahasa Jawa lebih bermakna dan menarik bagi siswa.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut: (1) Kemampuan berbicara bahasa Jawa pada siswa masih rendah. (2) Siswa kurang berminat dan motivasi dalam pembelajaran kemampuan berbicara bahasa Jawa. (3) Guru kurang dalam penggunaan variasi materi pembelajaran berbicara bahasa Jawa pada siswa. (4) Metode belajar tradisonal ceramah lebih dominan sehingga menimbulkan kejenuhan dan kebosanan.

Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah model pembelajaran kontekstual dengan teknik bermain peran dan pemodelan dapat meningkatkan aktivitas belajar berbicara bahasa jawa pada siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 1 Dukuhwaru Semester 1 Tahun Pelajaran 2019/2020? (2) Bagaimanakah model pembelajaran kontekstual dengan teknik bermain peran dan pemodelan dapat meningkatkan keterampilan berbicara bahasa jawa pada siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 1 Dukuhwaru Semester 1 Tahun Pelajaran 2019/2020?

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah: (1) Meningkatkan aktivitas belajar berbicara bahasa jawa melalui model pembelajaran kontekstual dengan teknik bermain peran dan pemodelan pada siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 1 Dukuhwaru Semester 1 Tahun Pelajaran 2019/2020. (2) Meningkatkan keterampilan berbicara bahasa jawa melalui model modelpembelajaran kontekstual dengan teknik bermainperan dan pemodelan pada siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 1Dukuhwaru Semester 1 Tahun Pelajaran 2019/2020.

KAJIAN PUSTAKA

Hakekat berbicara

Tarigan (1986: 3) mengemukakan bahwa berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang bertujuan untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan orang tersebut.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 144) berbicara adalah suatu berkata, bercakap, berbahasa atau melahirkan pendapat, dengan berbicara manusia dapat mengungkapkan ide, gagasan, perasaan kepada orang lain sehingga dapat melahirkan suatu intraksi.

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah suatu kemampuan seseorang untuk bercakap-cakap dengan mengujarkan bunyi-bunyi bahasa untuk menyampaikan pesan berupa ide, gagasan, maksud atau perasaan untuk melahirkan intraksi kepada orang lain.

Metode Pembelajaran Berbicara

Pembelajaran berbicara mempunyai sejumlah komponen yang pembahasanya diarahkan pada segi metode pengajaran. Guru harus dapat mengajarkan keterampilan berbicara dengan menarik dan bervariasi. Menurut Tarigan (1987: 106) ada 4 metode pengajaran berbicara antara lain: (1) Percakapan, (2) Bertelepon, (3) Wawancara, dan (4) Diskusi.

Penilaian Keterampilan Berbicara

Setiap kegiatan belajar perlu diadakan penilaian, setelah proses belajar mengajar itu selesai. Penilaian ini dapat diperoleh melalui tes. Tes merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur atau mengetahui sejauh mana siswa mampu mengikuti proses belajar mengajar yang telah berlangsung. Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu berbicara adalah tes kemampuan keterampilan berbicara. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara yang difokuskan pada praktik berbicara.

Penilaian di dalam keterampilan berbicara ditentukan dari 2 hal, yaitu faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan (Nurgiyantoro, 1995: 152). Penilaian dari faktor kebahasaan meliputi: (1) Ucapan, (2) tata bahasa, (3) kosa kata, sedangkan penilaian dari faktor non kebahasaan meliputi: (1) ketenangan, (2) volume suara, (3) Kelancaran, (4) pemahaman.

Metode Kontekstual dengan Tehnik Bermain Peran dan Pemodelan

Metode kontekstual atau dikenal dengan istilah metode pembelajaran kontekstual menurut Mulyasa (2006: 102) merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan siswa secara nyata, sehingga siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.

Sesuai dengan pendapat Sanjaya (2006: 109) Metode pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya dalam kehidupan.

Menurut Sanjaya, (2006: 225) metode pembelajaran kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkanya dengan setuasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Definisi Teknik Bermain Peran.

Menurut Tarigan (1987: 122) metode bermain peran sangat baik dalam mendidik siswa dalam menggunakan ragam-ragam bahasa. Berbicara orang tua tentu berbeda dengan cara berbicara dengan anak-anak. Fungsi dan perana seorang menuntut cara berbicara dan berbahasa tertentu. Bermain peran siswa bertindak, berlaku dan berbahasa sesuai dengan perananya, misalnya sebagai guru, siswa atau sebagai orang tua, karena setiap tokoh yang diperankan menurut karakteristik tertentu.

Menurut Sanjaya (2006: 161) bermain peran adalah pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual atau kejadian yang mungkin akan muncul pada masa mendatang.

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik bermain peran adalah suatu pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa-peristiwa atau kejadian yang mungkin akan muncul pada masa mendatang yang peranya sangat baik dalam mendidik siswa dalam menggunakan ragam bahasa Jawa.

Teknik Pemodelan.

Menurut Sanjaya (2006: 267) pemodelan merupakan proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Pembelajaran kontekstual, guru bukanlah model satu-satunya, tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memilik kemampuan. Seorang siswa dapat ditunjuk untuk menjadi model di hadapan teman lainnya, misalnya dalam memperagakan unggah-ungguh dengan bermain peran antara murid dengan guru dan murid dengan murid. Proses pemodelan tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan.

Menurut Suprijono (2010: 88) pembelajaran kontekstual menekankan arti penting pendemotrasian terhadap hal yang dipelajari peserta didik. Pemodelan memusatkan pada arti penting pengetahuan prosedural. Melalui pemodelan peserta didik dapat meniru terhadap hal yang dimodelkan. Model bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, seperti berbicara bahasa jawa dalam lingkungan sekolah, lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat.

Pemodelan merupakan asas yang cukup penting dalam pebelajaran kontekstual, sebab melalui pemodelan siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.

Kajian Hasil Penelitian yang Relevan.

Salah satu penelitian yang relevan adalah penelitian yang dilakukan Nur Habibah dengan judul Strategi Guru Meningkatkan Berbicara dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia siswa kelas 3 MAN Yogyakarta dan penelitian yang dilakukan oleh Endang Setya Handayani dengan judul Pengajaran Keterampilan Berbicara Siswa Kelas 2 SDN 3 Pakem Sleman menyimpulkan bahwa:

Hambatan dari guru meliputi: mood (suasana hati yang tidakmendukung), guru sakit atau ada tugas di luar sedangkan hambatan dari materi pembelajaranberkaitan dengan tidak keseimbangan jumlah materi dan alokasi waktu yang tersedia dan hambatan dari siswa meliputi perbedaan faktor individu siswa antara lain memotivasi siswa, keberanian siswa dan prestasi siswa.

Penelitian yang diungkapkan oleh Endang Setya Handayani (2004: 28) dan Nur Habibah (2002: 90) ada relenvasi dengan penelitian ini, walaupun penelitian yang dilaukan oleh Endang Setya Handayani di kelas 2 SDN dan Nur Habibah kelas 3 MAN, sedangkan penelitian ini dilakukan di SMP. Hal ini dapat dilihat pada aspek yang diungkapkan yaitu masalah peningkatan keterampilan berbicara pada siswa.

Namun bila dibandingkan dengan penelitian yang diadakan pada penelitian ini terdapat perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Endang Setya Handayani dan penelitian Nur Habibah. Terutama pada pembelajaranya, karena penelitian ini menggunakan metode pembelajaran kontekstual dengan teknik bermain peran dan pemodelan dalam meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa.

Kerangka Berfikir.

Keterampilan berbicara bahasa Jawa pada siswa SMP Negeri 1 Dukuhwaru khususnya kelas VIII.1 masih sangat rendah. Rendahnya keterampilan berbicara bahasa Jawa pada siswa disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya adalah penggunaan metode pembelajaran yang kurang efektif, karena selama ini siswa dituntut untuk menghafal bukan memahami setiap materi pembelajaran yang diberikan guru, sehingga dalam proses pembelajaran bahasa Jawa menimbulkan kebosanan pada diri siswa. Strategi pembelajaran yang tidak sesuai dengan karaktristik siswa dapat menyebabkan kejenuhan bagi siswa, sehingga mengakibatkan kemampuan berbicara bahasa Jawa pada siswa rendah.

Metode pembelajaran kontekstual merupakan mengajar dan belajar yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi nyata dan memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan terapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran kontekstual dengan teknik bermain peran dan pemodelan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara bahasa Jawa, sehingga mampu menghubungkan pengetahuan siswa yang diperoleh di kelas dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

METODE PENELITIAN

Objek Tindakan

Objek tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah model pembelajaran KontekstualTehnik Bermain Peran dan Pemodelan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Bahasa Jawa materi Berbicara pada siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 1 Dukuhwaru, Kabupaten Tegal Semester 1 Tahun Pelajaran 2019/2020.

Waktu Penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran 2019/2020 selama 4 bulan dari bulan Agustus 2019 sampai dengan bulan Nopemberber 2019.

Tempat Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan di kelas VIII.1 SMP Negeri 1 Dukuhwaru Kabupaten Tegal semester I tahun pelajaran 2019/2020.

 

 

Subjek Penelitian

Subjek Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 1 Dukuhwaru Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020. dengan jumlah siswa adalah 34 siswa terdiri dari 16 siswa perempuan dan 18 siswa laki-laki.

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu teknik tes dan nontes. Teknik tes digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat keterampilan berbicara siswa dalam bermain peran menggunakan metode kontekstual. Teknik nontes digunakan untuk mengetahui bagaimana perubahan perilaku atau sikap siswa setelah mengikuti pembelajaran berbicara dengan bermain peran metode kontekstual sebagai berikut: (1) Observasi, (2) Teknik Tes, Non Tes, dan (3) Dokumentasi.

Metode Analisa Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Berdasarkan jenis data yang diperoleh tersebut, maka analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis data secara kuantitatif dan analisis data secara kualitatif.

Cara Pengambilan Kesimpulan.

Untuk mengukur keberhasilan tiap-tiap siklus dalam penelitian tindakan kelas ini, tolak ukurnya adalah: (1) Indikator aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Kontekstualdengan teknik bermain peran dan pemodelan minimal mencapai kriteria aktif. (2) Rata-rata nilai hasil belajar siswa minimal ≥ 70, dan sebanyak 80% siswa atau 24 siswa dari 34 siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 1 Dukuhwaru telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu ≥70.

Desain Penelitian

Desain penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam bentuk siklus (direncanakan 2 siklus), yang setiap siklusnya mecakup 4 kegiatan/tahap, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan (4) refleksi. Pelaksanaan pembelajaran dalam satu siklus ada 2 kali tatap muka/pertemuan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kondisi Awal

Pada kondisi awal dari 34 siswa terdapat 19 siswa atau 55,88% yang memenuhi KKM sedangkan 15 siswa lainnya atau 44,12% belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=74). Dari jumlah keseluruhan siswa terdapat 44,12% siswa belum tuntas, dengan nilai rata-rata kelas 68,85, nilai tertinggi 91 dan terendah 51. Hal ini disebabkan karena siswa merasa jenuh pada pembelajaran Bahasa Jawa dan menganggap pembelajaran Bahasa Jawa membosankan karena hanya mendengarkan guru berceramah. Berdasarkan penelitian sebelumnya, rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa hal. Metode ceramah adalah salah satu metode yang kurang tepat untuk pembelajaran Bahasa Jawa. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya aktivitas belajar siswa saat mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti menerapkan model pembelajaran Kontektual Dengan Tehnik Bermain Perandan Pemodelan guna meningkatkan aktivitas dan hasilbelajar siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 1 Dukuhwaru pada mata pelajaran Bahasa Jawa yang dilakukan dalamdua siklus.

Deskripsi Siklus I

Pelaksanaan pembelajaran siklus I dilaksanakan pada kompetensi melakukan percakapan dengan orang yang tua misalnya: menanyakan atau menyampaikan pesan atau undangan.

Observasi Aktivitas Siswa

Aktivitas siswa yang diamati adalah kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Kontekstual Dengan Teknik Bermain Peran dan Pemodelan. Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I adalah sebagai berikut.

Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa siklus I menunjukkan bahwa siswa sudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual pembelajaran tetapi belum berhasil dengan baik. Aktivitas siswa pada siklus I pertemuan 1 mendapat skor 31 dengan persentase 52% berkriteria“kurang aktif”. Pada pertemuan 2 mendapat skor 38 dengan persentase 63% berkriteria aktif.

Hasil Belajar Siswa

Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I melalui model pembelajaran Kontekstualdengan teknik bermain peran dan pemodelan ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes evaluasi yang dikerjakan siswa pada siklus I Pertemuan 2

Hasil belajar siswa pada siklus I nilai terendah siswa adalah 51 dan nilai tertinggi siswa adalah 94. Rata-rata nilai siswa adalah 73,05. Rata-rata nilai siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan rata-rata nilai sebelum pada pratindakan. Peningkatan nilai rata-rata siswa sebanyak 4,20 dari 68,85 menjadi 73,05. Untuk siswa yang tuntas belajarnya pada siklus I adalah sebanyak 25 siswa (71,4%) sedangkan siswa yang tidak tuntas belajarnya adalah sebanyak 9 siswa (28,6%).

Refleksi Siklus I

Berdasarkan pembelajaran yang dilaksanakan dengan penerapan pembelajaran Kontekstual dengan teknik bermain peran dan pemodelan, hasil belajar siswa pada siklus I telah mengalami peningkatan. Tetapi masih ada beberapa siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM. Siswa yang mencapai nilai KKM menjadi 25 siswa (71,4%), yang sebelumnya 15 siswa (44,12%). Hasil refleksi pada siklus I, masih ada beberapa aspek yang belum dilakukan guru secara maksimal yaitu memberi motivasi dan membimbing siswa membuat kesimpulan hasil pelaksanaan kelompok belajar. Keberanian siswa dalam mengajukan pertanyaan juga masih rendah. Namun, pada siklus I terlihat siswa mulai terbiasa dengan kondisi belajar secara berkelompok, siswa senang dengan pembelajaran kelompok yang memanfaatkan lingkungan sekitar, dan siswa mulai terbiasa dengan pembelajaran Kontekstual dengan teknik bermain peran dan pemodelan.

 

 

 

Deskripsi Siklus II

Pelaksanaan pembelajaran siklus II dilaksanakan pada kompetensi dasar malakukan pecakapan dengan orang tua, menanyakan atau menyampaikan pesan atau undangan secara lisan.

Observasi Aktivitas Siswa.

Aktivitas siswa yang diamati adalah kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Kontekstual Dengan Teknik Bermain Peran dan Pemodelan. Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II adalah sebagai berikut.

Hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa siklus II menunjukkan bahwa siswa sudah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Kontekstual pembelajaran dengan baik. Aktivitas siswa pada siklus II pertemuan 1 mendapat skor 47 dengan persentase 78% berkriteria“aktif”. Pada pertemuan 2 mendapat skor 53 dengan persentase 88% berkriteria“sangat aktif”. Untuk lebih jelasnya.

Hasil Belajar Siswa

Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I melalui model pembelajaran Kontekstual Dengan Teknik Bermain Peran dan Pemodelan ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes evaluasi yang dikerjakan siswa pada akhir pembelajaran siklus II. Hasil belajar siswa pada siklus II adalah sebagai berikut:

Hasil belajar siswa pada siklus II nilai terendah siswa adalah 51 dan nilai tertinggi siswa adalah 97. Rata-rata nilai siswa adalah 82. Rata-rata nilai siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan rata-rata nilai sebelum pada siklus I. Peningkatan nilai rata-rata siswa sebanyak 4,2 dari 68,85 menjadi 73,05. Untuk siswa yang tuntas belajarnya pada siklus II adalah sebanyak 32 siswa (94,12%) sedangkan siswa yang tidak tuntas belajarnya adalah sebanyak 2 siswa (5,88%).

Refleksi Siklus II

Secara keseluruhan banyak keberhasilan yang dicapai pada siklus II, diantaranya: (1) siswa lebih semangat belajar dan merespon baik penjelasan guru. Hal tersebut ditunjukkan dengan keaktifan siswa dalam kegiatan tanya jawab selama proses pembelajaran, (2) keseriusan siswa saat memberikan tantangan peran dan bermain peran secara utuh di depan kelas, (3) suasana kelas pada siklus II menjadi lebih kondisif dan tertib karena siswa sudah mengetahui aturan maindan langkah bermain peran saat siklus I. Kelemahan yang muncul pada siklus II hanya terdapat pada beberapa siswa yang kurang percaya diri saat diberikan tantangan peran, tetapi dengan motivasi dan contoh yang diberikan oleh guru, siswa tersebut bisa bermain peran secara utuh dengan baik.

Dengan memperhatikan hasil yang dicapai siswa dan perubahan perilaku siswa yang mengalami peningkatan, serta tidak ditemukan kekurangan-kekurangan pada siklus II ini, maka peneliti merasa cukup puas dengan dua siklus dan tidak perlu mengadakan pengulangan tindakan pada pembelajaran di siklus berikutnya, walaupun ada 2 siswa yang mendapat nilai sangat rendah dikarenakan 2 siswa tersebut sedang sakit.

 

 

PENUTUP

Simpulan.

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab IV dapat disimpulkan bahwa, dalam proses pembelajaran dengan metode pembelajaran kontekstual dengan teknik bermain peran dan pemodelan dapat meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Jawa. Peningkatan hasil dapat dilihat pada nilai-nilai rata-rata dari pratindakan hingga siklus II, nilai rata-rata pada pra tindakan sebesar 68,85, meningkat menjadi 73,05 pada siklus I, meningkat menjadi 79,66 pada siklus II. Hasil pada siklus II dengan nilai rata-rata 79,66 menujukkan bahwa siswa telah memenuhi nilai kriteria ketuntasan minimal sebesar 80.

Saran

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Penggunaan metode pembelajaran kontekstual dengan teknik bermain peran dan pemodelan sebagai metode pembelajaran berbicara bahasa Jawa ini hendaknya membutuhkan perencanaan yang matang terutama pada media pembelajaran dan teks dialog percakapan, agar kemampuan siswa dalam berbicara bahasa Jawa semakin meningkat.
  2. Guru bahasa Jawa disarankan menggunakan metode pembelajaran kontekstual dengan teknik bermain peran dan pemodelan untuk mengajarkan materi lain, tidak terbatas pada pembelajaran berbicara bahasa Jawa, misalnya pembelajaran sesorah, pranatacara, pelajaran unggah-ungguh bahasa Jawa dan sebagainya.
  3. Bagi peneliti berikutnya diharapkan untuk lebih meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Jawa, terutama pada aspek pelafalan, aspek diksi, aspek kelancaran berbicara dan aspek runtut, logis dan kreatif, karena kemampuan aspek tersebut masih kurang.

DAFTAR PUSTAKA

Anisah. 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PTRineka Cipta

Achmad, Kasim. 1990. Pendidikan Seni Teater.Jakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: CV Rosda.

Hadi, Waluyo. 1988. Pendidikan Seni Drama. Semarang: Aneka Ilmu.

Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: CV Rosda.

Jabrohim, dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Knowles dalam Sudjana 2005. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Maidar dan Mukti. 1993. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia.Jakarta: Erlangga.

 

Mulyasa 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro. 1995. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.Yogyakarta: BPFE

Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching andlearning/CTL) dan Penerapannya dalam KBK. Malang.

Prasmadji, R. H. 1984. Teknik Menyutradarai Drama Konvensional. Jakarta: Balai Pustaka.

Rahmanto, B 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Ratri. 2008. “Mengajar dengan Bermain Peran” http://digilib.upi.edu/pasca. Diunduh tanggal 1 Nopember 2019.

Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Suprijono, A. 2010, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Slavin 2003. Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya. Malang: UMPRESS.

Sumardjo, Jacob. dan Saini. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Tarigan, Henry Guntur. 1986. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Tarigan, H. 1987. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.

Waluyo, Herman, J. 2003. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita.

Wiyanto 2005. Kesusastraan Sekolah. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.