PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
KOMPETENSI PECAHAN SEDERHANA
DENGAN METODE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS III
SD NEGERI SUKOHARJO 04
SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Tuminem
SD Negeri Sukoharjo 04 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo
ABSTRAK
Tujuan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut: 1)Mendiskripsikan proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunkan metode make a match pada siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran 2014/2015. 2)Mendiskripsikan seberapa banyak peningkatan hasil belajar pecahan sederhana dengan menggunakan metode make a match pada siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran2014/2015. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Januari 20015 s/d Maret 2015.Siklus pertama dilaksanakan 2 kali pertemuan, pertemuan pertama dilaksanakan Senin, 19 Januari 2015 dan pertemuan kedua dilaksanakan Rabu, 21 Januari 2015. Siklus ke dua dilaksanakan 2 pertemuan, pertemuan pertama Senin, 2 Pebruari 2015 dan pertemuan ke dua Rabu, 4 Pebruari 2015. Penelitian dilaksanakan di kelas III SD Negeri Sukoharjo 04, UPTD Pendidikan Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Subjek penelitian adalah proses dan hasil belajar siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04, UPTD Pendidikan dengan jumlah siswa 20 yang terdiri dari 8 laki-laki dan 12. Hasil penelitian tindakan kelas melalui metode make a make , Dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan tentang proses belajar. Dari siklus I ke siklus II terdapat peningkatan semua aspek dari kualitas keaktifan baik menjadi sangat baik. Peningkatan hasil belajar pecahan sederhana dari Kondisi awal dengan siklus II mengalami peningkatan yaitu nilai nilai tuntas dari 5 siswa (25%) menjadi 20 siswa (100%) yaitu meningkat 15 siswa (75%). Nilai rata-rata perolehan dari 57,5 menjadi 76,2, terjadi peningkatan 18,7.
Kata Kunci: Pecahan sederhana, hasil belajar dan metode make a match.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Rendahnya kompentesi dasar mengenai pecahan sederhana, karena materi pecahan merupakan salah satu topik yang sulit diajarkan. Kesulitan itu tampak dari kurang bermaknanya kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, dan sulitnya pengadaan media pembelajaran. Akibatnya guru mengajar langsung mengajarkan pengenalan angka, seperti pada pecahan ½, 1 disebut pembilang dan 2 disebut penyebut.
Pada kenyataan pembelajaran matematika kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran 2014/2015 pada kompetensi dasar 3.1 mengenal pecahan sederhana hasil belajarnya masih rendah. Dari jumlah 20 siswa yang mendapat nilai tuntas hanya 5 siswa (25%) dan 15 siswa (75%) mendapat nilai belum tuntas dengan nilai KKM 65. Nilai rata-rata ulangan harian 57,5. Dalam proses pembelajaran kompetensi dasar mengenal pecahan sederhana, siswa masih tampak bingung, kurang berminat, kelas pasip, dan suasana kelas masih gaduh serta tampak kurang menyenangkan.
Untuk itu peneliti berusaha memperbaiki proses pembelajaran agar kompetensi mengenal pecahan sederhana siswa meningkat yaitu menggunakan dengan menggunakan metode make a match. Metode make a match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan model pembelajaran ini dimulai dari teknik yaitu siswa yang dapat mencari pasangan kata yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat memecahkan tentunya diberi poin. Menurut Suprijono (2009:94) menjelaskan hal-hal yang perlu dipersiapan jika jika pembelajaran dikembangkan dengan adalah make a match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut terdiri dari kartu berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu-kartu lainya berisi jawaban dari pertanyaan pertanyaan tersebut.
Metode make a match mempunyai kelebihan menurut Huda (2014:253) adalah: 1) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik; 2)karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan; 3) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa; 3) efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi; dan 5) efektif sebagai sarana melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar
Alasan utama pemilihan model pembelajaran kooperatif teknik Make a Match diterapkan dalam pembelajaran karena pembelajaran dengan teknik Make a Match murni berorientasi pada aktivitas siswa yang dilakukan dalam bentuk permainan sehingga siswa semakin berminat untuk belajar khususnya pada pembelajaran matematika. Pembelajaran Matematika ini akan lebih dikhususkan lagi pada materi pecahan sederhana.Untuk menyikapi hal tersebut, diharapkan melalui metode make a match ini pembelajaran matematika khususnya pada materi pecahan sederhana akan menjadi pelajaran yang menarik dan siswa pun lebih mudah memahami materi yang diajarkan oleh guru. Proses pembelajaran yang kondusif, siswa aktif dan paham akan materi yang disampaikan oleh guru menjadi penentu bahwa pembelajaran berkualitas dan dengan melalui latiham-latihan yang disajikan dengan cara yang menyenangkan.
Mengingat keterbatasan yang ada pada peneliti bedasarkan masalah di atas, peneliti mencoba mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul: ”Peningkatan Hasil Belajar Pecahan Sederhana Melalui Metode Make A Match Pada Siswa Kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 Semester II Tahun Pelajaran Rumusan Masalah
Melalui penelitian tindakan kelas ini akan diungkapkan rumusan masalah sebagai berikut: 1)Bagaimanakah proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunkan metode make a match pada siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran 2014/2015? 2)Seberapa banyak peningkatan hasil belajar pecahan sederhana setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan metode make a match pada siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran2014/2015?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut: 1)Mendiskripsikan proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunkan metode make a match pada siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran 2014/2015. 2)Mendiskripsikan seberapa banyak peningkatan hasil belajar pecahan sederhana dengan menggunakan metode make a match pada siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran2014/2015.
Manfaat Penelitiaan
Manfaat penelitian bagi siswa memperoleh pengalaman belajar aktif dalam suasana yang menyenangkan yaitu dengan mencari pasangan sambil belajar dan dapat menumbuhkan kerjasama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokan kartu yang ada ditangan mereka.Manfaat bagi guru, meberikan bekal dan solusi agar dapat menerapkan dalam mengembangkan dalam memilih serta menerapkan model pembelajaran inovatif dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran. Man-faat bagi sekolah, memberikan berbagai alternatif tindakan pembelajaran dalam mengembangkan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas.
KAJIAN TEORI
Hakikat Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Aisyah (2007:1.4) Pembe-lajaran Matematika adalah proses yang se-ngaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas/se-kolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika di sekolah. Pembelajar-an matematika adalah proses yang sengaja dirancang bertujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yamg memungkinkan seseorang (sipelajar) melaksanakan kegiatan belajar matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika.
Roosilawati (2005:3), mengemuka-kan dalam pembelajaran matematika yang membuat matematika terasa mudah dan menyenangkan, matematika harus dikait-kan dengan realitas kehidupan, dekat de-ngan alam pikiran siswa dan relevan dengan masyarakat agar menjadi nilai manusiawi. Matematika haruslah tidak dipandang sebagai materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa atau orang lain tetapi hendaklah di pandang sebgagai kegiatan manusia sehingga pendidikan matematika haruslah berfokus pada matematika sebagai kegiatan.
Belajar Matematika harus dipan-dang sebagai suatu proses untuk mengkontruksikan konsep-konsep matema-tika dan strategi penyelesaian suatu masalah. Dalam mengkontruksi itu si pembelajaran harus aktif. Menurut Y. Marpaung (2007: 3) bahwa matematika adalah aktivitas manusia. Si pembelajaran harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika. Si pembelajar harus aktif baik secara mental maupun fisik dalam pembelajaran matema-tika. Si pembelajar bukan insan yang pasif menerima apa yang disampaikan oleh guru, tetapi aktif baik secara fisik, teristimewa secara mental mengolah dan menganalisa informasi, mengkontruksi pengetahuan matematika.
Sejalan dengan pendapat di atas pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah usaha sadar dan sengaja untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan belajar itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan adanya usaha dengan mengaktifkan faktor interen dan faktor ekstern dalam kegiatan belajar mengajar.
Karakteristik pembelajaran mate-matika di Sekolah Dasar menurut Piaget dalam (Heruman 2008:1) tingkat perkem-bangan berfikir anak SD, siswa berumur 7-12 tahun berada pada tingkat operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berfikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.
Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran matematika kelas III Sekolah Dasar semester II, memuat SK dan KD yaitu 3. Memahami pecahan sederhana dan penggunaannya dalam pemecahan masalahdan 3.1 Mengenal pecahan sederhana. 3.2 membandingkan pecahan sederhana. 3.3 Memecahkan masalah yang berkaitan dengan pecahan sederhana. Untuk meningkatkan penguasan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut harus melalui langkah-langkah yang benar yang sesuai dengan kemampuan dan lingkungan siswa.
Cholis Sa`dijah (2003:73) menge-mukakan bahwa pecahan merupakan bilangan yang dapat dinyatakan sebagai perbandingan dua bilangan cacah a dan b, ditulis dengan syarat b ≠ 0. Dengan demikian secara simbolik pecahan dapat dinyatakan sebagai salah satu: (1) pecahan biasa, (2) pecahan desimal, (3) pecahan persen, (4) pecahan campuran.
Menurut Heruman (2007: 29) pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari suatu yang utuh. Dalam suatu gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan pembilang. Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai satuan, dan dinamakan penyebut. Bilangan pecahan adalah lambang yang digunakan untuk menunjukan satu atau lebih bagian yang sama dari suatu unit atau bilangan cacah. (Sumadi, 2010: 43).
Menurut Purnomo (2015:10) men-jelaskan bentuk umum pecahan sederhana, yakni menggunakan dua bilangan cacah yang ditulis dalam bentuk a/b, dimana b ≠0, a disebut dengan pembilang dan b disebut dengan penyebut. Pecahan sederhana adalah bilangan yang dapat dinyatakan dengan pasangan bilangan cacah a/b, dimana b ≠0. Dalam notasi himpunan, himpunan bilangan pecahan adalah F = { a/b | a dan b ada;ah bilangan cacah, b≠ 0}.
Dari pendapat di atas untuk menanamkan konsep pengertian pecahan khususnya siswa Sekolah Dasar yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Guru memberikan contoh yang berhubungan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari (kontekstual) dengan pecahan. Misalnya: Pak Jono seorang pedagang buah. Ia menjual semangka, melon, apel dan papaya. Ibu membeli sebuah semangka dan apel satu kilogram. Ibu memotong semangka menjadi 2 bagian. Setengah semangka diberikan kepada Didi. Setengah semangka adalah sebuah semangka yang dibagi 2 sama besar. Setengah di tulis ½. Angka 1 desebut pembilang, dan anggka 2 disebut penyebut. Jadi setengah adalah 1 bagian yang dibagi sama besar. b) Dengan peragaan kertas yaitu siswa menyediakan kertas berbentuk persegi panjang, lalu kertas tersebut dilipat menjadi dua bagian yang sama. Berilah garis bekas lipaatan dan arsir salah satu bagia lipatan. Kemudian siswa diberi pertanyaan, berapa bagian kertas yang telah dilipat? Beraapa bagian kertas yang diarsir?, Berapa bagian kertas yang diarsir dari semua bagian?
Hakikat Hasil belajar Matematika
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pengertian penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian tujuan hasil belajar peserta didik, Depdiknas (2007:4) secara umum tujuan penilaian hasil belajar yaitu. 1) Menilai pencapaian kompetensi peserta didik, 2) Memperbaiki proses pembelajar-an, dan 3) sebagai bahan penyusunsn laporan kemajuan belajar sedangkan tujuan secara khusus yaitu. 1) mengetahui kemajuan dan hasil belajar siswa, 2) mendiagnosis kesulitan belajar, 3) memberikan umpan balik/ perbaikan proses belajar mengajar, 4) penentuan kenaikan kelas, dan 5) memotivasi belajar siswa dengan cara mengenal dan memahami diri dan merangsang untuk melakukan usaha perbaikan.
Hasil belajar menurut Mulyasa (2009:212) adalah prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dasar dan derajat perubahan perilaku yang bersangkutan. Menurut Suprijono (2009:5) menjelaskan tujuan belajar yang eksplesif diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan intruksional effects, yaitu bisa berbentuk pengetahuan dan ketrampilan. Sementara tujuan belajar intruksional yang menyertai tujuab belajar instruksional lazim disebut nurturant effects. Bentuknya berupa, kermampuan berfikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain. Tujuan ini merupakan konsekuensi logis dari peserta didik “menghidupi“ (live in) suatu sistim lingkungan belajar tertentu. Sedangkan pengertian hasil belajar adalah pola-pola perbuatan ,nilai-nilai, pengertian-pengertian , sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.
Kingsley dalam Sudjana (2010:45) membagi tiga macam hasil belajar, yakni keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita.Kebiasaan adalah perpadauan antara pengetahuan, keterampilan dan keinginan. Pengetahuan berarti memahami apa yang harus diperbuat. Keterampilan berarti mengerti bagaimana melakukannya. Pengertian adalah suatu pernyataan mengenai ciri-ciri penting suatu hal dan biasanya lebih kompleks dari arti atau makna suatu hal.Sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi ataukondisi di lingkungan sekitarnya.Sedangkan cita-cita adalah sesuatu yang ingin kita capai disertai perencanaan dan tindakan kita untuk mencapainya.
Dari beberapa uraian tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek belajar tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa.
Metode Make A Match
Lie (2005: 55) teknik Make a Match disebut juga dengan teknik mencari pasangan. Serupa dengan pembelajaran kooperatif pada umumnya, teknik Make A Match ini juga dilaksanakan dengan cara berkelompok. Teknik belajar mengajar mencari pasangan (make a match) dikembangkan oleh Larana Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Sugiyanto (2008:47) menjelaskan langkah teknis pembelajaran make a match (mencari pasangan) yaitu sebagai berikut: 1) guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian), 2) setiap siswa mendapatkan 1 buah kartu, 3) setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.4) siswa juga bisa bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok.
Pendapat serupa juga dikemuka-kan oleh Huda (2014: 251) tujuan yaitu: 1) pendalaman materi; 2) penggalian materi; dan 3)edutainment. Guru sebelum meng-gunakan metode make a match perlu mempersiapkan antara lain sebagai berikut: 1) Membuat pertanyaan yang sesuai dengan materi yang dipelajari (jumlahnya tergantung tujuan pembelajar-an) kemudian menulisnya dalam kartu-kartu pertanyaan; 2) Membuat kunci jawaban pertanyaan dari pertanyaan-pertanyaan yeng telah dibuat dan menulisnya dalam kartu-kartu jawaban. Akan lebih baik jika kartu pertanyaan dan kartu jawaban berbeda warna; 3) Membuat aturan yang berisi penghargaan dari siswa yang berhasil dan sanksi bagi siswa yang gagal (di sini, guru dapat membuat aturan ini bersama-sama dengan siswa); 4) Menyediakan lembaran untuk mencatat pasangan-pasangan yang berhsil sekaligus untuk penskoran presentasi.
Sintaks Strategi Make a Match dapat dilihat pada langkah-langkah berikut ini: 1) Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi di rumah; 2) Siswa dibagi kedalam dua kelompok, misalnya kelomok A dan kelompok B. Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan; 3) Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B; 4) Guru menyampaiknan kepada siswa bahwa mereka hars mencari/mencocokkan kartu yang dipegang dengan kelompok kartu lain. Guru juga menampaikan batasan maksimum waktu yang ia berikan kepada mereka; 5) Guru meminta semua anggota klompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masinh-masing, guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan; 5) Jika watu sudah habis, mereka harus diberitahu jika waktu sudah habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri; 7) Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberi tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak; 8) Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi; 9) guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi. (Huda,2015:252)
Dari beberapa pendapat di atas tentang langkah-langkah penerapan metode make a match dalam pembelajaran konsep pecahan yaitu sebagai berikut: 1) guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep tentang pecahan, Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisikan, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban yang berhubungan dengan pecahan. 2)Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal atau jawaban 3)Setiap siswa memikirkan jawaban/ soal dari kartu yang dipegang. 4) Sebelum siswa mencari pasangan pertanyaan-jawaban yang cocok, guru dan siswa membuat aturan termasuk memikirkan waktunya. 5) Guru memberi aba-aba/ meniut peluit setelah siswa menerima kartu dan sebagai tanda kegiatan dimulai. 6) Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. 7) Setiap siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. 8) Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama. 9) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. 10) Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok. 11) Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori di atas tentang upaya meningkatkan hasil belajar pecahan sederhana melalui metode make a match pada siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 Semester II tahun pelajaran 2014/2015 yaitu sebagai berikut: kondisi awal guru belum menerapkan model pembelajaran make a match dalam pembelajaran pecahan sederhana, maka kompetensi siswa masih rendah..
Untuk memperbaiki dan meningkatkan kompetensi perlu adanya tindakan yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan model pembelajaran make a match. Siklus I menggunakan model pembelajaran make a match dengan klasikal dan siklus II menggunakan model pembelajaran make a match dengan kelompok kecil. Dengan tindakan yang berbeda dari siklus I ke siklus II diharap kompetensi siswa meningkat.
Kondisi akhir diharapkan melalui metode make a match dapat meningkatkan hasil belajar pecahan sederhana pada siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran2014/2015.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian dan kerangka berfikir di atas diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut: 1)Melalui model make a match dapat meningkatkan proses pembelajaran belajar pecahan sederhana pada siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran 2014/2015. 2)Melalui metode make a match dapat meningkatan hasil belajar pecahan sederhana pada siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran 2014/2015.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu bulan Januari 20015 s/d Maret 2015.Siklus pertama dilaksanakan 2 kali pertemuan, pertemuan pertama dilaksanakan Senin, 19 Januari 2015 dan pertemuan kedua dilaksanakan Rabu, 21 Januari 2015. Siklus ke dua dilaksanakan 2 pertemuan, pertemuan pertama Senin, 2 Pebruari 2015 dan pertemuan ke dua Rabu, 4 Pebruari 2015. Penelitian dilaksanakan di kelas III SD Negeri Sukoharjo 04, UPTD Pendidikan Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Subjek penelitian adalah proses dan hasil belajar siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04, UPTD Pendidikan dengan jumlah siswa 20 yang terdiri dari 8 laki-laki dan 12 perempuan.
Sumber data pada penelitian tindakan kelas ini ada dua yaitu data yang berasal dari subjek penelitian dan dari bukan subyek. Sumber data dari subjek penelitian merupakan sumber data primer yaitu tentang proses dan hasil belajar siswa. Data primer tentang proses belajar berupa hasil pengamatan yaitu tentang pkeaktifan siswa, sedangkan data primer tentang hasil belajar berupa nilai ulangan harian. Sumber data selain dari subjek penelitian merupakan sumber data skunder yaitu data hasil pengamatan yang dilakukan dengan koloborasi dengan teman sejawat.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik dokumentasi, teknik tes, dan teknik non tes. Alat pengumpul data dokumen berupa daftar nilai dan foto setiap siklus. Tes digunakan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar siswa yang berupa butir soal. Pengamatan, menggunakan lembar observasi yaitu untuk mengetahui proses belajar mengajar tentang keaktifan siswa.
Untuk memperoleh data yang valid proses pembelajaran yang berupa hasil pengamatan divalidasi dengan melalui trianggulasi sumber yaitu data yang berasal dari siswa, guru, dan kolaborasi teman sejawat. Data kualitatif hasil pengamatan menggunakan analisis deskrif-tif kualitatif berdasarkan pengamatan dan refleksi dengan membandingkan proses kondisi awal, siklus I dan siklus II. Hasil belajar yang berupa nilai tes yang divalidasi adalah istrumen tes yang berupa butir soal dengan content validity diperlukan kisi-kisi soal. Data yang berupa angka(data kuantitatif menggunakan analisis deskrriftif komperatif yaitu membandingkan nilai tes kondisi awal, nilai tes siklus I, dan nilai tes siklus II kemudian direfleksi).
Data kualitatif hasil pengamatan proses pembelajaran dianalisis mengguna-kan analisis diskriptif kualitatif dengan membandingkan siklus I dan siklus II. Sedangkan data yang berupa angka (data kuantitatif) dari hasil belajar siswa dianalisis menggunakan diskriptif komparatif yaitu membandingkan nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus I dan nilai tes setalah siklus II, kemudian direfleksi.
Indikator keberhasilan kinerja dalam penelitian tindakan kelas adalah sebagai berikut: 1) Meningkatnya nilai persentase hasil pengamatan tentang proses pembelajaran tentang keaktifan dengan perolehan Kualitas baik sekali , jika banyak siswa yang memperoleh 80% sampai 100% dan 2)meningkatnya prosentase kreteria hasil belajar mencapai tingkat ketuntasan kelas > 80% dengan KKM (> 65) dan nilai rata-rata kelas di atas atau sama dengan (> 67).
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK)yang dilaksanakan dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap pengamatan/observasi dan refleksi.
HASIL TINDAKAN
Deskripsi Kondisi Awal
Berdasarkan dari tabel di atas tentang hasil nilai ulangan matematika kondisi awal kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran 2014/2015 nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 80, sedangkan nilai terendah yang diperoleh siswa yaitu 40, dengan rata-rata 57,5. Dari 20 siswa hanya diperoleh 5 siswa atau 25 % dinyatakan tuntas, nilai yang memenuhi kriteria di atas KKM 65, dan 15 orang siswa atau sebanyak 75% dinyatakan belum tuntas.
Deskripsi Siklus I
Hasil Pengamatan Proses Pembelajar-an Siklus I
Hasil pengamatan selama proses pembelajaran siswa setelah dilakukan pembelajaran matematika tentang menge-nal pecahan sederhana dengan motode make a match, diperoleh hasil pengamatan proses belajar siswa Siklus I, aspek penemuan pengetahuan sendiri memper-oleh 70%, kualitas baik. Aspek memba-ngun pemahaman memperoleh 75%, kualitas keaktifan baik. Aspek mengko-munikasi hasil belajar memperoleh 70%, kualitas keaktifan baik. Aspek berpikir reflektif memperoleh 65%, kualitas keaktif-an baik.
Aktivitas Kinerja Guru
Untuk memperbaiki proses pembe-lajaran guru meminta bantuan kepada teman sejawat yaitu guru kelas 4 untuk mengamati dan menilai tentang kinerja guru selama proses pembelajaran berlang-sung.
Dalam siklus I dari 18 aspek yang dinilai diperoleh 7 aspek yang mendapat nilai 3 dengan predikat netral, 11 aspek yang mendapat nilai 4 dengan predikat baik. Dari data tersebut diperoleh rata-rata sebesar 3,61 dengan predikat baik.
Hasil Belajar siklus I
Data perolehan nilai dan ketuntas-an belajar siswa pada pembelajaran matematika tentang mengenai pecahan sederhana pada siklus I, yaitu ada 16 siswa atau 80% yang mendapatkan kriteria tuntas karena sudah mendapat nilai di atas KKM 65. Sedangkan ada 4 siswa atau 20% siswa yang mendapat criteria belum tuntas. Nilai rata-rata ulangan harian siklus I adalah 68,0.
Berdasarkan refleksi di atas yaitu dengan membandingkan proses dan hasil nilai kondisi awal dan siklus I dilihat proses pembelajaran dari kondisi awal ke siklus I terdapat peningkatan setelah penerapan metode Make a Match, terjadi peningkatan proses pembelajaran dari 4 aspek keaktifan yang diamati mengalami peningkatan tingkat kualitas keaktifan yaitu baik. Hasil belajar kondisi awal dibandingkan dengan siklus I mengalami peningkatan yaitu nilai tuntas dari 5 siswa menjadi 16 siswa, meningkat 11 siswa (55%), nilai rata-rata dari 57,5 menjadi 68 meningkat 10,5.
Karena melalui model Make a match dari kondisi awal ke siklus I baik dilihat dari proses dan hasil belajar belum sesuai dengan indikator kinerja yang diharapkan, maka berdasarkan diskusi peneliti dan kolaborator maka perlu diadakan action plan ke siklus II dengan tindakan yang berbeda.
Deskripsi Siklus II
Hasil Pengamatan Proses Pembelajar-an Siklus II
Hasil pengamatan proses pembela-jaran siswa setelah dilakukan pembelajaran matematika tentang mengenal pecahan sederhana dengan motode make a match, diperoleh hasil pengamatan proses belajar siswa Siklus II, aspek penemuan pengetahuan sendiri memperoleh 85% kualitas sangat baik. Aspek membangun pemahaman memperoleh 85% kualitas keaktifan sangat baik. Aspek mengkomunikasi hasil belajar memperoleh 85%, kualitas keaktifan sangat baik. Aspek berpikir reflektif memperoleh 90% kualitas keaktifan sangat baik.
Aktivitas Kinerja Guru
Untuk memperbaiki proses pembelajaran guru meminta bantuan kepada teman sejawat yaitu guru kelas 4 untuk mengamati dan menilai tentang kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung.
Dalam siklus I dari 18 aspek yang dinilai diperoleh 2 aspek yang mendapat nilai 3 dengan predikat netral, 15 aspek yang mendapat nilai 4 dengan predikat baik, dan 2 aspek yang mendapat nilai 5 dengan predikat sangat baik. Dari data tersebut diperoleh rata-rata sebesar 4,2 dengan predikat baik.
Hasil Belajar Siklus II
Dapat diketahui data perolehan nilai dan ketuntasan belajar siswa pada pembelajaran matematika tentang mengenai pecahan sederhana pada siklus II, yaitu 20 siswa atau 100% yang mendapatkan kriteria tuntas karena sudah mendapat nilai di atas KKM 65. Nilai rata-rata ulangan harian siklus II adalah 76,2.
Keaktifan belajar dari siklus I ke kondisi siklus II terdapat peningkatan aspek penemuan pengetahuan sendiri memperoleh 85% kualitas sangat baik. Aspek membangun pemahaman memper-oleh 85% kualitas keaktifan sangat baik. Aspek mengkomunikasi hasil belajar mem-peroleh 85%, kualitas keaktifan sangat baik. Aspek berpikir reflektif memperoleh 90% kualitas keaktifan sangat baik.
Kinerja guru terdapat peningkatan dari siklus I ke siklus II terdapat peningkatan skor perolehan 65 menjadi 73 peningkatan sebanyak 8, dengan nilai rata-rata 72,22 menjadi 77,77peningkatan sebanyak 5,55
Hasil belajar siswa dari kondisi awal ke siklus II terjadi peningkatan yaitu siswa yang mendapat nilai tuntas 5 siswa (25 %) menjadi 20 siswa (100) naik 15 siswa (71,4%). Siswa yang belum tuntas 15 siswa (75%) . Nilai rata-rata dari 57,5 menjadi 76,2 naik 18,7.
Berdasarkan refleksi di atas yaitu dengan membandingkan siklus I dan siklus II, dilihat dari proses belajar siswa terjadi peningkatan. Hasil pengamatan proses belajar melalui metode make a match dibandingkan dengan indikator kinerja dengan perolehan Kualitas baik sekali , jika banyak siswa yang memperoleh 80% sampai 100% proses belajar rata-rata menunjukan kualitas baik sekali. Hasil belajar mencapai tingkat ketuntasan kelas > 80% dengan KKM (> 65) dan nilai rata-rata kelas di atas atau sama dengan (> 67).
Kenaikan tersebut baik tentang aktivitas dan hasil belajar siswa merupakan sesuatu realita bahwa model pembelajaran make a match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika tentang pecahan sederhana bagi siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun 2014/2015. Melihat hasil refleksi tersebut peneliti tidak perlu melanjutkan ke siklus berikutnya karena seluruh siswa sudah mencapai nilai di atas KKM 65.
Pembahasan/Diskusi
Dalam pembahasan ini ada 2 hal yang akan dibahas, yaitu meliputi proses pembelajaran dan hasil belajar siswa.
Dalam aspek penanaman pengetahuan sendiri dari mendapat 70% menjadi 85%, terjadi kenaikan 15% , dengan predikat dari baik menjadi sangat baik. Dalam aspek membangun pemahaman dari 75% menjadi 85% terjadi peningkatan 10%, dengan predikat baik menjadi sangat baik. Dalam aspek mengkomunikasi hasil belajar dari 70% menjadi 85% terjadi peningkatan 15%, dari predikar baik menjadi baik sekali. Dan dalam aspek berpikir reflektif dari 65% menjadi 90% terjadi peningkatan 25% dari predikat baik menjadi sangat baik.
Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Tabel Peningkatan Hasil Belajar Siswa
NO |
Uraian |
Kondisi Awal |
Siklus I |
Siklus II |
Peningkatan Hasil Belajar |
1 |
Nilai Tertinggi |
80 |
100 |
100 |
20 |
2 |
Nilai terendah |
40 |
50 |
70 |
30 |
3 |
Nilai Rata-Rata |
57,5 |
68 |
76,2 |
18,7 |
4 |
Nilai Tuntas |
5(25%) |
16(80%) |
20(100) |
15 (75%) |
5 |
Nilai Belum Tuntas |
15(75%) |
4(20%) |
0% |
15(75%) |
Dari tabel di atas dapat dilihat terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari kondisi awal ke siklus II. Nilai tertinggi dari 80 menjadi 100, terjadi peningkatan sebesar 20 skor. Nilai terendah dari 40 menjadi 70, terjadi peningkatan 30 skor. Dengan Nilai rata-rata perolehan dari 57,5 menjadi 76,2, terjadi peningkatan 18,7. Perolehan nilai ketuntasan dari 5 siswa atau (25%) menjadi 20 siswa atau (100%), terjadi peningkatan 15 siswa atau (75%).
Hasil Penelitian
Berdasarkan pembahasan (diskusi) di atas hasil tindakan yang berupa proses pembelajaran dan hasil belajar dapat dijelaskan sebagai berikut:
Proses pembelajaran siswa
Dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan tentang proses belajar. Dari siklus I ke siklus II terdapat peningkatan, aspek penemuan pengetahuan dari kualitas keaktifan baik menjadi sangat baik, aspek membangun pemahaman dari kualitas keaktifan baik menjadi sangat baik, aspek mengkomunikasi hasil belajar dari kualitas keaktifan baik menjadi sangat baik, dan aspek berpikir reflektif dari kualitas keaktifan baik menjadi sangat baik.
Hasil belajar siswa
Dari Kondisi awal dengan siklus II mengalami peningkatan yaitu nilai nilai tuntas dari 5 siswa (25%) menjadi 20 siswa (100%) yaitu meningkat 15 siswa (75%). Nilai rata-rata perolehan dari 57,5 menjadi 76,2, terjadi peningkatan 18,7.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas melalui metode make a make dapat disimpulkan: 1) Melalui metode make a match dapat meningkatkan proses pembelajaran belajar pecahan sederhana pada siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran 2014/2015. Dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan tentang proses belajar. Dari siklus I ke siklus II terdapat peningkatan semua aspek dari kualitas keakrifan baik menjadi sangat baik. 2)Melalui metode make a match dapat meningkatan hasil belajar pecahan sederhana pada siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran 2014/2015. Dari Kondisi awal dengan siklus II mengalami peningkatan yaitu nilai nilai tuntas dari 5 siswa (25%) menjadi 20 siswa (100%) yaitu meningkat 15 siswa (75%). Nilai rata-rata perolehan dari 57,5 menjadi 76,2, terjadi peningkatan 18,7. Hasil penelitian tindakan kelas melalui metode make a make , Dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan tentang proses belajar. Dari siklus I ke siklus II terdapat peningkatan semua aspek dari kualitas keaktifan baik menjadi sangat baik. 2)Melalui metode make a match dapat meningkatan hasil belajar pecahan sederhana pada siswa kelas III SD Negeri Sukoharjo 04 semester II tahun pelajaran 2014/2015. Dari Kondisi awal dengan siklus II mengalami peningkatan yaitu nilai nilai tuntas dari 5 siswa (25%) menjadi 20 siswa (100%) yaitu meningkat 15 siswa (75%). Nilai rata-rata perolehan dari 57,5 menjadi 76,2, terjadi peningkatan 18,7.
Saran
Saran penelitian bagi siswa, diharapkan lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikir . Disampingn itu (make a match) juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat serta berionteraksi dengan siswa yang menjadikan aktif dalam kelas. Saran bagi guru, memberikan memotivasi siswa untuk saling membantu pembelajaranya satu sama lain, menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya (sebagaimana kepada diri mereka sendiri) untuk melakukan yang terbaik serta memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan ketrampilan bertanya dan membahas sesuatu masalah. Manfaat bagi sekolah, memberikan berbagai alternatif tindakan pembelajaran dalam mengembangkan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Cholis Sa`dijah. 2003. Pendidikan Matematika II. Jakarta: Depdikbud Proyek Peningkatan Mutu Guru Kelas SD Setara DII.
Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Penilaian Hasil Belajar Di Sekolah Dasar. BSNP: Jakarta.
Heruman. 2007.Model Pembalajaran Matematika SD. PT Remaja Ros da Karya: Bandung.
Huda, Miftahul. 2014.Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Pustaka Pelajar:Yogyakarta.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI. 2007. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Lie, A. (2005). Cooperative Learning. Jakarta: PT. Grasindo
Nyimas Aisyiah. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
Purnomo,Yoppy, Purnomo.2015. Pembelajaran Matematika Untuk PGSD. Jakarta:Erlangga.
Roosilawati Erwin. 2005. Pendekatan Kontekstual. LPMP: Semarang.
Sanjaya Wina, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana: Jakarta.
Sugiyanto. 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13: Surakarta.
Sumadi. 2010. Pendalaman Materi Bidang Studi Matematika Sekolah Dasar. FKIP-UMS: Surakarta
Suprijono Agus.2009. Cooperative Lerning. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Yansen, Marpaung. 2007. Penilaian dan Evaluasi dalam Pendidikan Matematika Realistik. LPMP Jawa Tengah: Semarang.