PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

TENTANG OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT

MELALUI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW PADA SISWA KELAS VI

SEMESTER I SDN 2 PADAAN KECAMATAN JAPAH

TAHUN PELAJARAN 2018/2019

 

Sugiharto

Guru Kelas VI SDN 2 Padaan Kec. Japah Kab. Blora

 

ABSTRAK

Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VI SDN 2 Padaan Kec. Japah mata pelajaran matematika materi operasi hitung bilangan bulat melalui model pembelajaran Jigsaw. Subyek penelitian ini adalah siswa Kelas VI SDN 2 Padaan Kec. Japah yang berjumlah 17 siswa, terdiri dari 8 siswa dan 9 siswi. Prosedur penelitian ini dilakukan melalui 2 siklus dimana tiap siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Teknik penelitian melalui teknik tes dan non-tes dengan analisisnya adalah hasil belajar siswa dan aktivitas mengajar guru dan siswa. Hasil penelitian telah mampu menjawab perumusan masalah, mencapai tujuan penelitian dan membuktikan hipotesis tindakan, yaitu melalui penggunaan model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VI SDN 2 Padaan Kec. Japah mata pelajaran matematika materi operasi hitung bilangan bulat. Keadaan tersebut dibuktikan oleh hasil analisis data bahwa: 1) kemampuan guru dalam melaksanakan aspek-aspek proses belajar mengajar pada Siklus II berkategori baik dan 2) nilai ulangan siswa untuk setiap siklus senantiasa mengalami peningkatan secara signifikan, sampai dengan siklus terakhir menunjukkan 82,3% siswa mendapat nilai ulangan yang telah memenuhi kriteria belajar tuntas dengan nilai lebih dari atau sama dengan 65 (KKM) lebih dari 70%. Pembelajaran Matematika dengan model pembelajaran jigsaw sangat efektif untuk dilakukan dalam PBM untuk itu diharapkan guru dapat mengembangkan model pembelajaran dan mengimplementasikan di kelasnya.

 Kata Kunci: Hasil belajar, Model Pembelajaran Jigsaw, Bilangan Bulat.

 

PENDAHULUAN

Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, ketrampilan dan keahlian tertentu kepada individu guna mengembangkan bakat serta kepribadian mereka. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, masalah pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih baik yang menyangkut berbagai masalah yang berkaitan dengan kuantitas, kualitas dan relevansinya.

Secara umum pendidikan dilaksanakan untuk maksud yang positif dan struktural, format serta pelaksanaannya diarahkan untuk membimbing, membina manusia dalam kehidupan. Manusia secara kodratnya dikaruniai kemampuan-kemampuan dasar yang bersifat rohaniah dan jasmaniah. Dengan potensi ini manusia mampu mempertahankan hidup serta menuju kesejahteraan. Kemampuan dasar manusia tersebut dalam sepanjang sejarah pertumbuhannya merupakan modal dasar untuk mengembangkan hidupnya dalam segala bidang karena itu peranan pendidikan sangat penting. Pendidikan merupakan lembaga yang berusaha untuk membangun masyarakat dan watak bangsa secara berkesinambungan, membina rasio, intelek dan kepribadian dalam rangka membentuk manusia seutuhnya.

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah adalah dengan cara perbaikan proses belajar mengajar atau pembelajaran. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang pembelajaran di sekolah telah muncul dan berkembang seiring pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai pendidik yang menduduki posisi strategis dalam rangka pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dituntut untuk terus mengikuti berkembangnya konsep-konsep baru dalam dunia pembelajaran tersebut.

Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan dituntut untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi siswanya dalam menguasai ilmu pengetahuan. Selain itu, tugas guru yang cukup penting adalah menciptakan kondisi yang memungkinkan siswanya dapat mengetahui dan menguasai ilmu pengetahuan dengan baik.

Salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki guru adalah kemampuan dalam merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar. Kemampuan ini membekali guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengajar. Pembelajaran terjadi pada saat berlangsungnya interaksi antara guru dengan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai proses belajar dan mengajar memerlukan perencanaan yang seksama, yaitu mengkoordinasikan unsur-unsur tujuan, bahan pengajaran, kegiatan belajar mengajar, metode dan serta penilaian atau evaluasi. Pada tahap berikutnya adalah melaksanakan rencana tersebut dalam bentuk tindakan praktek mengajar.

Dalam dunia pendidikan, paradigma lama mengenai proses belajar mengajar bertumpu pada asumsi tabula rasa yang menyatakan bahwa pikiran seorang anak didik seperti kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya. Dengan kata lain siap diisi dengan segala ilmu pengetahuan dan kebijakan dari sang guru. Banyak guru yang menganggap asumsi ini sebagai alternatif yang paling tepat untuk mengajar. Guru mengajar dengan ceramah dan mengharapkan anak didik diam, mendengarkan, mencatat dan menghafalkannya. Dengan kata lain, siswa hanya dibuat tercengang oleh guru dalam mempermainkan rumus yang begitu runtut dalam sebuah rangkaian pokok bahasan. Padahal tuntutan dalam dunia pendidikan sudah berubah bahwasanya ilmu pengetahuan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh siswa sendiri secara aktif.

Metode mengajar merupakan sarana interaksi guru dengan siswa di dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian yang perlu diperhatikan adalah ketepatan dalam memilih metode mengajar, metode mengajar yang dipilih harus sesuai dengan tujuan, jenis dan sifat materi yang diajarkan. Kemampuan guru dalam memahami dan melaksanakan metode tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil yang dicapai. Ketepatan menggunakan suatu metode dapat menimbulkan kebosanan, kurang dipahami dan monoton, sehingga mengakibatkan sikap yang acuh terhadap pelajaran, khususnya pelajaran matematika.

Kurang tepatnya pemilihan metode mengajar oleh guru akan mempengaruhi pretasi belajar yang dicapai oleh siswa. Selain metode mengajar, hal lain yang juga sangat mempengaruhi adalah minat siswa dalam pelajaran matematika pada khususnya masih sangat rendah. Hal ini karena siswa beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan menakutkan.

Matematika merupakan mata pelajaran yang melatih anak untuk berpikir rasional, logis, cermat, jujur dan sistematis. Pola pikir yang demikian sebagai suatu yang perlu dimiliki siswa sebagai bekal dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari akan dapat membantu manusia dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan dalam berbagai kebutuhan kehidupan.

Matematika merupakan Queen and servant of Science, maksudnya adalah matematika selain sebagai pondasi bagi ilmu pengetahuan lain juga sebagai pembantu bagi ilmu pengetahuan yang lain, khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan tersebut. Karena kondisi yang demikian pentingnya, maka matematika diberikan sejak anak memasuki bangku sekolah sejak Kelas I SD sampai Kelas III SMA. Namun demikian, matematika masih kurang diminati anak didik baik di tingkat SD, SMP maupun SMA.

Pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dirasa cukup sulit dan tidak menarik bagi banyak siswa di sekolah. Hal ini berdampak buruk bagi prestasi atau hasil belajar siswa. Sebagaimana yang terjadi di Kelas VI SDN 2 Padaan, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora dimana hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika merupakan urutan yang terbawah dari semua mata pelajaran yang diajarkan di Kelas VI.

Selama ini proses pembalajaran matematika yang berlangsung di SDN 2 Padaan masih menggunakan metode sederhana, yaitu seorang guru hanya memberikan rumus-rumus pada siswa. Siswa tidak pernah tahu asal diperolehnya rumus tersebut, kemudian diberikan contoh soal dan diakhiri dengan test. Hal ini menyebabkan kualitas proses dalam pembelajaran itu sendiri cenderung berlangsung satu arah, siswa kurang aktif dan guru hanya menggunakan metode pembelajaran itu-itu saja tanpa ada pembaharuan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.

Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan, didapatkan bahwa hasil prestasi belajar Matematika siswa Kelas VI SDN 2 Padaan pada materi operasi hitung bilangan bulat masih rendah. Dari jumlah siswa 17, hanya 4 siswa yang memperoleh nilai dengan tingkat ketuntasan hanya 23,5%, sedangkan 13 siswa atau 76,5% belum memenuhi nilai KKM yang ditentukan sebesar 65. Hal ini dikarenakan siswa masih sulit dalam memahami materi pelajaran.

Untuk mengantisipasi masalah tersebut, maka perlu dicarikan suatu formula pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Guru hendaknya terus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai cara variasi agar siswa tertarik dan bersemangat dalam mengikuti pelajaran matematika, salah satunya melalui model Pembelajaran Jigsaw. Dengan model Pembelajaran Jigsaw, selain dapat mengembangkan kemampuan kognitif siswa, juga dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam hal mengkomunikasikan matematika dan ketrampilan sosial.

Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang paling fleksibel (Slavin, 2005: 246). Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu variasi model Collaborative Learning, yaitu proses belajar kelompok dimana setiap anggota menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya untuk secara bersama-sama saling meningkatkan pemahaman seluruh anggota.

Model pembelajaran Jigsaw merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain (Zaini, 2008: 56).

Kenyataan-kenyataan seperti di atas itulah yang mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian, yang kemudian dituangkan dalam bentuk penelitian dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika tentang Operasi Hitung Bilangan Bulat melalui Model Pembelajaran Jigsaw pada Siswa Kelas VI SDN 2 Padaan“.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini berlangsung selama 3 minggu, yaitu tanggal 2 Oktober s.d 12 Oktober 2018. Penelitian ini dilakukan di SDN 2 Padaan Kec. Japah Kab. Blora.

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah semua siswa Kelas VI SDN 2 Padaan Kec. Japah Kab. Blora yang berjumlah 17 siswa, terdiri dari 8 siswa putra dan 9 siswa putri.

Data penelitian ini adalah pembelajaran matematika tentang operasi hitung bilangan bulat melalui model pembelajaran Jigsaw dan hasil belajar siswa Kelas VI Semester I SDN 2 Padaan Kecamatan Japah Tahun Pelajaran 2018/2019.

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah teknik tes dan non tes yang meliputi: pengamatan, diskusi, dan tes.

Data yang akan dijadikan penelitian perlu diperiksa validitasnya sehingga data tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan dasar dalam menarik simpulan. Validasi data penelitian ini adalah kisi-kisi instrumen soal dan trianggulasi.

Teknik analis data penelitian ini adalah deskriptif komparatif dengan membandingkan nilai tes Kondisi Awal, nilai tes setelah Siklus I dan nilai tes setelah Siklus II.

Prosedur penelitian ini adalah dua siklus dan setiap siklus terdiri dari tiga pertemuan. Pertemuan pertama dan kedua adalah pembelajaran sesuai dengan tindakan. Pertemuan ketiga adalah evaluasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kondisi Awal

Sesuai dengan identifikasi masalah diketahui:

  1. Dalam pembelajaran matematika materi operasi hitung bilangan bulat, guru belum menggunakan metode atau model pembelajaran yang bervariatif.
  2. Berdasarkan hasil penilaian bahwa kemampuan belajar matematika tentang operasi hitung bilangan bulat masih rendah.
  3. Dalam proses pembelajaran guru masih menggunakan metode ceramah, sehingga siswa mudah jenuh dan bosan terhadap kegiatan pembelajaran.

Hasil belajar dengan nilai rata-rata sebesar 60 dan ketuntasan sebesar 23,5%.

 

 

Deskripsi Siklus I

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw dengan materi tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada pertemuan pertama dan perkalian dan pembagian bilangan bulat pada pertemuan kedua. Siswa dibagi menjadi empat kelompok dengan tugas yang berbeda. Masing-masing kelompok disebut sebagai Kelompok Asal. Masing-masing perwakilan dari Kelompok Asal bergabung membentuk Kelompok Ahli, kemudian berdiskusi dan menyampaikan hasil diskusi tersebut kepada Kelompok Asal.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw dengan keaktifan guru yang termasuk kriteria cukup dan keaktifan siswa yang termasuk kriteria kurang serta hasil belajar dengan nilai rata-rata sebesar 71,8 dan ketuntasan sebesar 52,9%.

Deskripsi Siklus II

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw dengan materi tentang masalah yang berkaitan dengan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada pertemuan pertama dan masalah yang berkaitan dengan perkalian dan pembagian bilangan bulat pada pertemuan kedua. Siswa dibagi menjadi empat kelompok dengan formasi dan tugas yang berbeda. Komposisi dalam Kelompok Asal menjadi berbeda, sedangkan Tim Ahli masih sama. Masing-masing perwakilan dari Kelompok Asal bergabung membentuk Kelompok Ahli, kemudian berdiskusi dan menyampaikan hasil diskusi tersebut kepada Kelompok Asal.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Jigsaw dengan keaktifan guru yang termasuk kriteria baik dan keaktifan siswa yang termasuk kriteria baik serta hasil belajar dengan nilai rata-rata sebesar 81,2 dan ketuntasan sebesar 82,3%.

Pembahasan Tiap Siklus dan Antar Siklus

Pembelajaran pada Kondisi Awal menggunakan model pembelajaran klasikal, sedangkan pada Siklus I peneliti menggunakan model pembelajaran Jigsaw. Keaktifan guru dan siswa yang dilakukan oleh teman sejawat diperoleh kriteria cukup dengan nilai 64 untuk keaktifan guru dan kriteria kurang untuk keaktifan siswa dengan nilai 60. Hasil belajar juga meningkat terbukti dengan nilai rata-rata 71,8 dan ketuntasan sebesar 52,9% yang lebih tinggi daripada Kondisi Awal dengan nilai rata-rata 60 dan ketuntasan sebesar 23,5%.

Pada Siklus II hasil yang diperoleh menunjukkan hasil yang memuaskan, dimana keaktifan guru dan siswa maupun hasil belajar meningkat dari siklus sebelumnya. Keaktifan guru dan siswa yang dilakukan oleh teman sejawat diperoleh kriteria baik dengan nilai 78 untuk keaktifan guru dan kriteria baik untuk keaktifan siswa dengan nilai 76. Hasil belajar juga meningkat terbukti dengan nilai rata-rata 81,2 dan ketuntasan sebesar 82,3% yang lebih tinggi daripada Kondisi Awal dengan nilai rata-rata 60 dan ketuntasan sebesar 23,5% dan Siklus I dengan nilai rata-rata 71,8 dan ketuntasan sebesar 53,9%.

Tabel 4.8. Rekapitulasi hasil belajar tiap Siklus.

No Hasil Belajar Kondisi Awal Siklus I Siklus II
1 Nilai rata-rata 60 71,8 81,2
2 Jumlah siswa tuntas 4 9 14
3 Jumlah siswa tidak tuntas 13 8 3
4 Ketuntasan 23,5% 52,9% 82,3%

 

Tabel 4.9. Hasil pengamatan keaktifan guru dan siswa tiap Siklus.

No Aspek Pengamatan Siklus I Siklus II
1 Keaktifan Guru 64 78
2 Keaktifan Siswa 60 76

 

Dari paparan tiap siklus dan antar siklus di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang dilakukan pada Kondisi Awal yang dilaksanakan dengan model pembelajaran klasikal dan Siklus I serta Siklus II yang dilaksanakan dengan model pembelajaran Jigsaw terjadi peningkatan hasil belajar serta keaktifan guru dan siswa di kelas VI SDN 2 Padaan Kec. Japah Kab. Blora.

PENUTUP

Kesimpulan

Model Pembelajaran Jigsaw meningkatkan hasil belajar matematika materi operasi hitung bilangan bulat bagi siswa Kelas VI SDN 2 Padaan. Hasil belajar meningkat dan memenuhi indikator kinerja. Ketuntasan memenuhi 70%. Ketuntasan pada Kondisi Awal sebesar 23,5%. Ketuntasan pada Siklus I sebesar 52,9%, sehingga tidak memenuhi indikator kinerja. Ketuntasan pada Siklus II sebesar 82,3%, sehingga memenuhi indikator kinerja.

Saran

Bagi Siswa

  1. Diharapkan mau dan mampu dalam melaksanakan pembelajaran yang dirancang oleh guru walau terasa sangat asing bagi siswa.
  2. Jangan mudah menyerah dalam segala hal demi kemajuan dalam prestasi, baik dalam pendidikan atau yang lain.

Bagi Guru

  1. Suasana kelas mempunyai peran yang sangat penting dalam pembelajaran. Maka dari itu guru sebaiknya mempunyai pemikiran untuk membuat suasana kelas manjadi lebih menarik perhatian siswa dalam megikuti pembelajaran.
  2. Dalam peningkatan kualitas siswa, sebaiknya guru membuat model pembelajaran yang mengajak pada keaktifan siswa, namun tidak memaksa siswa. Artinya siswa dipengaruhi agar mempunyai kesadaran untuk senang dalam mengikuti pembelajaran.

Bagi Sekolah

  1. Sekolah diharapkan mendukung apa yang telah dilakukan oleh guru demi kemajuan sekolah tersebut, baik dalam segi materil maupun imateril.
  2. Setelah dilakukan penelitian ini, peneliti berharap ada suatu sistem yang berkelanjutan yang dilakukan sekolah yang berkaitan dengan pengembangan guru ataupun siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Hartono. 2012. Modul Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning (Cara Efektif dan Menyenangkan Pacu Prestasi Seluruh Peserta Didik). Bandung: Nusa Media.

Sudrajat, Akhmad. 2008. Cooperative Learning-teknik Jigsaw. Dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com.

Sugianto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.

Winataputra, Udin S. dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka Press.

Zaini, Hisyam dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.