Peningkatan Hasil Belajar Melalui Kombinasi Talking Stick dan Guided Note Taking
PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA PADA MATERI EKOSISTEM MELALUI KOMBINASI TALKING STICK DAN GUIDED NOTE TAKING BAGI SISWA KELAS VII G SMP NEGERI 1 NGUTER
PADA TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Hapsari Indraswati
SMP Negeri 1 Nguter
ABSTRAK
Tujuan pada penelitian ini untuk (1) mengetahui kualitas pembelajaran pada materi ekosistem melalui kombinasi talking stick dan guided note taking (2) mengetahui hasil belajar siswa pada materi ekosistem melalui kombinasi talking stick dan guided note taking. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Subjek penelitian adalah siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Nguter Tahun pelajaran 2016/2017 Semester 2 yang berjumlah 32 siswa. Metode pengumpulan data dengan cara wawancara, observasi dan tes. Teknik analisis data hasil tes menggunakan teknik analisis data deskriptif, yaitu dengan membandingkan nilai antar siklus maupun dengan indikator kerja. Indikator kerja penelitian adalah nilai rata-rata kelas yaitu ≥ 71,00 dan persentase ketuntasan minimal 71% serta indikator kualitas siswa dalam pembelajaran lebih dari sama dengan 71% diukur dengan melihat lembar observasi siswa. Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Talking stick dan Guided note taking dapat meningkatkan kualitas dan hasil belajar IPA pada siswa kelas VII G Semester 2 SMP Negeri 1 Nguter Tahun Pelajaran 2016/2017.
Kata Kunci: kualitas belajar, hasil belajar, Talking stick, Guided Note Taking
PENDAHULUAN
Pembelajaran IPA tidak selamanya berjalan dengan efektif dan efisien. Siswa banyak yang berpendapat bahwa mata pelajaran IPA adalah mata pelajaran yang membosankan dan tidak menarik untuk dipelajari. Kendala lain adalah masih terfokusnya pembelajaran pada guru sebagai sumber utama pengetahuan serta metode ceramah menjadi pilihan utama. Sebenarnya pembelajaran model konvensional bukan sejauh mana siswa mampu paham dengan materi yang diajarkan tetapi sejauh mana guru bisa menyampaikan materi itu. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya kualitas dan hasil belajar IPA siswa.
Berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan yang sama terjadi di SMP Negeri 1 Nguter di mana kegiatan pembelajaran hanya terpusat pada guru sehingga sebagian besar siswa menjadi pasif dan tidak aktif. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti yaitu pada pembelajaran IPA tentang materi ekosistem kelas VII G SMP Negeri 1 Nguter tampak bahwa kualitas dan hasil belajar siswa belum optimal. Didapatkan 37,5% hasil belajar peserta didik telah tuntas dan 62,5% siswa belum tuntas belajar. Sedangkan kualitas belajar siswa sangat rendah yaitu 39,85% siswa yang aktif dari seluruh siswa sejumlah 32 siswa.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk menemukan dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar
Dalam hal ini Guru merupakan komponen yang berpengaruh besar, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhubungan langsung dengan siswa sebagai subjek dan objek belajar (Wina Sanjaya, 2004: 14). Selain guru, juga siswa memegang peranan penting dan merupakan unsur penentu dalam proses pembelajaran. Tanpa adanya siswa sesungguhnya tidak akan terjadi proses pembelajaran (Demon Hamalik, 2007: 100).
Seiring perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan, guru dituntut meningkatkan kualitas proses pembelajaran dengan cara menyelenggarakan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan efektif sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang berkesan bagi siswa
Menurut Widodo (2009) bahwa talking stick merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus menjawabnya. Kemudian secara estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lainnya secara bergiliran. Demikian seterusnya sampai seluruh siswa mendapat tongkat dan pertanyaan. Sedangkan menurut Eggen and Kauchak (1996: 279) pembelajaran kooperatif termasuk Model Pembelajaran Talking stick bertujuan untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Metode pembelajaran guided note taking atau catatan terbimbing adalah metode pembelajaran yang menggunakan suatu bagan skema (handout) sebagai media yang dapat membantu siswa dalam membuat catatan ketika seorang guru sedang menyampaikan pelajaran dengan metode ceramah. Tujuan metode pembelajaran ini adalah agar metode ceramah yang dikembangkan oleh guru mendapat perhatian siswa, terutama pada kelas yang jumlah siswanya cukup banyak (Agus Suprijono, 2009: 105).
Berkaitan dengan hal tersebut, berikut disampaikan beberapa hasil penelitian yang relevan. Suriani (2015) dalam penelitian tentang perbedaan hasil belajar dan kualitas visual yang dibelajarkan melalui model Talking stick dengan model konvensional pada konsep sistem indra manusia terdapat perbedaan yang signifikan. Swastika (2017) dalam penelitian tentang pengaruh model pembelajaran tipe talking stick terhadap hasil belajar IPA siswa kelas VII di SMP N 5 Banguntapan Bantul pada tahun pelajaran 2016/2017 ditinjau dari kemampuan kerjasama menjelaskan bahwa ada pengaruh yang nyata antara model talking stick dengan hasil belajar siswa.
Penelitian serupa dengan model pembelajaran guided note taking dilakukan oleh Fadhasar (2016) menerangkan bahwa penerapan model guided note taking untuk menganalisis pengaruh penerapan model guided note taking dengan video terhadap hasil belajar siswa pada materi sistem saraf dengan hasil penelitian menunjukkan sebanyak 86,11% siswa eksperimen telah lulus KKM sebesar 75. Berdasarkan data di atas, maka pada kesempatan ini dilakukan sebuah upaya pemecahan masalah yang dihadapkan secara sistematis melalui kombinasi model talking stick dan guided note taking. Terkait dengan itu, maka ditetapkan judul: Peningkatan Hasil Belajar IPA pada Materi Ekosistem Melalui Kombinasi Talking Stick dan Guided Note Taking bagi Siswa Kelas VII G SMP Negeri 1 Nguter Tahun Pelajaran 2016/2017
METODE
Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menggunakan kombinasi model kooperatif tipe talking stick dan guided note taking. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas VII G SMP Negeri 1 Nguter Semester 2 Tahun Pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 32 siswa. Terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus tindakan. Siklus pertama dan kedua mengenai pokok bahasan ekosistem. Data hasil penelitian diperoleh dari hasil observasi selama kegiatan pembelajaran IPA berlangsung dengan menggunakan wawancara, observasi, dan tes. Sedangkan validitas data digunakan untuk membuktikan kebenaran data. Validitas data menggunakan teknik triangulasi data, yaitu dengan cara menggali data dari berbagai sumber kemudian dicek kebenarannya. Analisis data menggunakan analisis deskriptif prosentase, dimana data yang diperoleh dianalisis dengan menghitung nilai rata-rata dan persentase kualitas belajar serta hasil belajar siswa setiap siklus.
HASIL
Berdasarkan obervasi kondisi awal siswa diperoleh data awal mengenai kualitas belajar siswa hanya mencapai 39,85% dari 32 siswa, dan hasil belajar siswa rata-rata 59,34 dengan ketuntasan mencapai 37,5%. Tabel berikut menggambarkan kualitas belajar pada kondisi awal.
No | Aspek yang Diamati | Banyak Siswa yang melakukan | Persentase |
1 | Mendengarkan / Memperhatikan | 15 | 46,88% |
2 | Bertanya tentang materi yang diajarkan | 5 | 15,63% |
3 | Berpendapat/ mengutarakan jawaban | 5 | 15,63% |
4 | Memecahkan masalah individu | 12 | 37,5% |
5 | Berpendapat dalam diskusi | 17 | 53,12% |
6 | Menanggapi saat berdiskusi | 14 | 43,75% |
7 | Berdiskusi kelompok | 15 | 56,88% |
8 | Menyimpulkan hasil diskusi | 15 | 46,88% |
Persentase Rata-rata | 39,85% |
Dari data tabel diperoleh bahwa kualitas belajar siswa tergolong sangat rendah. Hal ini sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran. Sedangkan dari histogram hasil belajar dapat dianalisis dari 32 siswa hanya 11 siswa yang telah mencapai KKM yang ditentukan yaitu 71, sedangkan 21 peserta didik belum mencapai KKM yang telah ditentukan. Hal ini dapat diartikan bahwa ketuntasan klasikal pada pra siklus sebesar 37,5%. Kondisi ini masih berada jauh di bawah indikator kinerja yang ditetapkan yaitu sebesar 80% peserta didik mendapatkan nilai ≥ 71 (KKM).
Berdasarkan hasil belajar yang masih rendah tersebut dan banyak peserta didik yang belum dapat mencapai KKM, menunjukkan bahwa sebagian besar siswa masih belum tuntas dalam mencapai kompetensi pembelajaran. Selain itu, dari hasil wawancara dengan beberapa siswa kelas VII G di SMP Negeri 1 Nguter diperoleh fakta bahwa mereka tidak bersemangat, malas, dan kurang memperhatikan ketika pembelajaran IPA terutama materi ekosistem berlangsung. Oleh karena itu, diperlukan suatu desain pembelajaran yang mengakomodasi kebutuhan proses belajar siswa, yaitu dengan menggunakan kombinasi model talking stick dan guided note taking.
Dari hasil tindakan pada siklus I diperoleh data tabel kualitas belajar sebagai berikut:
No | Aspek yang diamati | Skor perolehan | Skor maksimal | Persentase |
1 | Mendengarkan/ memperhatikan | 84 | 128 | 65,62% |
2 | Bertanya mengenai materi yang dipelajari | 71 | 128 | 55,47% |
3 | Berpendapat / mengutarakan jawaban | 93 | 128 | 70,31% |
4 | Keaktifan memecahkan masalah individu | 88 | 128 | 68,75% |
5 | Berpendapat dalam diskusi | 85 | 128 | 66,40% |
6 | Menanggapi | 81 | 128 | 63,33% |
7 | Berdiskusi kelompok | 73 | 128 | 57,03% |
8 | Menyimpulkan | 76 | 128 | 59,38% |
Persentase rata-rata | 63,29% |
Pada siklus I menunjukkan kualitas belajar siswa sudah mengalami peningkatan. Dari delapan aspek yang diamati dalam keaktifan belajar naik sebesar 23,44%, dari data awal sebesar 39,85% menjadi 63,29%. Hal ini karena siswa sudah mulai aktif dalam pembelajaran di kelas, tetapi belum maksimal.
Dari 32 siswa, ada 9 siswa masih belum mencapai KKM sebesar 71. Sedangkan siswa yang telah mencapai KKM sejumlah 23 siswa. Hal ini berarti jumlah siswa yang telah mencapai KKM meningkat sebesar 31,25% dari data awal sebesar 37,5% menjadi 68,75%. Sedangkan rata-rata kelas sebesar 73,38 dan ketuntasan kelas sebesar 68,75%. Dilihat dari rata-rata kelas, pembelajaran pada siklus I sudah memenuhi indikator kinerja. Tetapi dilihat dari ketuntasan kelas belum tercapai yaitu 80%. Artinya, diperlukan tindakan perbaikan untuk meningkatkan ketuntasan kelas yaitu siklus II.
Pelaksanaan siklus II yang merupakan perbaikan dari siklus I dibuat rancangan yang sedikit berbeda. Pada siklus I untuk mengukur kualitas belajar siswa dikelompokkan dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 6 siswa. Sedangkan pada siklus II anggota kelompok dipersempit menjadi 5 siswa, dengan tujuan untuk memperkecil terjadinya kualitas yang dapat menganggu pembelajaran.
Dari hasil siklus II dapat diperoleh data keaktifan belajar siswa dalam tabel sebagai berikut:
No. | Aspek yang diamati | Skor perolehan | Skor maksimal | Persentase |
1 | Mendengarkan/ memperhatikan | 106 | 128 | 82,81% |
2 | Bertanya mengenai materi yang dipelajari | 98 | 128 | 76,56% |
3 | Berpendapat / mengutarakan jawaban | 100 | 128 | 78,13% |
4 | Keaktifan memecahkan masalah individu | 104 | 128 | 81,25% |
5 | Berpendapat dalam diskusi | 101 | 128 | 78,91% |
6 | Menanggapi | 96 | 128 | 75% |
7 | Berdiskusi kelompok | 97 | 128 | 75,78% |
8 | Menyimpulkan | 99 | 128 | 77,95% |
Persentase rata-rata | 78,3% |
Berdasarkan tabel di atas, keaktifan belajar siswa dari delapan aspek yang diamati meningkat sebesar 15,6% yakni dari 63,29% menjadi 78,89%. Selain berdasarkan dari hasil observasi juga dari hasil wawancara dengan siswa yang mengatakan bahwa mereka merasa senang, tertarik dan ingin mencoba hal-hal baru dalam pembelajaran IPA.
Dari hasil belajar siklus II dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa pada pembelajaran tentang ekosistem melalui kombinasi model talking stick dan guided note taking sudah sesuai dengan apa yang diharapkan. Dari penelitian siklus II diperoleh data rata-rata kelas 80,69 dengan ketuntasan kelas yang diperoleh adalah 100% atau 32 siswa mencapai bahkan melebihi batas nilai KKM, sesuai indikator yang ingin dicapai yaitu 80% tuntas KKM.
Berdasarkan hasil tindakan yang telah dilaksanakan dalam dua siklus tersebut dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kualitas proses pembelajaran melalui kombinasi model talking stick dan guided note taking. Hal ini dapat diketahui dari seluruh siswa yang menyatakan lebih aktif dan semangat dalam belajar IPA terutama tentang materi ekosistem. Hasil belajar tentang ekosistem dapat ditingkatkan melalui penerapan kombinasi model talking stick dan guided note taking pada siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Nguter tahun pelajaran 2016/2017. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan hasil belajar. Dari hasil penelitian tindakan kelas menunjukkan hasil belajar pada kondisi awal, jumlah siswa yang mencapai nilai KKM ≥ 71 sebanyak 11 siswa dari 32 siswa dengan rata-rata nilai kelas 59,34 ketuntasan belajar siswa hanya 37,5% sedangkan masih ada 21 siswa atau 65,63% siswa yang belum tuntas. Setelah diterapkan tindakan kombinasi model pembelajaran talking stick dan guided note taking siklus I, siswa yang tuntas (mencapai nilai KKM ≥ 71) meningkat menjadi 23 siswa dengan nilai rata-rata kelas 73,38 dengan ketuntasan belajar siswa mencapai 68,75%, artinya masih ada 9 peserta didik atau 31,25% siswa yang belum tuntas.
Pada perbaikan pembelajaran siklus II, jumlah siswa yang tuntas meningkat yaitu 32 siswa dengan nilai rata-rata kelas 80,69 dengan ketuntasan belajar siswa mencapai 100%. Persentase ketuntasan pada siklus II tersebut dinyatakan telah sesuai dengan indikator yang ditetapkan yaitu 80%. Penelitian ini dinyatakan berhasil karena siswa yang tuntas (mencapai nilai KKM ≥ 71) mencapai 100% telah sesuai dengan indikator kinerja penelitian yang ditetapkan yaitu 80%.
Perubahan kualitas belajar siswa setelah dilakukan tindakan siklus I dan siklus II terlihat jelas. Siswa lebih bersemangat dan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran materi ekosistem. Perubahan ini tercermin dari hasil belajar yang terus mengalami peningkatan dari siklus I dan siklus II, sebagai dampak dari penggunaan kombinasi model talking stick dan guided note taking.
Menurut Aris Shoimin (2014:199) kelebihan menggunakan model pembelajaran talking stick adalah: (1) menguji kesiapan siswa dalam pembelajaran; (2) melatih siswa memahami materi dengan cepat; (3) memacu agar siswa lebih giat (belajar dahulu sebelum pelajaran dimulai); (4) siswa berani mengemukakan pendapat. Kekuarangan model talking stick adalah pada saat berlangsungnya metode talking stick siswa menjadi gugup (senam jantung) karena tidak ada yang tahu siapa yang akan mendapat giliran dalam menjawab pertanyaan dari guru, siswa yang tidak siap tidak bisa menjawan, membuat siswa tegang, ketakutan akan pertanyaan yang akan diberi. Sedangkan kelebihan model guided note taking adalah: (1) membantu siswa dalam menangkap ide-ide pokok dari sebuah materi pelajaran; (2) meningkatkan tanggung jawab siswa dalam pembelajaran; (3) pembelajaran lebih mudah diserap dan dipahami siswa; (4) melatih keberanian siswa dalam menyimpulkan, mendefinisikan, merumuskan dan berfikir general; (5) melatih kedisiplinan siswa; (6) proses belajar mengajar menjadi aktif dan menyenangkan. Kelemahannya diantaranya: (1) guru harus mempersiapkan materi pembelajaran yang membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit; (2) pembelajaran guided note taking membutuhkan waktu yang lama dalam menyampaikan materi; (3) proses belajar mengajar mengalami kesulitan apabila siswa belum bisa memahami materi yang telah diajarkan.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas proses pembelajaran tentang ekosistem melalui penerapan kombinasi model talking stick dan guided note taking meningkat. Hal ini terbukti dari seluruh siswa kelas VII G SMP Negeri 1 Nguter, lebih aktif dan tertarik dalam belajar IPA terutama tentang materi ekosistem. Sedangkan untuk hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan pada kondisi awal rata-rata nilai kelas sebesar 59,34 meningkat menjadi 73,38 pada siklus I dan 80,69 pada siklus II. Sedangkan ketuntasan klasikal belajar siswa pada pra siklus sebesar 37,5% meningkat menjadi 68,75% pada siklus I dan 100% pada siklus II. Dengan demikian, kombinasi model pembelajaran talking stick dan guided note taking terbukti efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa baik pada ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa, 1998.
Abdurrahman, Mulyana, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1994.
Arikunto, Suharsimi, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Aris, Shoimin. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Djamarah, Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
Eggen, P.D. and Kauchak. D.P. 1996. Learning and Teaching. 2 nd ed. Needdham Height, Massachussets: Allyn and Bacon.
Hamalik, Oemar, Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, Bandung: Bumi Aksara, 2000.
Ike Yunita, 22 Prinsip Komunikasi Efektif untuk Meningkatkan Minat Belajar Anak, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Mitchell, Campbell Reece, Biologi Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 2002.
Nana Sujana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Rosda Karya, 1999.
Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Rosda Karya, 2000, Cet. 12.
Radopoetro, Zoologi, Jakarta: Erlangga, 1990.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar