PENINGKATAN HASIL BELAJAR PPKn MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN AKTIF, BAHAGIA, ASYIK, HUMANIS, KREATIF DAN UNIK (ABAHKU)
BAGI SISWA KELAS VI SD

 

Suyahman

Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peningkatan hasil belajar PPKn melalui pendekatan pembelajaran ABAHKU bagi siswa kelas VI SD Negeri Pucangan 3 tahun pelajaran 2017-2018. Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas, dengan menggunakan pendekatan eksperimen. Subjek penelitiannya adalah guru dan siswa kelas VI SD negeri Pucangan 3, dan objeknya adalah hasil belajar PPKn dan pendekatan pembelajaran ABAHKU. Metode pengumpulan datanya: tes, observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik campuran yaitu: teknik analisis kuantitatif untuk menghitung nilai rata-rata hasil belajar awal penelitian dan nilai rata-rata sesudah dilakukan penelitian, dan teknik analisis data kualitatif dengan teknik analisis interaktif yang terdiri dari tiga langkah yaitu: reduksi data, display data dan vrifikasi data. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada awal penelitian diketahui nilai rata-rata tes formatif sebesar 7, 8 dan dari 30 anak yang memenuhi KKM hanya 12 anak dengan nilai KKMK 8, 0 sesudah diterapkan dengan pendekatan pembelajaran ABAHKU maka nilai rata-rata tes formatif menjadi sebesar 8, 3 dan dari 30 anak yang memenuhi KKM sebanyak 28 anak. Dari aspek kegiatan guru dan anak dalam pembelajaran PPKn ; dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada tahap awal penelitian pembelajaran bersifat guru sentris, anak hanya dipandang sebagai objek, pembelajaran kurang menarik dan kurang menyenangkan, anak tidak fokus pada pelajaran, anak cepat bosan dan jenuh, anak kurang konsentrasi dalam pembelajaran , guru kurang mampu memberi motivasi anak untuk bertanya, guru kurang mampu mengembangkan bahan ajar, daya serap anak rendah. Keaktifan guru dan anak sesudah dilakukan penelitian: pemeblajaran berpusat pada siswa, siswa berpartisipasi secara aktif, siswa termotivasi untuk bertanya , pembelajaran menarik dan menyenangkan, guru mampu mengembangkan bahan ajar, daya serap siswa mengalami peningkatan yang signiqikan. Kesimpulannya: bahwa peningkatan hasil belajar PPKn dapat dilakukan melalui penerapan pembelajaran ABAHKU bagi siswa kelas VI SD Negeri pucangan 3 tahun pelajaran 2017-2018.

Kata-Kata Kunci: hasil belajar PPKn dan pendekatan pemeblajaran ABAHKU

 

PENDAHULUAN

Belajar adalah suatu proses perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan yang terjadi karena belajar bersifat dinamis artinya selalu berkembang sejalan dengan perkembangan jasmani dan rokhani peserta didik (Sulisrtiyono, 2015). Perubahan yang terjadi akibat belajar setiap siswa berbeda, karena tiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lain. Namun demikian tentunya setiap guru selalu menghendaki perubahan yang terjadi karena belajar selalu optimal(Endang, 2016). Semakin perubahan siswa karena belajar semakin banyak maka proses pembelajaran semakin berhasil, sebaliknya semakin sedikit perubahan yang dialami siswa maka proses pembelajaran semakin tidak berhasil. Dengan demikian maka indikator keberhasilan proses pembelajaran yaitu semakin banyaknya eprubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang ada pada setiap siswa.

Guna mengetahui tingkat perubahan karena proses pembelajaran maka guru melakukan tes baik formatif maupun sumatif. Dengan tes ini maka tingkat perubahan khususnya pada aspek pengetahuan akan terdeteksi artinya semakin siswa mendapatkan hasil tes semakin tinggi berarti untuk aspek pengetahuan terjadi perubahan yang tinggi dan sebaliknya. Sedangkan untuk aspek sikap ditunjukan dengan terjadinya perubahan sikap sebelum dan sesudah proses pemeblajaran, misalnya sebelum proses pembelajaran sikap disiplin, kerjasamanya, kepedulian kurang akan tetapi setelah proses pembelajaran terjadi perubahan sikap disiplinnya semakin meningkat, rasa pedulinya semakin tinggi dan kekompakannya semakin baik berarti telah terjadi pada aspek sikap demikian juga pada aspek keterampilan , misalnya semula sebelum proses pembelajaran tidak dapat menyanyikan lagu-lagu nasional sekaligus dengan biramanya akan tetapi setelah proses pembelajaran dapat menyanykan lagu-lagu nasional sekaligus biramanya hal ini berarti telah terjadi perubahan dalam aspek keterampilan.

Penelitian ini difokuskan pada peningkatan hasil belajar PPKn dengan menggunakan pendekatan pembelajaran aktif, bahagia, asyik, humanis, kreatif dan unik (ABAHKU). Bagi siswa kelas VI SD Negeri Pucangan 3 Kecamatan kartasura, kabupaten sukoharjo tahun pelajaran 2017-2018. Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan Apakah dengan menerapkan pendekatan pembelajaran aktif, bahagia, asyik, humanis, kreatif dan unik (ABAHKU) dapat meningkatkan hasil belajar PPKn Bagi siswa kelas VI SD Negeri Pucangan 3 Kecamatan kartasura, kabupaten sukoharjo tahun pelajaran 2017-2018/. Tujuan penelitiannya dirumuskan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar PPKn dengan menggunakan pendekatan pembelajaran aktif, bahagia, asyik, humanis, kreatif dan unik (ABAHKU). Bagi siswa kelas VI SD Negeri Pucangan 3 Kecamatan kartasura, kabupaten sukoharjo tahun pelajaran 2017-2018.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini termasuk jenis penelitian tindakan kelas (PTK) berasal dari bahasa Inggris, yaitu Classrom Action Research Menurut Lewin (Tahir 2012:77), PTK merupakan siasat guru dalam mengaplikasikan pembelajaran dengan berkaca pada pengalamnya sendiri atau dengan perbandingan dari guru lain. Pendapat lain Bahri (2012:8), menjelaskan Penelitian Tindakan Kelas merupakan sebuah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengamati kejadian-kejadian dalam kelas untuk memperbaiki praktek dalam pembelajaran agar lebih berkualitas dalam proses sehingga hasil belajarpun menjadi lebih baik. Demikian Suyadi, 2012:18, PTK secara lebih sistematis dibagi menjadi tiga kata yaitu penelitian, tindakan, dan kelas. Penelitian yaitu kegiatan mengamati suatu objek tertentu dengan menggunakan prosedur tertentu untuk menemukan data dengan tujuan meningkatkan mutu. Kemudian tindakan yaitu perlakuan yang dilakukan dengan sengaja dan terencana dengan tujuan tertentu. Dan kelas adalah tempat di mana sekelompok peserta didik menerima pelajaran dari guru yang sama. Sanjaya pun memiliki pendapat yang berbeda , 2010:25, Secara bahasa ada tiga istilah yang berkaitan dengan penelitian tindakan keleas (PTK), yakni penelitian, tindakan, dan kelas. Pertama, penelitian adalah suatu perlakuan yang menggunakan metologi untuk memecahkan suatu masalah. Kedua, tindakan dapat diartikan sebagai perlakuan yang dilakukan oleh guru untuk memperbaiki mutu. Ketiga kelas menunjukkan pada tempat berlangsungnya tindakan.

Juga John Elliot, PTK adalah peristiwa sosial dengan tujuan untuk meningkatkan kualiatas tindakan di dalamnya. Di mana dalam proses tersebut mencakup kegiatan yang menimbulkan hubungan antara evaluasi diri dengan peningkatan profesional. Pendapat Kemmis dan Mc. Taggart (Sanjaya, 2010:25), PTK adalah gerakan diri sepenuhnya yang dilakukan oleh peserta didik untuk meningkatkan pemahaman. Akhirnya Arikunto (Suyadi, 2012:18), PTK adalah gabungan pengertian dari kata “penelitian, tindakan dan kelas”. Penelitian adalah kegiatan mengamati suatu objek, dengan menggunakan kaidah metodologi tertentu untuk mendapatkan data yang bermanfaat bagi peneliti dan dan orang lain demi kepentingan bersama. Selanjutnya tindakan adalah suatu perlakuan yang sengaja diterapkan kepada objek dengan tujuan tertentu yang dalam penerapannya dirangkai menjadi beberapa periode atau siklus. Dan kelas adalah tempat di mana sekolompok siswa belajar bersama dari seorang guru yang sama dalam periode yang sama.

Berdasarkan beberapa pemahaman mengenai PTK diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas (PTK) adalah suatu pengamatan yang menerapkan tindakan didalam kelas dengan menggunakan aturan sesuai dengan metodologi penelitian yang dilakukan dalam beberapa periode atau siklus. Berdasarkan jumlah dan sifat perilaku para anggotanya, PTK dapat berbentuk individual dan kaloboratif, yang dapat disebut PTK individual dan PTK kaloboratif. Dalam PTK individual seorang guru melaksanakan PTK di kelasnya sendiri atau kelas orang lain, sedang dalam PTK kaloboratif beberapa orang guru secara sinergis melaksanakan PTK di kelas masing-masing dan diantara anggota melakukan kunjungan antar kelas.

Dengan melihat beragamnya pandangan tentang PTK maka PTK memiliki: karakterlistik tersendiri sebagai pembeda dengan penelitian-penelitian lainya. Adapun beberapa karakter tersebut adalah: 1. PTK hanya dilakukan oleh guru yang memahami bahwa proses pembelajaran perlu diperbaiki dan ia terpanggil jiwanya untuk memberikan tindakan-tindakan tertentu untuk membenahi masalah dalam proses pembelajaran dengan cara melakukan kolaborasi. Menurut Usman (dalam Daryanto, 2011:2) guru dengan kompetensi tinggi merupakan seorang yang memiliki kemampuan dan keahlian serta keterampilan dalam bidangnya. Sehingga Ia dapat melakukan fungsi dan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik dengan maksimal. 2. Refleksi diri, refleksi merupakan salah satu ciri khas PTK yang paling esensial. Dan ini sekaligus sebagai pembeda PTK dengan penelitian lainnya yang menggunakan responden dalam mengumpulkan data, sementara dalam PTK pengumpulan data dilakukan dengan refleksi diri. (Tahir, 2012:80) 3. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di dalam “kelas” sehingga interaksi antara siswa dengan guru dapat terfokuskan secara maksimal. “Kelas” yang dimaksud di sini bukan hanya ruang yang berupa gedung, melainkan “tempat” berlangsungnya proses pembelajaran antara guru dan murid. (Suyadi, 2012:6) 4. PTK bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran secara terus menerus. PTK dilaksakan secara berkesinambungan di mana setiap siklus mencerminkan peningkatan atau perbaikan. Siklus sebelumnya merupakan patokan untuk siklus selanjutnya. Sehingga diperoleh model pembelajaran yang paling baik. (Daryanto, 2011:6) 5. PTK merupakan salah satu indikator dalam peningkatan profesionalisme guru, karena PTK memberi motivasi kepada guru untuk berfikir Kritis dan sistematis, membiasakan guru untuk menulis, dan membuat catatan yang dapat. Di mana semua itu dapat menunjang kemampuan guru dalam pembelajaran. (Daryanto, 2011:6) 6. PTK bersifat fleksibel sehingga mudah diadaptasikan dengan keadaan kelas. Dengan demikian proses pembelajaran tidak monoton oleh satu model saja.(Tahir, 2012:81) 7.PTK menggunakaan metode kontekstuall. Artinya variable- variable yang akan dipahami selalu berkaitan dengan kondisi kelas itu sendiri. Sehingga data yang diperoleh hanya berlaku untuk kelas itu saja dan tidak dapat digeneralisasikan dengan kelas lain. (Tahir, 2012:81) 8. PTK dalam pelaksanaannya terbikai dalam beberapa pembagian waktu atau siklus. (Sukardi, 2011:212) 9.PTK tidak diatur secara khusus untuk memenuhi kepentingan penelitian semata. melainkan harus disesuaikan dengan program pembelajaran yang sedang berjalan di kelas tersebut. (Sanjaya, 2010:34). Pendapat lain Menurut Richard Winter ada enan karakteristik penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu:

1.     Kritik Refleksi. Salah satu langkah penelitian kualitatif pada umumya, dan khususnya penelitian tindakan kelas ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam(PTK) yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau penelitian, dan refleksi ini perlu adanya kritik sehingga dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan. Adapun menurut Schmuck (1997), yang dimaksud refleksi disini adalah refleksi dalam pengertian melakukan introspeksi diri, seperti guru mengingat kembali apa saja tindakan yang telah dilakukan di dalam kelas, apa dampak dari tindakan tersebut, mengapa dampaknya menjadi demikian dan sebagainya.

2.     Kritik Dialektis. Dengan adanya kritik dialektif diharapkan penelitian bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan pemerisaan terhadap: a. Kontek hubungan secara menyeluruh yang merupakan suatu unit walaupun dapat dipisahkan secarta jelas. b. Struktur kontradiksi internal, maksudnya dibalik unut yang kelas yang memungkinkan adanya kecenderungan mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik unit tersebut bersifat stabil.

3.     Kritik Kolaboratif. Dalam penelitian tindakan kelas (PTK) diperlukan hadirnya suatu kerjasama dengan pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya.

4.     Kritik Resiko. Dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agr peneliti berani mengambil resiko, terutama pada waktu proses penelitian berlangsung. Resiko yang mungkin ada diantaranya: Adanya tuntutan untuk melakukan suatu transformasi, dan Melesetnya hipotesis

5.     Kritik Susunan Jamak. Pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional berstruktur tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal, penelitiannya. Akan tetapi, PTK memiliki struktur jamak karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif, partisipasitif dan kolaboratif, dan 6. Kritik Internalisasi Teori dan Praktek. Di dalam penelitian tindakan kelad (PTK), keberadaan antara teori dan praktikbukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan tetapi keduanya merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung dan keduanya berfungsi untuk mendukung transformasi.

Subjek dalam penelitian ini adalah Guru dan Siswa Kelas VI SD Negeri Pucangan 3 Kecamatan kartasura, kabupaten sukoharjo, dan objeknya adalah hasil belajar PPKN dan pendekatan pembelajaran ABAHKU.

Metode pengumpulan data yang digunakan: observasi, wawancara, tes dan dokumentasi.Teknik analisis data yang digunakan teknik analisis campuran yaitu analisis kuanytitatif untuk menghitung nilai rata-rata capaian pembelajaran hasil tes formatif sebelum dan sesudah menggunakan pendekatan pembelajaran ABAHKU, dan analisis kualitatif interaktif untuk menganalisis data kualitatif yang berupa aktifitas guru dan siswa sebelum dan sesudah menggunakan pendekatan pembelajaran ABAHKU. Teknik analisis kualitatif terdiri dari 3 tahap yaitu: reduksi data, display data, dan verifikasi data.

HASIL DAN DISKUSI

1.    Hasil Penelitian

Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan salah satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Tujuan pembelajaran hendaknya diletakkan dan dijadikan titik tolak berfikir guru dalam menyusun sebuah Rencana Pembelajaran, yang akan mewarnai komponen-komponen perencanan lainnya.

Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia.

Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran.

Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa: (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan).

Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian.

Dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.

Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran.

Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi. Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran.

Berbicara tentang perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran. Bloom mengklasifikasikan perilaku individu ke dalam tiga ranah atau kawasan, yaitu: (1) kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dakamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation); (2) kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (receiving/ attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization); dan (3) kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari: kesiapan (set), peniruan (imitation, membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.

Sementara itu, Anderson, dkk. (2001) dalam bukunya yang berjudul “A Taxonomy for Learning and Teaching and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives” telah merevisi pemikiran Bloom di atas. Berkaitan dengan ranah kognitif. Anderson, dkk. memilah ranah kognitif ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu: (1) dimensi pengetahuan (knowledge) dan (2) dimensi proses kognitif (cognitive processes). Dimensi pengetahuan (knowledge) dibagi ke dalam 4 kelompok, yaitu: (1) pengetahuan faktual, (2) pengetahuan konseptual, (2) pengetahuan prosedural, dan (4) pengetahuan metakognitif. Sedangkan dimensi proses kognitif (cognitive processes) mencakup: (1) menghafal (remember); (2) memahami (understand); (3) mengaplikasikan (applying); (4) menganalisis (analyzing); (5) mengevaluasi (evaluate) dan (6) membuat (create). Revisi yang dilakukan Anderson, dkk merupakan upaya untuk menyesuaikan tujuan pembelajaran yang sejalan dengan tuntutan pendidikan abad ke-21.

Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written plan/RPP), untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) analisis taksonomi perilaku sebagaimana dikemukakan oleh Bloom di atas. Dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor.

Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.

Berkenaan dengan perumusan tujuan performansi, Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan

Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara jelas. Dalam hal ini Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran.

Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD. A=Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik lainnya), B=Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), C=Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai, dan D=Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima).

Berdasarkan beberapa pandangan terkait dengan tujuan pemeblajaran maka dapat disimpulkan bahwa esensi tujuan pemeblajaran adalah terjadinya perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang maksimal pada peserta didik. Dengan kata lain bahwa tujuan pembelajaran pada akhirnya merupakan wujud nyata dari optimalisasi hasil belajar siswa terhadap bahan ajar yang diajarkan oleh guru. Tercapainya optimalisasi hasil belajar dapat diukur dengan menggunakan tes baik tertulis maupun tidak tertulis.

Dalam konteks pembelajaran PPKN di SD dapat dimaknai tercapainya hasil pembelajaran PPKn secara optimal yang ditunjukan dengan tingginya daya serap dan banyaknya siswa yang emndapatkan nilai di atas KKM yang telah ditentukan. Dalam aspek sikap tentunya perubahan sikap dari negatif menjadi potif, dan perubahan keterampilan ditunjukan dengan dari tidak bisa menjadi bisa dari tidak terampil menjadi terampil.

Berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti lakukan selama 2 bulan yakni mulai awal pelajaran yakni tgl 17 Juli 2017 sampai dengan 30 Agustus 2017 terhadap siswa jelas VI SD Negeri Pucangan 3 diperoleh informasi sebagai berikut. Aktifitas guru dalam pemeblajaran PPKn cenderung guru centris, diawal maupun di akhir pelajaran guru tidak menyampaikan target nilai karakter yang akan dicapai, pemeblajaran didominasi dengan metode ceramah, guru hanya teks book, guru tidak mampu mengembangkan bahan ajar, guru tidak mampu memberikan motivasi siswa untuk bertanya, guru tidak menggunakan media yang bervariasi. Pembelajaran kurang menarik dan menyenangkan, serta guru menggunakan pola interaksi one eay communication.

Adapun hasil pengamatan dan wawancara siswa kelas VI adalah sebagai berikut: siswa cepat bosan, siswa kurang memperhatikan, siswa kurang bergairah, siswa kurang termotivasi untuk bertanya dan bahasa yang digunakan guru sulit dipahami, guru datang sering terlambat dan mengakhiri eplajaran sebelum waktunya habis.

Hasil wawancara dengan guru diperoleh informasi sebagai berikut: sulit memahami kurikulum PPKN SD tahun 2013, sulit membuat perangkat pembelajaran, sulit melakukan evaluasi sikap dan keterampilan, terbatasnya media yang ada di sekolah.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap guru dan siswa ternyata berdampak pula pada capaian hasil pemeblajaran siswa. Berdasarkan data nilai formatif guru SD kelas VI Pucangan 3 diperoleh informasi dari 32 anak yang mendapatkan nilai di atas KKM hanya 12 anak dengan nilai KKM 80, nilai tertinggi 87 anak sebanyak 10 anak, nilai terendah 56 sebanyak 9 anak, 19 anak mendapatkan nilai kisaran antara 80-55.

Dari hasil analisis ini maka harus dicarikan solusinya dan menurut peneliti solusi yang tepat dengan melakukan perubahan penggunaan pendekatan pembelajaran.

2.    Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan data hasil penelitian dapat peneliti jelaskan sebagai berikut: pertama bahwa proses pembelajaran PPKn siswa kelas VI SD Negeri pucangan 3 cenderung konvensional dampaknya adalah capaian hasil pembelajaran tidak maksimal. Hal ini didukung dengan rendahnya daya serap siswa yang ditunjukan hanya sebagian kecil siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM dalam aspek sikap belum terjadinya perubahan sikap yang sangat berarti dalam pemeblajaran PPKn demikian juga dalam hal perubahan keterampilan juga kurang maksimal.

Melihat kondisi yang demikian setelah dilakukan penerapan pendekatan pembelajaran ABAHKU terjadi perubahan yang signifikan baik perubahan aktifita guru aktifitas siswa maupun capaian hasil pembelajaran. Hasil pengamatan ketika guru menerapkan pendekatan pembelajaran ABAHKU dapat dideskripsikan sebagai berikut: Pertama Aktifitas guru dalam pembelajaran PPKN: sebelum pembelajaran PPKn dimulai guru melakukan kegiatan awal yaitu mengucapkan salam memimpin doa, mempresentasi siswa, mengajak siswa menyanyikan lagu-lagu nasional, menunjuk siswa untuk memperagakan karakter pahlawan, menggunakan metode debat dengan tema Merah Putih Kita ganti, guru menjelaskan nilai karakter apa yang akan dicapai, guru memposisikan diri sebagai fasilitator, guru memberikan motivasi siswa untuk bertanya, guru mengembangkan bahan ajar dengan hal-hal yang aktual, guru menerapkan interaksi komunikasi multi wah communication, guru menerapkan metode bermain, pembelajaran guru menarik dan menyenangkan.Kedua aktifitas siswa: siswa aktif dalam pembelajaran, siswa termotivasi untuk bertanya, siswa fokus pada pembelajaran, daya serap bahan ajar siswa tinggi terbukti dari 32 siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM sebanyak 29 siswa dengan nilai tertinggi 95 sebanyak 15 anak dan nilai terendah 75 sebanyak 3 anak , dengan nilai rata-rata 8, 2.

Dengan terjadinya perubahan ini maka pendekatan pemeblajaran ABAHKU ternyata dapat merubah paradigma pembelajaran dari konvensional menjadi modern. Dengan pembelajaran yang modern Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas. Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Tujuan pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas, yang didalamnya mencakup komponen: Audience, Behavior, Condition dan Degree

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran ABAHKU dapat meningkatkan hasil belajar PPKn siswa kelas VI SD negeri Pucangan 3 Kecamatan kartasura, kabupaten sukoharjo tahun Akademi 2017-2018.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, et al. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman.

Bruce Joyce, Marsha Weil, Models of Teaching, (New York: Allyn and Bacon & Scuter, 2009), h.6

Charles M. Regeluth, Instructional Design Theories and Models, An Overview of Their Current Status, (New York: Routledge, 1999), hh. 18 – 20.

Dick Walter, Lou Carey, James O.Carey, The Sistematic Design of Instruction, (New Jersey: Pearson, 2001), pp. 3-4.

Darmansyah, Penelitian Tindakan KelaS, (Semarang: UNP, 2006), 13.

Dimyati dan Mujiono, Belajar dan Pembelajarn, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 3-4

Forijad, Penelitian dan Evaluasi Belajar, (Jakarta: Karya Bersama, 1998).

Gredler, Margareth E. Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Kencana, 2011), p.3-4.

Hamzah B. Uno.2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Henry Clay Lindgren, Educational Psychology in the Classroom, (Toronto: John Wiley & Sons, Inc., 1976), p. 29.

Heinich, Robert, et al, Instructional Media and Technology for Learning, (New Jersey: Prentice Hall, 1999), p. 8.

Hergenhahn, Matthew Olson, Theories of Learning (Teori Belajar), (Jakarta: Kencana, 2010), hh. 180-194.

John C. Maxwell, (1995) Mengembangkan Sikap Pemenang Alih Bahasa Anton Adi Wiyoto (Jakarta: Binarupa Aksara)

Nana Sudjana. (2004). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Nana Syaodih Sukmadinata. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Omar Hamalik.2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara

Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses

Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 136.

Reigeluth, Charles M , Instructional Design Theories and Models, (New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers, 2009), p. 22.

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Cet. XV). Bandung: PT. Ramaja Rosdakarya.

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius

SuratinaTirtonegoro, Anak Super Normal dan Program Pendidikannya, (Jakata: Bina

Aksara, 2001), 43

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta:, Bina Reka Cipta, (2002), 12.

Toeti, Sukamto dan Udin Sarifudin, Wianataputra, (1997) Teori Belajar Dan Model-model Pembelajaran (Jakarta: PAU-Dekdikbud)

Udin Winataputra, Teori Belajar dan Pembelajar, (Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas terbuka, 2007), 1.10

W.Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: Gramedia, 1989), 82.

Winarno Surakhmad, Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung: Jemmars, 1980), 25

W. James Popham dan Eva L. Baker.2005. Teknik Mengajar Secara Sistematis (Terj. Amirul Hadi, dkk). Jakarta: Rineka Cipta.

W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Yusufhadi Miarso, Survey Model pengembangan Instruksional, “makalah” (Universitas Negeri Jakarta, 2007), h.5