PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA

MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS III

SDN ROGOMULYO 02

 

Budiarto

SDN Rogomulyo 02 Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang

 

ABSTRAK

Pembelajaran IPA pada siswa kelas III SDN Rogomulyo 02, karena hanya dilaksanakan secara tekstual tanpa dikaitkan dengan keadaan lingkungan sekitar. Berdasarkan tes awal yang dilaksanakan pada materi lingkungan sehat dan tidak sehat, sebanyak 60% siswa belum mencapai KKM sebesar 65 dengan rata-rata 58. Oleh karena itu, melalui pendekatan konstekstul digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana peningkatan hasil belajar IPA melalui pendekatan kontekstual pada siswa kelas III SDN Rogomulyo 02? Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar IPA melalui pendekatan kontekstual pada siswa kelas III SDN Rogomulyo 02? Metode penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Simpulan dari penelitian ini adalah penerapan pendekatan kontekstual pada siswa kelas III SDN Rogomulyo 02 dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siklus I ketuntasan klasikal mencapai 70% dengan rata-rata 68 dan siklus II ketuntasan klasikal mencapai 80% dengan rata-rata 75.

Kata kunci: hasil belajar, IPA, pendekatan kontekstual

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pembelajaran IPA akan lebih bermakna jika dilaksanakan secara kontekstual. Sesuai dengan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 mengamanatkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Oleh karena itu, pembelajaran IPA harus dapat mengaktifkan siswa, kreatif, efektif dan menyenangkan, agar siswa tidak merasa bosan dengan pembelajaran yang mereka laksanakan.

Bertolak belakang dengan kondisi di atas, pembelajaran IPA pada siswa kelas III SDN Rogomulyo belum dapat mengaktifkan dan menyenangkan siswa. Sehingga berdampak pada proses belajar yang kurang menyenangkan dan hasil belajar yang kurang optimal. Dikarenakan pembelajaran hanya bersifat tekstual dan bersifat hafalan, jadi siswa sulit memahami materi dengan baik. Berdasarkan hasil tes awal dapat diketahui bahwa 60% siswa secara klasikal belum mencapai KKM 65 dengan rata-rata 58.

Untuk memecahkan masalah di atas, salah satu solusi yang ditawarkan oleh peneliti adalah melalui pendekatan kontekstual diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas III SDN Rogomulyo 02. Menurut Cahyo (2013:150) bahwa pembelajaran kontekstual merupakan sebuah proses pembelajaran yang komprehensif dan bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa dalam memahami materi pelajaran dengan menghubungkan materi tersebut dengan kehidupan sehari-hari mereka. Menurut Nurhadi (2002:10) terdapat tujuh komponen utama dalam pembelajaran kontekstual yaitu: 1) kontruktivisme; 2) inkuiri; 3) bertanya; 4) masyarakat belajar; 5) pemodelan; 6) refleksi; dan 7) penilaian autentik. Penerapan pembelajaran kontekstual menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga berdampak pada peningkatan hasil belajar IPA.

Berdasarkan penelitian Rosita dkk. Penerapan model pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran IPA kelas VI SDN 2 Kalirejo dapat meningkatkan hasil belajar IPA yaitu ketuntasan pada siklus I sebesar 59,10%, siklus II 75%, dan siklus III 86,37%. Dari hasil penelitian tersebut, penerapan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar IPA secara signifikan. Oleh karena itu, secara empiris peneliti memilih pembelajaran kontekstual sebagai solusi pemecahan masalah pembelajaran IPA di kelas III SDN Rogomulyo 02.

Dari uraian latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan judul “ Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Kontekstual Pada SIswa kelas III SDN Rogomulyo 02”

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan hasil belajar IPA melalui pendekatan kontekstual pada siswa kelas III SDN Rogomulyo 02?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan hasil belajar IPA melalui pendekatan kontekstual pada siswa kelas III SDN Rogomulyo 02.

KAJIAN PUSTAKA

Hasil Belajar

Hasil belajar adalah output dari sebuah proses pembelajaran yang menjadi indikator tuntas atau tidaknya suatu pembelajaran. Menurut Sudjana (2009:3) bahwa hasil belajar siswa adalah adanya perubahan tingkah laku yang mencakup ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2013:3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu proses belajar mengajar. Dari guru, proses mengajar diakhiri dengan evaluasi pembelajaran. Dari siswa, hasil belajar merupakan sebuah puncak dari proses belajar.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku dari suatu proses belajar mengajar yang mencakup ranah kognitif, psikomotor dan afektif.

Pembelajaran IPA di SD

Pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan, yang dilaksanakan dengan menuangkan pengetahuan kepada siswa (Hamalik, 2008: 25). Bila pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar.

IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan sistematis dan IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Sulistyorini, 2007: 39).

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran IPA adalah ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian gagasan-gagasan. 

Pendekatan Kontekstual

Trianto (2008:20) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran pembelajaran kontekstual yaitu: kontruktivisme (Constrtuctivisme), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).

Tujuh komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas yaitu:

a.   Konstruktivisme (Constructivism), merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan yang dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengkontruksi pengetahuan di benak mereka sendiri.

b.   Menemukan (Inquiry), merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkan hasil menemukan sendiri.

c.    Bertanya (Questioning), merupakan strategi utama yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.

d.   Masyarakat belajar (Learning community), konsep ini menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen.

e.   Pemodelan (Modeling), maksudnya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Pemodelan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Siswa dapat ditunjuk untuk memodelkan sesuatu berdasarkan pengalaman yang diketahuinya.

f.    Refleksi (Reflection), adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau penegetahuan yang baru diterima.

g.   Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment), merupakan proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment) dilaksanakan selama dan sesudah kegiatan pembelajaran.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas III SDN Rogomulyo 02 sejumlah 20 siswa yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan. Penilaian hasil belajar diperoleh dengan rumus nilai =  x 100. Indikator keberhasilan dari penelitian yaitu jika lebih dari sama dengan 70% siswa mencapai ketuntasan klasikal dengan KKM 65.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah peneliti melakukan 2 siklus pembelajaran, maka diperoleh data-data penelitian. Penilaian hasil belajar siswa dari pra siklus sampai siklus II juga menunjukkan adanya peningkatan. Sebelum adanya tindakan sebanyak 60% siswa belum mencapai KKM 65. Artinya hanya 40% siswa yang tuntas mencapai KKM.

Pada siklus I guru menerapkan pembelajaran kontekstual dengan tujuh tahapan yaitu: 1) kontruktivisme (guru membangun pengetahuan awal siswa); 2) inkuiri (siswa menemukan sendiri pengetahuan yang mereka pelajari); 3) bertanya (guru dan siswa mengadakan tanya jawab untuk menggali pengetahuan siswa); 4) masyarakat belajar (siswa belajar secara berkelompok); 5) pemodelan (adanya model yang bisa ditiru baik dari guru maupun siswa); 6) refleksi (adanya umpan balik untuk mengulang kembali materi yang sudah dipelajari); dan 7) penilaian autentik (penilaian terhadap hasil belajar siswa). Materi pelajaran pada siklus I adalah lingkungan sehat dan tidak sehat. Setelah menerapkan pendekatan kontekstual hasil belajar IPA meningkat ketuntasan klasikalnya menjadi 70% atau hanya 30% yang belum mencapai KKM. Untuk menindak lanjuti kekurangan siklus I, maka perlu dilanjutkan tindakan pada siklus II.

Pada siklus II guru menerapkan pembelajaran kontekstual sama seperti pada siklus I dengan tujuh tahapan yaitu: 1) kontruktivisme (guru membangun pengetahuan awal siswa); 2) inkuiri (siswa menemukan sendiri pengetahuan yang mereka pelajari); 3) bertanya (guru dan siswa mengadakan tanya jawab untuk menggali pengetahuan siswa); 4) masyarakat belajar (siswa belajar secara berkelompok); 5) pemodelan (adanya model yang bisa ditiru baik dari guru maupun siswa); 6) refleksi (adanya umpan balik untuk mengulang kembali materi yang sudah dipelajari); dan 7) penilaian autentik (penilaian terhadap hasil belajar siswa). Materi pelajaran pada siklus II adalah lingkungan sehat dan tidak sehat. Setelah menerapkan pendekatan kontekstual hasil belajar IPA meningkat ketuntasan klasikalnya menjadi 80% atau hanya 20% yang belum mencapai KKM. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 1 Perbandingan Hasil Belajar dari Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II

Kriteria

Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

Tuntas

40%

70%

80%

Tidak Tuntas

60%

30%

20%

 

Selain peningkatan ketuntasan hasil belajar di atas, rata-rata nilai kelas juga meningkat. Pada pra siklus rata-rata kelas hanya 58, meningkat pada siklus I menjadi 68 dan pada siklus II meningkat menjadi 75. Hal ini menunjukkan adanya keberhasilan pencapaian indikator yang telah peneliti tetapkan.

Berdasarkan dari deskripsi dan analisis data yang peneliti sajikan di atas, dapat dilihat beberapa temuan selama penelitian. Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan guru dari pra siklus sampai siklus II terus mengalami peningkatan dari segi kualitas. Sebelum pra siklus, kegiatan pembelajaran masih dilaksanakan secara monoton. Hal ini dapat dilihat dari metode yang digunakannya. Guru masih menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran. Akibatnya siswa lebih banyak menerima pelajaran bukan melaksanakan pengalaman belajar. Hal ini menyebabkan pembelajaran kurang menyenangkan dan membosankan bagi siswa. Siswa kurang tertarik dan perhatian terhadap materi yang disampaikan sehingga nilai ketuntasan belajar siswa menjadi rendah. Setelah dilaksanakan tindakan, kualitas pembelajaran yang dilaksanakan guru terus mengalami peningkatan. Pada siklus I, guru mampu menyajikan pembelajaran lebih baik bila dibanding pra siklus. Siswa sudah merasakan kondisi pembelajaran yang dilaksanakan guru sudah menyenangkan dan siswa sudah terlatih untuk kerjasama. Akibatnya keaktifan, inisiatif, konsentrasi dan kerja sama siswa meningkat. Semua peningkatan aktivitas belajar siswa ini berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif yang ditunjukkan oleh
meningkatkan hasil tes secara signifikan.

Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual memiliki dampak positif dalam meningkatkan daya ingat siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar meningkat dari prasiklus hingga siklus II) yaitu masing-masing 40%, 70%, dan 80%. Pada siklus II ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai. Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran kontekstual dalam setiap siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap proses mengingat kembali materi pelajaran yang telah diterima selama ini, yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan. Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA dengan pembelajaran kontekstual yang paling dominan adalah bekerja dengan menggunakan alat/media, mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.

SIMPULAN

Berdasarkan temuan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan kontekstual dilaksanakan dalam tujuh tahapan yaitu: 1) kontruktivisme (guru membangun pengetahuan awal siswa); 2) inkuiri (siswa menemukan sendiri pengetahuan yang mereka pelajari); 3) bertanya (guru dan siswa mengadakan tanya jawab untuk menggali pengetahuan siswa); 4) masyarakat belajar (siswa belajar secara berkelompok); 5) pemodelan (adanya model yang bisa ditiru baik dari guru maupun siswa); 6) refleksi (adanya umpan balik untuk mengulang kembali materi yang sudah dipelajari); dan 7) penilaian autentik (penilaian terhadap hasil belajar siswa). Penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas III SDN Rogomulyo 02. Peningkatan hasil belajar IPA dapat dilihat dari ketuntasan belajar klasikal dari pra siklus yaitu 40%, siklus I 70% dan siklus II meningkat menjadi 80%.

DAFTAR PUSTAKA

Cahyo. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar. Jogjakarta: DIVA Press

Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara

Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Rosita, Ida dkk. 2014. Penerapan Pendekatan Kontekstual Dalam Peningkatan Pembelajaran IPA Pada Siswa Kelas VI SDN 2 Kalirejo Kecamatan Karangayam Tahun Pelajaran 2014/2015. Jurnal FKIP UNS diunduh 25 September 2018

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Rosda Karya

Sulistyorini, Sri. 2007. Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Semarang: Tiara Wacana

Trianto.2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual di Kelas. Jakarta: Cerdas Pustaka