Peningkatan Hasil Belajar Menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK
PADA SISWA KELAS 3 SD
Erisma Ayu Sukmaningrum, Mawardi, Krisma Widi Wardani
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Univesitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran matematika realistik. Jenis penelitian ini adalah PTK dengan model Kemmis dan Mc Taggart yang setiap siklusnya terdiri dari perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian dilakukan di kelas 3 SDN Mangunsari 01 Kota Salatiga dengan jumlah 20 siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi kegiatan guru dan siswa serta soal tes. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik analisis ketuntasan dan teknik analisis deskriptif komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketuntasan hasil belajar siswa yang mulanya pada pra siklus sebesar 15%, pada siklus I meningkat menjadi sebesar 60%. Kemudian meningkat lagi pada siklus II menjadi 90%.
Kata kunci: Pembelajaran Matematika Realistik, Hasil Belajar.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menyiapkan diri dalam perananya dimasa akan datang. Pendidikan dilakukan tanpa ada batasan usia, ruang dan waktu yang tidak dimulai atau diakhiri di sekolah, tetapi diawali dalam keluarga dilanjutkan dalam lingkungan sekolah dan diperkaya oleh lingkungan masyarakat, yang hasilnya digunakan untuk membangun kehidupan pribadi agama, masyarakat, keluarga dan negara. Menurut Slameto (2010: 1) keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling penting.
Mata pelajaran merupakan salah satu kegiatan belajar yang mengarahkan siswa pada salah satu ilmu terapan yang dibutuhkan. Matematika merupakan salah satu ilmu terapan yang diajarkan sejak Sekolah Dasar. Menurut Heruman (2007: 1). Matematika adalah secara ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif ilmu tentan pola keturunan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan ke aksioma atau postulat yang akhirnya ke dalil. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan mulai dari sekolah dasar. Namun, pandangan orang terhadap pelajaran matematika secara umum negatif. Matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit sehingga tidak diminati kebanyakan orang. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman siswa terhadap pelajaran matematika dan pandangan bahwa matematika berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan, yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Matematika merupakan pengetahuan yang disusun secara deduktif dan dapat digunakan untuk mendidik dan melatih untuk berpikir secara logis (Hudoyo, 2008: 3).
Matematika dalam pembelajarannya memiliki tujuan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Oleh karena itu, pembelajaran matematika penting agar siswa menjadi sumber daya yang berkualitas dan bermutu.
Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan bahwa karakteristik matematika yang memiliki objek kajian abstrak. Hal ini berkaitan dengan karakteristik siswa SD yaitu senang merasakan atau melakukan/ memperagakan sesuatu secara langsung. Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, siswa SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasarkan pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi siswa SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri. Dengan demikian guru hendaknya merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat langsung dalam proses pembelajaran dan mengkonkretkan materi pelajaran yang disampaikan.
Namun pada kenyataannya dari hasil observasi pembelajaran matematika kelas III SDN Mangunsari 01 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga ditemukan permasalahan bahwa pembelajaran matematika masih berpusat pada guru. Guru kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran, pada umumnya hanya menggunakan metode ceramah dan penugasan dalam proses pembelajaran. Selain itu guru dalam memberikan materi belum menggunakan media nyata yang dekat dengan kehidupan siswa, padahal media-media nyata dari kehidupan sehari-hari siswa dapat digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika, agar siswa dapat memperoleh contoh langsung serta pengalaman dalam pembelajaran. Penggunaan media hanya sebatas buku paket atau buku pegangan, sehingga siswa hanya terpaku pada contoh-contoh gambar dalam buku.
Berdasarkan keadaan sebelumnya menunjukkan bahwa pembelajaran matematika pada sekolah tersebut masih tergolong konvensional, sebab urutan sajian yang diberikan oleh guru mengikuti alur informasi ceramah, pemberian contoh, dan pemberian tugas. Pembelajaran konvensional mengakibatkan siswa hanya bekerja secara prosedural dan memahami matematika tanpa penalaran. Selain itu guru tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan sendiri. Hal tersebut berdampak pada hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika menjadi rendah. Terutama pada materi persoalan uang, hasil yang diperoleh siswa masih dapat dibilang cukup rendah. Dari jumlah keseluruhan 20 siswa, hanya sebanyak 3 siswa yang nilainya sudah tuntas diatas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). KKM untuk mata pelajaran matematika yang ditetapkan 71. Jadi, masih ada sebanyak 17 siswa masih memperoleh nilai dibawah 71. Itu artinya penguasaan materi oleh siswa masih belum bisa diserap dengan baik. Diperlukan adanya suatu perbaikan pembelajaran baik dari model mengajar oleh guru maupun media pembelajaran yang dapat dipakai dalam menyampaikan materi pelajaran.
Berdasarkan permasalahan tersebut guru perlu menerapkan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika salah satunya dengan menerapkan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Pembelajaran Matematika Realistik (Yuwono, 2001:13), merupakan pembelajaran yang mengangkat permasalahan atau topik-topik dari kehidupan siswa yang dialami, diamati, dan dipahami sehari-hari. Oleh karena itu, PMR dapat menjadi alternatif yang dapat digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran untuk diperbaiki ke arah yang lebih baik. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) mendorong atau menantang siswa aktif bekerja, bahkan diharapkan dapat mengkonstruksi atau membangun pengetahuan sendiri yang diperolehnya. Pengalaman yang diperoleh siswa akan semakin berkesan apabila proses pembelajaran yang diperolehnya merupakan hasil dari pemahaman atau penemuan sendiri. Pembelajaran bermakna akan membawa siswa pada pengalaman belajar siswa yang menyenangkan. Pengalaman tersebut digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. PMR pengajarannya berangkat dari persoalan dalam dunia nyata yang diharapkan dapat bermakna bagi siswa. Dengan demikian pembelajaran ini pada akhirnya akan berdampak pada hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika.
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka penulis akan mengadakan penelitian dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik Pada Siswa Kelas III SDN Mangunsari 01 Semester 2 Tahun Pelajaran 2017/2018â€
KAJIAN PUSTAKA
Hakikat Pembelajaran Matematika
Adapun definisi matematika menurut beberapa ahli sebagai berikut. Depdiknas (2002: 7) mengemukakan “istilah matematika berasal dari bahasa Yunani ‘mathein’ atau ‘manthenein’ yang berarti mempelajari. Kata ‘matematik’ juga diduga erat hubungannyadengan kata dari Bahasa Sansekerta ‘medha’ atau ‘widya’ yang berarti kepandaian, ketahuan dan intelegensiaâ€. Sedangkan dalam KTSP, matematika merupakan “bahan kajian yang memiliki konsep abstrak dan dibangun melalui konsep penalaran deduktif , yaitu kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika sangat luas dan jelasâ€.
Menurut Hudoyo (2008: 3), “Matematika berkenaan dengan ide (gagasan – gagasan), aturan aturan, hubungan– hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep konsep abstrak. Matematika merupakan pengetahuan yang disusun secara deduktif dan dapat digunakan untuk mendidik dan melatih untuk berpikir secara logisâ€. Subarinah (2006: 1) mengemukakan “Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnyaâ€. Hal ini berarti belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep , struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, penulis menyimpulkan bahwa matematika merupakan suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit. Adapun karakteristik matematika menurut Soedjaji (2000: 13) yaitu “memiliki objek kajian abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong dalam arti, memperhatikan semesta pembicaraan, dan konsisten dalam sistemnyaâ€.
Berdasarkan definisi tersebut, matematika memiliki beberapa tujuan sebagai berikut: (a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. (b) Menggunakan penalaran pada pola pikir dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generaliasasi, menyusuun bukti atau menjelaskan gagasan pernyataan matematika. (c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (d) Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (e) Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika pada hakikatnya adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang (siswa) melaksanakan kegiatan belajar matematika dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika. Pembelajaran matematika seharusnya mampu menanamkan konsep matematika secara jelas, tepat dan akurat kepada siswa sesuai dengan jenjang kelasnya. Guru dapat menggunakan media atau metode pembelajaran yang tepat sebagai alat bantu untuk menanamkan atau memperjelas konsep terutana dalam menyampaikan konsep konsep abstrak dan belum dikenal siswa.
Hasil Belajar Matematika
Hasil adalah sesuatu yang diadakan atau dibuat oleh sebuah usaha (Poerwadarminta. 2003: 408). Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2006: 34) juga menyebutkan hasil belajar bahwa merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Gagne dalam Uno (2007: 137) menyebutkan hasil belajar merupakan kapasitas terukur dari perubahan individu yang diinginkan berdasarkan ciri-ciri atau variabel bawaannya melalui perlakuan pengajaran tertentu. Sedangkan Dimyati & Mudjiono (2009: 3) menerangkan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar. Sedangkan menurut Hamalik (2004: 28) Hasil belajar yang utama adalah perubahan tingkah laku yang bulat setelah siswa melalui proses belajar mengajar.
Disisi lain Arifin (2001: 47) menyebutkan hasil belajar merupakan indikator dari perubahan yang terjadi pada individu setelah mengalami proses belajar mengajar, dimana untuk mengungkapkannya menggunakan suatu alat penilaian yang disusun oleh guru,seperti tes evaluasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa tersebut memahami dan mengerti pelajaran yang diberikan. Hasil belajar juga merupakan prestasi yang dicapai oleh siswa dalam bidang studi tertentu untuk memperolehnya menggunakan standar sebagai pengukuran keberhasilan seseorang. Kriteria hasil belajar pada siswa yang lazim digunakan adalah nilai rata-rata yang didapat melalui proses belajar. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki. siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil perubahan tingkah laku yang diperoleh siswa dari kegiatan atau proses belajar yang telah dilakukannya. Hasil belajar diperoleh setelah melalui standar pengukuran yang telah ditetapkan oleh guru menggunakan suatu alat penilaian yang telah disusun seperti tes evaluasi. Sedangkan hasil belajar matematika adalah hasil perubahan tingkah laku yang didapat dari proses belajar matematika.
Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistik atau dalam bahasa Inggris disebut Realistic Mathematic Education (RME) adalah pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak pada hal-hal yang “real†bagi siswa (Zukardi, 2003: 2). Pembelajaran Matematika Realistik adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973. Pendekatan Pembelajaran ini menekankan keterampilan proses dalam mempelajari matematika, berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya dapat menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah, baik secara individu maupun kelompok.
Menurut Lestari, A. (2014: 3) pendekatan RME dapat menjadi alternatif pembelajaran pada materi soal cerita tentang himpunan. Dengan menerapkan pendekatan RME, proses pembelajaran akan lebih menyenangkan dan bermakna bagi siswa karenamelibatkan siswa secara aktif dan membangun pemahamannya secara mandiri melalui penyajian masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Penyajian masalah bertujuan agar siswa dapat memahami aktivitas sehari-hari mereka berkaitan erat dengan matematika serta memberikan pengalaman yang bermakna dalam belajar.
Menurut Wijaya (2012: 20) Pembelajaran Matematika Relistik adalah suatu pendekatan pembelajaran matematika yang harus selalu meggunakan masalah sehari hari. Mempunyai fungsi yang berperan sebagai seorang fasilitator, guru harus dapat menggunakan masalah masalah kontekstual yang kaya, menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing pengembangan proses berpikir siswa, dan memimpin diskusi kelas. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain. Jadi pembelajaran tidak mulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti dengan contoh, namun sifat, definisi, teorema itu diharapkan “seolah-olah ditemukan kembali†oleh siswa (Soedjadi, 2001: 2). Jelas bahwa dalam pembelajaran matematika realistik siswa ditantang untuk aktif bekerja bahkan diharapkan agar dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang akan diperolehnya.
Menurut Marpaung (2001: 3–4), Pembelajaran matematuka realistik bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan sebagai fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa sharing ide-idenya artinya siswa bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain, guru membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang lebih baik buat mereka. Berdasarkan beberapa pengertian para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa Pembelajaran matematika realistik adalah pembelajaran matematika yang bertolak dari hal-hal yang nyata serta masalah yang kontekstual berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Hubungan Pembelajaran Matematika Realistik dengan Hasil Belajar
Matematika
Mitzel (2005:99) mengatakan bahwa, hasil belajar siswa secara langsung dipengaruhi oleh pengalaman siswa dan faktor internal. Pengalaman belajar siswa dipengaruhi oleh unjuk kerja guru. Bila siswa dalam belajarnya bermakna atau terjadi kaitan antara informasi baru dengan jaringan representasi maka siswa akan mendapatkan suatu pengertian. Mengembangkan pengertian merupakan tujuan pengajaran matematika. Karena tanpa pengertian orang tidak dapat mengaplikasikan prosedur, konsep, ataupun proses.
Dengan kata lain, matematika dimengerti bila representasi mental adalah bagian dari jaringan representasi. Umumnya, sejak anak-anak orang telah mengenal ide matematika. Melalui pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari mereka mengembangkan ide-ide yang lebih kompleks, misalnya tentang bilangan, pola, bentuk, data, ukuran dsb. Anak sebelum sekolah belajar ide matematika secara alamiah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa datang ke sekolah bukanlah dengan kepala “kosong†yang siap diisi dengan apa saja.
Pembelajaran yang diterapkan guru merupakan faktor utama yang mempengaruhi hasil belajar siswa, terutama pembelajaran matematika di tingkat Sekolah Dasar (SD). Hal ini dikarenakan objek yang dipelajari dalam matematika bersifat abstrak, sementara daya pikir siswa SD pada umumnya masih bersifat konkret. Pada usia siswa Sekolah Dasar belum berkembang secara optimal kemampuan abstraksinya. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) sangat tepat apabila digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar pada tingkat Sekolah Dasar.
Pembelajaran matematika realistik merupakan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal–hal yang nyata bagi siswa, menekankan keterampilan process of doing mathematics, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga siswa dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan masalah, baik secara individu maupun kelompok. Pembelajaran matematika realistik juga memberikan siswa kesempatan untuk memeroleh pengalaman yang berguna dan berkaitan kehidupan sehari-hari atau dalam kondisi nyata yang pernah dialami siswa. Kehidupan sehari-hari yang dimaksudkan adalah kehidupan yang dekat dengan lingkungan tempat siswa berinteraksi, karena aktivitas manusia yang secara sadar atau tidak dilakukan menggunakan konsep-konsep matematika.Pembelajaran ini juga menekankan pada keterampikan proses yaitu memberikan kesempatan atau menciptakan peluang sehingga siswa aktif belajar matematika.
Pembelajaran Matematika Realistik memiliki lima karakteristik yang salah satunya yaitu penggunaan konteks, dimana masalah realistik diajukan untuk dipecahkan atau diselesaikan oleh siswa sebagai titik awal proses pembelajaran. Penggunaan konteks di awal pembelajaran ditunjukkan untuk titik awal pembangunan konsep dan bisa meningkatkan minat belajar siswa. Setiap diri siswa memiliki minat belajar yang berbeda-beda. Ada siswa yang memiliki hasil belajar tinggi dan ada pula siswa yang memiliki hasil belajar rendah. Oleh karena itu, setiap guru harus mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam belajar agar siswa tergugah secara optimal untuk mencapai hasil belajar. Hasil belajar yang tinggi pada diri siswa dapat membuat siswa semangat untuk menghadapi segala tantangan dalam belajar.
METODE
Penelitian ini berupa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan model spiral dari C. Kemmis dan Mc. Taggart, dimana dalam penelitian menggunakan prosedur dua siklus yaitu Siklus I dan Siklus II. Dalam masing-masing siklus terdiri dari tiga tahapan yaitu Planing (perencanaan), acting & observing (pelaksanaan dan observasi), serta reflecting (refleksi).
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Mangunsari 01 Kota Salatiga pada siswa kelas 3 Semester 2 Tahun pelajaran 2017/2018. Subjek Penelitian adalah siswa kelas 3 yang berjumlah 20 orang dengan rincian 9 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan.
Teknik pengunpulan data menggunakan teknik tes dan teknik non tes. Teknik tes digunakan untuk mengetahui kemampuan hasil belajar siswa. Teknik nontes digunakan untuk mengetahui respon siswa/memperoleh data aktivitas siswa dan guru terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Teknik nontes yang digunakan adalah lembar observasi guru dan siswa juga dokumentasi.
Penelitian ini akan menggunakan dua teknik dalam menganalisis data yang telah didapatkan. Teknik yang digunakan antara lain teknik analisis ketuntasan dan teknik analisis komparatif. Teknik analisis ketuntasan yaitu menganalisa ketuntasan hasil belajar yang diperoleh siswa pada tiap siklus sedangkan teknik analisis komparatif yaitu dengan membandingkan ketuntasan hasil belajar setelah semua siklus selesai dilaksanakan dan data dari masing-masing siklus sudah terkumpul.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil Penelitian
Berdasarkan observasi pada pertemuan pertama Siklus I, lembar observasi guru diperoleh catatan sebagai berikut: (1) guru kurang memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran, (2) Tujuan pembelajaran tidak disampaikan terlebih dahulu, (3) Guru kurang menarik dalam menyampaikan materi pembelajaran sehingga banyak siswa yang tidak memperhatikan. Sedangkan pada lembar observasi siswa diperoleh catatan sebagai berikut (1) siswa tidak berani bertanya dan mengemukakan pendapat pada awal pembelajaran, (2) siswa tidak mampu menyimpulkan materi yang telah dipelajari bersama guru.
Krismiati, A. (2013: 133) Pembelajaran dengan pengajuan masalah hanya meningkatkan pada aspek pemahaman informasi terhadap masalah, kefasihan dan kebaruan menghasilkan jawaban.
Tabel Perbandingan hasil belajar siswa pra siklus, siklus I dan siklus II
No |
Kriteria |
Pra siklus |
Siklus 1 |
Siklus 2 |
|||
Jumlah |
Persentase |
Jumlah |
Persentase |
Jumlah |
Persentase |
||
1 |
Tuntas |
3 |
15% |
12 |
60% |
18 |
90% |
2 |
Tidak tuntas |
17 |
85% |
8 |
40% |
2 |
10% |
Jumlah |
20 |
100% |
20 |
100% |
20 |
100% |
|
Skor tertinggi |
95 |
95 |
100 |
||||
Skor terendah |
40 |
50 |
60 |
||||
Rata-rata |
68,15 |
74,00 |
80,25 |
Hasil Pertemuan 2 Siklus I, catatan yang diperoleh dari observer pada lembar observasi guru antara lain (1) Penjelasan materi yang dilakukan oleh guru terlalu singkat sehingga belum ada timbal balik dari siswa, (2) guru belum menyampaikan tujuan di awal pembelajaran, (3) guru juga kurang dapat menguasai kelas sehingga pada tahap diskusi kelas terkadang menjadi gaduh. Sedangkan pada lembar observasi siswa, observer mencatat 2 hal diantaranya (1) Siswa tidak berani dalam menyampaikan tingkat pemahamannya kepada guru, (2) Dalam diskusi kelompok hanya didominasi oleh beberapa siswa saja.
Data hasil belajar siswa yang didapat dari pengerjaan soal evaluasi, siswa masih belum begitu dapat menguasai materi dengan baik. Ini ditunjukkan dari hasil evaluasi 20 siswa, hanya terdapat 12 siswa (60%) yang nilainya sudah tuntas diatas KKM, sedangkan 8 siswa (40%) nilainya masih berada dibawah KKM. Dari cacatan observer pada lembar observasi guru dan siswa diperoleh beberapa masalah penyebab belum berhasilnya penelitian pada siklus ini antara lain: (1) Persiapan yang dilakukan guru kurang maksimal sehingga masih banyak kekurangan dalam proses pembelajaran. (2) Siswa masih belum aktif dalam proses pembelajaran. (3) Siswa masih belum berani bertanya ataupun menyampaikan pendapat tentang hal-hal yang belum dikuasainya. (4) Siswa tidak dibimbing oleh guru dalam berdiskusi kelompok sehingga pada tahap diskusi kelompok hanya didominasi oleh beberapa siswa saja. (5) Guru kurang mampu mengkondisikan kelas sehingga pada saat diskusi kelompok kelas menjadi gaduh.
Berdasarkan beberapa masalah diatas, maka dilakukan perbaikan pembelajaran pada Siklus II yang diantaranya dengan cara: (1) Melakukan persiapan dengan baik agar pelaksanaan perbaikan pembelajaran siklus 2 dapat berlangsung dengan maksimal. (2) Memberikan motivasi kepada siswa untuk siswa lebih aktif lagi dalam mengikuti pelajaran agar hasil yang dicapai bisa lebih baik. (3) Memacu siswa untuk berani bertanya dan mengemukakan pendapat agar guru tahu tentang hal-hal yang belum dikuasai oleh siswa. (4) Membimbing siswa dalam diskusi kelompok agar setiap anggota kelompok dapat berpastisipasi aktif dalam diskusinya. (5) Berkonsultasi dengan guru kelas cara mengkondisikan kelas agar pembelajaran berlangsung dengan lancar.
Hasil refleksi ini akan dijadikan sebagai acuan untuk diperbaiki pada Siklus II agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil seperti yang diharapkan.
Menurut Ardiawan, Y., Budiyono, B., & Subanti, S. (2013: 543) uji keseimbangan yang dilakukan menggunakan anava satu jalan. Uji prasyarat anava satu jalan yang dilakukan menunjukkan bahwa masing-masing kelompok perlakuan berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan memiliki variansi yang sama. Sedangkan uji anava satu jalan yang dilakukan menunjukkan bahwa rerata kemampuan awal dari ketiga kelompok perlakuan adalah sama (seimbang). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masing-masing kelompok perlakuan layak untuk diberikan perlakuan. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis penelitian menggunakan anava dua jalan sel tak sama. Uji prasyarat anava dua jalan menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal dan memiliki variansi yang sama.
Setelah pelaksanaan siklus II hasil yang diperoleh sudah cukup bagus. Pada pertemuan pertama siklus II lembar observasi guru diperoleh catatan: (1) persiapan sudah baik sehingga anak lebih aktif dalam mengikuti pelajaran dan penjelasan dari guru, (2) Hendaknya guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berani menjawab pertanyaan dari guru maupun menyampaikan pendapat. Sedangkan pada lembar observasi siswa hanya diperoleh satu cacatan dari observer yaitu: waktu terlalu banyak untuk penjelasan dan berdiskusi sehingga siswa tidak mengerjakan soal-soal evaluasi. Pada pertemuan pertama memang siswa tidak ada kegiatan mengerjakan lembar evaluasi karena pengerjaan lembar evaluasi dilakukan pada akhir siklus II.
Pada pertemuan 2 siklus II ini observer hanya memberikan sedikit catatan untuk peneliti. Pada lembar observasi guru diperoleh catatan bahwa pembelajaran sudah berlangsung dengan baik sedangnkan pada lembar observasi siswa observer menuliskan bahwa siswa sudah tekun dalam mengikuti pelajaran. Proses pembelajaran yang ada di kelas pun sudah terjadi pembelajaran yang aktif, menyenangkan serta komunikatif. Indikator ketercapaian kegiatan siswa sudah tercapai semua, mulai dari persiapan siswa untuk mengikuti pembelajaran hingga kegiatan akhir siswa menyimpulkan pembelajaran sudah berjalan dengan lancar. Keberanian siswa untuk bertanya kepada guru dan juga menyampaikan pendapat pun sudah meningkat dibandingkan dengan siklus I.
Dari data hasil evaluasi, siswa mengalami peningkatan hasil belajar. Ini ditunjukkan dari 20 siswa, hanya terdapat 2 siswa (10%) yang nilainya masih belum tuntas diatas KKM, sedangkan 18 siswa (90%) nilainya sudah berada diatas KKM. Sedangkan dari data lembar observasi pada siklus II pembelajaran yang berlangsung sudah baik. Siswa juga sudah aktif dan berani mengungkapkan pendapat maupun pertanyaan. Guru juga sudah bisa mengkondisikan kelas dengan baik sehinga pembelajaran dapat berlangsung secara maksimal.
Menurut Nurrofiq, A., Budiyono, B., & Subanti, S. (2014: 628) Berdasarkan uji lanjut pasca anava diperoleh simpulan bahwa prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran NHT dengan PMR lebih baik daripada model pembelajaran TPS dengan PMR, dan keduanya lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran Langsung.
Pembahasan
Menurut Pramugarini, D. Y., Kusmayadi, T. A., & Riyadi, R. (2014: 254) Berdasarkan hasil uji normalitas terhadap data kemampuan awal matematika siswa, diperoleh simpulan bahwa sampel eksperimen dan kontrol berasal dari populasi yang berdistibusi normal. Demikian pula hasil uji homogenitas variansi populasi terhadap data kemampuan awal matematika siswa, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi yang homogen. Setelah itu dilakukan uji keseimbangan untuk mengetahui kemampuan awal masing-masing sampel, diperoleh simpulan bahwa sampel eksperimen dan kontrol berasal dari populasi yang mempunyai kemampuan awal matematika yang sama.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan di kelas 3 SDN Mangunsari 01 bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika menggunakan pembelajaran matematika realistik hasilnya sangat memuaskan. Berdasarkan hasil analisis data dari pra siklus, siklus I hingga ke siklus II hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hasil belajar sebelum dilakukan tindakan atau pada pra siklus menunjukkan siswa yang tuntas hanya sebanyak 3 anak dengan presentase 15% kemudian dilaksanakan siklus 1 ketuntasan siswa meningkat mencapai 12 anak atau 60%. Akan tetapi hasil yang diperoleh pada siklus 1 belum memenuhi target sesuai dengan indikator kerja yang telah dibuat yaitu ketuntasan belajar mencapai 80% atau lebih dari jumlah keseluruhan siswa. Hal ini dikarenakan guru belum mengetahui karakter kelas secara penuh dan juga masih kurang persiapan dalam mengajar. Guru juga belum bisa mengkondisikan kelas secara maksimal, jadi terkadang kelas menjadi gaduh serta siswa tidak focus pada pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Pada siklus I ini siswa juga belum menunjukkan keberaniannya untuk bertanya kepada guru ataupun menyampaikan pendapat tentang hal-hal yang belum dikuasainya.
Septianawati, D. (2013: 630) berdasarkan simpulan hasil penelitian, dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika pada materi segiempat khususnya keliling dan luas segiempat, hendaknya guru dalam proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR, karena dalam proses pembelajarannya siswa kan lebih aktif dan penggunaan situasi nyata akan membuat siswa lebih mudah dalam memahami materi. Selain itu, dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR, guru hendaknya mengadakan persiapan sebaik mungkin, agar proses pembelajarannya dapat berlangsung dengan lancar sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Dengan memperhatikan refleksi dari siklus 1, maka dilakukan perencanaan perbaikan-perbaikan pembelajaran yang akan dilakukan pada siklus II agar penelitian mencapai target yang ditentukan. Setelah dilakukan tindakan perbaikan pembelajaran siklus II, ketuntasan siswa mencapai 90% dan hanya terdapat 2 siswa (10%) saja yang belum tuntas, ini berarti Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan ketuntasan siswa sebanyak 75% dibandingkan hasil belajar sebelum dilakukan tindakan. Hasil yang diperoleh pada siklus II ini telah mencapai target yaitu ketuntasan siswa lebih dari 80%. Hal ini dikarenakan pembelajaran matematika realistik bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan sebagai fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa sharing ide-idenya artinya siswa bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain, guru membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil keputusan tentang ide mana yang lebih baik buat mereka. Kemudian siswa dituntut untuk berani mempresentasikan hasil pemikiran dan diskusinya di depan kelas, sementara siswa yang lain agar berani menyampaikan pendapatnya. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri. Ini sesuai dengan pendapat Zukardi, (2003: 2) yang menyatakan bahwa Pendekatan Pembelajaran ini menekankan keterampilan proses dalam mempelajari matematika, berdiskusi dan berkolaborasi, beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya dapat menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah, baik secara individu maupun kelompok. Hal inilah yang membuat pembelajaran matematika realistik menjadi pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa. Siswa tidak lagi hanya duduk diam mendengarkan tetapi juga dapat mengembangkan pengetahuan yang ia miliki.
Akan tetapi penggunaan pembelajaran matematika realistik juga memiliki kelemahan, diantaranya adalah pada saat tahap diskusi kelompok dalam memecahkan masalah. Siswa masih membutuhkan bimbingan yang lebih dari guru agar diskusi kelompok tidak hanya didominasi oleh beberapa siswa saja, akan tetapi seluruh siswa anggota kelompok dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Hal ini mungkin diakibatkan dari kebiasaan belajar siswa yang pasif atau memiliki kecerdasan sedang tidak bisa mengikuti cara berfikir siswa yang memiliki kecerdasan tinggi. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Ansari (2009: 57) tentang kelemahan dari pembelajaran matematika realistik salah satunya adalah siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih lama untuk mampu memahami materi pelajaran.. Akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan guru memberikan bimbingan kepada tiap kelompok agar dapat bekerja secara bersama-sama.
Lebih jauh Rahmawati, F. (2013: 237) dalam penelitiannya menenukan bahwa masalah kontekstual dalam penbelajaran PMR sebagai titik awal proses pembelajaran, mampu menjadikan siswa lebih aktif dalam memproduksi dan megkonstruksi pengetahuannya melalui pembuatan model-model matematika. Model-model matematika tersebut sebagai bentuk representasi dari masalah yang diperlukan agar dapat mempermudah dalam menyelesaikan masalah kontekstual. Dengan model tersebut baik informal maupun formal, siswa dapat menemukan sendiri konsep ataupun prosedur matematika yang dipelajari. Tahapan-tahaapan penyelesaian masalah tersebut merupakan bagian harus dialami siswa dalam proses pengembangan komunikasi matematis secara tertulis dan juga dalam proses pembelajaran dengan PMR.
Dari hasil pemaparan, dapat diperoleh kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran matematika realistik untuk meningkatkan hasil belajar siswa dapat dikatakan berhasil. Pembelajaran matematika realistik menuntut siswa lebih akif dan dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar cara pemecahan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran menjadi lebih bermakna. Hal inilah yang menjadikan hasil belajar siswa meningkat.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan menerapkan Pembelajaran Matematika Realistik dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas 3 semester 2 SD Negeri Mangunsari 01 Kota Salatiga tahun pelajaran 2017/2018. Peningkatan hasil belajar dibuktikan dari data hasil belajar siswa setelah 2 siklus. Hasil belajar dari tahap pra siklus dengan nilai Kriteria Kutuntasan Minimal sebesar 71, dari 20 siswa terdapat 3 siswa atau 15% siswa yang tuntas dan 17 (85%) siswa belum tuntas. Pada siklus I dari KKM yang sudah ditetapkan ada 12 (60%) siswa yang sudah tuntas dan 8 (40%) siswa yang belum tuntas. Sedangkan pada siklus II ada 18 (90%) siswa yang tuntas dan 2 (10%) siswa yang tidak tuntas. Meskipun masih terdapat 2 siswa yang belum tuntas, namun penelitian ini sudah dinyatakan berhasil karena ketuntasan telah mencapai 85% lebih tinggi dari indikator kerja yang ditetapkan yaitu 80%.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai tambahan atau pembelajaran dalam rangka meningkatkan hasil belajar, penulis juga memberikan saran bagi guru, bagi siswa dan bagi sekolah, yaitu: (1) Bagi siswa, Pada saat pembelajaran berlangsung hendaknya lebih aktif dan kreatif serta mampu bekerjasama dalam mengikuti pembelajaran, selain itu juga berani bertanya kepada guru tentang hal-hal yang belum diketahuinya, serta berani mengungkapkan kesulitan-kesulitan yang dialaminya agar proses pembelajaran hasilnya bisa seperti yang diharapkan. (2) Bagi guru, Hendaknya lebih kreatif lagi dalam menerapkan model pembelajaran yang digunakan agar siswa dapat lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran, karena terbukti dengan menerapkan Pembelajaran Matematika Realistik dapat meningkatkan hasil belajar siswa. (3) Bagi sekolah, Hendaknya membantu atau memberikan sarana kepada para guru untuk lebih mengembangkan penggunaan model pembelajaran agar pembelajaran bisa berlangsung secara maksimal dan tujuan pendidikan pun bisa tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, I. 2009. Komunikasi Matematika. Jakarta: Pena.
Ardiawan, Y., Budiyono, B., & Subanti, S. (2013). Efektivitas Model Kooperatif Tipe NHT dengan PMR dan Model Kooperatif Tipe GI dengan PMR terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Kreativitas Siswa. Jurnal Pembelajaran Matematika, 1(5).
Arifin, Zainal. 2001. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 2002.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineke. Cipta
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.
Hamzah, Uno.2007. Pembelajaran Matematika menurut Teori Belajar Konstructivisme. (Jakarta:Rineka Cipta, 2007:126-232)
Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Hudoyo, Herman. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UNM Press, 2008.
Krismiati, A. (2013). Penerapan Pembelajaran Dengan Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Secara Berkelompok Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa di Kelas X SMA. Infinity Journal, 2(2), 123-135.
Lestari, A. (2014). Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materisoal Cerita Tentang Himpunan Di Kelas VII MTsN Palu Barat. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako, 2(1). 1-11
Marpaung Yansen. 2001. Prospek Rme Untuk Pembelajaran Matematika Di Indonesia. Makalah disampaikan pada seminar Nasional Tentang Realistic Mathematic Education Universitas Negeri Surabaya.
Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurrofiq, A., Budiyono, B., & Subanti, S. (2014). Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Think Pair Share (TPS) dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Ditinjau dari Kecerdasan Interpersonal Siswa SMP Se-Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Pembelajaran Matematika, 2(6), 622-631.
Poerwadarminta. W.J.S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Pramugarini, D. Y., Kusmayadi, T. A., & Riyadi, R. (2014). Eksperimentasi Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (Ts-ts) Dan Think-pair-share (Tps) Dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (Pmr) Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Matematika. Jurnal Pembelajaran Matematika, 2(3),250-259.
Rahmawati, F. 2013. Pengaruh Pendekatan Pendidikan Realistik Matematika dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Prosiding SEMIRATA 2013, 1(1),225-238.
Slameto. 2010. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta
Septianawati, D. (2013). Efektivitas Penerapan Metode Diskusi Dengan Pendekatan Matematika Realistik (Pmr) Dan Pendekatan Quantum Learning (Ql) Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Siswa Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri Di Kabupaten Lampung Tim. Jurnal Pembelajaran Matematika, 1(2), 622-631.
Soedjadi. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: depdiknas. 2000
Subarinah, Sri. 2006. Inovasi Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Yuwono, I. 2001. Pembelajaran Matematika secara Membumi. Jurusan Matematika FMIPA UM Malang: Malang
Zulkardi. 2003. Realistic Mathematics Education Theory Meets Web Technology. Prosiding Konferensi Nasional X Matematika. Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia. ITB. Bandung