Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Role Playing
PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MATERI ADMINISTRASI WILAYAH INDONESIA
MELALUI MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING DI KELAS VI
SDN PULO TAHUN 2017/2018
Ponitri
SDN Pulo Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPS materi Administrasi Wilayah Indonesia dengan menggunakan model pembelajaran Role Playing pada siswa kelas VI SDN Pulo tahun pelajaran 2017/2018. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VI SDN Pulo Kecamatan Kedungtuban Kabupaten Blora dengan jumlah siswa 8 anak. Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan pelaksanaan tindakan sebanyak 2 siklus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumen, pengamatan, dan tes tertulis. Pengumpulan data diambil dari dokumentasi daftar nilai, lembar pengamatan, dan rekapitulasi hasil belajar yang dilakukan pada akhir siklus. Dalam pelaksanaan tindakan, dibagi dalam empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Berdasarkan hasil penelitian, hasil yang dicapai pada setiap siklus mengalami peningkatan. Pada kondisi awal nilai rata-rata hasil belajar adalah 62,50. Dari KKM yang ditetapkan yaitu 70,00 jumlah siswa yang mampu mencapai KKM sebanyak 4 anak (50%) dan 4 anak (50%) masih dibawah KKM. Pada siklus I nilai rata-rata ulangan harian meningkat menjadi 71,25. Jumlah siswa yang mampu mencapai KKM juga meningkat menjadi 6 siswa (75%). Setelah dilakukan tindakan pada siklus II, rata-rata nilai ulangan harian kembali mengalami peningkatan menjadi 81,25 dan jumlah siswa yang mampu mencapai KKM menjadi 8 anak (100%). Jadi dapat disimpulkan penerapan model pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi Administrasi Wilayah Indonesia pada siswa kelas VI SDN Pulo Kecamatan Kedungtuban Tahun Pelajaran 2017/2018.
Kata Kunci: hasil belajar, pembelajaran IPS, model pembelajaran Role Playing
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pendidikan saat ini menjadi hal yang diutamakan oleh hampir semua masyarakat. Pendidikan dianggap berpengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Pendidikan formal seperti sekolah adalah yang paling banyak dituju sebagai sasaran perbaikan atau peningkatan kualitas manusia. Sesuai dengan yang dikemukakan Syah (2014:11) pendidikan yang dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, dan sikap atau berarti tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 dikemukakan bahwa pendidikan adalah proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara dan usaha sadar terencana untuk mewujudkan susana belajar (Roesminingsih, 2013:58). Sedangkan Menurut Susanto (2013:85) pendidikan adalah upaya untuk membina anak didik menjadi manusia paripurna, dewasa, dan berbudaya yang terorganisasi, berencana dan berlangsung secara terus-menerus sepanjang hayat. Dan menurut Pidarta (1992:1) pengertian pendidikan, yaitu pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat umum pada umumnya. Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting bagi penyiapan anak-anak untuk menghadapi kehidupanya di masa mendatang (Roesminingsih, 2013:51).
Pendidikan nasional berfungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, bertujuan agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab untuk berkembangnya potensi peserta didik.
Pemerintah sudah mengupayakan berbagai hal demi tercapainya tujuan pendidikan di atas, seperti perubahan kurikulum, pengadaan sarana prasarana, peningkatan kualitas guru, dan masih banyak usaha lain yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pendidikan.
Berdasarkan hasil analisis data awal di SDN Pulo Kecamatan Kedungtuban di kelas VI dengan jumlah 8 siswa ternyata hanya ada 4 siswa yang memenuhi kriteria yaitu hasil ulangan ≥ 70, sedangkan 4 siswa mendapatkan hasil ulangan kurang dari 70, maka dikatakan tidak memenuhi kriteria pada proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) bahwa pada saat melaksanakan pembelajaran siswa banyak tidak memperhatikan padahal guru sudah mengusahakan berberapa model pembelajaran namun pada saat materi tersebut pembelajaran masih didominasi dengan metode ceramah, kegiatan yang monoton dan kurang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran membuat siswa kurang memahami apa yang sedang mereka pelajari, mereka lebih asik bermain dengan teman sebangkunya, hanya beberapa siswa yang duduk di bangku depan yang memperhatikan. Keadaan tersebut membuat mayoritas siswa masih sangat pasif dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar yang diperoleh kurang maksimal.
Kurikulum yang digunakan pada sekolah tersebut adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan kurikulum yang diterapkan di sebagaian besar wilayah Indonesia saat ini. KTSP menghendaki, bahwa suatu pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari tentang konsep, teori, dan fakta untuk juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi itu akan berbanding terbalik apabila melihat kenyataan dilapangan, dimana guru menggunakan model yang kurang tepat pada pembelajaran.
Dari fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran konvensional sudah tidak efektif dilakukan untuk pembelajaran IPS, karena membuat siswa bosan dan kurang termotivasi dalam melakukan pembelajaran yang akhirnya berdampak pada hasil belajar yang masih dibawah rata – rata, dengan KKM 70 nilai rata-rata yang diperoleh yaitu 62,50.
Solusi yang tepat dengan latar belakang tersebut adalah diterapkanya model pembelajaran dengan pendekatan sosial seperti model pembelajaran Role Playing. Karena model pembelajaran Role Playing didesain untuk siswa beraktivitas secara langsung dalam pembelajaran yakni dengan memerankan sebuah skenario yang dibuat oleh guru sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Role playing juga sangat tepat diterapkan pada mata pelajaran IPS karena karakter mata pelajaran IPS yang menuntut siswa dalam menghafal bisa disiasati dengan menggunakan cara melibatkan langsung siswa dalam aktivitas pembelajaran sehingga siswa bisa langsung mengalami tidak hanya menghayalkan kejadian itu.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi Administrasi Wilayah Indonesia pada siswa Kelas VI SDN Pulo Tahun Pelajaran 2017/2018?â€.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPS materi Administrasi Wilayah Indonesia melalui penerapan model pembelajaran Role Playing pada siswa Kelas VI SDN Pulo Tahun Pelajaran 2017/2018.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat memberi manfaat, diantaranya manfaat teoritis yaitu sebagai sumber informasi tertulis tentang pentingnya pengggunaan model pembelajaran Role Playing pada siswa dalam meningkatkan hasil belajar IPS materi kegiatan ekonomi. Serta mempunyai manfaat praktis yaitu menambah wawasan bagi guru dan sekolah dalam hal penggunaan model pembelajaran Role Playing dan menambah wawasan bagi peneliti lain untuk dijadikan referensi saat melakukan penelitian selanjutnya.
KAJIAN PUSTAKA
Landasan Teori
Hasil Belajar
Hasil belajar siswa menurut W. Winkel (1989:82) adalah keberhasilan yang dicapai oleh siswa, yakni prestasi belajar siswa di sekolah yang mewujudkan dalam bentuk angka. Menurut Winarno Surakhmad (1980:25) hasil belajar siswa bagi kebanyakan orang berarti ulangan, ujian atau tes. Maksud ulangan tersebut ialah untuk memperoleh suatu indek dalam menentukan keberhasilan siswa.
Dari definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah prestasi belajar yang dicapai siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku seseorang. Untuk menyatakan bahwa suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil, setiap guru memiliki pandangan masing-masing sejalan dengan filsafatnya. Namun untuk menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pembelajaran dinyatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran khususnya dapat dicapai.
Secara umum hasil belajar dipengaruhi 3 hal atau faktor. Faktor-faktor tersebut yaitu: (1) Faktor internal (faktor dalam diri); (2) Faktor eksternal (faktor diluar diri); (3) Faktor pendekatan belajar.
Pembelajaran IPS
Kegiatan (pembelajaran) merupakan hal sangat penting dalam pendidikan, karena dari seluruh kegiatan pendidikan, pembelajaran yang dilakukan merupakan hal utama. Menurut Syah (2014:215) pembelajaran merupakan proses atas upaya yang dilakukan seseorang (misal guru) agar orang lain (dalam hal ini murid) melakukan belajar. Disini dapat disimpulkan bahwa guru lah yang dituntut untuk membuat pembelajaran yang kreatif, tujuannya agar pembelajaran yang dilakukan bisa berjalan efektif dan efisien. Pembelajaran akan lebih efektif jika siswa mampu menemukan cara untuk memahami materi pelajaran dengan berdiskusi bersama temanya. Pembelajaran tersebut tertuang pada konsep pembelajaran kooperatif yang bersumber pada teori belajar kontruktivis yang mengemukakan bahwa siswa harus menemukan sendiri, memecahkan masalah, serta menemukan segala sesuatu pada dirinya. Dalam pembelajaran kooperatif, lebih memfokuskan pada pengaruh-pengaruh pembelajaran selain akademik, khususnya menumbuhkan penerimaan antar kelompok serta keterampilan sosial, sehingga dalam kehidupan sehari-hari siswa dapat berinteraksi dan saling menghargai. Dengan demikian pencapaian tujuan disesuaikan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Salah satunya adalah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang menuntut siswa untuk mengembangkan kecakapan sosial.
Menurut Soemantri (dalam Siradjuddin, 2012:5) pendidikan IPS adalah kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/ psikologis untuk tujuan pendidikan penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humanoria. Kedua, pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pembelajaran di sekolah. Pendidikan IPS yang pertama berlaku untu pendidikan dasar dan menegah sedangkan definisi yang kedua berlaku untuk perguruan tinggi.
Menurut Sumaatmadja (dalam Nugroho & Gunansyah, 2013:2) IPS adalah suatu program pendidikan yang dimana bahan ajarnya diambil dari berbagai ilmu sosial seperti Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi, Antropologi dan tata negara. pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosialnya. IPS sendiri sebagai mata pelajaran di jenjang pendidikan dasar (SD/MI) hadir untuk memperkenalkan sebagai fakta, konsep dan generalisasi tentang manusia dengan segala dimensi yang dimiliknya. Bahan kajianya antara lain meliputi (1) sistem sosial dan budaya; (2) aktivitas dan peranan manusia dalam interaksinya dengan tempat dan lingkungan; (3) perilaku ekonomi dan kesejahteraan; (4) waktu, keberlanjutan, dan perubahan.
Sedangkan menurut Susanto (2014:6) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dari integrasi dan humaniora, yaitu: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu pengetahuan dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial diatas. Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi.
Pada dasarnya IPS merupakan suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kepentingan sosial, yang mengutamakan pemahaman, hafalan dan berpikir logis. Sehingga dalam melaksanakan pembelajaran IPS harus membuat siswa bisa mengalami suatu pembelajaran yang bermakna. Salah satu factor pendukung agar pembelajaran bisa menjadi lebih bermakna adalah pemilihan Model Pembelajaran. Menurut Suprijono (2019:51) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman untuk merencanakan pembelajaran di kelas.
Agar pembelajaran IPS bisa berhasil, maka peserta didik harus bisa menguasai materi yang diberikan oleh guru, salah satu caranya adalah mebuat pembelajaran yang membuat siswanya aman dan senang. Karena IPS berangkat dari ilmu yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari maka pembelajaran yang bisa dilakukan adalah belajar yang menjadikan siswa sebagai objek belajar, sehingga siswa mengalami langsung dan lebih aktif pada pembelajaran yang dilakukan.
Model Pembelajaran Role Playing
Model Role Playing adalah suatu cara pengusaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankan diri sebagai tokoh hidup atau benda mati (Setyadi dkk, 2016).
Kelebihan model Role Playing yaitu: 1) dalam ingatan siswa model pembelajaran Role Playing dapat memberikan kesan pembelajaran yang kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa; 2) pembelajaran yang menyenangkan akan sulit dilupakan; 3) membuat suasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusiastis; 4) membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan; dan 5) memungkinkan siswa untuk terjun langsung memerankan sesuatu yang akan dibahas dalam proses belajar (Huda, 2013:209).
Kerangka Berpikir
Dari berbagai kajian teori yang telah dipaparkan di atas, peneliti berusaha membuat sebuah kerangka berpikir pada penelitian tindakan kelas ini. Pada kondisi awal, guru sebagai peneliti belum menerapkan model pembelajaran Role Playing. Dalam pembelajaran peneliti masih mennngunakan cara mengajar konvensional yang banyak menggunakan metode ceramah dan penugasan. Hasil dari pembelajaran sangat jauh dari yang diharapkan. Hasil belajar IPS materi Administrasi Wilayah Indonesia “rendahâ€.
Pada siklus I dan Siklus II, peneliti menerapkan model pembelajaran Role Playing. Hasil belajar IPS materi Administrasi Wilayah Indonesia meningkat. Apabila dibandingkan hasil belajar kondisi awal dengan hasil pembelajaran pada siklus I, ternyata hasil belajar IPS materi Administrasi Wilayah Indonesia pada siklus I terjadi peningkatan. Demikian juga pada Siklus II, setelah dilakukan tes formatif di akhir pembelajaran, hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS materi Administrasi Wilayah Indonesia juga terjadi peningkatan.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan teori dan kerangka berpikir di atas maka dapat dikemukakan hipotesis tindakan yaitu melalui penerapan model pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi Administrasi Wilayah Indonesia pada siswa Kelas VI SDN Pulo Tahun Pelajaran 2017/2018.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Pulo Kecamatan Kedungtuban. Waktu penelitian mulai dari bulan Agustus sampai dengan Oktober 2017. Subjek dari penelitian ini adalah siswa Kelas VI sebanyak 8 siswa terdiri dari 1 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan.
Pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi pada pembelajaran pra siklus berupa daftar nilai, pengamatan selama proses pembelajaran siklus I dan II menggunakan lembar observasi, serta tes tertulis pada akhir pembelajaran siklus I dan II. Hasil dari pengumpulan data yang dilaksanakan dianalisis dengan teknik deskriptif komparatif untuk menentukan tingkat keberhasilan penelitian.
Indikator keberhasilan penelitian yang dilakukan adalah apabila minimal 80% siswa kelas VI SDN Pulo tuntas belajar pada kondisi akhir penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Deskripsi Pra Siklus
Pada pembelajaran Pra Siklus, hasil belajar siswa pada mata pelajara IPS materi Administrasi Wilayah Indonesia yang diambil dari daftar nilai ketika dilakukan ulangan harian disajikan dalam tabel berikut ini:
Rekapitulasi Nilai Ulangan Harian Pra Siklus
No |
Nilai |
Jumlah Siswa |
Prosentase |
1 |
40 |
1 |
12,50% |
2 |
50 |
1 |
12,50% |
3 |
60 |
2 |
25,00% |
4 |
70 |
3 |
37,50% |
5 |
80 |
1 |
12,50% |
Jumlah |
8 |
100% |
Jumlah siswa yang tuntas belajar adalah 4 anak (50%) dari 8 siswa. Sebanyak 4 anak (50%) belum tuntas belajar. Rata-rata ulangan hariannya adalah 62,50.
Siklus I
Pelaksanaan Siklus I sebanyak 3 kali pertemuan pada bulan September 2017. Pada siklus I guru menerapkan model pembelajaran Role Playing. Data hasil belajar yang dikumpulkan dari tes tertulis pada akhir Siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Rekapitulasi Nilai Ulangan Harian Siklus I
No |
Nilai |
Jumlah Siswa |
Prosentase |
1 |
50 |
1 |
12,50% |
2 |
60 |
1 |
12,50% |
3 |
70 |
3 |
37,50% |
4 |
80 |
2 |
25,00% |
5 |
90 |
1 |
12,50% |
Jumlah |
8 |
100% |
Jumlah siswa yang tuntas belajar adalah 6 anak (75%) dari 8 siswa. Sebanyak 2 anak (25%) belum tuntas belajar. Rata-rata ulangan hariannya adalah 71,25.
Siklus II
Pelaksanaan Siklus II sebanyak 3 kali pertemuan pada bulan Oktober 2017. Pada siklus II guru masih menerapkan model pembelajaran Role Playing dengan memperbaiki beberapa kekurangan pada pembelajaran siklus I. Data hasil belajar yang dikumpulkan dari tes tertulis pada akhir Siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Rekapitulasi Nilai Ulangan Harian Siklus II
No |
Nilai |
Jumlah Siswa |
Prosentase |
1 |
70 |
3 |
37,50% |
2 |
80 |
2 |
25,00% |
3 |
90 |
2 |
25,00% |
4 |
100 |
1 |
12,50% |
Jumlah |
8 |
100% |
Jumlah siswa yang tuntas belajar adalah 8 anak (100%). Sudah tidak ada siswa yang nilainya di bawah KKM. Rata-rata ulangan hariannya adalah 81,25.
Pembahasan
Data hasil belajar yang dicapai siswa mengalami peningkatan dari kondisi awal, siklus I dan siklus II. Hal ini dapat dilihat pada peningkatan rata-rata ulangan harian dan jumlah siswa yang tuntas belajar selalu meningkat pada setiap siklus.
Nilai rata-rata hasil ulangan siswa setelah dilakukan tes tertulis pada pembelajaran Pra Siklus adalah 62,50. Pada Siklus I nilai rata-rata ulangan harian siswa adalah 71,25, terjadi peningkatan sebesar 8,75. Pada Siklus II nilai ulangan hariannya adalah 81,25, kembali mengalami peningkatan sebesar 10,00. Jadi secara keseluruhan, prestasi belajar siswa terjadi peningkatan sebesar 18,75.
Pada Pra Siklus, siswa yang tuntas belajar adalah 4 anak (50%) sedangkan pada Siklus I adalah 6 anak (75%), terjadi peningkatan sebesar 25%. Pada Siklus II kembali meningkat menjadi 8 anak (100%), terjadi peningkatan sebesar 25%. Jadi total peningkatan ketuntasan belajar dari kondisi awal ke kondisi akhir adalah 50%.
PENUTUP
Simpulan
Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan adalah: “Penerapan model pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar IPS materi Administrasi Wilayah Indonesia pada siswa Kelas VI SDN Pulo tahun pelajaran 2017/2018â€.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan hasil belajar siswa, maka penulis menyarankan:
1. Bagi sekolah, perlu dilaksanakan kegiatan pembelajaran dalam berbagai model pembelajaran atau strategi pembelajaran untuk menciptakan susana belajar yang kondusif agar hasil belajar siswa dapat meningkat.
2. Bagi guru, hendaknya dapat memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi pokok pembelajaran.
3. Bagi siswa, tidak boleh membeda-bedakan anatar siswa laki-laki maupun perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
Huda, M. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Nugroho & Gunansyah. 2013. “Peningkatkan penguasaan konsep dengan model pembelajaran konsep dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasarâ€. JPGSD Volume 01 Nomor 02
Pidarta, Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Siradjuddin dan Suhanadji. 2012. Pendidikan IPS. Surabaya: Unesa University Press
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Pustaka Pelajar. Surabaya
Surakhmad, Winarno. 1980. Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Jemmars
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Prenada Media Group
Syah, Muhibbin. 2014. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Winkel, W. 1989. Psikologi Pengajaran