PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

MATERI KELILING DAN LUAS

MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

PADA KELAS IV SD NEGERI 2 KURIPAN

 

Ning Rumiasih

Guru SD Negeri 2 Kuripan Kabupaten Grobogan

 

ABSTRAK

Penelitian ini bermaksud untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi keliling dan luas pada kelas IV SD Negeri 2 Kuripan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2018/2019. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan variabel terikat yaitu, meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi keliling dan luas, sedangkan untuk variabel bebasnya adalah penerapan pendekatan kontekstual. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan tes hasil belajar. Setelah data terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan deskriptif komparatif untuk data kuantitatif yaitu membandingkan nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus 1, dan nilai tes setelah siklus 2, sedangkan untuk data kualitatif dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi dan refleksi dari tiap–tiap siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan subjek penelitian yang berjumlah 18 siswa, pada kondisi awal hanya terdapat 7 siswa (39%) yang tuntas belajar, pada Siklus I ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 12 siswa (67%), dan pada siklus 2 ketuntasan belajar siswa meningkat menjadi 18 siswa (83%). Dengan melihat hasil belajar tersebut, maka penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi keliling dan luas pada kelas IV SD Negeri 2 Kuripan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2018/2019.

Kata Kunci: Pendekatan Kontekstual, Hasil Belajar, Keliling dan luas

 

PENDAHULUAN

Sebagai sebuah disiplin ilmu, matematika merupakan dasar bagi pembelajaran ilmu eksak yang lain. Karena begitu pentingnya matematika dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pada era milenial dan era globalisasi saat ini dibutuhkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan matematika. Untuk itu, setiap siswa perlu dilandasi pembelajaran matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis teori peluang maupun matematika agar nanti dapat bersaing dengan sumber daya manusia negara lain.

Melalui praktik atau kegiatan sehari-hari anak akan belajar secara langsung melalui dunia nyata dan belajar secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam mengingat jangka pendek tapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Hal itulah yang sering terjadi di kelas.

Seperti halnya yang dialami peneliti, ketika mengajarkan konsep geometri, peneliti menemui kesulitan mencari pendekatan yang efektif. Peneliti perlu mencari pemecahan dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang relevan sehingga hasil pembelajaran mampu diserap secara maksimal dan senantiasa teringat. Dengan pembelajaran yang bermakna tersebut, selanjutnya pada jenjang pendidikan lanjutan tingkat pertama mereka akan mudah menerima matematika dalam pembelajaran.

Namun dalam kenyataannya, pada proses pembelajaran konvensional, kurang mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas didominasi oleh kegiatan belajar yang hanya mengarahkan siswa untuk menghafal informasi saja, otak siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi. Siswa tidak dituntut untuk memahami dan menghubungkan informasi yang diingatnya itu dengan kehidupan sehari-hari siswa, Ratna Aini (2009: 3). Pembelajaran dengan menerapkan pendekatan tersebut kurang mendorong siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir.

Berdasarkan pengalaman di lapangan pada saat pembelajaran matematika, diperoleh data bahwa tingkat pemahaman siswa mengenai sifat bangun rang ruang masih rendah. Hal ini diketahui dari hasil ulangan evaluasi harian yang belum memuaskan. Dari 18 siswa hanya terdapat 7 siswa atau 39% yang memiliki nilai di atas KKM yaitu di atas nilai 70, sementara 11 siswa lainnya mendapat nilai di bawah KKM. Hal ini disebabkan kurangnya motivasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika. Kurangnya motivasi belajar siswa ini dikarenakan pembelajaran oleh guru masih konservatif, kurang menyenangkan dan tidak menyesuaikan dengan kompetensi yang akan disampaikan sehingga pembelajaran kurang bermakna bagi siswa. Disamping itu, seringnya guru dalam proses pembelajaran terlalu dominan pada ceramah dan hafalan saja, sehingga siswa tidak berperan aktif di dalam pembelajaran (teacher centered). Demikian pula kadang-kadang penjelasan guru juga masih abstrak dan guru dalam menyampaikan pembelajaran tidak memberikan suatu contoh yang nyata.

Contoh yang nyata dibutuhkan siswa untuk memahami sesuatu yang abstrak. Penggunaan pendekatan yang nyata dan ada dalam lingkungan memberikan dukungan terhadap proses pembelajaran secara menyeluruh dan sekaligus membebaskan para peserta dari himpitan suasana dan rutinitas harian yang biasa mereka alami. Suasana yang nyata dan terkait langsung dalam pembelajaran menambahkan pemahaman siswa dan hasil belajar.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa permasalahan dalam pembelajaran matematika, yaitu: (1) model pembelajaran yang diberikan oleh guru masih konvensional, karena guru di dalam proses pembelajaran hanya menyampaikan pembelajaran metode ceramah dan hafalan saja; (2) penjelasan guru masih abstrak sehingga siswa kurang dapat memahami konsep tentang “Keliling dan luas”, karena guru hanya menjelaskan tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan pengalaman langsung atau melihat sesuatu yang nyata dan; (3) siswa pasif dalam pembelajaran, karena di dalam pembelajaran siswa tidak berperan aktif dan di dalam pembelajaran siswa hanya diminta untuk menghafal saja (teacher centered). Dengan adanya temuan masalah tersebut mengakibatkan siswa dalam belajar matematika kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru sehingga sebagian besar siswa belum mencapai ketuntasan belajar.

Berdasarkan masalah yang muncul, guru memilih alternatif pemecahan masalah dengan pendekatan kontekstual, yaitu konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang di ajarkan dengan situasi nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapanya dalam kehidupan mereka sehari – hari dengan menggunakan media pembelajaran yang menarik sehingga siswa lebih tertarik pada pembelajaran dan mengektifkan kegiatan pembelajaran. Selain itu juga dengan menggunakan metode pembelajaran yang inovatif, sehingga siswa dapat aktif di dalam proses pembelajaran.

KAJIAN PUSTAKA

Hasil Belajar

Belajar dimaksudkan untuk menimbulkan perubahan perilaku yaitu perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perubahan-perubahan dalam aspek itu menjadi hasil dari proses belajar. Perubahan perilaku hasil belajar itu merupakan perubahan perilaku yang relevan dengan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, hasil belajar dapat berupa perubahan dalam kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, tergantung dari tujuan pembelajarannya. Hasil belajar merupakan sesuatu yang unik sebagai akibat dari proses pembelajaran yang unik dan kompleks, keunikan tersebut disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang belajar, tidak pada orang lain, dan setiap individu menampilkan perilaku belajar yang berbeda (Purwanto, 2009: 42).

Menurut Gagne (dalam Dahar, 1998: 95) hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan diantara kategori-kategori, skema itu akan beradaptasi dan berunbah selama perkembangan kognitif seseorang.

Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya (Winkel dalam Purwanto, 2009: 45). Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Perubahan perilaku akibat kegiatan belajar mengakibatkan siswa memiliki penguasaan terhadap materi pengajaran yang disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran.

Menurut Sudjana (2002: 39) hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu sendiri dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.

Hasil belajar dapat disampaikan sebagai salah satuan alat ukur yang paling banyak digunakan untuk mengetahui hasil belajar seseorang dalam proses belajar mengajar atau suatu program pendidikan. Karena sedemikian banyak tes itu digunakan dalam dunia pendidikan, maka ada baiknya bila kita mengetahui kelemahan dan kekurangan tes sebagai alat ukur hasil belajar. Kelemahan tersebut antara lain: 1. Hampir semua tes hanya dapat mengukur hasil belajar yang bersifat kognitif dan keterampilan sederhana; 2. Hasil tes acapkali disalahgunakan. Hasil tes kerap dianggap sebagai gambaran yang sahih dari kemampuan dan pengetuan seseorang, dan; 3. Dalam proses pelaksanaannya, tes selalu menimbulkan kecemasan. kecemasan tersebut dapat mengakibatkan hasil tes yang diperoleh dalam tes menyimpang dari kenyataan yang ada dalam diri peserta tes.

Jadi, hasil belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku terjadi akibat proses pembelajaran, nilai tes yang diberikan guru merupakan bukti intitusional yang ukuarannya adalah skor yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran.

Pengertian Pendekatan Kontekstual (CTL)

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.

Komponen Pendekatan Kontekstual tersebut adalah sebagai berikut: 1. membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna; 2. melakukan pekerjaan yang berarti; 3. melakukan pembelajaran yang diatur sendiri; 4.        melakukan kerja sama; 5. berpikir kritis dan kreatif; 6. membantu individu untuk tumbuh dan berkembang (konstruktivisme); 7.            mencapai standar yang tinggi, dan; 8 menggunakan penilaian autentik.

Contextual Teaching and Learning adalah suatu konsep mengajar dan belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membentuk hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan nyata mereka sehari-hari. Pengetahuan dan ketrampilan siswa diperoleh dari usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru ketika belajar.

Pendekatan Kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru menguraikan isi materi pelajaran dengan sikap dunia nyata. Dengan model pembelajarn ini di harapkan dapat mendorong siswa untuk belajar. Hal ini karena siswa dapat menghubungkan pengetahuan yang di peroleh di kelas dan penerapanya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat dan nantinya sebagai tenaga kerja (Suyanto: 2002)

Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa pendekatan kontekstual adalah konsep belajar pada saat guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong peserta didik membuat hubungan atau pengetahuan yang di milikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

Pendekatan kontekstual memiliki beberapa karakteristik. Berikut ini beberapa karakteristik Pendekatan Kontekstual menurut Johnson (2002: 24), yaitu: 1. Melakukan hubungan yang bermakna; 2. Melakukan kegiatan yang signifikan; 3. Belajar yang di atur sendiri; 4 Bekerja sama, dan; 5. Berfikir kritis dan kreaktif.

Hakekat Matematika

Matematika berasal dari bahasa Yunani “ Mathematiks “ secara ilmu pasti, atau “ Mathes” yang berati ajaran pengetahuan abstrak dan deduktif, dimana kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman keindraan, tetapi atas kesimpulan yang ditarik dari kaidah – kaidah tertentu melalui deduksi (Ensiklopedi). Matematika merupakan ilmu hitung dimana ajaran tersebut diperoleh dari pengalaman-pengalaman secara langsung, yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-sehari.

Menurut Morris Kline (dalam Simanjutak, 1993) mengatakan bahwa jatuh bangunnya suatu negara dewasa ini tergantung dari kemajuan pada bidang matematika. Oleh karena itu sebagai langkah awal untuk mengarah pada kemajuan suatu bangsa adalah dengan mendorong atau memberi motivasi belajar matematika pada masyarakat khususnya bagi para anak – anak atau siswa. Pengetahuan mengenai matematika memberikan bahasa, proses, dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk dan kekuasaan, yang akhirnya bahwa matematika merupakan salah satu kekuatan utama pembentukan konsepsi tentang alam suatu hakikat dan tujuan manusia dalam kehidupannya.

Dari berbagai pendapat ahli dapat disarikan bahwa matematika adalah merupakan ilmu hitung dimana ajaran tersebut diperoleh dari pengalaman–pengalaman secara langsung, yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari – sehari, dalam upaya memelihara dan mengembangkan minat atau kesiapan belajar siswanya, dengan kata lain bahwa guru harus menguasai teori belajar mengajar matematika.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.

Tujuan utama dalam penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi keliling dan luas pada kelas IV SD Negeri 2 Kuripan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2018/2019. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu model Siklus dengan tindakan pembelajarannya dilakukan secara berdaur-ulang dan berkelanjutan (siklus spiral) melalui 4 tahapan yaitu: planning (perencanaan), acting (tindakan), observasing (pengamatan) dan reflecting (refleksi).

Dengan adanya pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan secara siklus tersebut diharapkan semakin lama akan semakin dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV yang berjumlah 18 siswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi, dan tes. Observasi dilakukan oleh peneliti terhadap proses belajar mengajar di kelas yang dilakukan oleh guru kelas bersama dengan teman sejawat untuk mengetahui cara mengajar guru di kelas dan kondisi siswa pada saat pembelajaran di kelas, sedangkan evaluasi hasil belajar siswa (tes) dimaksudkan untuk mengetahui ada dan tidaknya peningkatan nilai yang dicapai oleh siswa sebagai indikator peningkatan hasil belajar siswa. Tes formatif diberikan dalam bentuk penugasan.

Data yang telah diperoleh akan dianalisis menggunakan deskriptif komparatif untuk data kuantitatif yaitu membandingkan nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus I, dan nilai tes setelah siklus II, sedangkan untuk data kualitatif dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi dan refleksi dari tiap–tiap siklus. Analisis data terhadap hasil penelitian yang tergolong data kuantitatif berupa hasil belajar (pre test dan post test) dilakukan dengan cara persentase yaitu dengan menghitung peningkatan ketuntasan belajar siswa secara individual jika siswa tersebut mampu mencapai nilai minimal 70 dan ketuntasan klasikal jika siswa yang memperoleh nilai 70 ini jumahnya sebesar 75% dari jumlah seluruh siswa, sedangkan untuk data kualitatif diperoleh dari observasi aktivitas siswa serta guru selama proses pembelajaran berlangsung dengan cara deskriptif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada kondisi awal sebelum diadakan tindakan siklus I, hasil belajar sudah cukup baik namun masih perlu untuk ditingkatkan. Berdasarkan ketuntasan belajar dari 18 siswa, sebanyak 7 siswa atau 39% yang mencapai ketuntasan belajar atau mencapai nilai ≥KKM (70), sedangkan 11 siswa atau 61% belum mencapai ketuntasan belajar. Untuk nilai tertinggi pra siklus adalah 90, nilai terendah 40, dengan rata-rata kelas sebesar 64.

Proses pembelajaran pada pra siklus dapat digambarkan bahwa model pembelajaran yang diberikan oleh guru masih konvensional, guru di dalam proses pembelajaran hanya menyampaikan pembelajaran dengan metode ceramah dan hafalan saja, penjelasan guru masih abstrak sehingga siswa kurang dapat memahami konsep tentang “Keliling dan luas”, dan guru hanya menjelaskan tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan pengalaman langsung atau melihat sesuatu yang nyata.

Pada tindakan pembelajaran siklus I, peneliti menekankan pada penerapan pendekatan kontekstual. Penerapan pendekatan ini terkait dengan pendapat Johson, dalam Widyaiswara LPMP Jateng (2006: 45) yang mengemukakan bahwa:

“CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yamg mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya”.

Berdasarkan pendapat tersebut, jelaslah bahwa pendekatan kontekstual sangat memudahkan sekali dalam menanamkan konsep pembelajaran karena dikaitkan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Dengan demikian tidak membuat siswa berpikir terlalu jauh dengan contoh-contoh yang rumit dan di luar jangkauan siswa.

Dengan menerapkan pendekatan kontekstual ada beberapa kelebihan yang dapat diungkapkan, antara lain:

  • Dengan belajar sambil berbuat, pengalaman belajar siswa diperoleh secara langsung bukan senata-mata transfer dari guru.
  • Pembelajaran menyenangkan siswa, dan tak terasa tujuan pembelajaran pun akan dicapai dengan hasil yang maksimal (efektif).

Dengan tindakan pembelajaran siklus I tersebut, akhirnya hasil evaluasi belajar siswa meningkat. Jika sebelum pra siklus tingkat ketuntasan klasikal hanya mencapai persentase 39%. Namun, setelah perbaikan pembelajaran siklus I naik menjadi 67%. Dengan demikian ada kenaikan persentase sebesar 28%.

Di samping persentase yang meningkat, rata-rata hasil evaluasi belajar siswa juga meningkat. Jika pada pra siklus, rata-rata hasil evaluasi belajar siswa 64, setelah tidakan pembelajaran siklus I meningkat menjadi 72. Dengan demikian ada kenaikan rata-rata hasil evaluasi belajar siswa sebesar 8 poin.

Kenaikan persentase tingkat ketuntasan klasikal dan rata-rata hasil evaluasi belajar siswa membuktikan bahwa tindakan pembelajaran siklus I cukup berhasil. Namun karena persentase ketuntasan klasikal belum mencapai kriteria keberhasilan ≥ 75%, maka tindakan pembelajaran dilanjutkan pada siklus II.

Terhadap 11 siswa yang nilai ulangan belum mencapai kriteria ketuntasan minimal diberikan program remidial, dengan cara memberikan soal yang sama dengan soal tes formatif untuk dikerjakan di rumah. Disarankan dalam mengerjakan soal di rumah untuk minta bimbingan orang tua, teman, ataupun orang yang dianggap mampu memberikan bimbingan. Nilai dari tugas yang dikerjakan di rumah tersebut digunakan untuk memperbaiki nilai tes formatif setara dengan standar nilai kriteria ketuntasan minimal.

Untuk perbandingan hasil tes pra siklus dan siklus I dapat disajikan dalam tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Nilai Tes Pra Siklus dan Siklus I

No. Nilai Pra Siklus Siklus I
1 ≥70 7 12
2 60-69 4 4
3 50-59 5 2
4 40-49 2 0
Jumlah 18 18

 

Adapun perbandingan perolehan nilai tertinggi, nilai terendah dan nilai rata-rata antara pra siklus dan siklus I dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan Nilai Tertinggi, Nilai Terendah dan Nilai Rata-Rata antara Pra Siklus dan Siklus I

No Uraian Pra Siklus Siklus I
1 Nilai tertinggi 100 100
2 Nilai Terendah 40 50
3 Nilai Rata-rata 64 72

 

Untuk lebih meningkatkan pembelajaran, pada perbaikan pembelajaran siklus I peneliti tetap memfokuskan pada penerapan pendekatan kontekstual. Namun agar siswa lebih memahami materi, guru memberikan beberapa tugas yang berisi aktivitas memecahkan masalah melalui kerja kelompok menyelesaikan perhitungan keliling dengan persegi dan persegi panjang berpetak. Hal ini sesuai dengan teori belajar stimulus-respon yang dikemukakan oleh Thorndike, dalam Ruseffendi (1994:114) yang mengemukakan bahwa, jika hubungan stimulus-respon sering terjadi, hubungan akan semakin kuat. Seorang siswa yang dihadapkan pada suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya. Pengulangan yang memberikan dampak positif adalah pengulangan yang frekuensinya teratur.

Dengan mengacu pendapat ahli tersebut, jelaslah bahwa semakin banyak permasalahan diberikan kepada siswa, semakin mereka mengerti kekurangan atau kesalahan yang mereka lakukan sehingga mereka tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Pada siklus II, peran guru lebih sebagai pembimbing, motivator, dan fasilitator ketika siswa melakukan diskusi kelompok maupun diskusi kelas.

Pada akhirnya, tindakan pembelajaran siklus II dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan. Peningkatan tersebut dapat dikemukakan bahwa pada perbaikan pembelajaran siklus I tingkat ketuntasan klasikal baru mencapai persentase 67%, setelah perbaikan pembelajaran siklus II naik menjadi 83%. Dengan demikian ada kenaikan persentase sebesar 16%.

Selain meningkatnya persentase tingkat ketuntasan klasikal, rata-rata hasil evaluasi belajar siswa juga meningkat. Jika pada perbaikan pembelajaran siklus I rata-rata hasil evaluasi belajar siswa sebesar 72, setelah perbaikan pembelajaran siklus II meningkat menjadi 83. Dengan demikian ada kenaikan rata-rata hasil evaluasi belajar siswa sebesar 11 poin. Untuk perbandingan hasil siklus I dan siklus II dapat disajikan dalam tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Hasil Nilai Tes Siklus I dan Siklus II

No. Nilai Siklus I Siklus II
1 ≥70 12 15
2 60-69 4 3
3 50-59 2 0
4 40-49 0 0
Jumlah 18 18

Adapun perbandingan perolehan nilai tertinggi, nilai terendah dan nilai rata-rata antara siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan Nilai Tertinggi, Nilai Terendah dan Nilai Rata-Rata antara Siklus I dan Siklus II

No Uraian Siklus I Siklus II
1 Nilai tertinggi 100 100
2 Nilai Terendah 50 60
3 Nilai Rata-rata 72 83

 

Dari analisis data, sesuai dengan indikator kinerja yang ditentukan dalam penelitian ini, bahwa penelitian ini berhasil jika mencapai hal-hal sebagai berikut:

  1. sebanyak 75% siswa atau lebih dari 12 siswa dari jumlah keseluruhan 18 siswa dapat mencapai ketuntasan belajar. Yang mana siswa harus memperoleh nilai ≥ 70, yakni nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) mata pelajaran Matematika yang telah ditetapkan di awal tahun pelajaran 2018/2019;
  2. nilai rata-rata kelas lebih besar dari KKM (70) dan;
  3. aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika meningkat setelah diterapkannya pendekatan kontekstual.

Berdasarkan hasil penelitian, sampai dengan siklus II ini dapat dikatakan berhasil karena hasilnya mencapai kriteria yang ditentukan tersebut. Kenaikan persentase tingkat ketuntasan klasikal dan rata-rata hasil evaluasi belajar siswa membuktikan bahwa tindakan pembelajaran siklus siklus I maupun siklus II dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan persentase tingkat ketuntasan klasikal mencapai kriteria ketuntasan ≥ 75%, maka tindakan pembelajaran selesai pada siklus II dan tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa: “Hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika materi Keliling dan Luas ternyata dapat meningkat melalui penerapan pendekatan kontekstual pada Kelas IV SD Negeri 2 Kuripan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2018/2019.”

DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Ratna Willis. 1998. Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

http://kafeilmu.com/2011/05/12/definisi-pembelajaran.kontekstual.ctl.html

Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Samples, Bob. 2003. http//:www.pikirdong.org/pendidikan/pend03mksp.php

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana.N. 2002. Media Pengajaran. Bandung: CV Sinar Baru Algesindo

Syaiful, Bahri Djamaah, dkk. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Winkel. 1989. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.