PENINGKATAN KEMAMPUAN KONTROL DIRI

MELALUI PEER COUNSELING PADA PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 3 KALIWUNGU KABUPATEN KENDAL

 

Kusmiyati

Guru di SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu Kabupaten Kendal

Sapto Irawan

FKIP UKSW Salatiga

 

ABSTRAK

Latar belakang penelitian ini adalah kenakalan remaja yang semakin hari semakin bertambah yang melibatkan remaja dan lingkungan. Kenakalan tersebut dapat terjadi karena kontrol diri yang seseorang yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) tingkat kontrol diri peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu. (2) Pelaksanaan peer counseling dalam upaya peningkatan kemampuan kontrol diri peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu. (3) peningkatan kemampuan kontrol diri peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu melalui pelaksanaan peer counseling. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research). Kunci dari penelitian ini yaitu adanya siklus yang terdiri dari beberapa tahap secara berurutan yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan penelitian tindakan bimbingan dan konseling melalui layanan peer counseling yang peneliti amati membuktikan bahwa layanan peer counseling sangat efektif dapat meningkatkan kemampuan kontrol diri peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu Tahun pelajaran 2018/ 2019. Hal tersebut dapat dilihat dari persentase rata-rata skor angket kemampuan kontrol diri peserta didik yang naik sebesar 32,12% dari yang semula sebelum dilakukan tindakan skor rata-ratanya 51,25% menjadi 83,37% pada siklus II.

Kata Kunci: Peer counseling, kontrol diri

 

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah suatu proses pembudayaan pemberdayaan manusia yang sedang berkembang menuju mandiri untuk membangun dirinya sendiri dan masyarakat. Konsekuensinya proses pendidikan harus mampu menyentuh dan mengendalikan berbagai aspek perkembangan manusia.

Sejalan dengan pengertian pendidikan, tujuan pendidikan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal memiliki tujuan yang sama dengan tujuan pendidikan nasional, yang didalamnya didukung oleh peran serta Guru Bimbingan dan Konseling. Salah satu tugas guru bimbingan dan konseling adalah membantu peserta didik mengatasi segala bentuk permasalahan dalam bidang pribadi, sosial, belajar dan karir untuk remaja yang duduk di bangku SMP.

Peserta didik SMP termasuk dalam masa remaja awal, pada usia ini mereka mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Sebagai remaja, mereka merupakan pribadi-pribadi yang unik dengan segala karakteristiknya, memiliki kecenderungan untuk tumbuh berkembang guna mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam proses pencarian identitas diri atau keutuhan diri tersebut, timbul bermacam permasalahan dikarenakan adanya perubahan-perubahan fisik dan psikis dalam diri mereka maupun lingkungan sosial remaja yang jauh lebih luas daripada lingkungan sosial di rumah atau wilayah tempat tinggal (Gunarso, 2003:56), sehingga mengakibatkan perilaku mereka tidak terkontrol.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling di SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu Kendal khususnya kelas VIII, ditemukan beberapa permasalahan yang cukup kompleks terutama dalam hal mengontrol diri baik dalam ucapan maupun perbuatan sehingga ada beberapa masalah yang terjadi, diantaranya tindakan pemukulan yang dilakukan oleh peserta didik kepada temannya hanya karena ejekan, perlawanan terhadap guru di kelas, mencoba-coba merokok, membolos secara bersama-sama, sehingga peserta didik tersebut harus bermasalah baik dengan orang tua, guru maupun orang tua peserta didik yang lain.

Permasalahan-permasalahan yang dialami oleh peserta didik perlu segera ditangani. Sekolah sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya menguatkan kontrol diri peserta didik dan menjadikannya anggota masyarakat yang berguna dengan bantuan guru serta peran guru bimbingan dan konseling.

Sejalan dengan usaha dari sekolah untuk membantu peserta didik agar memiliki kontrol diri yang baik dan mengembangkan potensi peserta didik, maka SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu Kendal bekerja sama dengan BKKBN Kabupaten Kendal mendirikan Pusat Informasi Konseling Remaja atau PIK Remaja yang dalam hal ini guru bimbingan dan konseling yang berperan penting untuk menjalankan program-program nya. Salah satu program yang telah berjalan adalah peer counseling atau konselor sebaya atau tutor sebaya, dimana dalam program ini ada beberapa peserta didik yang telah dipilih oleh guru BK untuk mendapatkan pelatihan-pelatihan menjadi konselor sebaya yang diselenggarakan oleh BKKBN selama satu bulan. Setelah mendapatkan pelatihan dan pembekalan seputar konseling dan berbagai macam pengetahuan, maka konselor sebaya inilah yang akan lebih banyak berperan ketika teman-temannya mengalami masalah dengan didampingi guru BK.

Teman sebaya atau peers adalah anak-anak dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan komparasi tentang dunia di luar keluarga. Melalui kelompok teman sebaya anak-anak menerima umpan balik dari teman-teman mereka tentang kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa-apa yang mereka lakukan, apakah dia lebih baik dari pada teman-temannya, sama, ataukah lebih buruk dari apa yang anak-anak lain kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan dalam keluarga karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (bukan sebaya) (Santrock, 2004: 287). Dengan kata lain, bahwa apa yang disampaikan oleh seorang teman sebaya akan lebih diterima oleh remaja yang lain.

Penelitian serupa sebelumnya pernah dilakukan oleh S Fajarani, M Rosra, S Mayasari (2017), dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan konseling kelompok teknik modelling dapat meningkatkan self kontrol peserta didik.

Berdasarkan paparan diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian serta kajian lebih lanjut mengenai pelayanan peer counseling atau konseling sebaya dalam upaya meningkatkan kemampuan kontrol diri peserta didik. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:: (1) tingkat kontrol diri peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu. (2) Pelaksanaan peer counseling dalam upaya peningkatan kemampuan kontrol diri peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu. (3) peningkatan kemampuan kontrol diri peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu melalui pelaksanaan peer counseling. Melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kontrol diri peserta didik melalui peer counseling.

KAJIAN TEORI

Kemampuan Kontrol Diri Peserta didik

Remaja secara sosio-emosional mengalami kelabilan dan mudah terpengaruh oleh teman sebaya dan lingkungan. Berbagai permasalahan yang sering muncul dalam kehidupan remaja banyak diakibatkan oleh ketidakmampuan dalam mengontrol diri. Tawuran, pencurian, penyalahgunaan obat terlarang adalah contoh perilaku yang timbul karena ketidakmampuan dalam mengendalikan diri (self kontrol). Oleh karena itu, diperlukan kemampuan kontrol diri pada remaja untuk mengatur perilaku agar sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Apabila remaja dapat mempunyai kemampuan mengontrol diri makan kenakalan remaja dapat diantisipasi.

Pengertian Kemampuan Kontrol Diri

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Qodratilah, 2011:298), kata “mampu” diartikan sebagai kuasa, bisa, sanggup melakukan sesuatu. Kata ‘kemampuan” adalah kata benda dari kata mampu yang diartikan sebagai hal atau kesanggupan, kecakapan, kekuatan seseorang untuk bisa melakukan sesuatu. Kemampuan menunjuk pada adanya kekuatan dan kecakapan diri sendiri dalam mengontrol dirinya dalam perkataan dan perbuatan tanpa bergantung pada orang lain.

Menurut Chaplin dalam kamus lengkap psikologi (Terjemahan Kartini Kartono, 2002:450), definisi kontrol diri atau self kontrol adalah kemampuan individu untuk mengarahkan tingkah lakunya sendiri dan kemampuan untuk menekan atau menghambat dorongan yang ada. Goldfriend dan Merbaum, mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah konsekuensi positif.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Shohibullana (2014: 49) menyatakan bahwa kontrol diri adalah kemampuan remaja untuk berperilaku yang tidak impulsive, dapat memikirkan resiko dari perilakunya, berusaha mencari informasi sebelum mengambil keputusan tidak mengandalkan kekuatan fisik dalam menyelesaikan masalah dan tidak bersikap egois atau mudah marah.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan kontrol diri adalah merupakan bentuk sikap dimana peserta didik mampu mengendalikan diri, menahan emosi, dan dapat mempertimbangkan baik buruknya tindakan yang mereka lakukan, sehingga dapat membentuk pribadi yang berperilaku lebih terarah dan mempunya sikap tanggung jawab.

Ciri-ciri Kontrol Diri

Ciri-ciri seseorang yang mempunyai kontrol diri antara lain:

  • Kemampuan utnuk mengontrol perilaku yang ditandai dengan kemampuan menghadapi situasi yang tidak diinginkan dengan cara mencegah atau menjauhi situasi tersebut, mampu mengatasi frustasi dan ledakan emosi
  • Kemampuan menunda kepuasan dengan segera untuk mengatur perilaku agar dapat mencapai sesuatu yang lebih berharga atau lebih diterima masyarakat.
  • Kemampuan mengantisipasi peristiwa dengan mengantisipasi keadaan melalui pertimbangan secara obyektif
  • Kemampuan mengontrol keputusan dengan cara memilih suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujui.

Orang yang rendah kemampuan mengontrol diri cenderung akan reaktif dan terus reaktif, sedangkan orang yang tinggi kemampuan pengendalian dirinya akan cenderung proaktif (mempunyai kesadaran untuk memilih mana yang positif).

Aspek-aspek kemampuan kontrol diri

Menurut Berzonsky dalam Dewi, Sulastari, dan Sedanayasa (2014: 25) mengemukakan bahwa aspek-aspek kontrol diri meliputi:

Aspek fisik

Yaitu penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimiliki individu seperti tubuh, pakaian, benda-benda miliknya.

Aspek sosial

Yaitu meliputi bagaimana peranan sosial yang dimainkan oleh individu dan sejauh mana penilaian individu terhadap performanya.

Aspek moral.

Yaitu meliputi nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan individu Aspek yang meliputi pikiran, perasaan dan sikap-sikap individu terhadap dirinya sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan kontrol diri

Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron 2010: 32) Faktor kontrol diri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu:

Faktor Internal

Faktor internal yang ikut andil adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang. Dengan demikian faktor ini sangat membantu individu untuk memantau dan mencatat perilakunya sendiri dengan pol hidup dan berfikir yang lebih baik lagi. Hal ini berkaitan dengan faktor kognitif kemasakan kognitif yang terjadi selama masa pra sekolah dan masa kanak-kanak secara bertahap dapat meningkatkan kapasitas individu untuk membuat pertimbangan sosial dan mengontrol perilaku individu tersebut

Faktor Eksternal

Faktor eksternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga terutama orang tua, menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Sebagai orang tua, dianjurkan menerapkan sikap disiplin terhadap anak sejak dini, sehingga mereka akan membentuk kepribadian yang baik dan juga dapat mengendalikan perilaku mereka.

Peer Counseling

Peer counseling pada dasarnya adalah sebuah layanan konseling yang sudah ada sejak lama, yang sering disebut dengan istilah konselor sebaya atau tutor sebaya. Layanan ini lebih menitikberatkan pada sebuah konseling individu yang terjadi secara spontan, kapan saja dan dimana saja,karena keeratan hubungan antara teman sebaya. Segala permasalahan dapat mereka pecahkan bersama dengan cara konseling sebaya ini, sehingga tidak heran jika sebuah nasehat yang datang dari seorang teman atau sahabat akan lebih didengarkan daripada perkataan orang tua maupun guru.

            Selain konseling individu yang tidak terstruktur, peer counseling dapat dilaksanakan dalam suatu bentuk bimbingan kelompok, dimana dalam kelompok tadi akan mendorong terjadinya interaksi yang dinamis, hangat, akrab serta terbuka sehingga memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk mendapatkan informasi-informasi ataupun pemecahan dan pengentasan masalah yang dialaminya melalui dinamika kelompok.

Langkah Peer Counseling

Langkah Peer Counseling menurut Suwarjo (2008: 8) secara kuat menempatkan ketrampilan-ketrampilan komunikasi untuk memfasilitasi konseling teman sebaya mengeksplorasi diri dan pembuatan keputusan. Konselor sebaya bukan konselor profesional atau ahli terapi. Konselor sebaya adalah para peserta didik (remaja) yang memberikan bantuan kepada peserta didik lain dibawah bimbingan konselor ahli dalam hal ini guru BK. Dalam peer counseling, peran dan kehadiran konselor ahli tetap diperlukan.

Pada hakekatnya peer counseling adalah counseling through peers. Dalam model konseling teman sebaya, terdapat hubungan triadik antara Konselor ahli, “konselor” sebaya dan konseli.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas untuk bimbingan konseling (PT-BK). Menurut Arikunto,S (2010: 3), Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Karakteristik dari PTK menurut Supardi-Suhardjono (2011: 24) adalah adanya tindakan nyata yang dilakukan sebagai bagian dari kegiatan penelitian dalam rangka memecahkan masalah. Tindakan tersebut dilakukan pada situasi alami serta ditujukan untuk memecahkan masalah praktis. Tindakan yang diambil merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan atas dasar tujuan tertentu. Tindakan dalam PTK dilakukan dalam suatu siklus kegiatan. Pemilihan dan penetapan model serta jenis penelitian ini dikaitkan dengan tindakan di suatu kelas tertentu, yang menurut peneliti memiliki kelemahan atau kekurangan dibandingkan dengan kelas lain, diantaranya perolehan prestasi belajar. Masalah yang dipecahkan dalam penelitian ini berkaitan dengan kurangnya kontrol diri peserta didik SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu.

Indikator Kinerja

Indikator kinerja dalam penelitian ini berupa peningkatan kemampuan kontrol diri peserta didik melalui layanan peer counseling. Kriteria peningkatan dapat dilihat melalui:

  1. Sekurang–kurangnya 75% peserta didik (anggota kelompok) terlibat aktif dalam kegiatan layanan peer counseling.
  2. Sekurang-kurangnya 75% peserta didik mengalami peningkatan dalam kemampuan kontrol diri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan awal sebelum dilakukan tindakan peningkatan kemampuan kontrol diri peserta didik melalui peer counseling, dapat diidentifikasikan beberapa indikator awal sebagai berikut:

  1. Dari 32 peserta didik di kelas VIII C terdapat 10 peserta didik yang paling bermasalah diperoleh dari hasil DCM. Peserta didik tersebut yang akhirnya menjadi subyek penelitian, yang terdiri dari 6 peserta didik laki-laki dan 4 peserta didik perempuan.
  2. Untuk mengetahui tingkat kemampuan kontrol diri peserta didik sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti memberikan angket kontrol diri peserta didik sebelum tindakan dilaksanakan. Angket kontrol diri ini berfungsi untuk mengungkap data pra siklus. Data ini kemudian akan menjadi dasar utama untuk melihat seberapa besar peningkatan kemampuan kontrol diri peserta didik sebelum dan sesudah pelaksanaan peer counseling. Berikut hasil dari pemberian angket pra siklus.

Tabel 1. Hasil Angket Pra Siklus Kemampuan Kontrol Diri Peserta didik

No. Subyek Skor Kategori
1 MH 51 Sedang
2. KP 53 Sedang
3. JN 35 Rendah
4. AB 35 Rendah
5. ZV 32 Rendah
6. BM 54 Sedang
7. UL 38 Cukup
8. FD 37 Cukup
9. WD 37 Cukup
10. CI 39 Cukup
  Rata-rata 41 Cukup

Kategori:

Tinggi   : 65 – 80

Sedang  : 51 – 64

Cukup   : 36 – 50

Rendah: 20 – 35

Berdasarkan Tabel 1, dari 10 peserta didik yang terpilih menjadi anggota kelompok, ada 3 peserta didik yang masuk kateegori sedang, 4 masuk kategori cukup dan 4 peserta didik lainnya masuk kategori rendah. Data ini menandakan bahwa pemilihan anggota kelompok sudah tepat, karena tingkat kemampuan kontrol dirinya masih dalam kategori sedang, cukup dan rendah.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penelitian tindakan bimbingan dan konseling yang telah dilakukan, peneliti akan menyajikan hasil penilaian.

Penilaian Hasil untuk konselor sebaya (Pelaksana Layanan)

Menurut Farid Mashudi (2011: 132) Tujuan konseling adalah memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis. Dengan demikian, klien dapat mengembangkan diri serta meningkatkan self-actualization-nya seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.

Dalam penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya peningkatan kemampuan konselor sebaya dalam melaksanakan peer counseling dari siklus I dan siklus II dan dapat dilihat dari hasil observasi yang dilakukan peneliti bersama kolaborator. Dari siklus I hanya 56,5% dalam kategori cukup menjadi 88,6% dalam kategori tinggi. Peningkatan dari siklus I dan siklus II sebesar 32,1%. Dalam siklus I, konselor sebaya masih merasa malu, canggung dan kurang percaya diri karena belum terbiasa melaksanakan bimbingan kelompok. Namun pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, konselor sebaya sudah menunjukkan kemampuan dan rasa percaya diri yang lebih serta keakraban yang terjalin membuat suasana menjadi lebih cair meskipun tetap diamati oleh peneliti dan kolaborator.

Penilaian Hasil untuk Anggota Kelompok

Indikator awal yang peneliti terapkan dari keberhasilan layanan ini adalah sekurang-kurangnya 75% peserta didik (anggota kelompok) terlibat aktif dalam kegiatan layanan peer counseling.

Dalam penelitian ini, konselor yang menjadi pelaksana layanan adalah teman sebaya. Suwarjo (2008: 2) menandaskan bahwa teman sebaya merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap masa-masa remaja, mereka lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman sebaya daripada dengan orang tua dan keluarga.

Terbukti dalam penelitian ini, skor rata-rata yang diperoleh anggota kelompok dalam mengikuti kegiatan peer counseling menunjukkan peningkatan dalam tiap siklusnya. Dari siklus I yang dilaksanakan, skor rata-rata keaktifan anggota kelompok adalah 43 dengan prosentase 59,7% dalam kriteria cukup. Selanjutnya pada siklus II skor rata-rata meningkat menjadi 64,5 dengan prosentase 89,6% dan dalam kriteria tinggi. Total peningkatan skor rata-rata dari siklus I dan II adalah 21,5 poin serta total peningkatan dalam prosentase adalah 30%. Dari penjelasan diatas, maka prosentase akhir dalam siklus II sebesar 89,6% ini melebihi dari indikator awal yang peneliti tetapkan yaitu 75%. Ini menandakan keberhasilan dari layanan peer counseling dimana teman sebaya lebih berpengaruh dalam membantu mengatasi permasalahan peserta didik terutama meningkatkan kontrol diri, dikarenakan kedekatan emosi, usia, dan karakteristik mereka yang tidak jauh berbeda.

Penilaian Hasil untuk Peningkatan Kemampuan Kontrol Diri peserta didik

Kemampuan kontrol diri merupakan bentuk sikap dimana peserta didik mampu mengendalikan diri, menahan emosi, dan dapat mempertimbangkan baik buruknya tindakan yang mereka lakukan. Sedangkan menurut Shohibullana (2014: 49) menyatakan bahwa kontrol diri adalah kemampuan remaja untuk berperilaku yang tidak impulsive, dapat memikirkan resiko dari perilakunya, berusaha mencari informasi sebelum mengambil keputusan tidak mengandalkan kekuatan fisik dalam menyelesaikan masalah dan tidak bersikap egois atau mudah marah.

Hal tersebut nampak pada anggota kelompok setelah mengikuti kegiatan layanan peer counseling dalam tiap siklus mengalami peningkatan. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penelitian tindakan bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan, peneliti menyajikan hasil pra siklus, siklus I dan siklus II. Perbandingan hasil siklus 1 dan 2 disajikan pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 2 Perbandingan Hasil Pra-Siklus, Siklus I dan Siklus II Skor Angket Kemampuan Kontrol Diri Peserta didik

Variabel

 

Subyek Pra Siklus Siklus I Siklus II Total

Peningkatan

Skor Ket Skor Ket Skor Ket
Kemampuan Kontrol Diri Peserta didik MH 51 Sedang 57 Sedang 71 Tinggi 20
KP 53 Sedang 56 Sedang 69 Tinggi 16
JN 35 Rendah 45 Cukup 68 Tinggi 33
AB 35 Rendah 52 Sedang 64 Sedang 29
ZV 32 Rendah 43 Cukup 65 Tinggi 33
BM 54 Sedang 56 Sedang 66 Tinggi 12
UL 38 Cukup 48 Cukup 65 Tinggi 27
FD 37 Cukup 56 Sedang 69 Tinggi 32
WD 37 Cukup 50 Cukup 64 Sedang 27
CI 39 Cukup 53 Sedang 66 Tinggi 27
Rata-rata   41 Cukup 51,6 Sedang 66,7 Tinggi 25,7
%   51,25%   64,5%   83,37%    

 

Indikator kinerja dalam penelitian ini adalah sekurang-kurangnya 75% peserta didik mengalami peningkatan dalam kemampuan kontrol diri. Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada pra siklus, tingkat kemampuan kontrol diri peserta didik adalah 41 dengan prosentase 51,25 dan dalam kategori cukup. Kemudian pada siklus I terjadi peningkatan kemampuan kontrol diri peserta didik sebesar 11,6 point menjadi 51,6 dan prosentase naik 13,25% menjadi 64,5% kategori cukup. Kemudian pada siklus II tingkat kemampuan kontrol diri peserta didik meningkat lagi 15,1 poin dan prosentase naik 18,8% menjadi 83,37%. Total peningkatan skor dari pra siklus ke siklus II adalah 25,7 poin dengan prosentase 32,12%.

Jika dibandingkan dengan indikator keberhasilan yang peneliti tetapkan diawal yaitu 75% maka hasil sebesar 83,37% ini menandakan bahwa kemampuan kontrol diri peserta didik selama dan setelah melaksanakan layanan peer counseling mengalami peningkatan yang tinggi. 8,37% lebih tinggi dari target yang peneliti tetapkan.

Untuk lebih jelasnya peningkatan prosentase rata-rata skor angket kemampuan kontrol diri peserta didik dapat dilihat pada tabel 3 dberikut ini:

Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Pra-Siklus, Pasca Siklus I dan Pasca Siklus II Dari skor angket kemampuan kontrol diri peserta didik

No Keterangan Pra Siklus Siklus I Siklus

II

1 Skor perolehan Rata-rata 41 51,6 66,7
2 Prosentase (%) 51,25% 64,5% 83,37%
3 Kriteria Cukup Sedang Tinggi

 

Berdasarkan paparan diatas yang diperoleh di siklus II, baik untuk kinerja pemimpin kelompok, peran anggota didalam kelompok dan ketercapaian skor kemampuan kontrol diri peserta didik yang diungkap melalui angket maka peneliti bersama kolaborator menyimpulkan bahwa tingkat keberhasilan penelitian disiklus II ini sudah melebihi dari yang diharapkan (indikator keberhasilan) yaitu 75% anggota kelompok, yaitu (7 peserta didik) terlibat aktif dalam layanan peer counseling dan mengalami peningkatan dalam kemampuan kontrol dirinya. Oleh karena itu, peneliti dan kolaborator menyepakati bahwa penelitian tidak dilanjutkan kesiklus selanjutnya (siklus III).

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh S Fajarani, M Rosra, S Mayasari (2017), dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan konseling kelompok teknik modelling dapat meningkatkan self kon-trol peserta didik.

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Layanan peer counseling dalam suasana bimbingan kelompok dapat meningkatkan kemampuan kontrol diri peserta didik, karena dengan sering dilakukannya layanan ini, peserta didik terbiasa membahas permasalahan yang terjadi di sekitar mereka, atau isu-isu nasional seputar dunia pendidikan juga dapat mereka bahas dalam layanan ini.
  2. Dari analisis hasil yang ditunjukkan dari pelaksanaan penelitian tindakan bimbingan dan konseling melalui layanan peer counseling yang peneliti amati membuktikan bahwa layanan peer counseling sangat efektif dapat meningkatkan kemampuan kontrol diri peserta didik kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Kaliwungu Tahun Pelajaran 2018/ 2019. Hal tersebut dapat dilihat dari prosentase rata-rata skor angket kemampuan kontrol diri peserta didik yang naik sebesar 32,12% dari yang semula sebelum dilakukan tindakan skor rata-ratanya 51,25% menjadi 83,37% pada siklus II.
  3. Peningkatan juga terlihat dari jumlah peserta didik yang mengalami peningkatan skor angket kemampuan kontrol diri peserta didik, dari 3 peserta didik termasuk dalam kategori sedang, 3 peserta didik masuk kategori rendah dan 4 peserta didik masuk kategori cukup menjadi 2 peserta didik masuk kategori sedang dan 8 peserta didik termasuk dalam kategori tinggi pada pasca siklus.

 

 

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran bagi peserta dapat memanfaatkan peer counseling sebagai sarana untuk meningkatkan kontrol dirinya. Selain itu hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi dan dasar bagi guru BK untuk melakukan peer counseling guna meningkatkan kontrol diri peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, S, Suhardjono, Supardi.2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Bandura. 1994. Ontological and Epistemological Terrains Revisited. Journal of Behavior Therapy and experimental Psychiatry. Vol. 27. Hal. 323-345.

Chaplin, JP. 2002. Kamus Lengkap Psikologi, penerjemah: Kartini Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Dewi, Sulastri, M., dan Sedanayasa, G. 2014. Determinasi Ketidakutuhan Keluarga dan Konsep Diri terhadap Kenakalan Remaja pada Peserta didik Kelas X SMA Negeri 1 Sukasada Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014. e-journal Undiksa Jurusan Bimbingan Konseling. Vol. 2, No. 1. Hal. 21-20.

Gunarsa, S. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Kusmilah, S, Rimayanti, Aini, N, Hartanto D, dan Purwoko, F. 2004. Model Peer Counseling dalam Mengatasi Problematika Remaja Akhir. Laporan Penelitian. Yogyakarta: FIP UNY.

Latipun. 2008. Psikologi Konseling Edisi Ketiga. UPT Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang.

Prayitno. 2004.Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok.Padang: Universitas Negeri Padang

Praptiani, S. 2013. Pengaruh Kontrol Diri terhadap Agresivitas Remaja dalam Menghadapi Konflik Sebaya dan Pemaknaan Gender. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi. Vol. I, No. 1. Hal. 1-13.

Qodratilah, MT, dkk.2011. Kamus bahasa Indonesia Untuk pelajar. Jakarta:

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemeterian Pendidkan dan Kebudayaan

Santrok, John, W. 2004. Educational Psychology. New York: McGraw-Hill Co.

Sarafino, E. P. 1998. Health Psychology. Biopsychosocial Interaction. New York: John Wiley & Sons Inc.

Sukardi. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sukiman. 2011. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru Pembimbing (Bimbingan dan Konseling). Yogyakarta: Paramita Publishing.