PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS

MELALUI METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS)

PADA SISWA KELAS VI SDN 1 PADA SEMESTER 1

TAHUN PELAJARAN 2018/2019

 

Joko Martono

SDN 1 Padas Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS melalui Metode Pembelajaran Think Pair Share (TPS) pada Siswa Kelas VI SDN 1 Padas Semester 1 Tahun Pelajaran 2018/2019. Subjek penelitian tindakan sekolah ini adalah siswa kelas VI di Sekolah Dasar Negeri 1 Padas Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan dengan jumlah 8 siswa. Perbaikan diadakan sebanyak 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari 4 tahap yaitu: Tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi, dan tahap refleksi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. Hasil penelitian tindakan dapat meningkatkan persentase ketuntasan prasiklus 33%, meningkat menjadi 58% pada siklus I. Kemudian setelah dilakukan perbaikan, pada siklus II persentase ketuntasan kembali meningkat menjadi 92%. Aktivitas belajar siswa siklus I pertemuan 1 data hasil pengamatan siswa mendapatkan skor rata-rata 18,5 dengan kategori cukup dan 21,6 dengan kategori cukup. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 24,1 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 27,9 dengan ketegori baik. Keterampilan guru mengalami peningkatan yaitu pada siklus I pertemuan 1 keterampilan guru yang diamati mendapatkan skor 23 dengan ketegori baik dan 26 dengan ketegori baik pada pertemuan 2. Keterampilan guru pada pembelajaran siklus II mengalami peningkatan dengan perolehan skor 30 dengan kategori baik pada pertemuan 1 dan meningkat menjadi 34 dengan kategori sangat baik.

Kata kunci: Kualitas Pembelajaran, Pembelajaran IPS, Model Pembelajaran TPS.

 

Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam pelaksanaan pembelajaran, tugas utama seorang guru adalah mengajar, mendidik dan melatih peserta didik mencapai taraf kecerdasan, ketinggian budi pekerti, dan ketrampilan yang optimal. Agar dapat mampu melaksanakan tugasnya dengan baik guru harus menguasai berbagai kemampuan dan keahlian. Guru dituntut menguasai materi pelajaran dan mampu menyajikannya dengan baik serta mampu menilai kinerjanya.

Berdasarkan Permendiknas No.22 dan 23 tahun 2006, IPS adalah bidang studi yang mempelajari dan menelaah serta menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat ditinjau dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu, sedangkan pengertian ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Mata pelajaran Ilmu Pengetahun Sosial (IPS) bertujuan mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, memiliki komitmen kesadaran nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, memiliki kemampuan komunikasi, kerjasama dalam masyarakat yang majemuk baik di tingkat lokal, nasional maupun global.

Demikian arti mata pelajaran IPS itu sendiri sangat mendidik siswa apabila diajarkan sesuai kriteria serta mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Dengan tercapainya tujuan pembelajaran IPS, maka tercapai pula tujuan pendidikan nasional. Sehingga dalam pelaksanaannya guru dituntut menyelesaikan target ketuntasan belajar siswa, sehingga perlu perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi, metode, media dan alat peraga serta sumber belajar yang memadai. Namun tidak sedikit guru dalam proses pembelajarannya tidak menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang tepat, tidak menggunakan alat peraga yang sesuai dengan materi, serta tidak menggunakan sumber belajar yang memadai.

 Menurut hasil observasi yang dilakukan peneliti bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran IPS di kelas VI SD Negeri 1 Padas masih belum maksimal. Dari beberapa pencapaian hasil belajar pelajaran IPS pada siswa kelas VI semester 1 tahun pelajaran 2018/2019 masih banyak siswa yang nilainya dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Data hasil belajar ditunjukkan dengan nilai terendah 35 dan nilai tertinggi 90 serta 8 siswa (67%) nilainya masih dibawah KKM dengan rerata kelas 59. Data hasil belajar dan pelaksanaan mata pelajaran tersebut perlu sekali proses pembelajaran untuk ditingkatkan kualitasnya.

Berdasarkan pertimbangan peneliti untuk memecahkan masalah pembelajaran tersebut tim kolaborasi menetapkan alternative tindakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang dapat mendorong keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran dan meningkatkan kreativitas guru. Maka peneliti menggunakan metode pembelajaran Think Pair Share (TPS). Maka judul yang diambil dalam penelitian ini adalah Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS melalui metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1 Padas.

Kajian Teori

Kualitas Pembelajaran

Kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau juga keefektifan. Secara definitif efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya (Etzioni dalam Setiyono:2008). Efektivitas merupakan suatu konsep yang lebih luas mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar diri seseorang. Efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas, akan tetapi juga dapat pula dilihat dari sikap orangnya. Di samping itu, efektivitas juga dapat dilihat dari bagaimana tingkat kepuasan yang dicapai oleh orang (Robbins dalam Setiyono:2008).

Simpulan dari beberapa pendapat ahli diatas adalah bahwa kualitas pembelajaran merupakan kegiatan belajar dan pembelajaran yang berlangsung secara efektif sehingga mendapatkan hasil sesuai tujuan yang diharapkan. Suatu pembelajaran dapat dikatakan berkualitas jika berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya.

Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari perilaku guru, perilaku siswa, dan dampak belajar siswa, iklim pembelajaran, materi pembelajaran, dan media pembelajaran. Dalam hal ini, hanya perilaku guru yang berupa keterampilan dasar mengajar, perilaku siswa yang berupa aktivitas siswa, dan dampak belajar yang berupa hasil belajar, yang akan dikaji oleh peneliti.

Hakikat Belajar

Gagne dan Berliner (dalam Ani, 2004:2) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana sesuatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman.

Slavin (dalam Rifa’i, 2009: 82) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Witherington (dalam Thobroni, 2011: 20) menyatakan belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.

Simpulan dari beberapa pendapat diatas adalah bahwa belajar merupakan perubahan perilaku dari yang semula tidak tahu menjadi tahu dan dalam perubahan perilaku yang terjadi itu akan menimbulkan reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian.

Hakikat Pembelajaran

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 17) mendefinisikan kata pembelajaran berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut, sedangkan pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik. Pembelajaran harus menghasilkan belajar, tapi tidak semua proses belajar terjadi karena pembelajaran (Winataputra. 2008: 1.18)

Pembelajaran berdasarkan makna lesikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Pembelajaran merupakan proses organic dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran (Isjoni. 2010: 13)

Disimpulkan hakikat pembelajaran adalah suatu kegiatan dalam proses belajar dan mengajar dimana terjadi komunikasi yang berarti menghasilkan respon antara siswa dengan guru dengan siswa sebagai pusat pembelajaran dan menghasilkan perubahan perilaku.

Hasil Belajar

Menurut Suprijono (dalam Thobroni, 2011: 22), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Bloom (dalam Anni, 2009:7-13) mengusulkan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial

Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).

Menurut Hidayati (2008:1.19) hakikat IPS adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya. Dalam kehidupannya manusia harus mengahadapi tantangan-tantangan yang berasal dari lingkungannya maupun sebagai hidup bersama. IPS memandang manusia dari berbagai sudut Pandang. IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan.

Menurut Hadi, dkk (2008:1) ilmu pengetahuan sosial adalah program pendidikan yang mengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu ilmu sosial dan humaniora. Menurut Harianti (2007:14) IPS adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi. IPS adalah mata pelajaran yang diberikan di sekolah mulai dari tingkat dasar (SD) hingga tingkat menengah (SMP/SMA) Kurikulum IPS yang dikembangkan harus memperhatikan tingkat perkembangan psikologi siswa.

Berdasarkan pendapat ahli diatas peneliti mengambil kesimpulan bahwa IPS adalah suatu bahan kajian yang mempelajari tentang telaah manusia dan dunianya.

Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial

Setiap usaha pendidikan senantiasa memiliki tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan pendidikan IPS menurut Nursid Sumaatmadja adalah membina anak didik menjadi warga negara yang baik yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya dan bagi masyarakat. Selain itu menurut Hamalik tujuan pendidikan berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu pengetahuan dan pemahaman, sikap hidup belajar, nilai-nilai sosial dan sikap, serta ketrampilan (dalam Hidayati, 2008: 1-24).

Sejalan dengan tujuan tersebut, Permendiknas no. 22 Tahun 2006 menjelaskan bahwa pembelajaran mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:

1)    mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya,

2)    memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial,

3)    memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan,

4)    memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global (Permendiknas 2006:575).

Pembelajaran IPS di SD

Materi IPS di SD

Menurut Tjokrodikaryo (dalam Hidayati, 2008: 1-26) materi IPS digali dari segala aspek kehidupan praktis sehari-hari di masyarakat. Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:

a)    Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.

b)    Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.

c)     Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.

d)    Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.

e)    Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan, keluarga.

Strategi Penyampaian IPS di SD

Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagian besar adalah didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan: anak (diri sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan dunia. Tipe kurikulum tersebut, didasarkan pada asumsi bahwa anak pertama-tama dikenalkan atau perlu memperoleh konsep yang berhubungan dengan lingkungan terdekat atau diri sendiri. Selanjutnya secara bertahap dan sistematis bergerak dalam lingkungan konsentrasi keluar dari lingkaran tersebut, kemudian mengembangkan kemampuannya untuk menghadapai unsur-unsur dunia yang lebih luas (Hidayati, 2008: 1-27).

Kegiatan pembelajaran IPS sebaiknya dilakukan dengan pendekatan yang memungkinkan seorang siswa memperoleh pengalaman langsung agar para siswa dapat menyimpan serta memaknai pengetahuan sebagai bekal dalam menghadapi hidup bermasyarakat.

Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran dan guru berperan sebagai fasilitator. Selain itu juga, guru mempunyai peranan sebagai organisator pembelajaran, yang merancang pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa. Salah satu strategi untuk melibatkan siswa secara aktif adalah melalui pembelajaran kooperatif.

Eggen dan Kauchak (dalam Trianto, 2007: 42) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Selanjutnya Roger, dkk. (dalam Huda, 2011: 29) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pebelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

Selanjutnya, menurut Lie (dalam Thobroni, 2011: 286), sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai “sistem pembelajaran gotong royong” atau Cooperative Learning.

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar melalui penempatan siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Pembelajaran kooperatif menekankan kerjasama antara siswa dalam kelompok. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami suatu konsep jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.

Model Pembelajaran TPS

Strategi berpikir secara berpasangan berkembang dari penelitian belajar kooperatif. Frank Lynman pada tahun 1985 dalam Nur, dkk (2000), menyatakan bahwa model TPS menentang asumsi bahwa berpikir kolegannya secara berpasangan merupakan suatu cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus dalam kelas. Strategi menentang asumsi bahwa semua resitasi dalam diskusi perlu dilakukan dalam setting seluruh kelompok. Berpikir secara berpasangan memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa lebih banyak berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain.

Pembelajaran think-pair-share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think-pair-share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Lynman sesuai yang dikutip Arends (1977), menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Menurut Fuad A. Hamied (2009) menyatakan bahwa think pair share merupakan kegiatan sederhana di kelas.

Guru memberikan waktu kepada siswa untuk memikirkan tentang sebuah topik, berdiskusi dengan teman sebayanya, dan berbagi hasilnya dengan teman lain di kelasnya. Asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa waktu yang lebih untuk dapat berpikir, merespon dan saling membantu.

Frank Lyman memilih menggunakan strategi berpikir secara berpasangan sebagai gantinya tanya jawab seluruh siswa. Menurut Nur, dkk (2000), bahwa langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share secara sederhana digambarkan sebagai berikut:

Tahap 1: Think (berpikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan konsep pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Berpikir dapat ditandai dengan siswa mampu bertanya tulisan, bertanya lisan, menjawab pertanyaan, dan berpendapat.

Tahap 2: Pairing (berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat dibagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 45 menit untuk berpasangan.

Tahap 3: Share (berbagi). Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan berbagi untuk seluruh kelompok tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai akhir seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Selain itu kelompok berpasangan menurut Anita Lie (2010: 46) mempunyai kelebihan antara lain:

1.     Meningkatkan partisipasi siswa.

2.     Lebih cocok untuk tugas sederhana.

3.     Masing-masing anggota kelompok lebih banyak kesempatan untuk berkontribusi.

4.     Interaksi lebih mudah.

5.     Lebih mudah dan cepat membentuknya.

Langkah-langkah Metode Pembelajaran Think Pair Share:

1.     Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai

2.     Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru

3.     Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing

4.     Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya

5.     Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diuangkapkan para siswa

6.     Guru memberi kesimpulan

Metode Penelitian

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran 2018/2019. Proses pengumpulan data, pengolahan data-data, analisis data, pengambilan simpulan, dan penyusunan laporan penelitian membutuhkan waktu selama 4 bulan, yaitu pada bulan September sampai dengan Desember 2018. Tempat penelitian pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1 Padas yang berjumlah 12 siswa. Terdiri dari 4 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan.

 

 

Teknik Pengumpulan

Observasi

Menurut Arikunto, observasi adalah kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui aktifitas siswa dan ketrampilan guru dalam pembelajaran.

Tes

Tes adalah suatu metode atau alat untuk mengadakan penyelidikan yang menggunakan soal-soal, pertanyaan atau tugas-tugas yang lain di mana persoalan-persoalan atau pertanyaan-pertanyaan itu telah dipilih dengan seksama dan telah distandardisasikan (Bimo Walgito, 1987: 87).

Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara memperoleh data dengan menuliskan laporan tertulis tentang suatu peristiwa yang isinya terdiri dari penjelasan dan pemikiran terhadap peristiwa tersebut. Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan aktifitas siswa danketrampilan guru pada saat proses pembelajaran berlangsung dan untuk memperkuat sumber data yang lain.

Catatan Lapangan

Catatan lapangan berisi catatan guru selama pembelajaran berlangsung apabila ada hal-hal yang muncul dalam proses pembelajaran, catatan lapangan berguna untuk memperkuat data yang diperoleh dalam observasi dan sebagai

Analisis Data

 Analisis tingkat keberhasilan atau persentase ketuntasan belajar siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung pada setiap siklusnya, dilakukan dengan cara memberikan evaluasi atau tes akhir siklus berupa soal tes tertulis. Data kualitatif berupa data hasil observasi keterampilan guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPS dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif. Data kualitatif dipaparkan dalam kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.

Prosedur Penelitian

Rancangan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, langkah-langkah penelitian tindakan kelas dibagi menjadi empat kegiatan, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan/observasi, dan refleksi (Suhardjono, dalam Arikunto, 2009).

Hasil Tindakan dan Pembahasan

Deskripsi Kondisi Awal

Dalam pembelajaran IPS kurang adanya motivasi yang diberikan guru kepada siswa untuk bertanya dan menjawab pertanyaan dalam kegiatan belajar mengajar. Guru hanya menggunakan metode ceramah saat memberikan materi. Guru belum menggunakan inovasi dalam pembelajaran. Guru kurang memperhatikan keaktifan siswa pada saat proses belajar. Guru kurang memperhatikan hasil pekerjaan tugas siswa, baik tugas di kelas maupun tugas rumah (PR). Sedangkan dari siswa itu sendiri rendahnya minat dan motivasi belajar dalam mata pelajaran IPS. Siswa kurang antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Kemampuan siswa dalam menyerap materi ajar yang diajarkan sangat rendah. Selain itu, guru tidak memanfaatkan media dengan baik saat kegiatan mengajar. Guru juga tidak menggunakan media selama proses pembelajaran. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang tertarik dengan materi dan akan cepat merasa jenuh.

Dari beberapa pencapaian hasil belajar pelajaran IPS pada siswa kelas VI semester 1 tahun pelajaran 2018/2019 masih banyak siswa yang nilainya dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Data hasil belajar ditunjukkan dengan nilai terendah 35 dan nilai tertinggi 90 serta 8 siswa (67%) nilainya masih dibawah KKM dengan rerata kelas 59.

Deskripsi Hasil Siklus I

Pelaksanaan Tindakan

Nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 50 dan nilai tertinggi adalah 100. Yang mendapatkan nilai 100 sebanyak 1 siswa, yang mendapatkan nilai 90 sebanyak 2 siswa, yang mendapatkan nilai 80 sebanyak 1 siswa, yang mendapatkan nilai 70 sebanyak 3 siswa, yang mendapatkan nilai 60 sebanyak 3 siswa, yang mendapatkan nilai 50 sebanyak 2 siswa.

Siklus I Pertemuan 2

Pada siklus I belum dapat terpenuhi secara maksimal. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa melakukan diskusi sehingga guru masih kesusahan dalam mengatur kelompok. Keberanian siswa dalam menyampaikan hasil diskusi juga masih kurang. Masih banyak siswa yang malu-malu dan takut salah ketika ditunjuk guru untuk memaparkan hasil diskusinya. Rata-rata aktivitas siswa yang berkategori cukup dan belum memenuhi kriteria ketuntasan.

Refleksi

Refleksi pada siklus I difokuskan pada berbagai masalah yang muncul pada pelaksanaan tindakan. Adapun permasalahan yang ada dalam pembelajaran IPS melalui metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) adalah sebagai berikut:

a.    Aktivitas siswa pada penelitian ini sudah lebih baik. Pembelajaran dengan menggunakan Think Pair Share (TPS)dirasa tepat karena siswa menjadi lebih aktif. Pada pertemuan pertama mendapatkan rata- rata skor cukup.

b.    Hasil belajar yang diperoleh masih belum sesuai dengan indikator keberhasilan yang ingin dicapai. Ketuntasan klasikal hasil belajar siswa pada pertemuan pertama adalah 58% dan rata-rata nilai siswa 73. Untuk mengatasi hal tersebut telah dilaksanakan perbaikan bagi siswa yang belum tuntas.

c.    Dari berbagai permasalahan yang muncul pada pelaksanaan tindakan siklus I maka perlu diadakan perbaikan untuk pelaksanaan tindakan di siklus II

Deskripsi Hasil Siklus II

Pelaksanaan Tindakan

Nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 65 dan nilai tertinggi adalah 100. Yang mendapatkan nilai 100 sebanyak 2 siswa, nilai 90 sebanyak 2 siswa, yang mendapatkan nilai 80 sebanyak 5 siswa, yang mendapatkan nilai 70 sebanyak 2 siswa, yang mendapatkan nilai 60 sebanyak 1 siswa.

Siklus II Pertemuan 2

Aktivitas siswa pada siklus II telah terpenuhi secara maksimal. Hal ini dibuktikan dengan siswa yang sudah dapat melakukan pembagian kelompok secara cekatan dan tidak menimbulkan keributan. Keberanian siswa dalam menyampaikan hasil diskusi juga sudah baik, banyak siswa yang mulai berani memberikan pendapat terhadap hasil kerja kelompok lain. Rata-rata aktivitas siswa yang berkategori baik. Sehingga peneliti merasa tindakan sudah cukup dilakukan.

Refleksi

Hasil refleksi pada pelaksanaan tindakan siklus II adalah sebagai berikut:

a.     Keterampilan guru meningkat dibandingkan dengan siklus sebelumnya dengan perolehan skor 34 atau dalam kategori sangat baik dan telah mencapai indikator keberhasilan.

b.     Aktivitas siswa juga meningkat dengan perolehan skor rata- rata skor 27,9 termasuk dalam kategori baik dan telah mencapai indikator keberhasilan.

c.     Hasil belajar yang diperoleh adalah nilai terendah 65 dan tertinggi 100 dengan rata – rata 83 dan persentase ketuntasan klasikal 92% dan telah mencapai indikator keberhasilan yaitu sekurang-kurangnya ketuntasan klasikal 80%. Untuk mengatasi ketuntasan klasikal yang belum mencapai 100% telah dilaksanakan perbaikan bagi siswa yang belum tuntas.

Pembahasan

Hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS dengan metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) mengalami peningkatan pada setiap siklus. Hal itu dapat dilihat dari persentase ketuntasan prasiklus hanya 33%, meningkat menjadi 58% pada siklus I. Kemudian setelah dilakukan perbaikan, pada siklus II persentase ketuntasan kembali meningkat menjadi 92% dan telah memenuhi indikator keberhasilan. Data perbandingan hasil belajar siswa pada prasiklus sampai dengan siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.

Daftar Nilai Kondisi Awal hingga Siklus II Kelas VI SD Negeri 1 Padas Tahun 2018/2019

 

No

Nilai

Frekuensi

 

Kondisi Awal

Siklus I

Siklus II

 

1

100

0

1

2

 

2

90

2

2

2

 

3

80

1

1

5

 

4

70

1

3

2

 

5

60

1

3

1

 

6

50

2

2

0

 

7

40

4

0

0

 

8

30

1

0

0

 

JUMLAH

12

12

12

 

Nilai Tertinggi

90

100

100

 

Nilai Terendah

35

50

65

 

Nilai Rata-rata

59

73

83

 

Siswa yang Tuntas

4

7

11

 

Siswa yang Belum Tuntas

8

5

1

 

Prosentase Siswa yang Tuntas

33%

58%

92%

 

Prosentase Siswa yang Belum Tuntas

67%

42%

8%

 

 

Perolehan data pengamatan aktivitas siswa pada penelitian ini mendapatkan hasil yang memuaskan. Pada siklus I pertemuan 1 data hasil pengamatan siswa mendapatkan skor rata-rata 18,5 dengan kategori cukup dan 21,6 dengan kategori cukup. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 24,1 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 27,9 dengan ketegori baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemerolehan skor aktivitas siswa sudah memenuhi indikator keberhasilan.

Rekapitulasi Aktivitas Siswa

No

Indikator

Perolehan Skor Rata-rata

Siklus I

Siklus II

1

2

1

2

1

Kesiapan dan semangat siswa mengikuti proses pembelajaran (Emotional activities)

1.8

2.5

2.8

2.8

2

Menanggapi apersepsi (Mental activities)

2.0

2.3

2.6

3.2

3

Memperhatikan informasi guru (Listening activities,Visual activities).

1.8

2.1

2.3

2.9

4

Ketertiban pada saat pembentukan kelompok dan penomoran (Emotional activities).

2.1

2.3

2.4

3.2

5

Mendiskusikan lembar pertanyaan yang diberikan guru (Mental activities, Motor activities, Writing activities).

2.0

2.3

2.7

3.2

6

Kerjasama dalam kelompok. (Mental activities, Motor activities, Writing activities).

2.1

2.6

2.9

3.3

7

Melaporkan hasil diskusi kelompok. (Oral activities).

2.4

2.8

3.1

3.3

8

Ketertiban siswa ketika mendapatkan penghargaan dari guru (Emotional activities).

2.4

2.6

2.8

3.0

9

Membuat kesimpulan pembelajaran bersama guru (Oral activities).

2.0

2.3

2.6

3.0

Jumlah

18.5

21.6

24.1

27.9

Kategori

Cukup

Cukup

Baik

Baik

 

Hasil pengamatan keterampilan guru yang didapatkan pada penelitiaan menunjukkan bahwa skor yang diperoleh meningkat pada tiap siklusnya. Pada siklus I pertemuan 1 keterampilan guru yang diamati mendapatkan skor 23 dengan ketegori baik dan 26 dengan ketegori baik pada pertemuan 2. Keterampilan guru pada pembelajaran siklus II mengalami peningkatan dengan perolehan skor 30 dengan kategori baik pada pertemuan 1 dan meningkat menjadi 34 dengan kategori sangat baik.

Rekapitulasi Hasil Pengamatan Keterampilan Guru

No

Keterampilan Guru dalam pembelajaran IPS melalui Metode Pembelajaran Think Pair Share (TPS)

Perolehan Skor

 

Siklus I

Siklus II

1

2

1

2

1

Membuka pelajaran (keterampilan membuka dan menutup pelajaran).

3

4

4

4

2

Menjelaskan materi pembelajaran dan menampilkan media pembelajaran (keterampilan menjelaskan dan keterampilan menggunakan variasi).

2

2

3

2

3

Membimbing pembentukan kelompok diskusi (keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil).

3

3

4

4

4

Memberikan pertanyaan untuk didiskusikan dalam kelompok (Keterampilan bertanya).

3

4

4

4

5

Membimbing diskusi kelompok (Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan).

3

3

3

4

6

Menggunakan variasi dalam interaksi dengan siswa (Keterampilan menggunakan variasi).

2

2

2

3

7

Memberikan penghargaan (Keterampilan memberi penguatan).

2

2

3

4

8

Ketepatan mengelola waktu (Keterampilan mengelola kelas).

3

3

3

4

9

Menutup pelajaran (Keterampilan membuka dan menutup pelajaran).

2

3

4

4

Jumlah skor yang diperoleh

23

26

30

34

Kategori

Baik

Baik

Sangat Baik

Sangat Baik

Kualifkasi

Tuntas

Tuntas

Tuntas

Tuntas

 

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai peningkatan kualitas pembelajaran IPS melalui model pembelajaran Think Pair Share (TPS) pada siswa Kelas VI SDN 1 Padas, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1.     Hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS dengan metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) mengalami peningkatan pada setiap siklus. Hal itu dapat dilihat dari persentase ketuntasan prasiklus 33%, meningkat menjadi 58% pada siklus I. Kemudian setelah dilakukan perbaikan, pada siklus II persentase ketuntasan kembali meningkat menjadi 92% dan telah memenuhi indikator keberhasilan yaitu sekurang-kurangnya 80%.

2.     Aktivitas siswa pada penelitian ini mengalami pemingkatan. Pada siklus I pertemuan 1 data hasil pengamatan siswa mendapatkan skor rata-rata 18,5 dengan kategori cukup dan 21,6 dengan kategori cukup. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 24,1 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 27,9 dengan ketegori baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemerolehan skor aktivitas siswa sudah memenuhi indikator keberhasilan yaitu mendapatkan skor 22 sampai 29,5 dengan kategori baik.

3.     Hasil pengamatan keterampilan guru menunjukkan bahwa skor yang diperoleh meningkat pada tiap siklusnya. Pada siklus I pertemuan 1 keterampilan guru yang diamati mendapatkan skor 23 dengan ketegori baik dan 26 dengan ketegori baik pada pertemuan 2. Keterampilan guru pada pembelajaran siklus II mengalami peningkatan dengan perolehan skor 30 dengan kategori baik pada pertemuan 1 dan meningkat menjadi 34 dengan kategori sangat baik. Dengan demikian hasil pengamatan keterampilan guru telah memenuhi indikator keberhasilan yang ditentukan yaitu sekurang-kurangnya baik dengan skor 22 sampai 29,5

Saran

Menurut hasil kesimpulan di atas, maka disarankan:

1.     Guru yang akan menerapkan metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) hendaknya dapat memaksimalkan pembelajaran yang dilakukan.

2.     Guru hendaknya lebih menciptakan pembelajaran yang meningkatkan tanggung jawab siswa dalam pemerolehan informasi untuk dirinya sendiri dan untuk kelompoknya sehingga guru dapat lebih meminimalisir aktivitas siswa yang mengganggu selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

3.     Pemerolehan hasil belajar siswa harus ditingkatkan dengan pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk menggali pengetahuan dari berbagai sumber, media yang inovatif termasuk melalui pengalaman dalam kehidupan sehari-hari siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zaenal dkk.2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV. Yrama Widya.

Ariani, Niken & Dany Haryanto.2010. Pembelajaran Multi Media di Sekolah. Jakarta:Prestasi Pustaka.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Sinar Grafika Offset.

Daryanto. 2010. Media Pembelajaran Peranya Sangat Penting Dalam Mencapai Tujuan Pembelajaran.Yogyakarta: Gava Media

Krathwohl, David R. 2002. A Revision of Bloom’s Taxonomy: An Overview. The Ohio State Univetsity

Hadi, Susilo dkk. 2008. Kajian Ilmu Pengetahuan Sosial.Salatiga: Widya Sari Press

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar.Bandung:Pustaka Setia

Harianti. 2007. kajian kebijakan kurikulum IPS SD

Herrhyanto, Nar & Akib Hamid. 2007. Statistika Dasar. Jakarta:Universitas Terbuka.

Hidayati, Dkk. 2008. Pengembangan Pendidikan SD. Jakarta: Depdiknas

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model Terapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Isjoni, H. 2010. Pembelajaran Kooperatif: Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muryani, Sri. Dan Emy Wuryani. 2010. Pengembangan Pendidikan IPS SD. Salatiga: UKSW.

Permendiknas. 2006. Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar

Permendiknas. 2006. Tentang Standar Kelulusan

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Depdiknas.

Rifa’i, Achmad dan Catharina Tri Anni. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Univeritas Negeri Semarang Press.

Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Sadiman, Arief S, dkk. 2011. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers.

Sardiman A.M, 2011. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Raja grafindo.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa. 2011. Belajar dan Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran Dalam Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.  

Uno, Hamzah. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Gorontalo: Bumi Aksara

Wibawa, Basuki. 2001. Media Pengajaran. Bandung: CV Maulana

Winataputra, S Udin. 2004. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka

Wiriaatmadja, Rochiati. 2008. Metote Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosda