PENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA
PENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA
MENGGUNAKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING
TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS 5 SD
Laurentia Dwi Wulandari
Mawardi
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar – FKIP -UKSW
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur Ambarawa melalui penerapan model pembelajaran cooperatif learning tipe Make a Match. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) model siklus yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart. PTK ini dilakukan dalam dua siklus. Subyek penelitian melibatkan siswa kelas 5 SD sejumlah 26 siswa. Teknik dan instrumen pengumpulan data menggunakan teknik tes berupa soal tes pilihan ganda dan teknik non tes berupa lermbar observasi. Teknik analisis data menggunakan teknik deskriptif komparatif dengan membandingkan hasil belajar pra siklus, siklus 1 dan siklus 2. Hasilnya menunjukkan bahwa model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar tersebut terlihat dari peningkatan persentase jumlah siswa yang mencapai kriteria ketuntasan belajar minimal (KKM) 75 sebesar 42.31% pada pra siklus, 76.92% pada siklus 1 and 88.46% pada siklus 2. Dilihat dari kriteria keberhasilan penelitian, PTK ini berhasil karena persentase pencapaian KKM 88.46% pada siklus 2 melebihi kriteria keberhasilan penelitian (80%). Berpijak pada hasil penelitian ini, penulis menyarankan agar para guru menggunakan model pembelajaran make a mach dalam pembelajarannya.
Kata kunci: IPA, Make a Match, hasil belajar
PENDAHULUAN
Proses pembelajaran IPA di SD Pangudi Luhur Ambarawa belum sepenuhnya memenuhi rambu-rambu Lampiran Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menyatakan bahwa pembelajarn hasus disesuaikan dengan karakteristik komtetensi dasar yang akan dicapai. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru, misalnya pelatihan guru pada forum Kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan peningkatan kompetensi guru melalui kelompok kerja sejawat, namun dalam proses pembelajaran IPA khususnya pada kelas 5 di SD Pangudi Luhur Ambarawa, siswa sering terlihat diam dan kurang aktif dalam berinteraksi, siswa cenderung bosan untuk membaca buku catatan atau buku bacaan yang dimiliki. Gejala ini berdampak pada kurang maksimalnya hasil belajar siswa. Data awal menunjukkan bahwa dari 26 siswa masih terdapat 14 siswa yang mendapat nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ≥75. Dari data prestasi belajar tersebut memperlihatkan bahwa pembelajaran yang dilakukan belum berhasil, karena pembelajaran dapat dianggap berhasil jika persentase jumlah siswa yang mencapai KKM sebesar 80%, sehingga diperlukan upaya peningkatan hasil belajar IPA (Wawancara dengan guru kelas 5 tanggal 17 Desember 2016).
Keberhasilan pembelajaran IPA tergantung bagaimana cara guru membelajarkan IPA tersebut kepada siswa. Banyak cara yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran yang dapat membuat siswa merasa senang, diantaranya dengan menggunakan model dan pendekatan joyful learning, misalnya model Make a Match (Hui, 2007: 57). Sesuai lampiran permendiknas tentang standar proses pendidikan, pemilihan model pembelajaran hendaknya disesuaikan karakteristik siswa dan kompetensi dasar yang akan dicapai. Menurut penulis kondisi kemampuan siswa di SD Pangudi Luhur Ambarawa masih berada pada tingkat menengah, oleh karena itu masih relevan jika peningkatan hasil belajar itu akan dilakukan dengan model-model pembelajaran yang berisi pendalaman konsep, belum menggunakan model-model saintifik murni seperti inkuiri, problem based learning ataupun project based learning. Berdasarkan kondisi siswa sekolah tersebut dan kompetensi dasar yang akan dicapai masih pada aras pendalaman konsep-konsep, maka dalam PTK ini penulis menggunakan model pembelajaran Make a Match.
Melalui model pembelajaran tipe Make a Match diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses dalam keaktifan belajar, sehingga akan berdampak pada hasil belajar. Berdasarkan identifikasi dari latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah penerapan model cooperative learning tipe Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA tentang materi perubahan energi pada siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur Ambarawa Semester 2 Tahun Pelajaran 2016-2017?
KAJIAN PUSTAKA
Pembelajaran IPA menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Make a Match
Winataputra (2008: 122) menyatakan bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur dan berlaku umum berupa kumpulan hasil observasi dan eksperimen. Dengan demikian IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Irene, 2015: 5). Pada bagian pendahuluan telah disampaikan bahwa pemilihan model pembelajaran IPS untuk kompetensi dasar yang masih menekankan pada penguasaan konsep-konsep dasar IPA dapat memilih model pembelajaran penguasaan kionsep-konsep yang ada unsur kegembiraan (joyful learning), misalnya model cooperative learning tipe Make a Match.
Pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai belajar bersama-sama, saling membantu antara satu dengan yang lain, dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mampu mencapai tujuan atau menyelesaikan tugas yang telah ditentukan. Dalam Cooperative Learning (pembelajaran kooperatif), siswa dilatih untuk bekerja sama dengan temannya secara sinergis, integral, dan kombinatif. Selain itu, para siswa juga diajak menghindari sifat egois, individualis, serta kompetisi tidak sehat sedini mungkin agar masing-masing tidak mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya Isjoni (dalam Asmani, 2016: 37).
Model Pembelajaran Make a Match dikembangkan pertama kali pada tahun 1994 oleh Lorna Curran. Tujuan dari strategi Make a Match antara lain: (1) pendalaman materi, (2) penggalian materi dan (3) edutainment (Huda, 2015: 251). Lie (2010: 55) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif type Make a Match merupakan salah satu tipe model pembelajara kooperatif dimana inti kegiatanya yaitu siswa berkelompok mencocokkan dua jenis kartu (kartu soal dan kartu jawaban) yang telah disiapkan guru dalam waktu yang telah ditentukan. Sintak model Make a Match menurut Huda (2015: 252-253) dapat dilihat pada langkah-langkah kegiatan pembelajaran berikut ini:
1. Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk mempelajari materi di rumah;
2. Siswa dibagi ke dalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan kelompok B. Kedua kelompok diminta untuk berhadap-hadapan;
3. Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu jawaban kepada kelompok B;
4. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari dan mencocokan kartu yang dipegang dengan kartu kelompok lain. Guru juga perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang diberikan kepada siswa;
5. Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di kelompok B. Jika sudah menemukan pasangannya masing-masing, guru meminta mereka melaporkan diri dan guru mencatat mereka pada kertas yang sudah dipersiapkan;
6. Jika waktu sudah habis, siswa harus diberitahu bahwa waktu sudah habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul tersendiri;
7. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan kartu sudah cocok atau tidak;
8. Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi; dan
9. Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi.
Kelebihan model pembelajaran Make a Match menurut Huda (2015: 253) adalah:
1. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik;
2. Menyenangkan (karena ada unsur permainan);
3. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa;
4. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi; dan
5. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
Berbagai penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bukti keefektifan model Make a Match dalam pembelajaran. Penelitian-penelitian itu adalah: 1) penelitian Dwiastuti, Yayuk (2014: 487 – 494), Ernawati. (2016: 80-85), Hanafi, Imam (2013: 94 – 106), dan Wijatmoko, Pratowo (2016: 1 – 7) yang melakukan penelitian tentang penerapan model pembelajaran Make a Match untuk meningkatkan persentase jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar semua penelitia menyatakan bahwa model tersebut benar-benar dapat meningkatkan persentase jumlah siswa yang tuntas; 2) penelitian yang dilakukan Sediasih (2017: 74 – 81), Susasmi, Eva (2016: 553 – 565), dan Yasbiati (2013: 29 – 36) melakukan penelitian PTK yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa menemukan hasil bahwa model pembelajaran Make a Match tersebut benar-benar dapat meningkatkan hasil belajar; 3) penelitian yang dilakukan Sijabat, Yanti BR (2013: 45 – 50) dan Usman, Agustin (2014: 57 – 64) melakukan penelitian tindakan kelas menggunakan model Make a Match untuk menumbuhkan motivasi belajar bagi siswa menemukan bahwa model tersebut mampu menunbuhkan motivasi belajar siswa; 4) penelitian yang dilakukan oleh Widiyaka, Andrie Dwie (2013: 71 – 77) melakukan penelitian PTK menggunakan model pembelajaran Make a Match untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis pantun ternyata terbukti bahwa model tersebut dapat meningkatkan kemampuan menulis pantun.
Pengukuruan Hasil Belajar IPA
Kegiatan penilaian dan pengujian pendidikan merupakan salah satu mata rantai yang menyatu terjalin di dalam proses pembelajaran siswa. Saifudin Azwar (2007: 8) berpendapat tes sebagai pengukur prestasi sebagaimana oleh namanya, tes prestasi belajar bertujuan untuk mengukur prestasi atau hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar. Penilaian atau tes itu berfungsi untuk memperoleh umpan balik dan selanjutnya digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar, maka penilaian itu disebut penilaian formatif, tetapi jika penilaian itu berfungsi untuk mendapatkan informasi sampai mana prestasi atau penguasaan dan pencapaian belajar siswa yang selanjutnya diperuntukkan bagi penentuan lulus tidaknya seorang siswa maka penilaian itu disebut penilaian sumatif (Azwar, 2007: 11). Berdasarkan segi alatnya, penilaian hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu tes dan non tes. Tes ada yang diberikan secara lisan (menuntut jawaban secara lisan) ini dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, ada tes tulisan (menuntut jawaban dalam bentuk tulisan), tes ini ada yang disusun secara obyektif dan uraian dan tes tindakan (menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan). Non tes sebagai alat penilaiannya mencakup observasi, kuesioner, wawancara, skala sosiometri, studi kasus (Sudjana, 2010: 5).
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di SD Pangudi Luhur Ambarawa merupakan sekolah yang tergabung dalam Gugus Palagan UPTD Pendidikan Kecamatan Ambarawa yang terletak di Jalan Mgr. Soegijapranata (Jalan Raya Ambarawa Magelang) Kelurahan Panjang, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian PTK Kolaboratif, dimana peneliti melibatkan partisipasi guru kelas 5 SD Pangudi Luhur Ambarawa. Kolaboratif dilakukan dalam rangka saling memberi dan saling membantu. Peran kolaboratif diharapkan dapat menentukan keberhasilan PTK terutama ketika peneliti melaksanakan tahap penelitian (perencanaan, tindakan dan refleksi), menganalisa data dan menyusun hasil laporan. Dalam tahap awal peneliti menyusun materi, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan alat-alat dan perlengkapan yang digunakan untuk mengajar di kelas. Model PTK terdiri dari dua siklus. Menurut Arikunto (2010:132) masing-masing siklus terdiri dari: perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), observasi dan refleksi (reflection).
Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus dimana setiap siklus terdiri dari 3 kali pertemuan. Setelah membahas satu pokok bahasan, kemudian akan diakhiri dengan tes formatif. Siklus 2 dimaksudkan untuk memperbaiki dan melengkapi model pembelajaran yang telah diterapkan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes dan non tes. Teknik tes menggunakan instrumen butir soal sedangkan teknik non tes meliputi penilaian aspek afektif dan psikomotor diukur menggunakan teknik pengamatan (observasi). Indikator keberhasilan kinerja dari Penelitian Tindakan Kelas dengan model Make a Match mata pelajaran IPA kelas 5 semester 2 SD Pangudi Luhur Ambarawa dapat ditentukan dari hasil belajar yang didapatkan yaitu 80% siswa atau 21 siswa mendapatkan nilai lebih besar atau sama dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Data yang dikumpulkan bersifat kuantitatif dimana narasinya berbentuk deskriptif. Data kuantitatif berupa nilai keaktifan siswa dan guru serta nilai hasil belajar dikomparasikan pada masing-masing siklus, kemudian dikategorikan secara kualitatif dalam bentuk kriteria berdasarkan konversi nilai kuantitatif untuk mengetahui kualitas hasil belajar siswa.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Pada Prasiklus, pembelajaran IPA yang dilakukan oleh guru masih berpusat pada guru sehingga siswa masih kurang aktif dan kerja sama antarsiswa. Siswa hanya mendengarkan, mencatat kemudian mengerjakan LKS sehingga berdampak pada perolehan hasil belajar di bawah KKM. Berpijak dari kondisi awal ini aktivitas guru dan siswa beupaya diperbaiki dengan menerapkan model pembelajaran Make a Match. Data hasil observasi terhadap siswa dan guru SD Pangudi Luhur Ambarawa saat pembelajaran IPA siklus 1 dan 2 yang dilaksanakan di SD Pangudi Luhur Ambarawa mnhasilkan data seperti tertera dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Aktivitas kegiatan guru dan siswa pada Siklus 1 dan 2
Kegiatan |
Siklus 1 |
Siklus 2 |
||||
Rerata |
Skor Maksimal |
% |
Rerata |
Skor Maksimal |
% |
|
Aktivitas Guru |
70 |
100 |
70 |
80 |
100 |
80 |
Aktivitas Siswa |
80 |
100 |
80 |
90 |
100 |
90 |
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa aktivitas guru dan aktivitas siswa pada pelaksanaan tindakan siklus 1 dan siklus 2 mengalami peningkatan. Rata-rata skor hasil observasi aktivitas guru pada siklus 1 yaitu 70 dengan persentase 70%, siklus 2 skor rata-rata aktivitas guru mengalami peningkatan menjadi 80 dengan persentase 80%. Seiring dengan meningkatnya aktivitas guru, aktivitas siswa juga telah mengalami peningkatan dari siklus 1 memperoleh skor rata-rata 80 dengan persentase 80%, pada siklus 2 skor rata-rata meningkat menjadi 90 dengan persentase 90%. Peningkatan aktivitas guru dan siswa tersebut ternyata berdampak pula pada peningkatan hasil belajar siswa. Data peningkatan hasil belajar prasiklus, siklus 1 dan 2 tertera dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Perbandingan Hasil Belajar IPA
Skor |
Ketuntasan Belajar |
Prasiklus |
Siklus 1 |
Siklus 2 |
|||
f |
% |
F |
% |
f |
% |
||
|
Tuntas |
11 |
42,31 |
20 |
76,92 |
23 |
88,46 |
< 75 |
Belum tuntas |
15 |
57,69 |
6 |
23,08 |
3 |
11,54 |
Jumlah |
26 |
100 |
26 |
100 |
26 |
100 |
|
Rerata hasil belajar |
71,27 |
76,58 |
80,08 |
||||
Nilai Minimum |
86 |
93 |
96 |
||||
Nilai Maksimum |
50 |
46 |
46 |
Berdasarkan Tabel 2 tentang perbandingan hasil belajar IPA prasiklus, siklus 1 dan siklus 2, nampak terjadi peningkatan ketuntasan hasil belajar IPA dari prasiklus, siklus 1 dan siklus 2. Dalam pembelajaran IPA siswa dikatakan tuntas apabila nilai yang diperoleh 75 dan ketuntasan belajar IPA secara klasikal
80% dari jumlah seluruh siswa. Pada kondisi prasiklus siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 11 siswa dengan persentase 42,31% dari seluruh jumlah siswa, sedangkan siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar yang ditentukan yaitu 15 siswa dengan persentase 57,69% dari seluruh jumlah siswa, nilai rata-rata kelas pada kondisi prasiklus yaitu 71,27. Pada siklus 1 terjadi peningkatan ketuntasan belajar yaitu menjadi 20 siswa dengan persentase 76,92% dari seluruh jumlah siswa, sedangkan siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar menurun menjadi 6 siswa dengan persentase 23,08% dari seluruh jumlah siswa, nilai rata-rata kelas yang diperoleh pada siklus 1 meningkat menjadi 76,58. Pada siklus 2 terdapat 23 siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar dengan persentase 88,46% dari seluruh jumlah siswa, sedangkan siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar terdapat 3 siswa dengan persentase 11,54% dari seluruh jumlah siswa, nilai rata-rata kelas pada siklus 2 juga mengalami peningkatan yaitu menjadi 80,08. Dari hasil belajar IPA dan ketuntasan belajar siswa pada siklus 2 dapat diketahui bahwa indikator keberhasilan yang ditentukan sudah tercapai (ketuntasan belajar siswa
80%).
Pembahasan
Berdasarkan data hasil penelitian tindakan seperti telah dipaparkan di atas, nampak bahwa penggunaan model pembelajaran Make a Match dalam pembelajaran IPA menunjukkan keberhasilan. Sebelum penelitian dilakukan dalam proses pembelajaran guru masih menggunakan metode konvensional yaitu metode ceramah. Model pembelajaran yang seperti ini akan membuat siswa kurang aktif, kurang kerja sama antarsiswa, dan kurang menumbuhkan ketrampilan menyampaikan pendapat dalam diskusi, bertanya dengan guru atau teman, menjawab pertanyaan guru, sehingga siswa pasif dalam proses pembelajaran hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru. Hal tersebut yang menyebabkan rendahnya hasil belajar IPA siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur Ambarawa. Siswa yang mencapai KKM 75, hanya 11 siswa atau 42,31%, sedangkan siswa yang belum mencapai KKM terdapat 15 siswa atau 57,69%. Setelah dilakukan tindakan, hasil belajar siswa meningkat menjadi 76,58, siswa yang tuntas meningkat menjadi 20 orang siswa atau 76,92% tuntas dan hanya 6 siswa yang belum tuntas; selanjutnya setelah dilakukan perbaikan pada siklus 2 rata-rata hasil belajar meningkat menjadi 80,08 dengan persentase ketuntasan mencapai 88,46% atau 23 orang siswa telah tuntas dan hanya 3 siswa yang belum tuntas.
Keberhasilan peningkatan hasil belajar tersebut merupaan bukti bahwa potensi teoritis model pembelajaran Make a Match dapat diwujudkan dalam pembelajaran. Huda (2015: 253) menyebutkan bahwa modelpembelajaran Make a Match jika diterapkan dengan konsekuen akan mendapatkan berbagai keuntungan yang akhirnya berdampak pada hasil belajar siswa meningkat. Keuntungan-keuntungan tersebut adalah: 1) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik; 2) menyenangkan (karena ada unsur permainan); 3) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa; 4) efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi; dan 5) efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. Berdasarkan potensi keunggulan model Make a Match ini, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan model ini untuk meningkatkan hasil belajar IPA. Dalam kaitan dengan temuan PTK ini, nampak bahwa keunggulan model pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar merupakan pembuktuian akan keunggulan model dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi (lihat keunggulan no. 3).
Keefektifan model pembelajaran Make a Match juga disebabkan karena sintak model pembelajaran yang memungkinkan siswa meningkat kemampuannya, sehingga pencapaian hasil belajar mencapai ketuntasan belajar maksimal (lihat penelitian Dwiastuti, Yayuk, 2014: 487 – 494; Ernawati, 2016: 80-85; Hanafi, Imam , 2013: 94 – 106; dan Wijatmoko, Pratowo, 2016: 1 – 7) yang melakukan penelitian tentang penerapan model pembelajaran Make a Match untuk meningkatkan persentase jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar semua peneliti menyatakan bahwa model tersebut benar-benar dapat meningkatkan persentase jumlah siswa yang tuntas.
Keefektifan model Make a Match ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sediasih (2017: 74 – 81), Susasmi, Eva (2016: 553 – 565), dan Yasbiati (2013: 29 – 36) melakukan penelitian PTK yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa menemukan hasil bahwa model pembelajaran Make a Match tersebut benar-benar dapat meningkatkan hasil belajar.
Temuan keefektifan model ini juga berkaitan dengan analisis dampak pengiring tumbuhnya kepercayaan diri siswa akan menambah motivasi untuk belajar. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sijabat, Yanti BR (2013: 45 – 50) dan Usman, Agustin (2014: 57 – 64) yang melakukan penelitian tindakan kelas menggunakan model Make a Match untuk menumbuhkan motivasi belajar bagi siswa menemukan bahwa model tersebut mampu menunbuhkan motivasi belajar siswa.
Lebih lanjut keefektifan model pembelajatan ini dapat jua meninkatkan kemampuan menulis. Hal ini dikemukakan oleh Widiyaka, Andrie Dwie (2013: 71 – 77) yang melakukan penelitian PTK menggunakan model pembelajaran Make a Match untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis pantun ternyata terbukti bahwa model tersebut dapat meningkatkan kemampuan menulis pantun.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA dengan model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Pangudi Luhur Ambarawa Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang semester 2 Tahun Pelajaran 2016-2017. Simpulan tersebut didasarkan pada rerata nilai prasiklus sebesar 71,27 dengan ketuntasan belajar 42,31% meningkat menjadi 76,58 dengan persentase ketuntasan 76,92% pada siklus 1; selanjutnya setelah dilakukan perbaikan pada siklus 2 rata-rata hasil belajar meningkat menjadi 80,08 dengan persentase ketuntasan mencapai 88,46%. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengemukakan saran sehubungan dengan upaya peningkatan hasil belajar IPA dengan model pembelajaran Make a Match sebagai berikut: 1) guru hendaknya meningkatkan keterampilan mengajar melalui penerapan model pembelajaran Make a Match pada pembelajaran-pembelajaran selanjutnya karena dapat berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan hasil belajar para siswa; 2) kepada para siswa disarankan dapat membuat media kartu sendiri untuk belajar kelompok bersama teman diluar jam pelajaran maupun ketika belajar di rumah agar pemahaman dan daya ingat terhadap materi menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Asmani, Jamal Ma’mur. 2016. Tips Efektif Cooperative Learning. Yogyakarta: DIVA Press.
Azwar, Saifudin. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dwiastuti, Yayuk. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Make a Match untuk Meningkatkan Kemampuan Menjumlah Berbagai Macam Bentuk Pecahan Pada Siswa Kelas V SD. Jurnal Inspirasi Pendidikan. 4 (2), 487-494.
Ernawati. 2016. Model Kooperatif Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Aktivitas Belajar IPS Siswa Kelas IV. Jurnal Educatio. 2 (1), 80-85.
Hanafi, Imam. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Menjumlahkan Pecahan Biasa di Kelas V SDN 2 Dataran Bulan. Jurnal Kreatif Tadulako Online. 1 (2), 94-106.
Huda, Miftahul. 2015. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hui, K. 2007. Report on Edutainment . The Journal of Virtual Reality, 6 (3), 45 – 55.
Irene, MJA. 2015. Ilmu Pengetahuan untuk SD/MI. Jakarta: Erlangga.
Lie, Anita. 2010. Kooperatif Learning (Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas). Jakarta: Grasindo Widia Sarana.
Sediasih. 2017. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Make a Match pada Mata Pelajaran PKN di Kelas V SDN Karyawangai 2. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar (JPSD) UNTIRTA. 3 (1), 74-81.
Sijabat, Yanti BR. 2013. Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match pada Mata Pelajaran IPS di Kelas IV SD. Jurnal Elementary School Journal PGSD FIP UNIMED. 1 (1), 45-50.
Sudjana, Nana. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Susasmi, Eva. 2016. Peningkatan Hasil Belajar dalam Pembelajaran IPS Menggunakan Tipe Make a Match Kelas V SD. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. 5 (7), 553-565.
Usman, Agustin. 2014. Meningkatkan Kecerdasan Emosional sebagai Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Make a Match pada Mata Pelajaran IPS Kelas II SDN 15 Kabila Kabupaten Bone Bolango. Jurnal KIM Fakultas Ilmu Pendidikan. 2 (3), 57-64.
Â
Yasbiati. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Cooperatif Tipe Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa tentang Fungsi Bagian Tumbuhan di Sekolah Dasar. Jurnal Saung Guru. 4 (1), 29-36.