PERAN PERGURUAN TINGGI
PERAN PERGURUAN TINGGI
SEBAGAI LEMBAGA PENGEMBANG PENDIDIKAN KARAKTER
Umi Setijowati
PGSD UPP Tegal FIP – UNNES
ABSTRAK
Dewasa ini, pendidikan di Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan. Dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun 2013 bahwa: tantangan yang dihadapi pendidikan di Indonesia antara lain terkait dengan tuntutan pendidikan yang mengacu pada delapan standar nasional pendidikan serta banyaknya penyimpangan sosial yang terjadi di masyarakat seperti: perkelahian pelajar, penyalahgunaan narkoba, korupsi, plagiarisme, dan sebagainya. Lickona (Arifin, 2012:12) menjelaskan bahwa sekurang-kurangnya ada sepuluh tanda kehancuran sebuah bangsa, yakni meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, pengaruh yang kuat dalam tindak kekerasan, meningkatnya perilaku merusak diri seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, menurunnya etos kerja, semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, membudayanya ketidakjujuran, dan adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama. Berdasarkan berbagai fenomena tersebut perlu segera dilakukan langkah strategis menghentikan laju degradasi moral dan karakter. Penanaman karakter melalui pendidikan diharapkan mampu menjadi langkah nyata perbaikan moral bangsa dan pencapaian tujuan pendidikan nasional, yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Salah satu lembaga yang berperan dalam pendidikan karakter adalah perguruan tinggi. Pendidikan karakter di perguruan tinggi dapat membendung degradasi karakter dan dapat membentuk karakter mahasiswa yang kokoh guna menghadapi tantangan dimasa mendatang.
Kata kunci: pendidikan karakter, perguruan tinggi.
PENDAHULUAN
Pendidikan di Indonesia dituntut mampu menghasilkan sumber daya manusia yang tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi juga berkarakter dan berakhlak mulia. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasio–nal Nomor 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 dirumuskan tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: mengembang–kan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan menurut Islam mem–punyai kedudukan yang tinggi. Hal ini dibuktikan wahyu pertama yang disam–paikan kepada Nabi Muhammad SAW untuk membaca dalam keadaan ummi (tidak tahu baca tulis) Wahyu ini juga mengandung perintah belajar mengenai Allah, memahami fenomena alam serta mengenali diri yang merangkumi prinsip-prinsip akidah, ilmu, dan amal. Ketiga prinsip ini merupakan serambi falsafah pendidikan Islam (Fauzi, 2012:22) Lebih lanjut Fauzi menjelaskan bahwa dalam Islam pendidikan tidak hanya dilakukan pada batasan waktu tertentu, tetapi dilaksanakan sepanjang usia (long life education) Islam memotivasi pemeluknya untuk selalu meningkatkan kualitas keilmuan dan pengetahuan, baik yang terkait dengan pengetahuan ukhrowi maupun duniawi. Islam juga menekankan pentingnya membaca, menelah, dan meneliti segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini yang hanya bisa dilakukan manusia karena memiliki akal dan hati. Sebagai implikasi, kelestarian dan keseimbangan alam harus dijaga sebagai bentuk pengejawantahan tugas manusia sebagai kholifah fil ardh. Pendidikan Islam bukanlah sekedar proses penanaman nilai-nilai moral untuk membentengi diri dari akses negatif globalisasi. Tetapi yang paling urgen adalah bagaimana nilai-nilai moral yang telah ditanamkan mampu berperan sebagai kekuatan pembebas (liberating force) dari himpitan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan sosial budaya dan ekonomi. Pendidikan tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih dari itu, yakni mentransfer nilai. Selain itu pendidikan juga merupakan kerja budaya yang menuntut peserta didik untuk selalu mengembangkan potensi dan daya kreativitas agar tetap survive dalam hidupnya (Fauzi, 2012:24)
MAKNA PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan berlangsung sepanjang hayat dan berwujud pengalaman hidup dari berbagai lingkungan budaya. Pendidikan dan pembudayaan yang diperoleh di sekolah di rumah, dan di masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan peserta didik selanjutnya. Pendidikan tidak bebas nilai, tetapi sarat dengan nilai, termasuk nilai budaya. Pendidikan yang bernuansa budaya itu berlangsung sejak anak usia dini berlanjut sampai pada jenjang pendidikan lebih lanjut bahkan sampai akhir hayat. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara yang baik, mewujudkan dan menebar kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Dirjen Dikti dalam Arifin, 2012:24) Menurut Ki Hajar Dewantara (Wibowo, 2014: 34-35) budi pekerti adalah bersatunya antara gerak pikiran perasaan dan kehendak atau kemauan, yang kemudian menimbulkan tenaga. Selanjutnya beliau menuturkan bahwa pendidikan yang baik adalah mampu mengalahkan dasar-dasar jiwa manusia yang jahat, menutupi, mengurangi tabiat jahat sehingga tabiat luhur lebih menonjol dalam diri peserta didik. Manusia berkarakter sebagai sosok beradab menjadi ancangan sejati pendidikan. Keberhasilan pendidikan yang sejati adalah menghasilkan manusia yang beradab, bukan yang cerdas secara kognitif dan psikomotrik tapi miskin karakter atau budi pekerti luhur. Musfiroh (Wibowo, 2014: 34-39) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melak–sanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Aqib (2012:36) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah yang meliputi pengetahuan, kesadaran, atau kemauan, dan tindakan untuk melaksa–nakan nilai-nilai baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil. Tujuan pendidikan karakter seperti dikemukakan Mulyasa (2011:9) adalah untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan. Lebih lanjut Mulyasa menjelaskan bahwa pendidikan karakter di satuan pendidikan mengarah pada pembentukan budaya sekolah/ madrasah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbol yang dipraktikan oleh semua warga sekolah/ madrasah dan masyarakat sekitar. Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan, menggunakan pengetahu–annya, mengkaji, menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karak–ter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Penanaman karakter melalui pendidikan diharapkan mampu menjadi langkah nyata perbaikan moral bangsa dan pencapaian tujuan pendidikan nasional ialah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Agar pendidikan karakter dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka dalam pelaksana–annya memerlukan sistem manajerial yang baik
PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGU–RUAN TINGGI
Lickona (Wibowo, 2014: 38) menjelaskan bahwa pendidikan karakter adalah usaha yang disengaja untuk mengembangkan karakter yang baik berdasarkan nilai-nilai inti yang baik untuk individu dan baik untuk masyarakat. Salah satu lembaga yang berperan dalam pendidikan karakter adalah perguruan tinggi, dengan catatan dalam lingkungan perguruan tinggi tersebut tersedia lingkungan moral (moral environment) yang menekankan nilai-nilai yang baik dan menjaganya dalam kesadaran setiap orang. Sebuah lingkungan yang dapat mengubah menjadi sebuah kebaikan dan mengem–bangkan kesadaran intelektual menjadi kebiasaan personal dalam pikiran, perasaan, dan tindakan. Pendidikan karakter di perguruan tinggi dapat membendung degradasi karakter dan dapat membentuk karakter mahasiswa yang kokoh guna menghadapi tantangan dimasa mendatang.
Kerangka umum dalam masyarakat akademik perguruan tinggi menurut Santoso (Wibowo, 2014: 27) terdiri atas dua unsur utama, yaitu dosen dan mahasiswa. Mereka berada dalam ling–kungan akademik yang didukung tenaga kependidikan, infrastruktur, dan program-program. Inti kegiatan di perguruan tinggi adalah tridharma perguruan tinggi, sehing–ga semua kegiatan baik unsur pendidikan, penelitian, dan pengabdian kpada masya–rakat dilaksanakan dengan berlandaskan pendidikan karakter. Demikian juga kegiatan kemahasiswaan seperti pramuka, KSR, kesenian, olahraga, karya tulis dan lain-lain berlandaskan budaya akademik menuju nilai-nilai etika akademik. Melalui implementasi pendidikan karakter di perguruan tinggi akan mendorong para mahasiswa menjadi intelektual muda yang memiliki kepribadian unggul.
Mulai tahun 2012 Universitas Negeri Semarang (UNNES) menentukan arah kebijakan baru dengan kurikulum berbasis kompetensi dan konservasi, dimana pendidikan karakter masih perlu terus dilestarikan dalam rangka menyongsong generasi emas seratus tahun Indonesia merdeka. Adapun nilai karakter konsevasi yang diharapkan tertanam dalam setiap diri mahasiswa Unnes seperti dijelaskan Hardati (2015: 55) adalah sikap religius, jujur, cerdas, adil, tanggung jawab, peduli, toleran, demokrasi, cinta tanah air, tangguh, dan santun. Hal ini sejalan dengan materi pendidikan karakter Balitbang Pusat Kurikulum Kemendiknas (Listyarti, 2012: 5) berikut ini.
18 Nilai Karakter
No. |
Nilai Karakter |
Uraian |
1. |
Religius |
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Religius adalah proses mengikat kembali atau bisa dikatakan dengan tradisi, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. |
2. |
Jujur |
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. |
3. |
Toleransi |
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. |
4. |
Disiplin |
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. |
5. |
Kerja Keras |
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. |
6. |
Kreatif |
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. |
7. |
Mandiri |
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. |
8. |
Demokratis |
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. |
9. |
Rasa ingin tahu |
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. |
10. |
Semangat Kebangsaan |
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya. |
11. |
Cinta Tanah Air |
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa. |
12. |
Menghargai Prestasi |
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
13. |
Bersahabat/ Komunikatif |
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. |
14. |
Cinta Damai |
Sikap, perkataan, & tindakan yg menyebabkan orang lain merasa senang, aman atas kehadiran dirinya. Diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, budaya), negara. |
15. |
Gemar membaca |
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. |
16. |
Peduli lingkungan |
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. |
17. |
Peduli sosial |
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. |
18. |
Tanggung jawab |
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap dirinya maupun orang lain dan lingkungan sekitarnya. |
Lebih lanjut Hardati (2015: 58) menjelaskan bahwa dalam kerangka mewujudkan Universitas Negeri Semarang konservasi yang dideklarasikan pada tahun 2010, pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi mengacu prinsip-prinsip konservasi (perlindungan, pengawetan, dan pemanfa–atan secara lestari terhadap sumber daya alam, lingkungan sumber daya manusia, seni dan budaya) sesuai Peraturan Rektor Unnes Nomor 22 Tahun 2009.
PERAN DOSEN DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
Berdasarkan Undang-Undang No–mor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui tridarma perguruan tinggi. Dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya, seorang dosen sebagaimana halnya guru harus memiliki berbagai kompetensi yang mendukung. Tujuan pendidikan di perguruan tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/ profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/ memperkaya khasa–nah ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta mengembangkan dan menyebarluas–kan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Peran dosen dalam pendidikan ka–rakter di perguruan tinggi dikemukakan oleh Wibowo (2014: 85) sebagai trans–formator, developer, dan diseminator seperti berikut ini.
1. Transformator
Dosen adalah transformer. Melalui kegiatan tridharma perguruan tinggi sangat memungkinkan bagi seorang dosen untuk melakukan transformasi iptek guna mencerahkan para mahasiswa tentang berbagai hal yang terjadi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Pembelajaran hendaknya diarahkan untuk dapat sampai pada tahapan mampu menganalisis, sintesis, evaluasi, dan merefleksikan berbagai persoalan yang relevan. Dalam kegiatan pembimbingan karya ilmiah, praktik pengalaman lapangan maupun laporan tugas akhir, hendaknya dosen mampu mengarahkan mahasiswa ke arah perubahan sehingga menghasilkan karya ilmiah yang orisinil, bermakna, dan memberikan kontribusi. Upaya-upaya transformasi dosen dapat pula dilakukan melalui pembinaan akademik kemahasis–waan. Dosen yang dapat berperan dalam pendidikan karakter di perguruan tinggi adalah dosen yang mampu melihat profesinya sebagai panggilan jiwa. Pekerjaan menjadi dosen akan terasa lebih nikmat dan menyenangkan jika dilandasi sikap bahwa tugasnya adalah bagian dari ibadah, amanah, pengabdian, dan profesi yang mulia dan terhormat.
2. Developer
Kontribusi dosen dalam pengem–bangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni diwujudkan dalam kegiatan penelitian. Sebagai peneliti hendaknya dosen mema–hami dengan baik substansi sebuah peneli–tian, antara lain: apa yang ingin dihasilkan atau dicapai? Mengapa itu penting atau menarik? Bagaimana melakukannya? Hasil akhir dari penelitian berupa karya ilmiah yang dipublikasikan melalui jurnal ilmiah atau makalah untuk seminar. Melalui kegiatan penelitian ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dapat berkembang. Hasilnya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.
Indikator dosen sebagai peneliti yang baik dikemukakan Wibowo (2014: 97) berikut ini.
a. Hasil penelitian dapat dipublikasikan secara luas melalui jurnal-jurnal ter–akreditasi maupun jurnal-jurnal internasional.
b. Dosen dapat berkolaborasi dan bergabung dengan komunitas ilmiah sampai tingkat internasional.
c. Dosen mampu berkompetisi dalam memperoleh dana penelitian yang disediakan universitas, pemerintah atau organisasi.
d. Dosen bersedia melibatkan mahasiswa dalam penelitian sehingga secara tidak langsung memberi bekal pengetahuan dan bekal kemampuan untuk meneliti kepada mahasiswa.
e. Dosen mampu melakukan penelitian yang berlandaskan etika penelitian.
f. Dosen mampu membuat terobosan se–hingga dapat berkolaborasi dengan lembaga lain dalam melakukan peneliti–an.
g. Dosen mampu memunculkan gagasan-gagasan baru yang dapat menjadi bahan penelitian.
3. Diseminator
Peran dosen dalam menyebarluas–kan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dimediasi melalui pengabdian kepada masyarakat. Pada dasarnya pengabdian kepada masyarakat dilakukan dalam rang–ka mengangkat derajat hidup dan kesejah–teran masyarakat. Bentuk pengabdian tersebut dapat berupa pelayanan yang dibutuhkan masyarakat sesuai bidang yang digelutinya, melalui pelatihan, penataran, seminar, pendampingan, penyuluhan, workshop dan lain-lain.
Menurut Wibowo (2014: 100) secara riil peran dosen dalam pengabdian kepada masyarakat akan dapat maksimal dan bermanfaat bila ia mampu melakukan hal-hal sebagai berikut.
a. Mampu menyiapkan program pengab–dian kepada masyarakat yang dapat terus terlaksana sampai target yang telah ditetapkan tercapai.
b. Mampu menyiapkan masyarakat/ mitra tidak bergantung pada pengabdi.
c. Mampu menjalin kerjasama dengan pihak-pihak terkait agar kemandirian dan kesiapan masyarakat dapat bertahan sehingga program dapat terus dikembangkan.
d. Mampu merancang program pengab–dian kepada masyarakat dengan baik dan cara melihat dampak program yang dihasilkan.
e. Mampu memetakan stakeholder dan bagaimana menjalin kerjasama sehingga dapat menghasilkan program yang berkualitas dan berkelanjutan.
f. Mampu menulis artikel pengabdian masyarakat yang dapat dipublikasikan pada jurnal-jurnal terakreditasi maupun jurnal-jurnal internasional.
g. Mampu mengandeng media untuk publikasi kegiatan program pengabdian kepada masyarakat (best practice) dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian khalayak.
KESIMPULAN
Porsi pendidikan karakter di perguruan tinggi idealnya sudah semakin berkurang dengan asumsi bahwa karakter mahasiswa sudah terbentuk melalui binaan sejak usia dini, namun dalam kenyataannya akibat pengaruh modernitas yang memba–wa budaya hedonis dan kapitalis, karakter sebagian besar mahasiswa terdegradasi (Wibowo, 2014: 29) Pendidikan karakter yang mestinya mendidik mahasiswa berperilaku jujur, percaya diri, benci kebohongan, anti korupsi, dan menjadi sosok ksatria belum efektif berjalan. Lebih lanjut dijelaskan (Wibowo ,2014: 22) bahwa pendidikan karakter baru sebatas mejadi wacana yang menarik untuk diseminarkan, namun sulit diaplikasikan. Internalisasi baru sebatas ranah kognitif, sehingga belum menjadi nilai yang melandasi gerak praksis dalam ranah kehidupan nyata.
Pendidikan karakter menjadi tanggung jawab seluruh civitas akademika. Semua staf pengajar atau dosen, karyawan, dan mahasiswa hendaknya peduli tentang tanggung jawab, kedisiplin–an, kejujuran dan cinta tanah air. Strategi pendidikan karakter di perguruan tinggi dapat dilakukan melalui pembiasaan keseharian di kampus baik kegiatan yang berbasis bidang profesi yang dipelajari maupun ekstrakurikuler. Melalui pendidikan karakter yang efektif di perguruan tinggi diharapkan dapat mendorong para mahasiswa menjadi intelektual muda bangsa yang memiliki kepribadian unggul, maka sudah semestinya pendidikan karakter diimplementasikan sekaligus menjadi ruh perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. M, Barnawi. 2012. Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Aqib, Zaenal. 2012. Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Fauzi Imron 2012. Manajemen Pendidikan ala Rasulullah. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hardati Puji. 2015. Pendidikan Konservasi. Semarang: Magnum Pustaka Utama dan Pusat Pengembangan Kurikulum MKU Unnes.
Mulyasa. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Listyarti Retno. 2012. Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif, & Kreatif. Jakarta: Erlangga.
Wibowo Agus. 2014. Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.