PERANAN KI SORENG DALAM PENYEBARAN AGAMA ISLAM

DI POLOBOGO

 

Agusta Vidi Vidayanto

Tri Widiarto

Sunardi

Pendiidkan Sejarah Universitas Kristen Satya Wacana

 

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan tentang kehidupan Ki Soreng dalam penyebaran agama Islam di Polobogo. Jenis Penelitian ini penelitian diskripsi kuantita. Penelitian ini menggunakan metode wawancara, studi pustaka, observasi, dan dokumentasi. Dengan metode pendekatan dalam penelitian ini memakai pendekatan psikologis, yaitu dengen pendekatan yang berusaha untuk memperoleh tentang aspekaspek batin, pengalaman keagaman dan dinamika dari sudut pandang individu atau kelompok Hasil penelitian menunjukan bahwa Ki Soreng merupakan keluarga Keraton Solo yang mengungsi karena adanya perpecahan di dalam keraton. Semasa di Polobogo Ki Soreng menyebarkan agama Islam kepada masyarakat Polobogo.

Kata kunci: Ki Soreng, Penyebaran Agama Islam, Dusun Polobogo

 

PENDAHULUAN

Menurut tradisi lisan Ki Soreng adalah seorang yang berasal dari Kraton Surakarta Hadiningrat. Ki Soreng mempunyai istri bernama Mbah Kuning orang Polobogo menyebutnya Nyi Soreng. Kedatangan Ki Soreng di Polobogo disebabkan karena adanya perpecahaan yang terjadi di Kraton Surakarta, sehingga keduanya mengungsi ke Dusun Polobogo untuk menyelamatkan diri. Ki Soreng yang mengungsi ke Dusun Polobogo disertai beberapa keluarga kraton yang ikut mengungsi. Di antara mereka itu adalah Ki Bogo Windusoma yang dianggap sebagai cikal bakal utama Dusun Polobogo, Ki Kenti Wiropati ,Ki Hadi Negoro dan Ki Hadi Wijoyo. Makam Ki Hadi Wijoyo terletak di tengah dusun yang sekaligus menjadi paku dusun. Dari beberapa tokoh ini hanya Ki Soreng yang berpengaruh bagi kehidupan masyarakat terutama pada bidang agama dan sosial masyarakat dusun Polobogo. Dalam bidang pendidikan Ki Soreng mewariskan nilai-nilai sejarah karakter yang dapat dicontoh bagi pemuda-pemudi Dusun Polobogo. Nilai-nilai tersebut berguna untuk membentuk karakter yang lebih baik. Sosok Ki Soreng mengajarkan banyak hal dalam perilaku dan sopan santun yang dapat dicontoh bagi pemuda-pemudi generasi sekarang.

KAJIAN TEORI

Pengertian Dakwah

Dakwah secara bahasa mempunyai makna bermacam-macam, diantaranya:

1.   Annida’ yang berarti memanggil dan menyeru

2.   Menegas dan membela baik terhadap yang benar ataupun yang salah yang positif maupun negatif. (Faizah & Lalu Mukhsin Effendi, 2006: 4)

Jika ditinjau dari segi bahasa (Etimologi) berarti “panggilan, ajakan, seruan”. Dalam Ilmu Tata Bahasa Arab, kata dakwah berbentuk sebagai Isim Masdar, kata ini berasal dari Fi’il (kata kerja) “da’a”, “yad’u” yang artinya memanggil, mengajak, atau menyeru. (Totok Jumantoro, 2001: 16)

Sementara menurut Ali Aziz, dakwah mempunyai arti ajakan, berasal dari kata da’watan yang berarti mengajak. Dalam pengertian yang lebih khusus dakwah berarti segala bentuk aktifitas penyampaian ajaran Islam kepada orang lain dengan berbagai cara yang bijaksana untuk terciptanya individu dan masyarakat yang bisa menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dalam lapangan kehidupan.

Dari beberapa definisi diatas dapat dikatakan, bahwa dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok agar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap, penghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai message (pesan) yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur paksaan. (M. Arifin, 1993: 6)

Pengertian Pengajian

Pengajian menurut para ahli berbeda pendapat dalam mendefinisikan pengajian ini, diantara pendapat-pendapat mereka adalah: Menurut Muhzakir mengatakan bahwa pengajian adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebut berbagai kegiatan belajar dan mengajar agama (Pradjarta Dirdjosanjoto, 1999: 3) Menurut Prasodjo mengatakan bahwa pengajian adalah kegiatan yang bersifat pendidikan kepada umum (M. Bahri Ghazali, 2003: 40). Adapun pengajian sebagai bentuk pengajaran kyai terhadap para santri. Sedangkan arti kata dari ngaji adalah wahana untuk mendapatkan ilmu. Jadi pengajian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekumpulan orang untuk mendapatkan suatu ilmu atau pencerahan. Pengajian merupakan salah satu bentuk dakwah, dengan kata lain bila dilihat dari segi metodenya yang efektif guna menyebarkan agama Islam, maka pengajian merupakan salah satu metode dakwah. Di samping itu pengajian juga merupakan unsur pokok dalam syi’ar dan pengembangan agama Islam. Pengajian merupakan salah satu unsur pokok dalam syiar dan pengembangan agama Islam. Pengajian ini sering juga dinamakan dakwah Islamiyah, karena salah satu upaya dalam dakwah Islamiyah adalah lewat pengajian. Dakwah islamiyah diusahakan untuk terwujudnya ajaran agama dalam semua segi kehidupan.

Dengan demikian, maka pengajian merupakan bagian dari dakwah Islamiyah yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Sehingga keduanya harus seiring sejalan, dan kedua sifat ini merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. melaksanakan dakwah wajib bagi mereka yang mempunyai pengetahuan tentang dakwah islamiyah

Tujuan Pengajian

Untuk mencapai tujuan dakwah, maka penyelenggaraan pengajian perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi obyek yang dihadapinya demi tercapainya proses dakwah secara baik dan benar. Tujuan pengajian merupakan tujuan dakwah juga, karena di dalam pengajian antara lain berisi muatan-muatan ajaran Islam. Oleh karena itu usaha untuk menyebarkan Islam dan usaha untuk merealisir ajaran di tengah-tengah kehidupan umat manusia adalah merupakan usaha dakwah yang dalam keadaan bagaimanapun harus dilaksanakan oleh umat Islam. Adapun tujuannya yakni menjadikan umat Islam konsisten dalam memurnikan tauhidullah, mengingatkan akhirat dan kematian, serta menegakkan risalah Nabi Muhammad SAW atau berdakwah.(Asep Muhyidin,dkk, 2004: 123)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Polobogo, Dusun Polobogo Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Penelitian yang berjudul “Peranan Ki Soreng dalam Penyebaran Agama Islam di Polobogo” merupakan jenis penelitian kualitatif deskripsi yaitu penelitian dimana data yang terkumpul berupa kata-kata, gambar dan bukan berupa angka. Data-data tersebut dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dan pustaka serta dokumentasi pribadi. Pendekatan penelitian adalah pendekatan Sosiologis Antropologis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, studi pustaka, observasi dan dokumentasi. Sumber data diperoleh dari hasil wawancara penulis dengan Kepala Desa Polobogo, sesepuh Desa Polobogo dan Sejarawan dari keraton Surakarta. Pengumpulan data ini mulai dari dilakukan tanggal 31 Mei sampai bulan Juli 2018 untuk mendapatkan informasi mengenai penyebaran agama Islam di Polobogo oleh Ki Soreng.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa Polobogo sebagai salah satu dari Kecamatan Getasan Kabupaten. Luas wilayah sekitar 456.642 Ha, meliputi ladang 360.887 Ha, pemukiman 96 Ha, lapangan 1.124 Ha, dan kantor pemerintahan 0,621 Ha. Secara geografis Polobogo sudah termasuk daerah dataran tinngi dengan ketinggian tanah 700 MDPL, dan suhu udara ratarata 33°C. Batas wilayah Desa Polobogo: di sebelah Utara adalah Kecamatan Tuntang, bagian Selatan Desa Sumogawe, bagian Barat Kecamatan Banyubiru dan bagaian Timur Kota Salatiga. Desa Polobogo termasuk desa yang jauh dari pusat pemerintahan kota. Dari Desa Polobogo menuju pusat pemerintahan kecamatan sejauh 6 Km, sampai kota Kabupaten berjarak 32 Km, untuk menuju kota Semarang 53 Km dan untuk ke Kota atara sejauh 670 Km. (Demografi Desa Polobogo tahun 2015)

Kedatangan Keluarga Keraton Di Desa Polobogo

Sesuai tradisi lisan, terjadi pemberontakan atau perang saudara di Keraton Surakarta yang didirikan oleh Raden Mas Rahmat (1680) dan berakhir semasa pemerintahan Raden Mas Prabasuyasa (1742) kondisi Keraton relatif tidak aman. Kehidupan politik yang terus bergejolak dari dalam lingkup keraton tidak menjamin pada tata kehidupan yang aman serta tata kehidupan ekonomi yang sejahtera (Sri Wintala Achmad dan Krisna Bayu Adji, 2014:64), sehingga orang – orang yang berada dalam lingkungan keraton melarikan diri untuk menyelamatkan diri. Di antara orang-orang yang melarikan diri tersebut yaitu Kyai Windu Sono, Kyai Kerti Kerto Pati, Kyai Srenggi dan Kyai Soreng. Mereka terus berjalan untuk mendapatkan keamanan. Empat orang ini dikenal sebagai tokoh-tokoh agama Islam dari Surakarta. Setelah jauh berjalan sampailah mereka di Desa Polobogo. Mereka sudah aman untuk bermukim. Saat mereka datang ke Polobogo belum banyak penduduk, baru beberapa rumah yang berdiri.

Perjalanan Hidup (Biografi) Ki Soreng

Ki Soreng biasa melakukan meditasi (tapa) untuk memperkuat ilmu agama dan untuk mencari Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Ki Soreng mempunyai teman bertapa bernama Ki Panggih. Ki Soreng dan Ki Panggih setelah menjadi penghuni Dusun Polobogo dan dijadikan sesepuh dusun. Pada suatu hari Ki Soreng dan Ki Panggih bersama – sama keluar Dusun Polobogo menuju ke arah Selatan, tetapi setelah menemui pertigaan jalan mereka berdua saling berkata untuk menuju tempat semedi masing-masing. Setelah mereka bersimpangan di pertigaan jalan Ki Soreng menuju ke arah Selatan dan Ki Panggih menuju arah Barat.

Semasa hidupnya Ki Soreng juga melakukan penyebaran agama Islam. Dari perjalanan menuju ke tempat bertapa sesekali Ki Soreng bertemu dengan warga, karena sosok Ki Soreng yang santun dan arif warga menerima kedatangan Ki Soreng dan warga juga memberi tempat untuk beristirahat sebelum melakukan perjalanannya lagi untuk mencari tempat bertapa. Saat beristirahat digunakan oleh Ki Soreng menyiarkan agama Islam.

Ki Soreng wafat pada hari Senin Pahing Bulan Jumadil Akhir (dalam kalender Jawa). Sebelum meninggal ia berpesan supaya jazadnya dimakamkan di tempat pertapaan yang sebelumnya sudah ditunjukkan Ki Soreng kepada warga Polobogo. Ia juga berpesan kalau makamnya supaya diberi tanaman Pohon kemuning. Pohon tersebut sebagai pratanda bagi warga sebagai makam Ki Soreng. Nyai Soreng juga wafat dan dimakamkan di sebelah makam Ki Soreng. Setelah Ia wafat, warga juga memakamkan keluarganya di sekitar makam Ki soreng.

Peranan Ki Soreng Dalam Penyebaran Agama Islam Di Polobogo

Peran Ki Soreng di Polobogo adalah mengislamkan masyarakat Polobogo. Ki Soreng yang menyebarkan agama Islam tidak lepas dari Keraton Surakarta, sebab Keraton Surakarta yang dikenal dengan sebuah kerajaan yang bercirikan Islam. Ciri sebagian kerajaan Islam dapat dilihat dari adanya jabatan penghulu dan abdi dalem ulama dalam birokrasi kerajaan. Berlakunya peradilan surambi yang didasarkan pada hukum dan ajaran Islam, penggunaan gelar sayidin panatagama (artinya pemimpin dan sekaligus sebagai pengatur urusan agama) oleh Sunan, dan berdirinya masjid agung di lingkungan keraton. Di samping itu banyak tradisi Keraton yang juga mencerminkan sifat Islami, seperti upacara Grebeg yang dipandang sebagai upacara besar.

Dari latar belakang tersebut Ki Soreng yang mengungsi ke Dusun Polobogo membawa ajaran Islam yang kemudian disebarkan dan diajarkan warga Polobogo. Sebelum datang ke Polobogo Ki Soreng warga Polobogo belum mengenal agama, hanya percaya pada animisme dan dinamisme. Setelah kedatangan Ki Soreng ke Polobogo masyarakat mulai mengenal agama terutama agama Islam yang diajarkan oleh Ki Soreng.

Ki Soreng dalam berdakwah menganut pada ajaran Sunan Kalijaga sehingga mudah diterima oleh masyarakat Polobogo. Penekanan ajaran Ki Soreng ini pada unsur mistik atau sufisme. Dalam agama Islam unsur mistik diberi nama tasawuf. Tasawuf ini bertujuan membersihkan unsur batiniah manusia untuk mendapatkan kebersihan jiwa dari segala yang mengotorinya dan sekaligus berusaha untuk mendekatkan kepada Allah. Unsur tasawuf di dalam Islam tersebut cocok dengan penghayatan dan pengamalan religi orang Jawa yang menekankan aspek batiniah agama ketimbang dimensi lahirahnya (Masrroer Ch. Jb,2004: 38). Tasawuf yang diajarkan Ki Soreng berpegangan pada Al-Quran dan Hadis, sebagai contoh Ki Soreng mengajarkan tidak melupakan puasa wajib saat bulan ramadhan walapun pekerjaan di lahan cukup berat dan melelahkan. Penyebaran agama Islam di Polobogo sangat kental warna sufisme karena menyesuaikan dengan alam pemikiran masyarakat pedalaman. Proses Islamisasi di Polobogo tidak mengalami hambatan yang berarti. Hal ini berkaitan dengan adanya kesamaan pandangan dunia tradisional Jawa dan ajaran mistik.

Ki Soreng membangun masjid pertama di Polobogo diberi nama Masjid Ireng. Saat melakukan ibadah warga Polobogo beribadah di Langgar (sebutan untuk tempat ibadah selain masjid). Langgar terbuat sederhana dari sebuah anyaman bambu. Langgar ini dulunya cukup untuk beribadah setelah berjalannya waktu langgar ini tidak muat lagi untuk dijadikan tempat ibadah. Kemudian Ki Soreng mendirikan masjid supaya warga Polobogo nyaman untuk melakukan ibadah. Pembangunan masjid Ki Soreng ini dibantu warga sekitar.

Dalam penyebaran agama Islam di Dusun Polobogo Ki Soreng tidak mendapatkan masalah ataupun halangan dalam melakukan dakwah, dikarenakan sosok Ki Soreng yang menyebarkan agama Islam di Polobogo tidak melalui pemaksaan atau kekerasan dalam dakwah di Polobog. Ki Soreng juga tidak meninggalkan adat istiadat yang ada dalam masyarakat seperti nyadran, kenduri, ngruwatan karena tradisi itu sudah ada sebelum Ki Soreng datang ke Dusun Polobogo.

Simpulan

Dari penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwa, Ki Soreng berasal dari Keraton Solo Hadiningrat. Kedatangannya di Polobogo dikarenakan untuk menyelamatkan diri dari serangan Belanda. Ki Soreng adalah sosok penyebar agama Islam di Dusun Polobogo yang berasal dari Kraton Surakarta. Sosok Ki Soreng yang menyebarkan agama Islam menganut pada ajaran Sunan Kalijaga sangat mudah diterima oleh masyarakat Polobogo. Penekanan ajaran Ki Soreng pada unsur mistik atau sufisme. Dalam penyebaran agama Islam Ki Soreng tidak meninggalkan adat istiadat yang ada dalam masyarakat seperti nyadran, kenduri, ngruwatan karena tradisi itu sudah ada sebelum Ki Soreng datang ke Dusun Polobogo.

DAFTAR PUSTAKA

Asep Muhyidin,dkk. 2004. Kajian Dakwah Multiperspektif. Bandung: PT Rosdakarya

Faizah & Lalu Mukhsin Effendi. 2006. Psikologi Dakwah. Jakarta: Kencana.

M. Arifin. 1993. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi. Jakarta: Bumi Aksara

M. Bahri Ghazali. 2003. Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta: CV. Prasasti

Masroer Ch. Jb. 2004. The Hisory of Java: Sejarah Perjumapaan Agama – Agama di Jawa. Yogjakarta: Ar- Ruzz Jogjakarta

PerssPradjarta Dirdjosanjoto. 1999. Memelihara Umat (Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa). Yogyakarta: LKIS

Prantot, Suhartono W. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha ilmu.

Sri Wintala Ahmad, Krisna Bayu Adji. 2014. Geger Bumi Mataram: Sejarah panjang perjalanan kerajaan – kerajaan Jawa pasca Mataram Islam. Yogyakarta: Araska

Totok Jumantoro. 2001. Psikologi Dakwah Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan Yang Qur’ani. Wonosobo: Amzah.