PERANAN KOMUNIKASI KELUARGA

DALAM PENDIDIKAN KARAKTER ANAK

Daroni

PGSD Tegal FIP UNNES

ABSTRAK

Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia yaitu suatu proses yang mampu mewujudkan manusia seutuhnya, melakukan penyadaran untuk mengenal, mengerti, dan memahami realitas kehidupan yang ada di sekelilingnya. Menurut Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional memiliki fungsi dan tujuan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak terlepas dari peran serta orang tua atau keluarga.Keluarga merupakan bagian dari struktur sosial setiap masyarakat adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap perubahan sosial budaya.Didalam keluarga anak mulai menerima pendidikan yang pertama dan paling utama. Anak mulai menerima pendidikan agama, cara bergaul, dan hubungan interaksi dengan lingkungan. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama bagi anak karena anak mulai mengadakan persepsi, baik mengenai yang ada diluar dirinya maupun mengenai dalam dirinya sendiri. Dengan kata lain interaksi yang sesungguhnya dapat diperoleh melalui kontak sosial dan komunikasi. Komunikasi yang berbeda-beda akan membawa pengaruh yang berbeda pada perkembangan maupun pembentukan karakter anak. Implikasi dari komunikasi keluarga yaitu sebagai wahana pembentukan dasar sikap, moral, dan pendidikan karakter.Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti yaitu melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Dengan pendidikan karakter seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal dalam mempersiapkan dan menyongsong masa depan anak karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala tantangan termasuk keberhasilan pendidikan. Anak yang mendapatkan pondasi pendidikan karakter dari keluarga secara tidak langsung akan lebih mudah mencapai keberhasilan pendidikan.

Kata kunci: Komunikasi keluarga dan pendidikan karakter anak.


PENDAHULUAN

Pendidikan secara umumbertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang utuh dan handal, tetapi sering kali sangat idealitis dan tanpa arah sehingga kurang relevan dengan kebutuhan di lapangan.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Oleh karena itu diperlukan manusia yang tangguh, handal, cerdas, berwatak kompetitif. Hal ini sangat dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu sifat bawaan, lingkungan, dan latihan.Peranan pendidikan tentunya mampu menciptakan suasana yang terkondisikan dan memberikan latihan-latihan yang diperlukan berkaitan dengan permasalahan kehidupan.Dengan demikian dibutuhkan suatu pembelajaran yang kreatif untuk menghasilkan manusia yang kreatif, memiliki ketrampilan, dan berkarakter.

Dengan kemajuan ilmu dan teknologi semula dipandang akan memudahkan pekerjaan manusia, namun kenyataannya menimbulkan keresahan-keresahan dan ketakutan baru bagi manusia yaitu ketersaingan yang ditandai dengan lunturnya rasa solidaritas kebersamaan dan silaturahmi.

Misalnya penemuan televisi, komputer, dan handphone telah mengakibatkan sebagian remaja dan anak terlena dengan dunia layarkemudian menjadi teman setia. Selanjutnya hubungan antar keluarga menjadi renggang karena terbius teknologi layar sehingga mengabaikan yang lain khususnya remaja maupun anak.

Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah adanya peranan komunikasi dalam pendidikan karakter.

PENGERTIAN KOMUNIKASI

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris coommunication berasal dari bahasa latincommunikati yang akar kata dari communikatio adalah communis berarti sama. Evert M. Rogers (Hafied Cangara 2002:19) mengemukakan “komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”. Definisi ini kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama Lawrence Kincaid (1999:213) sehingga melahirkan definisi baru yang menyatakan “komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam”. Selanjutnya Oteng Sutisna (1989:226) mengemukakan sebagai berikut.

Komunikasi adalah proses menyalurkan informasi, ide, penjelasan, perasaan dan pertanyaan dari orang ke orang atau dari kelompok ke kelompok. Ia adalah proses interaksi antara orang-orang atau kelompok yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku orang-orang dan kelompok-kelompok di dalam suatu organisasi.

Sejalan dengan pendapat tersebut G.R Terry (Hamzah Yaqub 1994:166) mengemukakan “komunikasi berhubungan dengan seni mengembangkan dan mencapai pengertian serta sebagai alat dan bukan merupakan tujuan”.Komunikasi disamping menyalurkan segala bentuk informasi juga penting adanya penerimaan dari pihak penerima informasi yang diterimanya, sehingga dapat menimbulkan perubahan sikap.Sebagai bukti adanya penerimaan dinyatakan dalam bentuk jawaban (respon).Bentuk informasi, ide, gagasan dan yang lainnya dapat disampaikan dalam bentuk kata-kata atau isyarat-isyarat yang kemudian oleh penerima bentuk kata-kata atau isyarat itu diterjemahkan lagi menjadi bentuk pikiran, kemudian dijadikan bentuk jawaban sebagai balikan dari pesan tadi.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa komunikasi organisasi tiada lain daripada suatu proses penyampaian informasi, ide, penjelasan, perasaan dan pertanyaan untuk diterima oleh orang lain, sehingga memberikan reaksi atau mengadakan perubahan perilaku yang terjadi di dalam organisasi tempat orang-orang melakukan berbagai aktivitasnya.

Komunikasi akan terjadi apabila ada kesamaan makna antara oleh atau dua orang lebih mengenai apa yang diperbincangkan. Dalam kontek komunikasi, kesamaan makna sangat penting bahkan melampaui kesamaan bahasa, sebab percakapan antara dua orang yang memiliki kesamaan bahasa, sebab percakapan antara dua orang yang memiliki kesamaan bahasa belum menjamin keduanya memiliki kesamaan makna. Dengan kata lain, percakapan akan berlangsung bila hubungan komunikasi antara komunikator (sender) dan komunikan (receiver) bersifat informatif. Namun demikian.Komunikasi tidak hanya bersifat informatif tetapi juga persuasif. Artinya, komunikasi tidak hanya bertujuan agar orang lain tahu dan mengerti, tetapi juga berharap agar orang lain menerima sustu paham, keyakinan atau melakukan suatu perbuatan tertentu. Dengan demikian, komunikasi bukan hanya penyampaian informasi, tetapi juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude). Dengan mengutip pandangan Carl I. Hovland, Onong Uchyana Effendi (2001:9-10) mengatakan “communication is the process to modify the behavior of other individuals.

KOMUNIKASI KELUARGA

Komunikasi keluarga adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi sepilah kehidupan keluarga dalam kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran akan hilang. Keluarga adalah yang paling utama dalam perkembangan anak. Karena keluarga dan praktisi anak mempunyai tujuan yang sama yang berkaitan dengan kesejahteraan anak, terutama tanggung jawab untuk mengedepankankomunikasi, kerja sama dan toleransi antara rumah dengan program pendidikan anak dalam hal-hal yang berkaitan dengan kesejahteraan anak (George S. Morison 2012:397).

Anak dan keluarga merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, artinya bahwa segala sesuatu yang terkait dengan keberadaan anak menjadi tanggung jawab keluarga.Lebih-lebih anak yang masih berada pada perkembangan. Keluarga kelompok sosial yang terdiri dari dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah, perkawinan maupun adopsi.Keluarga dapat diartikan sebagai kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri atas ayah, ibu, dan anak (Suryadi 2006:59).

Keluarga merupakan kelompok sosial yang sangat besar pengaruhnya terhadap proses sosialisasi anak. Selain itu keluarga harus memelihara, merawat, melindungi dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial terhadap sesamanya. Ketergantungan anak dengan seluruh anggota keluarga sangat mempunya sikap terhadap orang lain pada umumnya.

Sejalan dengan itu Koeswara dalam (Dimyati. 2002:80) mengemukakan tiga komponen motivasi yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Motivasi yang kuat akan melahirkan hubungan emosional antara orang tua dengan anak.

Selanjutnya komunikasi dalam keluarga terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu, dan anak.Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif, karena komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan.

Ada empat tipe pola komunikasi keluarga sebagai berikut yaitu, pertama komunikasi keluarga dengan pola laissez-faire, ditandai dengan rendahnya komunikasi yang berorientasi konsep, artinya anak tidak diarahkan untuk mengembangkan diri secara mandiri, dan juga rendah dalam komunikasi yang berorientasi sosial.Artinya anak tidak membina keeharmonisan hubungan dalam bentuk interaksi dengan orang tua.Anak maupun orang tua kurang atau tidak memahami obyek komunikasi, sehingga dapat menimbulkan komunikasi yang salah.

Kedua, komunikasi keluargadengan pola protektif, ditandai dengan rendahnya komunikasi dalam orientasi konsep, tetapi tinggi komunikasinya dalam orientasi sosial.Kepatuhan dan keselarasan sangat dipentingkan, anak-anak yang berasal dari keluarga yang menggunakan pola protektif dalam berkomunikasi mudah dibujuk, karena mereka tidak belajar bagaimana membela atau mempertahankan pendapat sendiri.

Ketiga, komunikasi keluarga dengan pola pluralistik merupakan bentuk komunikasi keluarga yang menjalankan model komunikasi yang terbuka dalam membahas ide-ide dengan semua anggota keluarga, menghormati minat anggota lain dan saling mendukung.

Keempat, keluarga dengan pola konseksual, ditandai dengan adanya musyawarah mufakat.Bentuk komunikasi keluarga ini menekankan komunikasi berorientasi sosial maupun yang berorientasi konsep. Pola ini mendorong dan memberikan kesempatan utnuk tiap anggota keluarga mengemukakan ide dari berbagai sudut pandang, tanpa mengganggu struktur kekuatan keluarga.

PERANAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER ANAK

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, keluarga merupakan lingkungan, sekaligus sarana pendidikan non-formal yang paling dekat anak.Kontribusinya terhadap keberhasilan pendidikan anak didik cukup besar.Dibandingkan dengan pendidikan disekolah oleh sebab itu sangatlah wajar jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam mendidik dasar-dasar karakter pada anak. Sunaryo (2010) dalam Agus Wibowo (2012:105) pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat sebagai proses perkembangan ke arah manusia kaffah. Olehkarena itu pendidikan karakter memerlukan keteladanandan sentuhan mulai sejak dini sampai dewasa.Periode yang paling sensitif menentukan adalah penddidikan dalam keluarga yang menjadi tanggung jawabtanggung jawab orang tua.

Berikutnya suatu keluarga merupakan institusi sosial yang bersifat universal dan multi fungsional, fungsi pengawasan, sosial, keagamaan, pendidikan, perlindungan, dan reaksi oleh keluarga terhadap para anggotanya. Pada umumnya keluarga, ibu memegang fungsi yang terpenting terhadap anaknya sejak dilahirkan, ibu selalu disampingnya, memberinya makan dan minum, memelihara, dan selalu bercampur gaul dengan anak-anak. Pendidikan seorang ibu terhadap anak merupakan pendidikan dasar yang tidak dapat diabaikan.Maka dari itu seorang ibu hendakalah seorang yang bijaksana dan pandai mendidik anaknya.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi keluarga adalah memelihara, merawat, melindungi anak-anak dalam proses sosialisasi mereka agar mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.

Di atas telah disebutkan bahwa fungsi dan tugas keluarga dalam mendidik anak-anaknya sudah sangat berat dan harus dibantu oleh sekolah, tetapi kira harus ingat bahwa tidak semua anak sedari kecil sudah menjadi tanggungan sekolah, janganlah kita salah tafsir bahwa anak-anak yang sudah diserahkan kepada sekolah sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah, karena kewajiban sekolah hanya membantu keluarga dalam mendidik anak-anaknya.

Dalam mendidik, sekolah hanyalah melanjutkan pendidikan yang telah dilakukan orangtua dirumah, berhasil atau tidaknya pendidikan di sekolah tergantung pada pengaruh pendidikan di rumah. Karena pendidikan keluarga adalah fundamen atas dasar dari pendidikan anak.Selanjutnya, hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan kelanjutam pendidikan baik di sekolah maupun masyarakat.Demikianlah betapa pentingnya pendidikan dalam keluarga bagi perkembangan anak menjadi manusia yang berpribadi dan berguna bagi masyarakat.

Masih relevan dengan itu pendidikan karakter memiliki beragam istilah dan pemahaman antara lain pendidikan akhlak, budi pekerti, nilai, moral, dan lain sebagainya. Namun istilah karakter sendiri lebih kuat karena berkaitan dengan sesuatu yang melekat di dalam diri setiap individu.Pendidikan karakter dibangun dengan melibatkan semua komponen yang ada.Dalam pendidikan formal melibatkan kepala sekolah, guru, dan orang tua sanagt besar dalam menentukan keberhasilannya. Selain unsur tersebut upaya pengelolaan kegiatan belajra mengajar membiasakan dan pembudidayaan nilai dan estetika yang baik data mendukung keberhasilan program penmdidikan karakter di sekolah.

Secara terminologi karakter diartikan sebgai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupan sendiri.Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan ,norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat Agus Zanul Fitri (2012:2010). Menurut Yahya Khan (2010:1) karakter adalah sikap pribadi yang stabil hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis, integrasi pernyataan dan tindakan. Sejalan dengan itu Nurla Isna (2010:18) pendidikan adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran, individu. Tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesamamanusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.

POLA ASUH DALAM PENDIDIKAN KARAKTER ANAK

Pendidikan dalam keluarga sangat diperlukan untuk membangun sebuah community of learner tentang pendidikan anak, serta sangat diperlukan menjadi sebuah kebijakan pendidikan dalam upaya membangun karakter bangsa berkelanjutan.

Menurut Melly Latifah (2008) dalam Agus Wibowo (2012:106) keluarga merupakan lingkup yang pertama dan utama. Itu karena keberhasilan pendidikan karakter dalam keluarga akan memuluskan pendidikan karakter dalam lingkup-lingkup selanjutnya. Oleh karena itu, sudah semestinya setiap keluarga memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa ini sangat tergantung pada pendidikan karakter anak dikeluarga masing-masing.

Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan utama dan pertama bagi anak, yang tidak biss digantikan oleh lembaga pendidikan manapun. Keluarga yang harmonis, rukun dan damai, akan tercermin dari kondisi psikologis dan karakter anaknya. Kita harus memahami perkembangan dan acar belajar anak. Semakin optimal dan luas kita mengembangkan otak anak, akan membuatnya semakin tertantang untuk belajar dan mencari pengalaman baru Ali Nugraha (2005:4). Dengan demikian sikap dan perilaku kita sangat menentukan peruabahan pada perilaku dan sikap anak.

Anak belajar secara alami dan perlahan dari orang yang berhubungan dengannya.Jangan pernah memaksakan kehendak kepada mereka.Lihatlah anak dari sudut anak, bukan dari sudut kita semata. Anak sama halnya dengan orang dewasa, ia tidak akan berkembang secara leluasa jika berada di bawah tekanan atau ancaman pihak lain.

Pada masa sekarang masalah ketidaksiapan orang tua dalam membina anak-anak sering dianggap sebagai pemicu terjadinya masalah-masalah sosial dan kenakalan pada diri anak, karena orang tua dinilai kurang mampu memberi perhatian khusus kepada anak.Interaksi khusus kepada anak. Interkasi dan komunikasi dalam keluarga (orang tua-anak) kurang tercipta secara dinamis.Oleh karena itu.Orang tua perlu memberikan pendidikan kepada anak sejak dini agar anak mampu memahami hakikat kehidupan yang sesuai menurut ajaran agama.

Kehadiran seorang anak dalam keluarga dan komunikasi dalam keluarga menjadi lebih penting dan intensitansnya harus semakin meningkat, dalam artian dalam keluarga perlu ada komunikasi yang baik dan sesering mungkin antara orang tua dengan anak.Cukup banyak persoalan yang timbul dimasyarakat karena atau tidak adanya komunikasi yang baik dalam keluarga.Kiranya hal ini perlu disadari, khususnya dari pihak orang tua.

Hubungan yang terjadi di dalam keluarga biasanya dilakukan melalui suatu kontak sosial dan komunikasi.Kedua hal ini merupakan syarat terjadinya suatu interaksi sosial. Dengan kata lain, interaksi yang sesungguhnya dapat diperoleh melalui kontak sosial dan komunikasi. Menurut Suhendi (2001:69), “komunikasi berarti memiliki tafsiran terhadap perilaku orang lain yang berwujud pembicaraan, gerak-gerik badanlah, atau sikap dan perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.”

MEMBERIKAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK

Memberikan pendidikan karakter diantaranya adalah sebagai berikut, yaitu dengan jujur. Banyak persoalan yang terjadi di negeri ini anatara lain disebabkan oleh semakin menipisnya kejujuran. Kejujuran dapat dikatakan salah satu sendi kehidupan.

Mengingat kejujuran merupakan salah satu sendi yang penting untuk dimiliki oleh semua lapisan masyarakat maka perlu bagi semua pihak menanamkan sikap ini kepada para peserta didik atau anak agar mereka memahami pentingnya bersikap jujur.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan guru atau keluarga dalam membangaun karakter jujur terhadap peserta didik atau ankanya.Dengan menanamkan kejujuran bagi peserta didik di sekolah dan dirumah oleh orang tua atau keluarga agar tidak terjadi kegagalan pendidikan.Terkait dengan itu banyak pihak yang berpendapat bahwa sekolah dasar dinilai menjadi wadah utama dalam pembentukan karakter (Nurla Isna Aunillah 2011:49).

Berikutnya dengan menyediakan sarana yang dapat merangsang tumbuhnya sikap jujur.Membentuk karakter kejujuran terhadap anak memang tidak bisa sekedar menyampaikan materi kepadanya.Namun dalam menumbuhkan karakter jujur misalnya di seolah disediakan kotak kejujuran.Kotak tersebut untuk menaruh barang-barang yang ditemukan di sekitar sekolah.Peserta didik yang menemukan barang berharga di lingkungan tersebut diwajibkan untuk memasukkan ke dalam kotak itu, sehingga jika seseorang merasa kehilangan langsung melihat kotak tersebut dengan seizin guru.

Selanjutnya dengan keteladanan, misalnya di sekolah guru merupakan sosok panutan bagi peserta didik yang dengan segala gerak-gerik dan sikapnya langsung terlihat oleh peserta didik diantaranya seorang guru memberikan contoh yang konkret dengan cara berusaha bersikap jujur dan disiplin dalam setiap kesempatan. Sedangkan orang tua juga memegang peranan penting dalam menumbuhkan karakter jujur bagi anaknya.

Berikutnya keterbukaan misal di sekolah, guru harus berusaha membangun iklim keterbukaan dengan peserta didik. Jika ada peserta didik melakukan pelanggaran, sebaiknya ia ditegur dengan cara menunjukkan letak kesalahannya dan tidak menutupi kesalahannya,

Keterbukaan dapat dilakukan oleh guru dalam rangka menunjukkan hasil prestasi peserta didik. Guru tidak boleh menutupi fakta yang terjaadi jika ada peserta didik meraih prestasi rendah dalam menempuh pendidikan.

Selanjutnya tidak berlebihan artinya cara lain untuk mendorong peserta didik agar bisa bersikap jujur adalah tidak bereaksi berlebihan bila ia bohong. Guru mesti bereaksi secara wajar sekaligus membantunya agar berani mengatakan sebenarnya.

Disamping jujur dalam memberikan pendidikan karakter adalah disiplin, meliputi konsisten, bersifat jelas, memperhatikan harga diri, sebuah alasan yang dapat dipahami menghadiahkan pujian, memberikan hukuman, bersikap luwes, melibatkan peserta didik bersikap tegas, dan jangan emosional.

Selanjutnya percaya diri, peduli, mandiri, gigih, tegas, bertanggung jawab, kreatif, dan bersikap kritis. Sikap kritis dapat menjadikan peserta didik terbiasa bersikap logis sehingga ia tidak mudah dipermainkan sekaligus memiliki keteguhan dalam memegang suatu prinsip dan keyakinan.

Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir, dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang baik dan berakhlak mulia, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab. Dalam konteks pendidikan, pendidikan karakter adalah usaha sadar yang dilakukan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi yang baik dan berakhlak mulia sehingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari (Agus Zaenal Fitri 2012:22).

Secara substantif, tujuan pendidikan karakter adalah membimbing dan memfasilitasi anak agar memiliki karakter positif.Tujuan pendidikan karakter yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang dan tujuan khusus pembelajaran. Tujuan berjenjang mencakup tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan karakter, dan tujuan umum pembelajaran.

Dalam pendidikan Indonesia, tujuan pendidikan nasional adalah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dalam pembukaan alenia empat, bahwa tujuan pendidikan nasional kita adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

SIMPULAN

Pendidikan karakter diterapkan sejak usia dini karena sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Karena itu pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak dalam lingkungan sekolah oleh guru.Disinilah peran guru sebagai ujung tombak dikelas yang berhadapan langsung dengan peserta didik.Sebagai aspek terpenting dalam pembentukan karakter adalah melalui pendidikan pendidikan harus mampu mendorong anak didik untuk mempertahankan diri dalam lingkungan eksternal yang ditandai dengan perubahan cepat serta dorongan mengembangkan diri atau dorongan untuk belajar guna mencapai cita-cita yang dikehendakinya. Karakter merupakan nilai-nilai perubahan manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Karakter anak terbentuk karena kebiasaan yang dilakukan, sikap yang diambil dalam menanggapi keadaan, serta kata-kata yang diucapkan.Kebiasaan anak terbentuk dari tindakan yang dilakukan setiap hari melalui pendidikan/ komunikasi keluarga selama di rumah.Pendidikan karakter membawa anak ke penyerahan nilai kognitif, pengahayatan nilai secara afektif dan pengalaman nilai secara nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Zaenul Fitri. 2012. Pendidikan Karakter berbasis Nilai & Etika Di Sekolah.Jogjakarta: Depok, Sleman.

Aunilah, Nurla Isna. Pendidikan Karakter Di Sekolah. Jogjakarta: Laksana Sampangan.

Cangara, Hafied. 2002. Dasar-dasar kepegawaian. Bandung: Andira

Dimyati. 2002. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Effendi, Onong Uchyana. 2001. Ilmu komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Penerbit PT Remaja Rusdakarya.

Morrison, George S. 2012. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeks Pertama Putri Media.

Nugraha, Ali. 2003. Kiat Merangsang Kecerdasan Anak. Jakarta: Puspa Swara

Suryadi. 2006. Kiat Jitu Dalam Mendidik Anak. Jakarta: Edsa Mahkota.

Sutisna, Oteng. 1989. Administrasi Pendidikan:Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional.Bandung: Angkasa.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 TentangSistem Pendidikan Nasional.

Yahya Khan, D. 2011. Pendidikan Karakter Di Sekolah. Jogjakarta: Laksana Sampangan.

Yaqub, Hamzah. 1994. Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah. Bndung: Rosdakarya.