Pola Pelayaran dan Moda Transportasi Air di Sungai Martapura Banjarmasin
POLA PELAYARAN DAN MODA TRANSPORTASI AIR
DI SUNGAI MARTAPURA BANJARMASIN
Muhammad Rizky Ad’ha
SMAN 1 Kusan Hilir
ABSTRACT
The results showed that water transportation for the people of the city of Banjarmasin has a very big influence and it cannot be denied that the Martapura river which divides the city of Banjarmasin has an important role in river shipping that connects urban areas with areas in the interior of South Kalimantan. The use of water transportation in the Martapura Banjarmasin river is marked by the development of its shape, where there are traditional types of water transportation and modern types of water transportation. On the Martapura river, Banjarmasin city, there are several water transportation routes, which are generally centered on river docks. The location of the pier is right on the path of the Martapura river and is directly adjacent to public markets such as Ujung Murung market, Sudimampir market, and Lima Market. In its development, water transportation experiences ups and downs in its role in supporting the movement in the city of Banjarmasin. This is indicated by the functioning of several road segments parallel to the river and the construction of a bridge that passes through the Martapura Banjarmasin river, which has an impact on decreasing water transportation activities.
Keywords : Martapura river, water transportation
PENDAHULUAN
Kalimantan Selatan adalah daerah sungai yang khas seperti daerah-daerah lainnya di Pulau Kalimantan. Kekhususan ini ditandai dengan air dan sungai yang mendasari seluruh perikehidupan penduduk yang meliputi: bahasa, transportasi, ekonomi, pertanian, pemukiman dan lain sebagainya. Sungai sebagai jalan air merupakan satu-satunya jalan yang penting untuk dapat masuk ke daerah perdalaman dalam mengembangkan perdagangan dan ekonomi. Daerah sepanjang tepian sungai-sungai tersebut merupakan daerah yang cukup subur akibat dari proses pasang surut air yang membawa endapan lumpur. Kesuburan tanah itulah yang mendorong pemilihan tempat-tempat tersebut sebagai lokasi pemukiman masyarakat. Dari daerah tepian sungai seperti inilah, kemudian berkembang menjadi suatu kebudayaan yang khas yang sangat erat kaitannya dengan sungai atau rawa. (Bambang Sugiyanto, “Asal-Usul Sungai dan Geneologi Budaya Banjar,” Jurnal Kebudayaan Kandil, Edisi 7 (November, 2004), hal.81)
Bentuk-bentuk perairan di Kalimantan Selatan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan transportasi dapat dikatakan yang paling sempurna dan lengkap dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Kenyataan ini dapat dilihat pada bentuk-bentuk perairan yang ada di daerah ini dikategorikan sebagai perairan daratan (inlands-waters) untuk tempat berlangsungnya kegiatan transpotasi air masyarakat setempat. (Bambang Subiyakto, “Arti Penting Perairan Bagi Transportasi Masyarakat Banjar,” Jurnal Kebudayaan Kandil, Edisi 9 Tahun III (Mei-Juli 2005), hal.58).
Sebagai sarana lalu lintas, sungai berperan membuka isolasi daerah pedalaman yang tidak dapat dilalui dengan jalan darat. Salah satu sungai besar yang melintas di tengah kota Banjarmasin adalah sungai Martapura. Sungai ini muaranya berada di bagian muara sungai Barito. Sungai Martapura merupakan penunjang bagi terciptanya pelayaran sungai di kota Banjarmasin. Berdasarkan posisinya yang sangat strategis, kedudukan dan fungsinya dirasakan sangat penting bagi masyarakat Banjarmasin. Masyarakat dapat memanfaatkan jalur-jalur air di sepanjang sungai Martapura untuk kegiatan transportasi maupun penghubung untuk bepergian ke daerah-daerah lain melalui trayek-trayek yang ada, dalam hal ini erat kaitannya dengan angkutan sungainya. Berbicara tentang angkutan sungai, sesuatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengangkutan (transportasi) adalah pemindahan fisik, baik barang maupun orang dari suatu tempat ke tempat lain. (Bambang Subiyakto, ed., Pelayaran Sungai di Kalimantan Tenggara Tinjauan Historis Tentang Transportasi Air Abad XIX (Yogyakarta,2001), hal.27). Setiap waktu masyarakat melakukan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan orang dari suatu tempat ke tempat lainnya. Angkutan air itu sendiri terbagi lagi atas berbagai macam jenis angkutan yang dibedakan dari bentuk dan persyaratan teknis pada sarana dan prasarana angkutan air tersebut berdasarkan perbedaan fisik dan tempat berlangsungnya.
Seiring dengan perkembangan zaman dan pesatnya teknologi mengakibatkan berkembangnya sektor transportasi. Maraknya pembangunan pada sarana transportasi darat dengan membuat jalan darat maupun jembatan untuk menghubungkan antar wilayah dapat mempersingkat jarak dan waktu tempuh. Namun demikian, dengan adanya pembangunan jalan darat maupun jembatan tentunya berdampak pada sektor transportasi air di Banjarmasin.
TINJAUAN PUSTAKA
Sebagai bahan wacana dan sumber dasar pemikiran serta perbandingan dalam mempermudah proses penelitian tentang Pola Pelayaran dan Moda Transportasi Air Di Sungai Martapura Banjarmasin terdapat beberapa buku dan jurnal penelitian yang dipergunakan penulis, diantaranya adalah tulisan tentang Arti Penting Perairan Bagi Transportasi Masyarakat Banjar pada Jurnal Kebudayaan Kandil (2005), Bambang Subiyakto memaparkan tentang bagaimana pentingnya perairan bagi transportasi masyarakat Banjar. Terdapat potret mengenai kehidupan masyarakat Kalimantan Selatan dalam hubungannya dengan perairan pada tempo dahulu. Terlihat jelas sekali bahwa lingkungan perairan menempati kedudukan sangat penting bagi kehidupan masyarakatnya.
Sementara itu, tulisan Bambang Sakti Wiku Atmojo didalam tulisannya yang berjudul Faktor Pendukung Tumbuh dan Berkembangnya Kerajaan-kerajaan di Daerah Aliran Sungai di Pedalaman Kalimantan Selatan (2004). Memaparkan hampir semua sungai sejak dahulu sampai saat ini berfungsi sebagai prasarana lalu lintas yang menghubungkan daerah muara dengan pedalaman, serta sebagai pengaturan tata air. Sebagai sarana lalu lintas, sungai berperan membuka isolasi daerah pedalaman yang tidak dapat dilalui dengan jalan darat.
Pada tulisan yang berjudul Sinopsis Pelayaran Sungai : Sisi Aktivitas Rakyat Yang Meredup (1996). Bambang Subiyakto menjelaskan tentang gejala pemudaran aktivitas pengangkutan sungai. Tampak gejala pemudaran perlahan tetapi menuju pada lenyapnya aktivitas pengangkutan sungai. Diperjelas lagi didalam tulisan Bambang Subiyakto yang berjudul Menjadikan Sungai Sebagai Objek Studi yang terdapat didalam Jurnal Kebudayaan Kandil (2005) bahwa sebab meredupnya pelayaran sungai, adalah menurunnya minat masyarakat pengguna karena menganggap efektivitas dan efisiensi nya dinilai kurang dibandingkan misalnya dengan pengangkutan sektor darat (maksudnya jalan raya dan baja) yang berkembang pesat di era pembangunan ini.
Erik Petersen dalam bukunya yang berjudul Jukung Dari Dataran Rendah Barito (Banjarmasin Post Group 2001), menyajikan dokumentasi mengenai Jukung yang merupakan jenis perahu tradisional Kalimantan Selatan. Dalam bukunya dijelaskan secara rinci mengenai ukuran 15 macam Jukung, cara pembuatan dan organisasi proses pengerjaan, serta penjelasan tentang peralatan dan jenis pohon kayu yang dugunakan untuk membuat Jukung. Jukung merupakan angkutan air tradisional, dimana cara penggunaannya dilakukan dengan cara yang sederhana, yakni dikayuh. Namun, seiring perkembangan teknologi maka bentuk fisik Jukung mengalami modifikasi bentuk yang bervariasi sesuai dengan kegunaannya. Setelah mengenal adanya mesin sebagai tenaga penggerak, kemudian muncullah jenis angkutan air modern yang bernama Klotok. Klotok merupakan modifikasi pertama dari Jukung biasa yang belum menggunakan mesin sebagai tenaga penggeraknya.
Kemudian Singgih Tri Sulistiyono dalam Pengantar Sejarah Maritim Indonesia (2004), menjelaskan mengenai sejarah kota Banjarmasin dengan aktivitas masyarakatnya terhadap pemanfaatan jalur sungai. Dimana letak Banjarmasin sangat menguntungkan untuk perdagangan karena merupakan tempat penampungan produk-produk dari pedalaman yang dibawa penduduk pribumi melalui aliran sungai Barito. Sungai Martapura sebagai sungai yang tepat berada di kota Banjarmasin memiliki peranan yang penting sebagai sarana untuk memungkinkan pelayaran yang melewati jalur sungai.
Infrastrukur Pelayaran Sungai Kota Banjarmasin Tahun 1900 – 1970 oleh Bambang Subiyakto dalam Freek Colombijn et al.(eds.), Kota Lama, Kota Baru : Sejarah Kota-Kota di Indonesia (2005), memaparkan bahwa pelayaran sungai dengan infrastrukturnya berupa jalur-jalur air telah menandaskan terbentuknya dan berkembangnya kota Banjarmasin. Tidak terdapat faktor lain yang menandai pembangunan kota ini kecuali diawali dari terselenggaranya aktivitas transportasi air, dalam kesempatan ini disebut pelayaran sungai.
METODE PENELITIAN
Suatu penelitian membutuhkan metodologi, karena metodologi merupakan kerangka pendekatan dengan pola pemikiran ilmiah. Ini berarti penelitian mempunyai ciri keilmuan yang rasional (dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia), empiris (cara-cara yang digunakan dalam penelitian teramati oleh indera manusia), serta sistematis (proses yang digunakan menggunakan langkah yang bersifat masuk akal (Sugiyono, 2006: 1). Nazir (2003: 44) mengemukakan bahwa metode penelitian merupakan suatu kesatuan sistem yang terdiri dari prosedur dan teknik yang perlu dilakukan dalam suatu penelitian. Prosedur memberikan kepada peneliti urutan- urutan pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu penelitian, sedangkan teknik penelitian memberikan alat-alat ukur apa yang diperlukan.
Metode penelitian untuk menganalisis pola pelayaran dan moda transportasi di Sungai Martapura diawali dengan menentukan metode pendekatan studi, kemudian metode pengumpulan data dan metode analisis.
PEMBAHASAN
Pola Pelayaran
Transportasi air memiliki peran yang sangat penting di beberapa wilayah Kalimantan Selatan yang memiliki wilayah perairan yang luas terutama pada daerah-daerah pedalaman yang tidak dapat terjangkau dengan transportasi darat. Dalam hal ini perairan daratnya yakni sungai dan danau, merupakan sarana yang penting dalam melakukan aktivitas yang menunjang diadakannya kegiatan transportasi. Untuk itu muncullah dengan apa yang dinamakan dengan angkutan sungai. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 1999 Pasal 1 No. 7, angkutan sungai dan danau adalah tentang kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan sungai, danau, waduk, rawa, anjir, kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang, barang, dan atau hewan yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau, berbendara Indonesia, memenuhi persyaratan kelaikan bagi angkutan sungai danau dengan wilayah operasi di daerah pedalaman. PP tersebut juga mengatur penyelenggaran trayek tetap dan teratur, yang terdiri dari trayek utama yaitu menghubungkan antar pelabuhan sungai danau yang bersifat pusat akumulasi dan distribusi dengan yang bukan berfungsi sebagai pusat akumulasi dan distribusi atau antar pelabuhan sungai dan danau yang bukan pusat akumulasi dan distribusi. Serta PP No. 82 tahun 1999 Pasal 74 yang berisi tentang trayek tidak tetap dan tidak teratur hanya dapat mengangkut penumpang dan barang berdasarkan sewa, carter atau perjanjian lainnya.
Dalam pelakasanaan maupun penyelenggaraan mengenai pola trayek pada angkutan sungai yang terdapat di kota Banjarmasin, umumnya memakai trayek yang sesuai dengan PP yang telah ditetapkan sedemikian rupa diatas, yakni menggunakan trayek tetap dan teratur dan trayek tidak tetap dan tidak teratur. Namun terdapat juga tidak dalam trayek. Pengertian tidak dalam trayek adalah pelayanan angkutan yang dilakukan dengan tidak terikat dalam jaringan trayek tertentu dengan jadwal pengangkutan yang tidak teratur. Semua ketentuan ini dimaksudkan untuk mengendalikan pelayanan angkutan sungai dengan perahu-perahu umum agar dapat dicapai keseimbangan antara kebutuhan jasa angkutan sungai dengan penyediaan jasa angkutan sungai, antara kapasitas jaringan transportasi jalan dengan kapal/perahu umum yang beroperasi, serta untuk menjamin kualitas pelayanan angkutan penumpang.
Di dalam jaringan trayek ditetapkan jenis, spesifikasi serta jumlah kendaraan yang diizinkan melayani setiap trayek. Setiap trayek yang beroperasi harus memiliki izin terlebih dahulu. Dalam pengertian disini berarti izin trayek berupa pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu. Penggunaan trayek-trayek angkutan sungai tentunya berpusat pada dermaga-dermaga atau pelabuhan rakyat yang ada di kota Banjarmasin.
Pemerintah menetapkan kriteria fasilitas dermaga, yakni minimal harus mempunyai kantor, ruang tunggu dan kamar mandi. Sedangkan desain dan gambar kostruksi biasanya dibuat oleh Pemda, kemudian disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Dermaga LLASDP dilayani oleh petugas-petugas Satker/UPT, petugas loker dan petugas pos. Yang dimaksud sebagai Satker menurut KM 13 tahun 1992 Pasal 14 adalah satuan tugas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kantor LLASDP yang membawahinya. Hal ini menjadi suatu gambaran bahwa lalu lintas angkutan sungai terjalin saling berkesinambungan, antara operasional dan pelaksanaan di lapangan.
Moda Transpotasi Air
Penyebutan untuk moda transportasi di sungai Martapura Banjarmasin adalah angkutan sungai. Angkutan pada dasarnya adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Prosesnya dapat dilakukan menggunakan sarana angkutan berupa kendaraan atau tanpa kendaraan (diangkut oleh orang) (Warpani, 1990: 170).
Angkutan sungai merupakan angkutan yang tumbuh dan berkembang secara alami di Indonesia akibat kondisi geografis alam yang memiliki banyak sungai. Jalan bagi transportasi air ini selain bersifat alami (laut, sungai, danau), ada pula yang bersifat buatan manusia (kanal, anjir, danau buatan). Transportasi ini biasa disebut juga dengan “inland water transportation” (Chandrawidjaja,1998: 5).
Beberapa pengertian yang menyangkut Angkutan Sungai dan Danau (ASDP) menurut peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
- Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di Perairan Pasal 1: Angkutan sungai dan danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, anjir, kanal dan terusan untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan, yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau.
- Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran Pasal 80 (1): Penyelenggaraan angkutan sungai dan danau disusun secara terpadu intra dan antarmoda yang merupakan satu kesatuan tatanan transportasi nasional. Pasal 80 (2): Angkutan sungai dan danau diselenggarakan dengan menggunakan trayek tetap dan teratur yang dilengkapi dengan trayek tidak tetap dan tidak teratur.
- Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai dan Danau Pasal 2 (4): Wilayah operasi angkutan sungai dan danau meliputi sungai, danau, waduk, rawa, anjir, kanal dan terusan. ASDP sebagai penyelenggara angkutan umum berfungsi sebagai penyedia jasa angkutan kendaraan (barang) dan penumpang, baik secara intermoda maupun intramoda transportasi. Sistem ASDP menurut Nasution (2005: 172) meliputi alat angkut (vehicles): kapal sungai dan kapal feri, alur pelayaran (ways): rambu-rambu sungai/danau/feri, pengerukan alur sungai, telekomunikasi, navigasi dan kapal inspeksi, dan terminal (pelabuhan): terminal, gudang, kantor, depot BBM, listrik dan air.
Angkutan air cocok dan efisien sebagai lalu lintas penghubung antara pelabuhan dengan sistem angkutan lain yang menggunakan perahu untuk membongkar-muat barang dari dan ke kapal. Selain itu, juga dapat berfungsi sebagai lalu lintas penghubung antartempat (misalnya permukiman) yang belum terhubung oleh sistem jaringan jalan darat, sebagai lalu lintas penyeberangan antarpulau atau penyeberangan sungai, dan untuk pengangkutan barang di daerah pedalaman (Warpani, 1990: 48).
KESIMPULAN
Pemanfaatan sungai mayoritas di pergunakan untuk keperluan sarana pendukung transportasi, perdagangan, maupun aktivitas keperluan hidup lainnya. Khusus untuk mengenai transportasi air di kota Banjarmasin, masyarakatnya tentu tidak menampik peranan sungai Martapura yang membelah kota Banjarmasin. Sungai Martapura memiliki peranan penting dalam hal pelayaran sungai yang menghubungkan antara daerah perkotaan dengan daerah di pedalaman-pedalaman Kalimantan Selatan.
Perkembangan perekonomian yang semakin kompleks di wilayah kota Banjarmasin, dibarengi dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukan jasa untuk melakukan pengangkutan barang untuk diperjual belikan di pasar-pasar rakyat yang terdapat di Banjarmasin. Untuk itu usaha di bidang jasa angkutan sungai semakin dibutuhkan oleh masyarakat untuk melakukan bongkar muat barang. Maraknya usaha angkutan sungai memberikan kemudahan bagi masyarakat yang berasal dari luar daerah, khususnya di daerah-daerah pedalaman untuk bepergian ke kota. Dari sini berkembanglah jaringan transportasi air yang menghubungkan antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya dalam satu pola pelayaran, yakni dengan menggunakan rute trayek. Sejak itulah banyak trayek-trayek di perluas ke pelosok-pelosok Kalimantan Selatan, khusus untuk wilayah Banjarmasin salah satu sungai yang paling sering dilewati traye-trayek angkutan sungai adalah sungai Martapura.
Di sungai Martapura kota Banjarmasin terdapat beberapa trayek-trayek angkutan sungai yang masih beroperasi, trayek-trayek ini umumnya berpusat di dermaga-dermaga. Letak dermaga-dermaga ini berada tepat di jalur sungai Martapura. Selain itu dermaga yang terdapat di jalur sungai Martapura ini berdekatan dengan pasar-pasar rakyat, seperti pasar Ujung Murung, pasar Sudimampir, dan pasar Lima.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Sakti Wiku Atmojo. “Faktor Pendukung Tumbuh Dan Berkembangnya Kerajaan-Kerajaan Di Daerah Aliran Sungai Di Pedalaman Kalimantan Selatan” dalam Sungai dan Kehidupan Masyarakat di Kalimantan. Banjarbaru: IAAI Komda Kalimantan, 2004.
Bambang Subiyakto. “Transportasi Perairan Di Kalimantan Selatan 1950-1970-an”, Skripsi pada Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, Yogyakarta: 1985.
Bambang Subiyakto, “Arti Penting Perairan Bagi Transportasi Masyarakat Banjar,” Dalam Jurnal Kebudayaan Kandil, Edisi 9 Tahun III Mei-Juli 2005. Banjarmasin: LK-3, 2005.
Bambang Subiyakto. “Pelayaran Sungai di Kalimantan Tenggara: Tinjauan Historis Tentang Transportasi Air Abad XIX” dalam Sosiohumanika. Volume 14 No.1. Juli 2001. Berkala Penelitian Pasca Sarjana Ilmu-Ilmu Sosial Humaniora Universitas Gajah Mada. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UGM, 2001.
Bambang Subiyakto, “Infrastrukur Pelayaran Sungai Kota Banjarmasin Tahun 1900-1970”, dalam: Freek Colombijn (eds.), Kota Lama, Kota Baru: Sejarah Kota-Kota di Indonesia, Ombak: 2005.
Bambang Subiyakto, “Pelayaran, Pelabuhan dan Perdagangan Banjarmasin 1857-1957 (Suatu Studi Pendahuluan)”, dalam: Vidya Karya, Jurnal Ilmu Sosial, Tahun XXIII Nomor 2, Oktober 2005. Banjarmasin: Jurusan PIPS FKIP Unlam.
Bambang Sugiyanto. “Asal-Usul Sungai Dan Geneologi Budaya Banjar” dalam Jurnal Kebudayaan Kandil, Edisi 7 November. Banjarmasin: LK3, 2004.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Darat, Pengkajian Manajemen Keselamatan Angkutan Sungai Di Lintas Banjarmasin- Palangkaraya. Jakarta: 2000.
Chandrawidjaja, Robert. 1998. Navigasi Perairan Daratan. Banjarmasin: Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat.
Humaidy, “Revitalisasi Sungai Di Kota Seribu Sungai,” dalam: Jurnal Kebudayaan Kandil, Edisi 9 Tahun III Mei-Juli 2005. Banjarmasin: 2005.
- Idwar Saleh. Sekilas Mengenai Daerah Banjar Dan Kebudayaan Sungainya Sampai Dengan Akhir Abad-19. Banjarbaru: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1986.
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Petersen, Erik. Jukung Dari Dataran Rendah Barito. Banjarmasin: Banjarmasin Post Group, 2001.
Sugiyono. 2006. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Tri Sulistiyono Singgih, ”Pengantar Sejarah Maritim Indonesia, Semarang : Departemen Pendidikan Nasional”, 2004.
Warpani, Suwardjoko. 1990. Merencanakan Sistem Perangkutan. Bandung: Penerbit ITB