TINDAK TUTUR GURU DALAM UPAYA PENANAMAN

SIKAP SPIRITUAL PESERTA DIDIK DI SEKOLAH

 

Anif Rida

Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 6 Salatiga

 

ABSTRAK

Setiap guru wajib menanamkan sikap spiritual dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Guru dalam melakukan proses pembelajaran tidak bisa terlepas dari peristiwa tindak tutur. Salah satu upaya penanaman sikap spiritual adalah melalui tindak tutur guru. Tindak tutur yang sering digunakan guru dalam upaya tersebut adalah tuturan direktif. Ada 6 jenis tindak tutur direktif yang dapat digunakan dalam penanaman sikap spiritual, yakni: permintaan (requestives), pertanyaan (questions), perintah (requirements), larangan (prohibitives), pemberian izin (permissives), dan nasihat (advisories). Tuturan direktif dalam penanaman sikap spiritual menghasilkan efek positif bagi peserta didik. Bahkan dapat menjadi pertimbangan kurikulum 2013 terkait tugas semua guru dalam ikut serta menilai sikap spiritual dan sosial peserta didik karena penanaman sikap merupakan hal yang sangat penting di era globalisasi.

Kata kunci: tindak tutur guru, tuturan direktif, sikap spiritual.

 

Pendahuluan

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. UU tersebut menyebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan potensi diri. Salah satunya adalah untuk memiliki kekuatan spititual keagamaan. Sikap spiritual sangat penting di era globalisasi saat ini karena dapat dijadikan tameng bagi peserta didik untuk menjaga diri supaya tidak terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak baik.

Penanaman sikap spiritual pada kegiatan belajar mengajar tidak terlepas dari adanya (KI-1) pada kurikulum 2013. Kompetensi Inti ibarat anak tangga yang harus ditapaki peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan. Untuk memudahkan operasionalnya, kompetensi sikap dipecah menjadi dua. Pertama, (KI-1) yang terkait dengan tujuan pendidikan nasional membentuk peserta didik yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Kedua, sikap sosial (KI-2) yang terkait dengan tujuan pendidikan nasional membentuk siswa jujur, demokratis, dan bertanggung jawab. Dalam kurikulum 2013 setiap guru wajib menilai dan mengintegrasikan (KI-1) dan (KI-2) dalam setiap kegiatan pembelajaran. Namun, dalam kurikulum 2013 revisi terbaru tahun 2017 terdapat kebijakan baru, bahwa tidak semua guru wajib menilai sikap, penilaian sikap dibebankan pada guru mata pelajaran Agama untuk sikap spiritual dan PPKn untuk sikap sosial, sehingga guru mata pelajaran lain tidak berkewajiban menilai sikap namun tetap mengintegrasikan (KI-1) dan (KI-2) dalam pembelajaran.

Penanaman sikap spiritual di sekolah sebenarnya sudah diterapkan sebelum adanya kurikum 2013, sehingga sudah sejak lama tanggung jawab penilaian dan penanaman sikap spiritual dilakukan oleh semua guru mata pelajaran. Di sekolah setiap guru wajib menanamkan sikap spiritual dalam kegiatan belajar mengajar, baik di dalam kelas maupun di luar kelas dalam lingkungan sekolah. Salah satu upaya penanaman sikap spiritual adalah melalui tindak tutur guru. Tindak tutur yang sering digunakan guru dalam upaya tersebut adalah tindak tutur direktif.

Guru dalam melakukan proses pembelajaran tindak bisa terlepas dari peristiwa tindak tutur. Guru di sekolah merupakan tokoh sentral yang tuturannya akan diikuti atau dilaksanakan oleh peserta didiknya. Oleh karena itu, tuturan direktif merupakan jenis tindak tutur yang menarik untuk dikaji antara tuturan guru kepada peserta didik.

Tuturan direktif menurut Rustono (1999:40) adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tuturnya melakukan tindakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya. Interaksi yang melibatkan antara guru dengan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat dijadikan sebagai objek dalam meneliti tentang bentuk-bentuk tindak tutur direktif.

Kewajiban guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, namun di era gobalisasi ini guru semua mata pelajaran wajib menanamkan sikap spiritual. Di sekolah-sekolah penanaman sikap spiritual sudah lama diterapkan oleh semua guru sebelum adalanya kurikulum 2013. Keefektifan dan fungsi tuturan direktif pada sekolah dapat menjadi referensi bagi sekolah-sekolah dalam melaksanakan KI-1 kurikulum 2013.

Pengertian dan Ruang Lingkup Sikap Spiritual

Campbell (1950) dalam Notoadmodjo (2003:29) mengemukakan bahwa sikap adalah “A syndrome of response consistency with regard to sosial objects”. Artinya, sikap adalah sekumpulan respon yang konsisten terhadap obyek sosial, sehingga sikap (attitude) merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau obyek. Menurut Kurniasih dan Sani (2014:65) sikap adalah sebuah ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan. Lapierre (dalam Azwar, 2013: 5) memberikan definisi sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimulus sosial yang telah terkondisikan. Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan hasil dari kegiatan belajar yang didapatkan dari proses pembelajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah yang bisa dipengaruhi, diubah, dan dikembangkan.

Menurut Fadillah (2014: 49) aspek spiritual merupakan implementasi dari soft skills dan hard skills. Dengan sikap spiritual, peserta didik akan memiliki moral atau etika yang baik dalam kehidupannya. Pengertian spiritual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin). Berdasarkan etimologi, spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang. Sikap spiritual terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa. Selain itu, sikap spiritual merupakan perwujudan hubungan antara seseorang dengan Tuhan. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap spiritual merupakan sikap yang mendasar bagi seseorang yang mampu menggerakkan pikiran dan tingkah laku dan terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dapat dipengaruhi atau diubah dan dikembangkan.

Nilai spiritual menurut Prof. Notonegoro dibagi menjadi 4, yaitu:

  • Nilai Religius merupakan nilai yang berisi filsafat-filsafat hidup yang dapat diyakini kebenarannya. Misalnya, nilai-nilai yang terkandung dalam kitab suci.
  • Nilai Estetika merupakan nilai keindahan yang bersumber dari unsur rasa manusia (perasaan atau estetika). Misalnya, kesenian daerah atau penghayatan sebuah lagu.
  • Nilai Moral merupakan nilai mengenal baik buruknya suatu perbuatan. Misalnya, kebiasaan merokok pada anak sekolah.
  • Nilai Kebenaran/Empiris merupakan nilai yang bersumber dari proses berpikir menggunakan akal dan sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi (logika/rasio). Misalnya, ilmu pengetahuan bahwa bumi berbentuk bulat.

Jenis dan Fungsi Tindak Tutur Direktif Guru dalam Penanaman Sikap Spiritual

Searle (dalam Gunarwan, 1994:85) menyatakan bahwa tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang dilakukan oleh penutur dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran. Dengan kata lain, tuturan ini digunakan untuk menyuruh mitra tutur melakukan sesuatu yang diinginkan penutur. Tindak tutur direktif tersebut selanjutnya dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi menurut Ibrahim (1993), yaitu jenis tindak tutur direktif permintaan (requestives), pertanyaan (questions), perintah (requirements), larangan (prohibitives), pemberian izin (permissives), dan nasihat (advisories). Dari enam jenis tindak tutur tersebut terdapat 36 fungsi tindak tutur yaitu, meminta, mengemis, memohon, menekan, mengundang, mendoa, mengajak, dan mendorong, bertanya dan mengintrogasi, memerintah, menghendaki, mengomando, menuntut, mendikte, mengarahkan, menginstruksikan, mengatur, mensyaratkan, melarang dan membatasi, menyetujui, membolehkan, memberi wewenang, menganugerahi, mengabulkan, membiarkan, mengizinkan, melepaskan, memaafkan, memperkenankan, menasihatkan, memperingatkan, mengkonseling, mengusulkan, menyarankan, mendorong.

Efek yang Ditimbulkan dalam Tuturan Direktif Penanaman Sikap Spiritual

Pada kurikulum 2013 revisi terbaru tahun 2017 terdapat kebijakan baru bahwa penilaian sikap spiritual dan sosial tidak lagi menjadi kewajiban semua guru mata pelajaran, namun menjadi tanggung jawab guru mata pelajajaran PPKn dan guru Agama saja dikarenakan banyak guru yang keberatan dengan tugas pada penilaian kurikulum 2013 sebelumnya. Tindak tutur dapat dimanfaatkan oleh guru di sekolah yang harus mengintegrasikan penanaman sikap spiritual pada pembelajaran.             Penanaman sikap spiritual merupakan hal yang sangat penting di era globalisasi. Menurut Widiarto (2009:280) bahasa lokal (Indonesia) mampu sebagai filter globalisasi. Guru dapat memanfaatkan tuturan bahasa Indonesia untuk menanamkan sikap spiritual kepada peserta didik baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

Tuturan direktif dalam penanaman sikap spiritual menghasilkan efek positif bagi peserta didik. Bahkan dapat menjadi pertimbangan ulang mengenai kurikulum 2013 terkait tugas semua guru dalam ikut serta menilai sikap spiritual dan sosial peserta didik karena penanaman sikap merupakan hal yang sangat penting di era globalisasi.

Efek yang ditimbulkan dalam tuturan direktif guru dalam penanaman sikap spiritual peserta didik di sekolah meliputi efek positif dan efek negatif. Kemungkinan efek positif yang ditimbulkan oleh tuturan dalam tuturan direktif guru dalam penanaman sikap spiritual di sekolah adalah: (1) efek positif menumbuhkan rasa semangat; (2) efek positif menumbuhkan rasa ikhlas; dan (3) efek positif mendorong untuk tidak berburuk sangka kepada orang lain. Efek negatif dalam tuturan derektif guru dalam penanaman sikap spiritual meliputi: (1) efek negatif menimbulkan rasa takut, dan (2) efek negatif menimbulkan rasa khawatir.

Simpulan

Jenis tindak tutur direktif guru dalam penanaman sikap spiritual adalah tindak tutur direktif nasihat, perintah, permintaan, pertanyaan, pemberian izin, dan larangan. Fungsi tindak tutur direktif guru dalam penanaman sikap spiritual adalah fungsi meminta, mengemis, memohon, menekan, mengundang, mendoa, mengajak, dan mendorong, bertanya dan mengintrogasi, memerintah, menghendaki, mengomando, menuntut, mendikte, mengarahkan, menginstruksikan, mengatur, mensyaratkan, melarang dan membatasi, menyetujui, membolehkan, memberi wewenang, menganugerahi, mengabulkan, membiarkan, mengizinkan, melepaskan, memaafkan, memperkenankan, menasihatkan, memperingatkan, mengkonseling, mengusulkan, menyarankan, mendorong.

Efek yang ditimbulkan dalam tuturan direktif penanaman sikap spiritual di sekolah meliputi efek positif dan efek negatif. Kemungkinan efek positif yang ditimbulkan oleh tuturan dalam tuturan derektif guru dalam penanaman sikap spiritual meliputi (1) efek positif menumbuhkan rasa semangat, (2) efek positif menumbuhkan rasa ikhlas, dan (3) efek positif mendorong untuk tidak berburuk sangka kepada orang lain. Efek negatif dalam tuturan derektif guru dalam penanaman sikap spiritual meliputi (1) efek negatif menimbulkan rasa takut, dan (2) efek negatif menimbulkan rasa khawatir.

Saran

Pemilihan bahan pengajaran yang diambilkan dari seleksi tuturan-tuturan di lingkungan sekolah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa. Kondisi demikian, kiranya perlu dipikirkan karena tindak tutur direktif dalam penanaman sikap spiritual di sekolah tersebut mempunyai beberapa sisi positif, yaitu menambah atau meningkatkan kreativitas berbahasa yang baik karena guru merupakan suri tauladan.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Azwar, Saifuddin. (2013). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fadillah, M. (2014). Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA. Yogyakarta:Ar-Ruzz.

Gunarwan, Asim. (1994). “Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan Indonesia-Jawa di Jakarta: Kajian Sosiopragmatik”. Jurnal PELLBA 7. Jakarta: Unika Atma Jaya.

Ibrahim, Abdul Syukur. (1993). Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional.

Kurniasih, Imas dan Sani, Berlin. (2014). Implementasi Kurikulum 2013: Konsep dan Penerapan. Surabaya: Kata Pena.

Notoadmodjo, Soekidjo. (2003). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Rustono. 1999. Pokok-Pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press.

Searle, J. 1969. Speech Acts. Cambridge: Cambridge University Press.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang    Sistem Pendidikan Nasional.

Widiarto, Tri. (2009). “Peran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Proses    Globalisasi”. Jurnal WIDYA SARI Vol. 5 No. 4 Mei halaman 272-281.