UJI PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS MENGGUNAKAN

MODEL COOPERATIVE LEARNING DENGAN METODE CERAMAH SISWA KELAS IV SD GMIH PACA TOBELO SELATAN

 

Sisanti Ratulangi

Alumni PGSD-FKIP Universitas Halmahera Tobelo

Alpres Tjuana

Dosen Prodi PGSD-FKIP Universitas Halmahera Tobelo

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menguji apakah ada perbedaan positif yang signifikan hasil belajar IPS yang proses pembelajarannya menggunakan model Cooperative Learning dengan hasil belajar IPS yang proses pembelajarannya menggunakan Metode Ceramah (dianggap metode lama). Penelitian dilaksanakan dengan mengambil populasi (sekaligus sampel) Siswa Kelas IV SD GMIH Tobelo Selatan dalam Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan Uji Tanda (Sign Test). Hasil uji menunjukkan adanya perbedaan positif yang signifikan antara hasil belajar IPS yang proses pembelajaran menggunakan model cooperative learning dibandingkan hasil belajar IPS yang menggunakan metode ceramah (metode lama) dalam proses pembelajaran. Hasil uji tanda tersebut memperlihatkan bahwa jumlah selisih pasangan nilai yang diperoleh Nilai Individu Mandiri dan Nilai Individu dalam Kelompok terdiri dari enam pasang berselisih negatif, 23 pasang berselisih positif, dan dua pasang berselisih nol atau pasangan data bernilai sama (ties).  Output SPSS memberikan p-value uji dua sisi (2-tailed)  0,011; karena dilakukan uji hipotesis satu sisi (one tail) H1: Ï€ < 0,05, maka nilai p-value harus dibagi dua menjadi  0,0055. Nilai p-value uji satu sisi ini lebih kecil dari α 0,05. Hasil ini merupakan bukti kuat untuk menolak H0: Ï€ ≤ 0,50 yang menyebutkan tidak ada perbedaan positif signifikan hasil belajar dengan menggunakan cooperative learning dengan hasil belajar dengan menggunakan metode ceramah. Kesimpulannya adalah hasil belajar yang proses pembelajarannya menggunakan cooperative learning lebih baik dibandingkan hasil belajar menggunakan metode ceramah (metode lama).

Kata kunci: Model Cooperative Learning dengan Metode Ceramah.

 

PENDAHULUAN          

Dalam menghadapi dan menjawab tantangan zaman akibat perkembangan yang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, guru dituntut untuk peka terhadap berbagai bentuk perubahan yang berlangsung di sekolah. Sikap ini penting dimiliki para guru agar suasana kehidupan sekolah tidak selalu bersifat rutin, merasa puas dengan sarana dan fasilitas yang ada serta metode dan teknik pengajaran yang lama tetapi selalu berusaha menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi (Abdulhak, 2004).

Mengajar berarti memberikan pengajaran dalam bentuk penyampaian pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan ketrampilan (psikomotorik) pada diri siswa agar dapat menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai pengajar lebih menekankan pada pelaksanaan proses belajar mengajar dan menilai hasilnya. Untuk melaksanakan tugas tersebut, guru harus menguasai materi ajar dan juga dituntut untuk memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar. Sehubungan dengan tanggung jawab profesional, dalam melaksanakan tugas mengajar, guru dituntut untuk mencari gagasan. Gagasan baru (inovasi), berusaha menyempurnakan pelaksanaan tugas mengajar, dan mencoba bermacammacam metode dalam mengajar. Gagasan baru yang dihasilkan oleh guru hendaknya bertujuan untuk menyempurnakan kegiatan belajar mengajar (Abdulhak, 2004).

Salah satu penyebab rendahnya hasil pembelajaran IPS adalah bahwa pengajaran yang dilakukan masih berpusat pada guru yang didominasi dengan penggunaan metode ceramah dan penuangan informasi yang sebanyak-banyaknya ke dalam benak anak. Masih jarang guru yang mau memanfaatkan fasilitas yang ada di sekolah seperti laboratorium, untuk menunjang kegiatan belajar siswa. Akibat yang terjadi adalah bahwa pengajaran IPS menjadi pengajaran hafalan dan sebagai dampaknya penguasan konsep siswa menjadi rendah karena tidak ditunjang dengan eksperimen, penyelidikan dan pemecahan masalah (Sindhunata, 2000).

Alasan yang sering digunakan oleh guru dalam pemilihan metode ceramah tersebut adalah hanya untuk mengejar target ujian karena bahan ujian yang terlalu padat. Alasan lainnya yaitu karena guru belum begitu memahami tentang bentuk pembelajaran yang melibatkan alat-alat laboratorium tersebut (Hadiat, 2004).

Dengan penggunaan metode pembelajaran semacam itu, siswa tak didorong dan dilatih untuk merekontruksi pengetahuan dan konsep berdasarkan proses mencari dan mengalami sendiri sebagaimana dalam ekperimen, penyelidikan dan pemecahan masalah. Keadaan seperti itu justru akan memacu anak untuk cenderung menghafal dan menguasai konsep secara dangkal karena konsep-konsep yang didapati tidak secara utuh.

Kekurang utuhan konsep-konsep yang didapat oleh siswa salah satunya disebabkan metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih belum mengaktifkan siswa secara maksimal. Dalam arti bahwa keaktifan guru menyita sebagian waktu proses belajar mengajar sedangkan siswa lebih cenderung pasif. Hal ini dikarenakan siswa tidak dilibatkan secara langsung dengan obyek-obyek kongkrit yang sedang dipelajarinya, sehingga siswa sebatas hanya membayangkan dan menerima begitu saja informasi baik fakta maupun konsep yang diberikan guru.

Untuk memahami suatu konsep, siswa perlu bekerja dengan obyek-obyek yang kongkrit, memperoleh fakta-fakta, melaksanakan eksplorasi dan manipulasi secara mental, sehingga siswa tidak sekedar menghafal. Dengan demikian, untuk memahami konsep diperlukan adanya pengamatan dengan obyek-obyek yang kongkrit sehingga diperoleh fakta-fakta sampai diperoleh proses mental yang abstrak, yang merupakan langkah awal terbentuknya konsep-konsep dasar dalam diri siswa (Subiyanto, 1988).

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang di dalamnya memuat materi yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia sehari-hari. Berdasarkan wawancara dengan siswa kelas IV SD GMIH Paca, selama ini pembelajaran IPS dianggap sebagai pelajaran yang sulit, kurang penting dan membosankan. Materi-materi IPS yang cukup luas membuat siswa merasa kesulitan dalam memahami materi. Selain itu, faktor malas membaca juga menguatkan anggapan bahwa mata pelajaran IPS itu sulit. Faktor guru juga mempengaruhi kelancaran pembelajaran IPS yang dilaksanakan. Penerapan metode ceramah yang dominan, didukung dengan ketiadaan media pembelajaran akan menambah masalah pembelajaran IPS sehingga akan mempengaruhi hasil belajar siswa, khususnya pada mata pelajaran IPS.

Mengingat pentingnya peran IPS, maka pengajaran IPS di berbagai jenjang pendidikan formal perlu mendapat perhatian khusus dari siswa dan salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan mutu belajar siswa adalah pengembangan penggunaan metode pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara guru dengan siswa. Dalam proses tersebut guru memberikan bimbingan dan menyediakan berbagai kesempatan yang dapat mendorong siswa belajar untuk memperoleh pengalaman sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran ditandai oleh tingkat penguasaan kemampuan dan pembentukan kepribadian.

Ketepatan guru dalam memilih model dan metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan dan hasil belajar siswa karena model dan metode yang digunakan oleh guru berpengaruh tehadap kualitas proses belajar yang dilakukannya (Arief, 2008). Oleh sebab itu, dalam proses pembelajaran hendaknya guru memilih dan menggunakan metode yang bervariasi sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Penggunaan metode yang sesuai dengan materi, dimaksudkan agar dapat menumbukan semangat dan motivasi siswa dalam belajar.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dikemukakan bahwa Guru masih menggunakan metode mengajar ceramah dalam pembelajaran IPS. Atas dasar fenomena tersebut, maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan topik: “Uji Perbedaan Hasil Belajar IPS menggunakan model Cooperative Learning dengan Metode Ceramah pada Siswa Kelas IV SD GMIH Paca Tobelo Selatan

Berdasarkan pokok persoalan di atas, maka tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan signifikan hasil belajar IPS menggunakan pembelajaran model cooperative learning dengan metode ceramah di kelas IV SD GMIH Paca Tobelo Selatan.

KAJIAN/TINJAUAN PUSTAKA

Belajar

 Dalam penelitian sangat dibutuhkan dasar teori yang menjelaskan variabel yang akan diteliti. Berikut ini dikemukakan beberapa teori sebagai variabel dalam penelitian ini.

Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat di pandang dari dua subjek, yaitu siswa dan guru. Dari segi siswa, belajar di alami sebagai suatu proses. Siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar. Dari segi guru, proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal.

Gagne (Dimyati & Mudjiono, 1999: 57) ”Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan proses kognitif yang di lakukan oleh peserta didik. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang menguba sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Sedangkan menurut pandangan Piaget, belajar di bentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.

Belajar, sebagai karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain, merupakan aktivitas yang selalu dilakukan sepanjang hayat manusia, bahkan tiada hari tanpa belajar. Atas dasar tersebut para ahli pendidikan dan psikologi berusaha untuk menjelaskan hakikat bagaimana cara siswa belajar sebagaimana ahli sains berusaha menjelaskan hakikat atom, alam semesta, gempa bumi dan sebagainya. Seperti halnya dalam pembelajaran sains terdapat pula teori-teori alternatif baru untuk menjelaskan siswa belajar.

Pada umumnya teori-teori alternatif belajar menitikberatkan pada perubahan tingkah laku ataupun kemampuan sebagai hasil belajarnya. Kimble (Hergenhahn & Olson, 2008), mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen di dalam potensi behavioral (behavioral potentiality) yang terjadi sebagai akibat dari praktik yang diperkuat (reinforced practice).

Definisi belajar Kimble kemudian direvisi oleh Hergenhahn & Olson (2008), sehingga definisi ini lebih netral dalam kaitannya dengan aspek penguatan dan karenanya bisa diterima lebih luas. Belajar adalah perubahan perilaku atau potensi perilaku yang relatif permanen yang berasal dari pengalaman dan tidak bisa dinisbahkan ke keadaan tubuh temporer (temporary body states) seperti keadaan yang disebabkan oleh sakit, keletihan atau obat-obatan.

Menurut Gestaltis (Hergenhahn & Olson, 2008) “Belajar adalah fenomena kognitif. Organisme mulai melihat solusi setelah memikirkan problem. Pembelajaran memikirkan semua unsur yang dibutuhkan untuk memecahkan problem dan menempatkannya bersama (secara kognitif) dalam satu cara dan kemudian ke cara-cara lainnya sampai problem terpecahkan.

Teori belajar Ausubel merupakan sebuah konsep yang mempertimbangkan dampak sebelum belajar, hal ini berbeda dengan behavioristik yang tidak mempertimbangkan pengetahuan baru (konsep dan proposisi) dengan apa yang telah diketahui sebelumnya.

Menurut Ausubel (Dahar, 1988:107) Belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi, yaitu:

1.     Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi disajikan pada siswa, melalui penemuan atau penerimaan. Belajar penerimaan menyajikan materi dalam bentuk final, dan belajar penemuan mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang diajarkan.

2.     Dimensi kedua berkaitan dengan bagaimana cara siswa dapat mengaitkan informasi atau materi pelajaran pada struktur kognitif yang telah dimilikinya, ini berarti belajar haruslah bermakna, di mana materi yang dipelajari diasimilasikan secara non arbitari dan berhubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

Ilmu Pengetahuan Sosial

            Menurut Etin Solihatin & Rahardjo (2006: 14) “Ilmu Pengetahuan Sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara manusia dengan lingkungannya, lingkungan masyarakat di mana anak didik tumbauh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakar”.

“Pendidikan IPS adalah suatu program pendidikan yang memilih bahan pendidikan dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humanity, yang diorganisir dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan” (Wesley, dalam Wahab, 1998: 34). Berdasarkan pengertian ini ditunjukkan bahwa salah satu ciri utama pendidikan IPS adalah kerjasama disiplin ilmu pendidikan dengan disiplin ilmu-ilmu sosial.

Dalam kurikulum Pendidikan Dasar dan Silabus Sekolah Dasar Departemen Pendidikan Nasional (2004:115) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan social yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, sejarah, antropologi dan tata Negara.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelajaran IPS merupakan mata pelajaran yang mempelajari kehidupan manusia dalam masyarakat dengan berbagai aspeknya, tentu tidak dapat dipisahkan seperti ilmu-ilmu social yang membahas dari berbagai sudut pandangnya, seperti sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata Negara dan psikologi social.

Pengertian kooperatif

Artzt dan Newman (Nur Asma, 2006) mengemukakan belajar kooperatif adalah suatu pendekatan yang mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerja sama sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau menyelesaikan suatu tujuan bersama. Sedangkan Davidson dan Kroll, mendefinisikan belajar kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar siswa dalam kelompok kecil yang saling berbagi ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam tugas mereka.

Pada dasarnya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam struktur kerja sama yang terdiri dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih, keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif juga diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok (Solihatin & Raharjo, 2008).

Semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang berkembang dewasa ini dimana pembelajaran kooperatif siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Struktur tujuan kooperatif dikenalkan oleh Muslimin (2006) yakni struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut. Tiap-tiap tujuan individu ikut adil mencapai tujuan tersebut. Dengan arti kata adanya kesadaran bersama kalau dalam pembelajaran kooperatif saling ketergantungan antara satu siswa dengan siswa yang lain. Dalam pembelajaran kooperatif belajar dikatakan belum selesai bila salah satu teman belum menguasai bahan pelajaran.

Adapun unsur-unsur pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Muslimin (2006) adalah sebagai berikut:

1.     Siswa dalam kelompoknya berusaha beranggapan bahwa mereka adalah sehidup sepenanggung bersama.

2.     Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

3.     Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota dalam kelompok memiliki tujuan yang sama.

4.     Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

5.     Siswa akan dikenakan evaluasi atau hadiah yang juga di kenakan bagi anggota kelompok.

6.     Siswa sebagai pemimpin dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama dalam proses belajarnya.

7.     Siswa akan diminta untuk mempertanggungjawabkan secara individu materi yang ditangani dalam kelompok.

METODE PENELITIAN

 Penelitian dirancang sesuai dengan sifat penelitian ini yaitu kuantitatif, maka metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah angket sebagai metode pokok dan wawancara sebagai metode pelengkap, serta metode dokumenter.

Ruang Lingkup Penelitian

            Ruang lingkup penelitian adalah hasil belajar siswa setelah pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning; sedangkan lokasi penelitian adalah SD GMIH Paca yang letaknya di Kecamatan Tobelo Selatan. Untuk maksud itu, peneliti memilih topik penelitian membandingkan secara statistik (uji beda) hasil belajar IPS yang proses pembelajarannya menggunakan model cooperative learning dengan metode lama yaitu metode ceramah. Sebagai yang demikian, hasil belajar yang dimaksud berada dalam ranah kognitif siswa.

Instrumen Penelitian

            Instrumen yang digunakan penulis untuk pengumpulan data adalah:

1.     Angket yaitu untuk memperoleh data sikap siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning yang digunakan guru dalam mengajar IPS.

2.     Dokumenter yaitu untuk memperoleh data hasil belajar siswa.

3.     Wawancara untuk melengkapi data.

Prosedur Pengumpulan Data

            Pengambilan atau pengumpulan data dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

1.     Penyiapan 2 (dua) materi ajar yang akan disampaikan pada siswa sebagai responden dalam sampel.

2.     Materi ajar 1 (pertama) disampaikan dengan menggunakan cara lama (metode ceramah) diikuti dengan post test.

3.     Perekapan nilai sebagai hasil belajar dengan menggunakan metode ceramah

4.     Pembentukan kelompok beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa

5.     Materi ajar 2 (kedua) disampaikan dengan menggunakan model cooperative learning diikuti dengan post test.

6.     Siswa mendiskusikan atau siswa mendalami materi ajar kedua dalam kelompok

7.     Perekapan nilai sebagai hasil belajar dengan menggunakan model cooperative learning

8.     Pengutipan angket (adopsi) dari para ahli.

9.     Penyesuaikan kata dan kalimat

10.  Penyusunan atau pengurutan item dalam angket

11.  Uji coba angket (try out)

12.  Pelaksanaan penelitian yang diawali penjelasan pada responden sebagai sampel

13.  Pengumpulan angket

14.  Tabulasi data, olah dan analisis data

15.  Pengambilan data hasil belajar.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Normalitas Data Sikap terhadap Hasil Belajar

Hasil Belajar dengan Menggunakan Metode Lama (Ceramah)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

 

 

SIKAPTERHADAPMETODELAMA

N

31

Normal Parametersa,,b

Mean

2.97

Std. Deviation

.912

Most Extreme Differences

Absolute

.196

Positive

.196

Negative

-.192

Kolmogorov-Smirnov Z

1.089

Asymp. Sig. (2-tailed)

.187

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

 

H0      : F (x) = F0 (x), dengan F (x) adalah fungsi distribusi suatu populasi yang diwakili oleh sampel, dan F0 (x) adalah fungsi distribusi suatu populasi berdistribusi normal dengan μ = 2,97 dan σ = 0,912 (lihat hasil output SPSS)

H1         : F (x) ≠ F0, (x) atau distribusi populasi tidak normal

Uji dilakukan dua sisi, karena adanya tanda ≠

Pengambilan Keputusan:

o      Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima

o      Jika probabilitas < 0,05, maka H0 diterima

Keputusan:

Terlihat bahwa pada kolom Asymp. Sig/asymptotic signifikance dua sisi adalah 0,187, atau probabilitas di atas 0,05 (0,187 > 0,05). Maka H0 diterima, atau distribusi populasi hasil belajar siswa individu dengan menggunakan metode lama (ceramah) adalah normal

Hasil Belajar dengan Menggunakan Model Cooperative Learning (CL)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

 

 

SIKAPTERHADAPCL

N

31

Normal Parametersa,,b

Mean

3.77

Std. Deviation

1.023

Most Extreme Differences

Absolute

.200

Positive

.162

Negative

-.200

Kolmogorov-Smirnov Z

1.115

Asymp. Sig. (2-tailed)

.166

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

H0      : F (x) = F0 (x), dengan F (x) adalah fungsi distribusi suatu populasi yang diwakili oleh sampel, dan F0 (x) adalah fungsi distribusi suatu populasi berdistribusi normal dengan μ = 3,77 dan σ = 1,023 (lihat hasil output SPSS)

H1         : F (x) ≠ F0, (x) atau distribusi populasi tidak normal

Uji dilakukan dua sisi, karena adanya tanda ≠

Pengambilan Keputusan:

o      Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima

o      Jika probabilitas < 0,05, maka H0 diterima

Keputusan:

Terlihat bahwa pada kolom Asymp. Sig/asymptotic signifikance dua sisi adalah 0,166, atau probabilitas di atas 0,05 (0,166 > 0,05). Maka H0 diterima, atau distribusi populasi hasil belajar siswa individu dengan menggunakan model cooperative learning adalah normal.

Hasil Penelitian Secara Deskriptif

Hasil Belajar Siswa

Item

Hasil Belajar

Mandiri (dengan metode ceramah)

Individu (cooperative learning)

Mean

72.81

75.00

Median

72.00

75.00

Mode

70

75

Std. Deviation

2.868

3.120

Variance

8.228

9.733

Range

12

16

Minimum

68

69

Maximum

80

85

Sum

2257

2325

           

Dari hasil belajar sebagaimana tertuang dalam tabel di atas terlihat bahwa semua item hasil belajar mandiri dengan menggunakan metode ceramah menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan hasil yang diperoleh dalam belajar dengan model cooperative learning. Hal yang perlu ditonjolkan adalah bahwa nilai rata-rata dari 72,81 pada belajar mandiri dengan metode ceramah justru menjadi 75,00 pada pembelajaran yang menggunakan model cooperative learning. Nilai minimal dari 68 menjadi 69, dan maksimum 80 menjadi 85. Akibatnya jumlah nilai dari 31 siswa berubah dari total 2257 menjadi 2325. Sedangkan dalam indikator lainnya, nilai siswa dalam proses pembelajaran menggunakan metode ceramah memiliki frekuensi tertinggi adalah 19 % untuk nilai 70 dan 72; sedangkan dalam pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning, frekuensi tertinggi 19 % justru pada nilai 75 (lihat lampiran).

Sikap terhadap Metode Ceramah dan Model Cooperative Learning

Item

Sikap Siswa

terhadap

metode ceramah

terhadap

model cooperative learning

Mean

2.97

3.77

Median

3.00

4.00

Mode

3

4

Std. Deviation

.912

1.023

Variance

.832

1.047

Range

4

3

Minimum

1

2

Maximum

5

5

Sum

92

117

 

Sikap siswa terhadap metode dan model belajar sebagaimana tertuang dalam tabel di atas terlihat bahwa semua item sikap terhadap penggunaan metode ceramah menunjukkan hasil yang lebih rendah (kurang diminati) dibandingkan sikap terhadap belajar dengan model cooperative learning. Hal yang menarik adalah bahwa nilai minimum untuk metode ceramah adalah 1 sedangkan untuk model cooperative learning adalah 2. Angka 1 menunjukkan sikap sangat tidak suka, 2 tidak suka, 3 cukup suka, 4 suka, dan 5 sangat suka. Artinya, tidak satu siswapun yang memilih kategori sangat tidak suka pada pembelajaran yang gunakan model cooperative learning, sedangkan pada metode cerama pilihan tersebut ada. Memang semua pilihan terhadap kategori yang ada berdampak pada jumlah total, yang mana terlihat bahwa jumlah total sikap siswa terhadap kedua cara atau metode ataupun model mengajar tersebut menunjukkan hasil yang jauh berbeda, 92 untuk yang menggunakan metode ceramah dan 117 untuk penggunaan model cooperative learning

Hipotesis

H0      : Nilai siswa jika ia belajar secara individu atau mandiri tidak berbeda dengan jika ia belajar dalam kelompok

H1      : Nilai siswa jika ia belajar secara individu atau mandiri berbeda secara signifikan dengan jika ia belajar dalam kelompok

 

 

 

Pengambilan Keputusan

Dari 31 data, pada output SPSS terlihat ada 6 data dengan perbedaan negatif, 20 data dengan perbedaan positif, dan 5 data dengan perbedaan data nol(pasangan data sama nilainya atau ties)

Oleh karena dalam output hanya menyajikan nilai probabilitas, maka pengambilan keputusan cukup berdasarkan probabilitas saja.

·               Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima

·               Jika probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak

Keputusan

Terlihat bahwa pada kolom Asym.Sig (2-tailed) untuk uji dua sisi adalah 0,011. Di sini diperoleh probabilitas di bawah 0,05 (0,011<0,05. Maka H0 ditolak atau sesungguhnya ada perbedaan yang signifikan pada nilai hasil belajar siswa yang belajar mandiri secara individu dengan hasil belajar siswa yang belajar dalam (secara) kelompok.

Pembahasan

Sebelum peneliti membahas lebih jauh tentang model atau metode pembelajaran terlebih dahulu peneliti membahas faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, pembaca mempunyai gambaran tentang hal-hal yang mempengaruhi hasil belajar.

 Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi tiga macam:

Faktor Internal

Adapun faktor internal yang dimaksud adalah hal-hal yang bersumber dari diri siswa. Motivasi mendapatkan hasil belajar yang optimal, minat belajar, kondisi fisologis maupun psikologis siswa, dan hal-hal lainnya yang merupakan faktor bawaan atau raw input dalam proses pembelajaran.

Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani yang menandai tingkat kebugaran tubuh organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi yang disertai dengan pusing kepala berat misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang di pelajaripun kurang dan tidak berbeda. Untuk itu siswa dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi serta dianjurkan juga untuk memilih pola istirahat dan olahraga yang ringan untuk tetap menjaga kebugaran organ-organ tubuh, dengan selalu menjaga kesehatan tubuh dengan sendirinya dapat meningkatkan semangat belajar siswa itu sendiri.

Aspek Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohanian siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut: 1) Tingkat kecerdasan/intelegensi siswa, 2)Sikap siswa, dan 3) Motivasi siswa

Faktor Eksternal

Hal yang merupakan aspek eksternal siswa yang berperan menciptakan hasil belajar yang optimal adalah hal berupa instrumental input seperti sarana dan prasarana pendidikan, bangunan sekolah, meja, kursi, bahkan perangkat lunak seperti kurikulum, modul dan lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa faktor environmental input (lingkungan sekolah), kondisi sosial budaya dan ekonomi keluargapun ikut menentukan hasil belajar siswa.

Lingkungan Sosial

Ungkapan sosial seperti guru, staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar siswa para guru yang selalu menunjukkan sikap perilaku yang simpatik dan memperlihatkan sifat teladan yang baik dan rajin dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.

Selanjutnya yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat di lingkungan rumah (slum area) yang serba kekurangan dan anak-anak pengangguran misalnya, akan sangat mempengaruhi aktifitas belajar siswa. Tetapi lingkungan yang paling banyak berpengaruh kegiatan belajar adalah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.

Lingkungan Nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang dikarenakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan siswa.

Faktor Pendekatan Belajar

Pendekatan belajar, dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.

Disamping sebagai faktor-faktor internal siswa sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa tertentu Syah, 2002), misalnya pendekatan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Hal ini mungkin saja karena pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang terstuktur dan sistematis, di mana kelompok-kelompok terkecil bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Metode dan atau model pembelajaran berfungsi untuk memberikan situasi pembelajaran yang tersusun rapi sehingga memberikan suatu aktivitas kepada siswa guna mencapai tujuan pembelajaran yang pada akhirnya mendapatkan hasil belajar yang optimal. Artinya, model pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran, misalnya cooperative learning merupakan strategi yang digunakan oleh guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal (Isjoni, 200: 8).

Cooperative learning adalah strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam model ini, kemampuan berbeda dari siswa tidak dipersoalkan karena setiap siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pada saat yang sama guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator aktivitas siswa. Dalam situasi demikian, siswa dapat belajar secara berkelompok yang di dalamnya dapat tercipta rasa saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan pada teman lainnya untuk mengemukakan gagasan untuk selanjutnya dapat dijadikan pendapat kelompok.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat beberapa ahli yang menyatakan bahwa pembelajaran penggunaan cooperative learning tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman dalam memahami materi ajar. Dalam proses pembelajaran yang menggunakan model cooperative learning, siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi antar pribadi secara berkualitas yang berdampak dapat memotivasi siswa meningkatkan hasil belajarnya (Isjoni, 2011:13).

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dan dikokohkan dengan berbagai pendapat para ahli, maka proses pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat (sharing input). Selain itu siswa diajakan cara pemecahan masalah secara bersama baik masalah karena kekurangpemahaman terhadap materi ajar juga karena kurang komunikatifnya anggota kelompok.

Hal itu menunjukkan bahwa cooperative learning sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerjasama dan saling tolong-menolong mengatasi tugas yang dihadapi dan tanggungjawab yang harus diselesaikannya.

PENUTUP

Merujuk pada analisis dan bahasan analisis dalam Bab terdahulu, maka Bab Penutup ini akan memuat simpulan dan saran.

Kesimpulan

Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan adanya perbedaan positif yang signifikan hasil belajar antara pembelajaran yang menggunakan model cooperative learning dan pembelajaran yang menggunakan metode ceramah dalam mana cooperative learning menunjukkan hasil belajar siswa yang lebih baik

Saran

Penelitian ini perlu dilanjutkan dengan penelitian serupa dengan upaya memperluas kegiatan belajar siswa dalam kelompok. Artinya, untuk mendapatkan hasil belajar dalam kelompok, perlu mengidentifikasi nama kelompok, nama anggota kelompok, ketrampilan bekerja sama maupun fungsi setiap anggota dalam kelompok.

Penelitian ini membawa implikasi bahwa proses pembelajaran yang selama ini dilakukan hanya menggunakan metode ceramah sebagai cara yang dominan dalam menyampaikan materi ajar, perlu diganti atau diubah penyampaiannya dengan pola pembelajaran menggunakan model cooperative learning. Tujuan adalah agar setiap siswa mendapatkan pengalaman belajar yang memungkinkannya mendapatkan hasil belajar optimal.

Adapun saran yang bisa disampaikan untuk guru dan sekolah adalah agar perlu dikembangkan atau diterapkannya proses pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning dalam rangka mendapatkan proses pembelajaran yang bermuara pada peningkatan pemahaman siswa terhadap materi ajar yang berakibat diperolehnya hasil belajar yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak. (2004). Psikologi Belajar., Jakarta: Rineka Cipta.

Anitah, W. Sri., 2009., Strategi Pembelajaran di SD., Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.

Arends, Richard I. (1997). Classroom Instruction and Management: New York: Mc-Graw Hill

Arief. (2008). Guru dan Hasil Belajar. http://www.mff.org.com. Diakses pada tanggal 23 Februari 2012 jam 07.00 WIT.

Arikunto S. (2006). Dasar Evaluasi Pendidikan., Jakarta:Bumi Aksara.       

Dahar, (1988). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta

Davidson & Kroll. (1985). Small-group learning and teching in matematic: A selective review of research, In R. E. Slavin, at all. Learning to cooperate, cooperating to learn. New York: Plenum

Dimyati dan Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran., Jakarta: Rineka Cipta

Edgar B. Wesley. 2004. Impact of cooperative learning experiences on cross-ethnic relations and attitudes. Journal of social issues.

Eggen and Kauchak. 1996. Peer Interaction and learning in small group. International journal of educational Research. New York: Cambridge University Press.

Etin Solihatin dan Raharjo,(2005). Cooperatif Learning., Jakarta: Bumi Aksara

Hadiat (2004). Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal, Yokyakarta: Kanisius

Hergenhahn & Olson. (2008). Definisi Belajar. http://www.mff.org.com. Diakses pada tanggal 11 Februari 2012 jam 13.00 wit.

Ihalauw, Jhon J.O.I. (2003). Bangunan Teori., Salatiga: Fakultas Ekonomi UKSW

I, Muslimin. (2006). Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Konsep Dasar dan Implementasinya. Surabaya: Unesa University Pres.

Isjoni., 2011., Cooperative Learning: Efektivitas Pembelajaran Kelompok., Bandung: Alfa Beta

Nur, Asma. (2006). Pembelajaran Kooperatif., Jakarta: Kencana.

Piaget, J. 1979. The language and though of the child., New York: Harcount, Brace

Riduwan dan Akdon., (2008). Rumus dan Data dalam Analisis Statistika., Bandung: Alfabeta

Sindunata (ed)., (2000). Relevansi Kurikulum Pendidikan Masa Depan dalam Membuka Masa Depan Anak-Anak Kita: Mencari Kurikulum Pendidikan Abad XXI., Yokyakarta: Kanisius

Siregar, E dan Nara, H., 2010., Teori Belajar dan Pembelajaran., Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia

Slameto., 2010., Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya., Jakarta: P.T Rineka Cipta

Slavin, R. E. (1983). When does cooperative learning increase student achievement ? Psycological Bulletin.

Solihatin, Etin dan Raharjo. (2007). Cooperatif Learning Analisis Model Pembelajaran IPS., Jakarta: Bumi Aksara.

____(2008). Pembelajaran Kooperatif., Jakarta: Kencana

Subiyanto. (1988). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif., Jakarta: Rineka Cipta

Suprijono, A. (2009). Cooperatif learning. Yokyakarta: Pustaka Pelajar

Syah, M. (2005). Psikologi Belajar., Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Wahyudin. (2004). Psikologi Belajar., Jakarta: Rajawali Press.