UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn MATERI KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn
MATERI KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING PADA SISWA KELAS 5 SEKOLAH DASAR NEGERI 02 PASEBAN KECAMATAN JUMAPOLO KABUPATEN KARANGANYAR
SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Rohtri Rahayu
Sekolah Dasar Negeri 02 Paseban Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar PKn materi Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 02 Paseban Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Subjek penelitiannya adalah siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 02 Paseban Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 17 siswa. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan selama 3 bulan, mulai bulan Agustus sampai Oktober 2015 dari tahap persiapan sampai tahap pelaporan melalui 2 siklus. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes. Sedangkan teknik analisis data adalah teknik deskriptif kualitatif dari setiap siklus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai hasil belajar PKn materi Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diperoleh sebelum tindakan rata-ratanya adalah 59,5 sedangkan nilai hasil belajar PKn materi Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada siklus I adalah 64,6, siklus II nilai rata-rata adalah 76,6. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil PKn materi Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 02 Paseban Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karanganyar Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Problem Based Learning, Hasil Belajar PKn, SDN Paseban 02.
PENDAHULUAN
Pemerintah berusaha untuk mem-bina dan membangun peserta didik diantaranya melalui jalur pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan dalam keluarga atau masyarakat. Pendidik-an formal di samping mencerdaskan kehidupan bangsa, sekaligus akan meningkatkan harkat dan martabat atau kepribadian manusia. Melalui pendidikan formal itulah diharapkan dapat tercapai peningkatan kehidupan manusia ke arah yang lebih baik. Pendidikan formal menekankan pendidikan akademik dan non akademik. Penentuan keberhasilan siswa diawali adanya nilai hasil belajar yang dilaksanakan setelah menyelesaikan satu atau lebih dari kompetensi dasar sebagai penentu keberhasilan proses pembelajaran.
PendidikanKewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memfo-kuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksana-kan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga Negara yang baik, yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengalaman selama ini, untuk pelajaran PKn siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Siswa cenderung tidak begitu tertarik dengan pelajaran PKn karena selama ini pelajaran PKn dianggap sebagai pelajaran yang hanya mementingkan hafalan semata, kurang menekankan aspek penalaran sehingga menyebabkan rendahnya minat belajar PKn siswa di sekolah.
Metode ceramah yang diperguna-kan dalam pembelajaran PKn selama ini menyebabkan siswa terpaku mendengar-kan cerita dan betul-betul membosankan, situasi pembelajaran diarahkan pada learning to know, dan permasalahan yang disampaikan cenderung bersifat akademik (book oriented) tidak mengacu pada masalah-masalah kontektual yang dekat dengan kehidupan siswa sehingga pembelajaran PKn menjadi kurang bermak-na bagi siswa. Hal ini tampak pada rendahnya partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan prestasi belajar PKn kurang memuaskan.
Dari masalah-masalah yang dikemukakan di atas, perlu dicari strategi baru dalam pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada siswa (Focus on Learners), memberikan pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan nyata (provi-de relevant and contextualized subject matter) dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada siswa. Disinilah guru dituntut untuk merancang kegiatan pembelajaran yang mampu mengembang-kan kompetensi, baik dalam ranah kognitif, ranah afektif maupun psikomotorik siswa (Budimansyah, 2002).
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan prestasi belajar siswa karena melalui pembelajaran ini siswa belajar bagaimana menggunakan konsep dan proses interaksi untuk menilai apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang ingin diketahui, mengumpulkan informasi dan secara kolaborasi mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
Strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dan peciptaan suasana yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran PKn. Dalam hal ini penulis memilih model “pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dalam meningkatkan kemampuan memecahkan masalah pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam mata pelajaran PKn.
Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu proses belajar mengajar di dalam kelas di mana siswa terlebih dahulu diminta mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul, setelah itu tugas guru adalah merangsang untuk berfikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan persfektif yang berbeda diantara mereka.
Menurut Barrows (1996) bahwa pembelajaran aktif dengan menciptakan suatu kondisi dimana siswa dapat berperan berpartisipasi dalam pembelajaran, sedang-kan guru bertindak sebagai fasilitator. Pembelajaran harus dibuat dalam suatu kondisi yang menyenangkan sehingga siswa akan terus termotivasi dari awal sampai akhir kegiatan belajar mengajar (KBM). Dalam hal ini pembelajaran dengan Problem Based Learning sebagai salah satu bagian dari pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan guru di sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran PKn.
KAJIAN TEORI DAN STUDI PUSTAKA
Pengertian Belajar
Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan akumulatif, mengarah kepada kesempurna-an, misalnya dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengeta-huan (cognitive domain), aspek afektif (afektive domain) maupun aspek psikomo-torik (psychomotoric domain). Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Belajar merupakan proses per-ubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang melalui penguatan (reinforce-ment) sehingga terjadi perubahan yang bersifat permanen dan persisten pada dirinya sebagai hasil pengalaman (Learning is a change of behaviour as a result of experience) (Ali, 2000: 24).
Ada empat pilar belajar yang dikemukakan oleh UNESCO (dalam Heller, 1992, 5), yaitu:
1) Learning to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang memungkinkan sis-wa menguasai tehnik menemukan pengetahuan dan bukan semata-mata hanya memperoleh pengetahuan.
2) Learning to do adalah pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk melaksanakan Controlling, Monitoring, Maintening, Designing, Organizing. Belajar dengan melakukan sesuatu dalam potensi yang kongkret tidak hanya terbatas pada kemampuan mekanistis, melainkan juga meliputi kemampuan berkomunikasi, bekerjasa-ma dengan orang lain serta mengelola dan mengatasi konflik
3) Learning to live together adalah membekali kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, saling pengertian dan tanpa prasangka.
4) Learning to be adalah keberhasilan pembelajaran yang untuk mencapai tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua dan ketiga. Tiga pilar tersebut ditujuk-an bagi lahirnya siswa yang mampu mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahuan yang mampu meme-cahkan masalah, bekerjasama, ber-tenggang rasa, dan toleransi terhadap perbedaan. Bila ketiganya behasil dengan memuaskan akan menumbuh-kan percaya diri pada siswa sehingga menjadi manusia yang mampu menge-nal dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki kemantapan emosio-nal dan intelektual, yang dapat me-ngendalikan dirinya dengan konsisten, yang disebut emotional intelegence (kecerdasan emosi).
Belajar berupa perubahan perilaku pada individu di sekolah, perubahan itu terjadi setelah individu yang bersangkutan mengalami proses belajar mengajar tertentu. Menurut Poerwodarminto “hasil adalah sesuatu yang telah dicapai, dilaku-kan atau dikerjakan“ (1998:76). Menurut Ngalim Purwanto hasil belajar adalah “perubahan dalam pribadinya yang menya-takan diri sebagai pola baru daripada reaksi diri yang berupa kecakapan, sikap, atau kebiasaan, kepandaian atau suatu pengabdian” (1998: 86).
Dari pengertian di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa dari suatu proses belajar mengajar yang dilakukan sehingga menimbulkan reaksi berupa kecakapan, sikap, kepandaian, kebiasaan, atau suatu pengabdian. Prestasi belajar secara konkret dilihat dari hasil nilainya. Namun dalam cakupan yang lebih luas, prestasi dilihat dari perubahan yang terjadi pada diri siswa.
Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan akumulatif, megarah kepada kesmpurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (cognitive domain), aspek afektif (afektive domain) maupun aspek psikomotorik (psychomotoric domain). Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.
Mengukur Hasil Belajar
Dalam rangka untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang kriteria cara mengukur hasil belajar siswa dalam rangka mencapai standar mutu pendidikan Nasio-nal perlu diatur pelaksanaan penilaian. Penilaian dalam kontek belajar mengajar menjadi tanggungjawab lembaga pendidik-an merupakan kegiatan yang perlu direncanakan dan diatur sejalan dengan kurikulum yang berlaku maka perlu disusun petunjuk pelaksanaan penilaian guna memandu guru dalam menyelenggarakan kurikulum secara utuh. Pelaksanaan kriteria cara menentukan hasil belajar meliputi teknik pemberian angka, pengolahan dan analisis hasil penilaian serta penyususunan soal. Pengertian penilaian terlebih dahulu nilai merupakan harga atau harga sesuatu sebagai alat ukur. Sesuatu dikatakan memiliki nilai jika sesuatu itu berguna, benar, baik, indah dan religius. Nilai dapat dibagi menjadi tiga yaitu nilai material, vital dan kerohanian. Penilaian adalah merupa-kan kegiatan untuk memberikan harga sesuatu dengan cara menghubungkan dengan sesuatu yang lain. Dalam proses pembelajaran penilaian merupakan suatu usaha untuk memperoleh informasi tentang perolehan belajar siswa secara menyeluruh baik pengetahuan atau konsep, sikap dan nilai angka. Segala rangsangan yang tidak ada hubungannya dengan objek yang diperhatikan harus dikesampingkan mem-batasi atau melingkupi aktivitas kejiwaan.
Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar.
Hasil belajar siswa dapat di-pengaruhi oleh dua faktor sebagai berikut:
a. Faktor individual, merupakan faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri seperti keadaan panca indera, minat, motivasi, kecerdasan.
b. “Faktor sosial, merupakan faktor yang ada di luar individu tersebut seperti lingkungan sekolah sebagai sistem sosial dan lembaga pendidikan formal, dan lingkungan keluarga, lingkungan alam dan masyarakat” Ngalim Purwanto (2003:102).
Perlakuan pada kegiatan dalam pembelajaran diharapkan lebih banyak mengadakan praktik atau penelitian melalui penggunaan alat peraga. “Keterlibatan anak-anak secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar sangat diperlukan, agar belajar menjadi efektif dan dapat mencapai hasil yang diinginkan” Uzer Usman (2002:22).
Dalam hukum latihan yang dikemukakan oleh Thorndike diterangkan bahwa latihan memperkuat hubungan antara stimulus dengan respon dan makin banyak hubungan itu makin sempurna. Bila tidak pernah atau kurang latihan, maka makin lama hubungan stimulus dengan respon makin lemah . Implikasi hukum ini dalam proses belajar mengajar sangat tepat karena bagaimanapun hasil belajar itu hanya akan dapat dicapai dan ditingkatkan bilamana ditunjang oleh latihan yang besar dan intensif.
Pengertian Pendidikan Kewarganega-raan
Barrows, (1996) berpendapat bahwa Pendidikan kewarganegaraan ada-lah sebagai wahana untuk mengem-bangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelajaran PKn dalam rangka “nation and character building”:
PKn merupakan bidang kajian kewarganegaraan yang ditopang berbagai disiplin ilmu yang releven, yaitu: ilmu politik, hukum, sosiologi, antropologi, psokoliogi dan disiplin ilmu lainnya yang digunakan sebagai landasan untuk melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep, nilai dan perilaku demokrasi warganegara.
PKn dapat mengembangkan daya nalar (state of mind) bagi para peserta didik. Pengembangan karakter bangsa merupakan proses pengembangan warga-negara yang cerdas dan berdaya nalar tinggi. PKn memusatkan perhatiannya pada pengembangan kecerdasan warga negara (civic intelegence) sebagai landasan pengembangan nilai dan perilaku demokrasi.
PKn adalah sebagai suatu proses pencerdasan, maka pendekatan pembela-jaran yang digunakan adalah yang lebih inspiratif dan partisipatif dengan menekan-kan pelatihan penggunaan logika dan pealaran. Untuk menfasilitasi pembelajaran PKn yang efektif dikembangkan bahan pembelajaran yang interaktif yang dikemas dalam berbagai paket seperti bahan belajar tercetak, terekam, tersiar, elektronik, dan bahan belajar yang digali dari lingkungan masyarakat sebagai pengalaman langsung (hand of experience).
PKn sebagai kelas laboratorium demokrasi. Melalui PKn, pemahaman sikap dan perilaku demokratis dikembangkan bukan semata-mata melalui ‘mengajar demokrasi” (teaching democracy), tetapi melalui model pembelajaran yang secara langsung menerapkan cara hidup secara demokrasi (doing democracy). Penilaian bukan semata-mata dimaksudkan sebagai alat kendali mutu tetapi juga sebagai alat untuk memberikan bantuan belajar bagi siswa sehingga lebih dapat berhasil dimasa depan. Evaluasi dilakukan secara menyeluruh termasuk portofolio siswa dan evaluasi diri yang lebih berbasis kelas.
Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model Pembelajaran Problem Based Learning adalah suatu proses belajar mengajar di dalam kelas di mana siswa terlebih dahulu diminta mengobservasi suatu fenomena. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalah-an yang muncul, setelah itu tugas guru adalah merangsang untuk berfikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan persfektif yang berbeda diantara mereka. Pembelajaran berlangung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, menemukan dan mendiskusikan masalah serta mencari pemecahan masalah, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Siswa megerti apa makna belajar, apa manfaatya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Siswa terbiasa memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergumul dengan ide-ide.
Dalam Model Pembelajaran Problem Based Learning tugas guru meng-atur strategi belajar, membantu menghu-bungkan pengetahuan lama dengan pnge-tahuan baru, dan memfasilitasi belajar. Anak harus tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan dan keteram-pilan yang diperolehnya untuk memecah-kan masalah dalam kehidupannya.
Model pembelajaran berbasis masalah memiliki sejumlah karateristik yang membedakannya dengan model pembelajaran yang lainnya yaitu 1) pembelajaran bersifat student centered, 2) pembelajaran terjadi pada kelompok-kelompok kecil, 3) guru berperan sebagai fasilitator dan moderator, 4) masalah menjadi fokus dan merupakan sarana untuk mengembangkan ketrampilan problem solving, 5) informasi-informasi baru diperoleh dari belajar mandiri (self directed learning) (Barrows, 1996). Dalam pendekatan problem based learning, siswa disuguhi permasalahan setelah mereka dipresentasikan informasi-informasi mengenai materi pelajaran dengan demikian siswamungkin tidak mengetahui mengapa mereka belajar tentang apa yang dipelajari.
Metodologi Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini adalah di SD Negeri 02 Paseban Kecamatan Juma-polo Kabupaten Karanganyar semester I tahun pelajaran 2015/2016 pada kelas 5 yang berjumlah 17 siswa. Penelitian ini dilakukan karena hasil belajar PKn masih tergolong rendah. Karena penelitian ini populasinya 17 siswa, dan semua dijadikan sampel maka penelitian ini disebut sebagai penelitian populasi ( Suharsimi Arikunto, 2006: 69).
Penelitian ini dimulai dari tahap persiapan sampai pelaporan hasil penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Agustus – Oktober 2015. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tes, observasi, dan dokumentasi. Setelah data terkumpul dianalisis. Teknik analisis data mengunakan teknik deskriptif kualitatif.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil aktivitas siswa dan prestasi belajar pada pre-test (data awal) dan hasil pelaksanaan siklus I dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1 Data aktivitas siswa yang relevan dengan pembelajaran pada Nilai Awal dan Siklus I
No |
Indikator |
Jumlah Siswa |
Prosentase |
||
Nilai Awal |
Siklus I |
Nilai Awal |
Siklus I |
||
1 |
Keberanian siswa dalam bertanya dan mengemukakan pendapat |
4 |
8 |
23,5% |
47% |
2 |
Motivasi dan kegairahan dalam mengikuti pembelajaran (meyelesaikan tugas mandiri atau tugas kelompok ) |
8 |
10 |
47% |
58,8% |
3 |
Interaksi siswa dalam mengikuti diskusi kelompok |
8 |
12 |
47% |
70,5% |
4 |
Hubungan siswa dengan guru selama kegiatan pembelajaran |
9 |
14 |
52% |
82,4% |
5 |
Hubungan siswa dengan siswa lain selama pembelajaran (dalam kerja kelompok) |
7 |
12 |
41% |
70,5% |
6 |
Partisipasi siswa dalam pembelajaran (memperhatikan), ikut melakukan kegiatan kelompok, selalu mengikuti petunjuk guru). |
5 |
10 |
29% |
58,8% |
|
Rata -Rata |
6,8 |
11,2 |
40% |
65,8% |
Berdasarkan tabel 1 di atas, terlihat bahwa aktivitas siswa yang relevan dengan kegiatan pembelajaran pada siklus 1 mengalami peningkatan dibandingkan dengan Nilai Awal yaitu sebesar 25,8%.
Data pemahaman siswa tentang masalah pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ketuntasan belajar dari siklus ke siklus dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut.
Tabel 2 Data Pemahaman Siswa tentang masalah pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ketuntasan belajar siswa pada Nilai Awal dan Siklus I
No |
Indikator |
Ketercapaian |
|
Nilai Awal |
Siklus I |
||
1 |
Nilai Rata-rata pemahaman keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia |
59,5 |
64,6 |
2 |
Siswa yang telah tuntas |
5 |
10 |
3 |
Siswa yang belum tuntas |
12 |
7 |
Berdasarkan tabel di atas, nilai rata-rata pemahaman siswa tentang masalah pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami peningkatan dari nilai awal ke siklus 1 sebesar 13,8, begitu juga prosentase siswa yang mencapai ketuntasan belajar meningkat dari nilai awal ke siklus 1 sebesar 19%. Ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 59,5% atau 10 siswa.
Pelaksanaan tindakan pada siklus kedua ini difokuskan pada upaya untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam KBM secara keseluruhan, terampil dan sistematis dalam mengemukakan ide, pertanyaan maupun jawaban berdasarkan teori dan pengalaman belajar yang dimiliki.
Hasil tindakan pada siklus II, menunjukkan bahwa:
a. Siswa telah mampu memberikan con-toh-contoh riil dalam mengungkapkan fenomena aktual dalam masyarakat sehubungan dengan permasalahan yang dibahas. Upaya pengungkapan ide dan simpulan permasalahan terurai secara sistematis dan operasional sehingga proses pembelajaran berlang-sung dalam suasana yang kondusif.
b. Diskusi kelas berlangsung secara demokratis (tidak lagi didominasi oleh siswa tertentu) dengan bobot pertanyaan, jawaban dan saran telah lebih baik yang merupakan integrasi dari sejumlah konsep dan teori yang telah dipelajari.
c. Siswa telah mampu merumuskan hasil diskusi serta membuat prediksi-prediksi berdasarkan asumsi-asumsi tertentu.
d. Dilihat dari hasil belajar juga mengalami yang cukup siginifikan yakni rata-rata siklus I 64,6 menjadi 76,6 (nilai siklus II) terjadi peningkatan 17,1%.
Table 3 Data aktivitas siswa yang relevan dengan pembelajaran pada Siklus I dengan Siklus II
No |
Indikator |
Jumlah Siswa |
Prosentase |
||
Siklus I |
Siklus II |
Siklus I |
Siklus II |
||
1 |
Keberanian siswa dalam bertanya dan mengemukakan pendapat |
8 |
15 |
47% |
88% |
2 |
Motivasi dan kegairahan dalam mengikuti pembelajaran (meyelesaikan tugas mandiri atau tugas kelompok ) |
10 |
15 |
58,8% |
88% |
3 |
Interaksi siswa dalam mengikuti diskusi kelompok |
12 |
14 |
70,5% |
82,4% |
4 |
Hubungan siswa dengan guru selama kegiatan pembelajaran |
14 |
15 |
82,4% |
88% |
5 |
Hubungan siswa dengan siswa lain selama pembelajaran (dalam kerja kelompok) |
12 |
15 |
70,5% |
88% |
6 |
Partisipasi siswa dalam pembelajaran (memperhatikan), ikut melakukan kegiatan kelompok, selalu mengikuti petunjuk guru). |
10 |
14 |
58,8% |
82,4% |
|
Rata -Rata |
11,2 |
14,6 |
65,8% |
85,9% |
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa aktivitas siswa yang relevan dengan kegiatan pembelajaran pada siklus 2 mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus1 yaitu sebesar 20%. Selanjutnya data aktivitas siswa yang kurang relevan dengan pembelajaran terlihat pada tabel 5.
Tabel 4 Data Aktivitas Siswa yang kurang relevan dengan pembelajaran pada Siklus I dengan Siklus II
No |
Indikator |
Jumlah Siswa |
Prosentase |
||
Siklus I |
Siklus II |
Siklus I |
Siklus II |
||
1 |
Tidak memperhatikan penjelasan guru |
7 |
3 |
41% |
17% |
2 |
Mengobrol dengan teman |
7 |
2 |
41% |
11,8% |
3 |
Mengerjakan tugas lain |
5 |
3 |
29% |
17% |
|
Rata-rata |
6,3 |
2,6 |
37% |
15% |
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa aktivitas siswa yang kurang relevan dengan kegiatan pembelajaran pada siklus 2 mengalami penurunan dibandingkan dengan siklus 1 yaitu sebesar 22%.
Data pemahaman siswa tentang masalah pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ketuntasan belajar dari siklus ke siklus dapat dilihat pada tabel 6 sebagai berikut.
Tabel 5 Data Pemahaman Siswa tentang masalah pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ketuntasan belajar siswa pada Siklus I dengan Siklus II
No |
Indikator |
Ketercapaian |
|
Siklus I |
Siklus II |
||
1 |
Nilai Rata-rata pemahaman keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia |
64,6 |
76,6 |
2 |
Siswa yang telah tuntas |
10 |
14 |
3 |
Siswa yang belum tuntas |
7 |
3 |
Berdasarkan tabel di atas, nilai rata-rata pemahaman siswa tentang masalah pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2, begitu juga prosentase siswa yang mencapai ketuntasan belajar meningkat dari siklus 1 ke siklus2 sebesar 23,6% sehingga ketuntasan belajar siswa pada siswa pada siklus II sebanyak 14 siswa atau 82,4%.
Pembahasan
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan prestasi belajar siswa karena melalui pembelajaran ini siswa belajar bagaimana menggunakan konsep dan proses interaksi untuk menilai apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang ingin diketahui, mengumpulkan informasi dan secara kolaborasi mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
Siklus pertama dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan. Siswa dibagi menjadi empat kelompok dengan masing-masing kelompok beranggotakan 4–5 orang. Setiap anggota kelompok diberi lembaran kasus yang telah disediakan oleh guru. Tiap-tiap kelompok melakukan pembahasan dengan mengacu kepada buku pegangan dan Undang Undang Dasar 1945 (yang telah diamandemen).
Hasil pengamatan guru menunjukkan bahwa siswa terlihat antusias dalam mengajukan pertanyaan dan memberikan argumentasi.
Berdasarkan data di atas dapat diketahui keberanian siswa bertanya dan mengemukakan pendapat, rerata perolehan skor pada siklus pertama 47% menjadi 88%, mengalami kenaikan 41%. Begitupun dalam indikator motivasi dan kegairahan dalam mengikuti pembelajaran pada siklus pertama rata-rata 58,8% dan pada siklus kedus 88% mengalami kenaikan 30,8%. Dalam indikator interaksi siswa selama mengikuti diskusi kelompok pada siklus pertama 70,5% dan pada siklus kedua 82,4% mengalami kenaikan sebesar 12%. Dalam indikator hubungan siswa dengan guru selama kegiatan pembelajaran, pada siklus pertama 82,4% dan pada siklus kedua 88% mengalami kenaikan sebesar 5,6%. Dalam indikator hubungan siswa dengan siswa, pada siklus pertama 70,5% sedangkan pada siklus kedua 88% mengalami kenaikan sebesar 17,5%. Dalam indikator partisipasi siswa dalam pembelajaran terlihat pada siklus pertama 58,8%, sedangkan pada siklus kedua 82,4% mengalami kenaikan sebesar 23,6%.
Melalui model pembelajaran problem based learning ini terlihat hubungan siswa dengan guru sangat akrab karena guru tidak dianggap sosok yang menakutkan tetapi sebagai fasilitator dan mitra untuk berbagi pengalaman. Dengan model pembelajaran problem based learning guru hanya mengarahkan strategi yang efektif dan efisien yaitu belajar bagaimana cara belajar (learning how to learn). Dalam metode learning how to learn, guru hanya sebagai guide (pemberi arah atau petunjuk) untuk membantu siswa jika menemukan kesulitan dalam mempelajari dan menyelesaikan masalah. Melalui metode learning how to learn siswa dapat mengeksplorasi dan mengkaji setiap persoalan
Dalam model pembelajaran pro-blem based learning, guru dapat meng-amati karakteristik atau gaya belajar masing-masing siswa. Ada kelompok siswa yang lebih suka membaca daripada dibacakan kasusnya oleh orang lain. Siswa yang lebih suka membacakan kasus dalam hal ini tergolong kepada siswa yang memiliki potensi atau modalitas visual (gaya belajar visual). Sedangkan siswa yang lebih suka berdialog, mendengarkan terlebih dahulu cara siswa yang lain sewaktu menyampaikan pendapatnya, baru kemudian menyampaikan pendapatnya .siswa yang dengan lugas, lincah dan fleksibel, selain melihat, mendengar uraian dari siswa yang lain, dia juga mengakomodir semua permasalahan, mampu membuktikan teori ke dalam praktek, mampu memecahkan masalah secara rasional.
Simpulan
Simpulan dari hasil penelitian adalah bahwa peningkatan prestasi hasil belajar dapat dilakukan melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dalam mata pelajaran PKn materi Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada siswa kelas 5 SD Negeri 02 Paseban Kecamatan Jumapolo Kabupaten Karang-anyar Semester I Tahun Pelajaran 2015/ 2016.
Hal ini ditandai dari hasil perolehan nilai rata-rata siswa dalam pembelajaran PKn yang selalu mengalami peningkatan dari sebelum tindakan dan setelah tindakan dalam tiap siklusnya. Hasil tersebut adalah sebagai berikut:
a. Skor rerata keberanian siswa bertanya dan mengemukakan pendapat, rerata perolehan skor pada siklus pertama 47% menjadi 88% mengalami kenaik-an 41%
b. Skor rerata motivasi dan kegairahan dalam mengikuti pembelajaran pada siklus pertama rata-rata58,8%. Dan pada siklus kedua 88%, mengalami kenaikan 29,2%
c. Skor rerata interaksi siswa selama mengikuti diskusi kelompok pada siklus pertama 70,5% dan pada siklus kedua 82,4%, mengalami kenaikan sebesar 11,9%
d. Skor rerata hubungan siswa dengan guru selama kegiatan pembelajaran, pada siklus pertama 82,4% dan pada siklus kedua 88% mengalami kenaikan sebesar 5,6%
e. Skor rerata hubungan siswa dengan siswa, pada siklus pertama 70,5% sedangkan pada siklus kedua 88% mengalami kenaikan sebesar 17,5%
f. Skor rerata partisipasi siswa dalam pembelajaran terlihat pada siklus pertama 58,8%, sedangkan pada siklus kedua 82,4% mengalami kenaikan sebesar 23,6%
g. Hasil prestasi belajar mengalami peningkatan yang cukup siknifikan yakni rata-rata nilai awal sebesar 57,3 ke siklus I 59,5% dan menjadi 76,6 (nilai siklus II)
h. Ketuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar 59,5% atau 10 siswa dan ketuntasan belajar siswa pada siswa pada siklus II sebanyak 14 siswa atau 82,4%
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. 1996. guru dalam proses belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Bimo Wa1gito. 2007. Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset
Barrows, H. 1996. New direction for teaching and learning “Problem Based Learning medichine and beyond: A brief overbiew. Jossey Bass Publishers.
Budimansyah, Dasim, 2002, Model Pembelajaran dan Penelian Portofolio, Bandung, PT. Genesindo
Depdikbud, 2006Petunjuk Pelaksanaan Penilaian di Sekolah Dasar, Jakarta.
Heller, P. 1992. Teaching problem solving through coperative gruoping part , group and individual problem solving. American Journal of Physics. July 1992
Pasaribu, L. & Simanjuntak, B. 1993. Proses belajar mengajar (PBM). Edisi kedua. Bandung: Tarsito
Sujana, N. & Arifin. 1998. Cara belajar siswa aktif dalam proses belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru
Winkle, W. S. 1997. Psikologi pengajaran. Jakarta: Gamedia Pusaka Utama.