Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Melalui Iklim Kelas Berbasis Konstruktivisme
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
MATERI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PANDANGAN HIDUP BANGSA MELALUI IKLIM KELAS
BERBASIS KONSTRUKTIVISME PADA SISWA KELAS VIII A
DI SMP NEGERI 2 CAWAS KLATEN SEMESTER GASAL
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Priyanta
Guru SMP Negeri 2 Cawas Klaten
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang optimalisasi penguasaan materi Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa. Subjek dan sumber data penelitian adalah sebanyak 30 siswa. Metode pengumpulan data menggunakan observasi, dokumentasi, dan tes. Analisis data menggunakan analisis kritis dan komparatif. Indikator keberhasilan menggunakan KBM sebesar 75 dan target ketuntasan kelas 100%. Prosedur penelitian menggunakan siklus. Hasil pengumpulan data diperoleh dari prasiklus hingga siklus II, diperoleh kemajuan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran, pada prasiklus rata-rata sebesar 69 dan siklus I rata-rata sebesar 76 serta siklus II rata-rata sebesar 88. Dari data ini, tampak jelas bahwa terjadi kenaikan rata-rata nilai dari prasiklus ke siklus I sebesar 7 poin (10%), dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 12 poin (16%), dari pasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 19 poin (28%). Nilai tertinggi tahap prasiklus sebesar 78 dan siklus I sebesar 86 serta siklus II sebesar 92. Tampak jelas bahwa dari tahap prasiklus ke siklus I terjadi kenaikan sebesar 8 poin (10%), dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 8 poin (7%), dan dari prasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 14 poin (18%). Nilai terendah tahap prasiklus diperoleh sebesar 58 dan siklus I sebesar 66 serta siklus II sebesar 80. dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa dari tahap prasiklus ke siklus I terjadi kenaikan sebesar 8 poin (14%), dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 14 poin (21%), dan dari prasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 22 poin (38%). Persentase ketuntasan belajar mulai dari prasiklus diperoleh sebesar 27% dan siklus I diperoleh sebesar 70% serta siklus II sebesar 100%. Tampak jelas bahwa dari tahap prasiklus ke siklus I terjadi kenaikan sebesar 43%, dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 30%, dan dari prasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 73%. Dengan demikian, prestasi belajar siswa dalam pembelajaran dari prasiklus hingga siklus II terjadi kenaikan yang signifikan.
Kata kunci: iklim kelas, konstruktivisme, pembelajaran
PENDAHULUAN
Program pemerintah tentang wajib belajar enam tahun pendidikan dasar, yang ditindaklanjuti menjadi wajib belajar sembilan tahun, dan saat ini Indonesia menerapkan wajib belajar dua belas tahun, yang membuktikan bahwa Indonesia semakin menyadari peran pentingnya pendidikan. Pendidikan adalah salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa. Sehingga siswa Indonesia bisa bersaing dengan siswa dari negara lain.
Hasil belajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang masih rendah tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat bersumber dari dalam diri siswa, alat, dan lingkungan. Penelitian ini akan membahas faktor yang bersumber dari siswa dan lingkungan. Faktor yang bersumber dari siswa adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan dorongan dari dalam diri individu untuk dapat melakukan suatu aktivitas guna mencapai tujuan belajar dan meraih kesuksesan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan jika siswa memiliki.
Faktor yang bersumber dari lingkungan yaitu iklim kelas. Iklim kelas merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Sebab dengan iklim kelas yang bagus, siswa akan semakin mudah untuk menerima materi yang diberikan guru. Sementara iklim kelas yang tercipta di SMP Negeri 2 Cawas Klaten selama proses pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan kurang kondusif. Hal ini ditunjukkan dengan masih terdapat siswa yang tidak memperhatikan penjelasan materi yang diberikan guru dan asik mengobrol dengan siswa lain di luar konteks pembelajaran. Sehingga membuat proses pembelajaran terganggu berakibat pada hasil ulangan harian tanggal 05 Agustus 2018 masih di bawah ketuntasan batas belajar minimal sebesar 75 (tujuhpuluh lima).
Saat ini pengetahuan lebih dipandang sebagai suatu proses konstruksi yang terus-menerus, berkembang dan berubah dipandang hanya sebagai kumpulan fakta-fakta. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari kepala seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa itu sendirilah yang memberi makna terhadap apa yang telah diajarkan guru, dengan menyesuaikannya dengan pengalaman-pengalaman mereka. Pengetahuan tidak bersifat deterministik, tetapi suatu proses menjadi tahu.
Model pembelajaran berbasis konstruktivisme lebih menekankan pada pembentukan makna tersendiri bagi pelajar, menghubungkan dengan pengetahuan awal (prior knowledge), dan mengkonstruksinya menjadi pengetahuan baru. Gagasan-gagasan dari pengetahuan sebelumnya direstrukturisasi melalui pengalaman sensori baru yang diterimanya. Disinilah siswa memahami apa dan bagaimana belajar bermakna (meaningful learning).
Model belajar konstruktivis diawali dengan identifikasi kompetensi yang ingin dicapai, kemudian dilanjutkan dengan menetapkan isi (produk) belajar yang ingin dihasilkan. Model belajar konstruktivis didasari adanya prior knowledge (pengetahuan awal) yang dimiliki siswa, sehingga pengetahuan awal ini perlu diidentifikasi dan diklarifikasi untuk menentukan perencanaan program pembelajaran yang dilakukan dan bagaimana cara implementasinya.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak siswa yang mengalami kesulitan mempelajari bahan ajar. Kesulitan belajar ini berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Akibatnya, guru mengalami banyak kesulitan untuk memusatkan perhatian siswa dalam proses pembelajaran. Hal ini menyebabkan minat dan motivasi siswa untuk mempelajari ilmu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan rendah yang berakibat kepada rendahnya kualitas proses dan hasil belajar siswa, untuk itu guru memiliki tanggungjawab memperbaikinya (Adnyana, 2014 : 8).
Selain itu, berdasarkan data nilai ulangan harian siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Cawas Klaten semester gasal tahun pelajaran 2018/2019 menunjukkan bahwa masih terdapat siswa yang belum mampu untuk mencapai batas Kriteria Ketuntasan Minimum 75 (tujuhpuluh lima). Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan mata pelajaran yang lainnya.
Dari uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Materi Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa melalui Iklim Kelas Berbasis Konstruktivisme pada Siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 2 Cawas Klaten Semester Gasal Tahun Pelajaran 2018/2019”.
Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan yaitu : Apakah melalui iklim kelas berbasis konstruktivisme dapat meningkatkan prestasi belajar materi Menelaah Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa melalui pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Cawas Klaten semester gasal tahun pelajaran 2018/2019?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah ingin mengetahui kondisi nyata yang berlangsung dalam pelaksanaan pembelajaran di SMP Negeri 2 Cawas Klaten semester gasal tahun pelajaran 2018/2019. Tujuan khusus penelitian ini adalah ingin mengetahui ada atau tidaknya peningkatan prestasi belajar melalui iklim kelas berbasis konstruktivisme dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Cawas Klaten semester gasal tahun pelajaran 2018/2019.
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Iklim Kelas
Iklim kelas yang tercipta selama proses pembelajaran, memainkan peranan yang penting dalam menentukan hasil belajar siswa. Maka dari itu, Sardiman (2014: 167) menyatakan bahwa untuk melakukan pembelajaran di kelas, guru dituntut mampu mengelola kelas, yakni menyediakan kondisi yang kondusif selama proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya Rusdiana (2015: 166) menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dengan kata lain, pengelolaan kelas yaitu kegiatan pengaturan kelas demi kepentingan proses pembelajaran.
Hidayanto (2016: 4) menyatakan bahwa iklim kelas adalah lingkungan sosial, keilmuan, emosional, dan lingkungan fisik dimana siswa belajar. Selain itu dapat dikatakan bahwa iklim kelas adalah segala situasi yang muncul akibat hubungan antara pendidik dengan peserta didik, atau hubungan antar-peserta didik yang menjadi ciri khusus dari kelas tersebut dan ikut mempengaruhi proses pembelajaran yang terjadi.
Prestasi Belajar
Menurut Purwa Darminta (1988: 700) dijelaskan bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dan yang telah dilakukan atau dikerjakan. Sedangkan kata prestasi menurut M. Dimyati Mahmud (2013: 83.) itu sendiri berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie kemudian dalam bahasa Indonesia arti prestasi adalah “apa yang telah dihasilkan dan diciptakan” prestasi merupakan salah satu tujuan seorang dalam belajar dan sekaligus sebagai motivator terhadap aktivitas anak didik. Belajar adalah proses yang melukiskan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan atau belajar adalah perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan (Nasution, 2012: 38-39). Menurut Cronbach – Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman (Sardiman, 2010 : 50). Menurut Witherington, belajar adalah suatu perubahan pada kepribadian pada adanya pola sambutan baru, yang dapat berupa pengertian (Sardiman, 2010 : 51).
Metode Pembelajaran Kooperatif
Menurut Siswoyo (2013: 12), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah siswa 2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antara anggotanya untuk saling membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal. Sedangkan Arends (1997: 42), menambahkan bahwa dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Depdiknas (2003: 5) “Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Sedangkan Bern dan Erickson (2001: 5) “Cooperative learning (pembelajaran kooperatif) merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar”.
Kerangka Berpikir
Iklim kelas merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan penting dalam mencapai keberhasilan belajar matematika. Dengan adanya iklim kelas yang kondusif, nyaman, dan tenang akan membuat siswa fokus dalam proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas. Sehingga siswa mempunyai pemahaman yang baik terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Jadi dapat dikatakan, jika iklim kelas yang tercipta semakin baik saat proses pembelajaran maka hasil belajar matematika yang diperoleh siswa juga akan semakin tinggi.
Melalui konstruktivisme, maka pembelajaran tematik dengan mengoptimalkan perhatian motivasi, dan kreativitas yang dilakukan oleh siswa, yang diharapkan siswa akan mampu meningkatkan dalam pemecahan masalah lebih jelas dan efektif, sehingga mendukung penguasaan materi dan prestasi belajar siswa lebih baik. Berdasarkan tujuannya untuk meningkatkan kemampuan siswa mempelajari tematik dan meminimalkan anggapan-anggapan negatif terhadap kondisi belajar siswa dengan melihat karakteristik yang dimungkinkan dapat diujicobakan juga di sekolah.
Untuk mengetahui tercapainya tujuan pendidikan, dibutuhkan hasil belajar sebagai tolak ukurnya. Menurut Uno (2007: 213) menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri siswa sebagai dampak dari adanya interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya. Hasil belajar mempunyai beberapa kategori seperti aspek pengetahuan, sikap, serta keterampilan.
Hipotesis Tindakan
Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti mengajukan hipotesis tindakan, sebagai berikut: melalui iklim kelas berbasis konstruktivisme dapat meningkatkan prestasi belajar materi Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa melalui pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Cawas Klaten semester gasal tahun pelajaran 2018/2019.
METODE PENELITIAN
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanaan di SMP Negeri 2 Cawas Klaten. Penelitian tindakan kelas ini berlangsung selama tiga bulan, dimulai sejak tanggal 1 Agustus sampai dengan 31 Oktober 2018. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII A SMP Negeri 2 Cawas Klaten semester gasal tahun pelajaran 2018/2019 sebanyak 30 siswa. Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara atau langkah-langkah yang ditempuh untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan keberadaannya, misalnya observasi atau pengamatan, wawancara atau interview, dan dokumentasi atau data yang terarsip dan tercatat serta tersimpan dalam suatu instansi yang sewaktu-waktu diperlukan dapat dimanfaatkan, setelah selesai dikembalikan seperti semula. Apabila menunjukkan bukti nyata ada peningkatan atau perubahan perilaku (afektif), kognitif, dan psikomotor yang lebih baik dalam pembelajaran, maka data yang digunakan adalah valid atau memiliki validitas yang tinggi. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, jadi tidak perlu menggunakan analisis statistik untuk menguji validitas data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kritis dan analisis komparatif. Teknik analisis kritis yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup kegiatan mengungkap kelemahan kelebihan siswa dan guru dalam proses pembelajaran berdasarkan kriteria. Hasil analisis kritis tersebut dijadikan dasar dalam penyusunan perencanaan tindakan untuk tahap berikutnya sesuai dengan siklus yang ada. Berkaitan dengan kemampuan siswa, analisis kritis mencakup hasil menyelesaikan tes mata pelajaran sesuai permasalahan yang diteliti yaitu ajar yang sesuai indikator. Teknik komparatif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah memadukan data penelitian deskripsi awal (prasiklus), siklus pertama dan kedua. Hasil komparasi tersebut untuk mengetahui keberhasilan maupun kekurang keberhasilan dalam setiap siklusnya.
Indikator adalah harapan atau batas nilai akhir yang diharapkan setelah perlakuan pembelajaran mengoptimalkan pembelajaran. Indikator penilaian adalah harapan atau batas nilai akhir yang diharapkan selama dan setelah perlakuan pembelajaran mengoptimalkan pembelajaran. Upaya mengoptimalkan pembelajaran akan memberikan perubahan dan peningkatan partisipasi aktif siswa mulai dari prasiklus ke siklus I, dan diakhiri dari siklus I ke siklus II bila sudah optimal atau ada peningkatan partisipasi aktif. Intinya ada peningkatan hasil belajar siswa lebih baik sesuai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75 (tujuhpuluh lima) dan ketuntasan kelas 100%.
Pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1) berpusat pada siswa, 2) Memberikan pengalaman langsung kepada siswa, 3) Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, 4) Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran, 5) Bersifat fleksibel, 6) Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat, dan kebutuhan siswa. Dalam menerapkan dan melaksanakan pembelajaran, ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan yaitu 1) bersifat terintegrasi dengan lingkungan, 2) bentuk belajar dirancang agar siswa menemukan tema, dan 3) efisiensi. Penelitian ini dilakukan dengan mengoptimalkan metode PTK terdiri dari kondisi awal dan dua tindakan siklus, mengoptimalkan pembelajaran.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Observasi Guru dalam Kesiapan Pembelajaran
Hasil pengumpulan data diperoleh dari prasiklus hingga siklus II, diperoleh kemajuan guru dalam pembelajaran, pada prasiklus sebesar 46%, siklus I sebesar 74% dan siklus II sebesar 93%. Dari data ini menunjukkan bahwa ada kemajuan dari prasiklus ke siklus I sebesar 28%, kemudian dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 19% serta dari prasiklus ke siklus II sebesar 47%. Dengan demikian, hasil obervasi guru dalam pembelajaran menunjukkan peningkatan yang signifikan/meyakinkan.
Observasi Guru dalam Persiapan Kelas untuk Pembelajaran
Hasil pengumpulan data diperoleh dari prasiklus hingga siklus II, diperoleh kemajuan guru dalam mempersiapkan kelas untuk pembelajaran, pada prasiklus sebesar 50%, siklus I sebesar 74% dan siklus II sebesar 90%. Dari data ini menunjukkan bahwa ada kemajuan dari prasiklus ke siklus I sebesar 24%, kemudian dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 16% serta dari prasiklus ke siklus II sebesar 40%. Dengan demikian, hasil obervasi guru dalam mempersiapkan kelas untuk pembelajaran menunjukkan peningkatan yang signifikan, artinya secara nyata dan faktual guru mampu melaksanakan kegiatan tersebut dengan baik dan berhasil serta mampu mengelola dan mengendalikan kegiatan siswa sebelum, selama, dan sesudah pembelajaran ketika siswa sudah atau masih dalam konteks pembelajaran.
Motivasi Belajar Siswa
Hasil pengumpulan data diperoleh dari prasiklus hingga siklus II, diperoleh kemajuan motivasi siswa dalam pembelajaran, pada prasiklus rata-rata sebesar 69, siklus I sebesar 76, dan siklus II sebesar 86, jelas bahwa terjadi kenaikan dari prasiklus ke siklus I sebesar 10 poin (10%), dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 10 poin (13%), dari prasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 17 poin (25%).
Nilai tertinggi pada tahap prasiklus diperoleh sebesar 78 dan siklus I sebesar 86 serta siklus II sebesar 92 maka dapat diketahui bahwa dari prasiklus ke siklus I terjadi kenaikan 8 poin (10%), dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 6 poin (7%), dan dari mprasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 14 poin (18%).
Nilai terendah pada prasiklus sebesar 60 dan pada siklus I sebesar 68 serta pada siklus II sebesar 80, maka dapat ditegaskan bahwa terjadi kenaikan dari prasiklus ke siklus I sebesar 8 poin (13%), dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 12 poin (18%), dan dari prasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 20 poin (33%).
Persentase optimalisasi motivasi pada tahap prasiklus diperoleh sebesar 33%, siklus I sebesar 67%, dan siklus II sebesar 100%. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa terjadi kenaikan dari prasiklus ke siklus I sebesar 34%, dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 33%, dan dari prasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 67%. Dengan demikian, motivasi siswa dalam pembelajaran dari prasiklus hingga siklus II terjadi kenaikan yang signifikan
Prestasi Belajar Siswa
Hasil pengumpulan data diperoleh dari prasiklus hingga siklus II, diperoleh kemajuan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran, pada prasiklus rata-rata sebesar 69 dan siklus I rata-rata sebesar 76 serta siklus II rata-rata sebesar 88. Dari data ini, tampak jelas bahwa terjadi kenaikan rata-rata nilai dari prasiklus ke siklus I sebesar 7 poin (10%), dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 12 poin (16%), dari pasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 19 poin (28%). Nilai tertinggi tahap prasiklus sebesar 78 dan siklus I sebesar 86 serta siklus II sebesar 92. Tampak jelas bahwa dari tahap prasiklus ke siklus I terjadi kenaikan sebesar 8 poin (10%), dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 8 poin (7%), dan dari prasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 14 poin (18%). Nilai terendah tahap prasiklus diperoleh sebesar 58 dan siklus I sebesar 66 serta siklus II sebesar 80. dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa dari tahap prasiklus ke siklus I terjadi kenaikan sebesar 8 poin (14%), dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 14 poin (21%), dan dari prasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 22 poin (38%). Persentase ketuntasan belajar mulai dari prasiklus diperoleh sebesar 27% dan siklus I diperoleh sebesar 70% serta siklus II sebesar 100%. Tampak jelas bahwa dari tahap prasiklus ke siklus I terjadi kenaikan sebesar 43%, dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 30%, dan dari prasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 73%. Dengan demikian, prestasi belajar siswa dalam pembelajaran dari prasiklus hingga siklus II terjadi kenaikan yang signifikan.
Hasil temuan dan tindakan dapat diimplikasikan dalam bahwa pembelajaran tuntas merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan prinsip pengetahuan dan pengalaman secara individual pada diri siswa. Dalam pembelajaran tersebut, guru memberikan kebebasan belajar kepada siswa, namun guru perlu memberikan bimbingan secara menyeluruh dan penguasaan matei ajar harus dipelajari dan dikuasai. Untuk meminimalisasi kegagalan siswa dalam belajar, iklim kelas berbasis konsturktivisme memfokuskan belajar secara individual berdasarkan pengetahuan dan pengalaman siswa, guru lebih dominan berperan sebagai fasilitator, meskipun prosesnya menggunakan klasikal dan diskusi kecil, hal ini untuk menghidupkan pembelajaran, siswa lebih aktif, inovatif, dan kreatif serta memberikan rasa nyaman dan menyenpoinn dalam mempelajari materi ajar. Dalam hal ini, pembelajaran mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa sedemikian rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara optimal. Inti dari pendekatan belajar tuntas ini secara individual merupakan pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing siswa yang diharapkan secara nyata konsep dan pengusaan materi ajar pada siswa mampu mengoptimalkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
PENUTUP
Kesimpulan
Hasil penelitian dan pembahasan tentang ”Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Materi Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa melalui Iklim Kelas Berbasis Konstruktivisme pada Siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 2 Cawas Klaten Semester Gasal Tahun Pelajaran 2018/2019”, dapat disimpulkan sebagai berikut : Hasil pengumpulan data diperoleh dari prasiklus hingga siklus II, diperoleh kemajuan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran, pada prasiklus rata-rata sebesar 69 dan siklus I rata-rata sebesar 76 serta siklus II rata-rata sebesar 88. Dari data ini, tampak jelas bahwa terjadi kenaikan rata-rata nilai dari prasiklus ke siklus I sebesar 7 poin (10%), dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 12 poin (16%), dari pasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 19 poin (28%). Nilai tertinggi tahap prasiklus sebesar 78 dan siklus I sebesar 86 serta siklus II sebesar 92. Tampak jelas bahwa dari tahap prasiklus ke siklus I terjadi kenaikan sebesar 8 poin (10%), dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 8 poin (7%), dan dari prasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 14 poin (18%). Nilai terendah tahap prasiklus diperoleh sebesar 58 dan siklus I sebesar 66 serta siklus II sebesar 80. dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa dari tahap prasiklus ke siklus I terjadi kenaikan sebesar 8 poin (14%), dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 14 poin (21%), dan dari prasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 22 poin (38%). Persentase ketuntasan belajar mulai dari prasiklus diperoleh sebesar 27% dan siklus I diperoleh sebesar 70% serta siklus II sebesar 100%. Tampak jelas bahwa dari tahap prasiklus ke siklus I terjadi kenaikan sebesar 43%, dari siklus I ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 30%, dan dari prasiklus ke siklus II terjadi kenaikan sebesar 73%. Dengan demikian, prestasi belajar siswa dalam pembelajaran dari prasiklus hingga siklus II terjadi kenaikan yang signifikan.
Hasil temuan dan tindakan dapat diimplikasikan dalam bahwa pembelajaran tuntas merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan prinsip pengetahuan dan pengalaman secara individual pada diri siswa. Dalam pembelajaran tersebut, guru memberikan kebebasan belajar kepada siswa, namun guru perlu memberikan bimbingan secara menyeluruh dan penguasaan matei ajar harus dipelajari dan dikuasai. Untuk meminimalisasi kegagalan siswa dalam belajar, iklim kelas berbasis konsturktivisme memfokuskan belajar secara individual berdasarkan pengetahuan dan pengalaman siswa, guru lebih dominan berperan sebagai fasilitator, meskipun prosesnya menggunakan klasikal dan diskusi kecil, hal ini untuk menghidupkan pembelajaran, siswa lebih aktif, inovatif, dan kreatif serta memberikan rasa nyaman dan menyenpoinn dalam mempelajari materi ajar. Dalam hal ini, pembelajaran mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan siswa sedemikian rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing siswa secara optimal. Inti dari pendekatan belajar tuntas ini secara individual merupakan pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing siswa yang diharapkan secara nyata konsep dan pengusaan materi ajar pada siswa mampu mengoptimalkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor
Saran-saran
Bagi Guru
Guru perlu menerapkan pembelajaran tuntas, mengingat dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru. Guru lebih banyak menempatkan siswa sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pembelajaran yang dilaksanakan guru saat ini kurang memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbagai mata pelajaran, untuk mengembangkan kemampuan siswa baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor, yang aktif, inovatif, kreatif, objektif, dan menyenangkan sebagai salah satu paradigma menarik dalam pembelajaran, serta memperhatikan ketuntasan belajar minimal (KBM) secara individual yang memperhatikan iklim kelas berbasis konstruktivisme.
Bagi Siswa
Hendaknya siswa selalu mempersiapkan diri belajar berbasis konstruktivisme untuk melatih kemandirian peserta didik baik di rumah maupun di sekolah sebelum pembelajaran berlangsung di sekolah, aktif dan kreatif memperhatikan penjelasan guru, mencatat hal-hal yang perlu ditanyakan pada guru, atau berdiskusi dengan teman sekelas, yang diharapkan hal ini dapat meningkatkan pemahaman konsep materi ajar yang dipelajari, juga perlu didukung dengan berlatih mengerjakan soal-soal secara rutin dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, Gede Putra. 2005. Meningkatkan Kualitas Aktivitas Belajar, Keterampilan Berpikir Kritis, Dan Pemahaman Konsep Biologi Siswa Kelas X-5 SMA Negeri 1 Banjar Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Gulo,W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. http: www. putradnyana-ptk.blogspot.com.
Arends 1997. Model-Model Pembelajaran Inovatif berorientasi Konstuktivitis,. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Biologi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta.
Dimyati, Mahmud, 2013, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
Erickson and Bern. 2001. Contextual Teaching and Learning. Journal of Economy. No. 2.
Hadiyanto. 2016. Teori dan Pengembangan Iklim Kelas dan Iklim Sekolah. Jakarta: Kencana.
Nasution S., 2002. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta : P.T. C.V. Bina Aksara.
Poerwadarminta. 1988. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rusdiana, H.A. 2015. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Sardiman, 2010. Psikologi Belajar. Yogjakarta : Andi Offdset.
Sardiman. 2014. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Siswoyo, Dwi, dkk. 2013. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Uno, Hamzah B. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.