HUBUNGAN ANTARA PEMBELAJARAN SEJARAH

DAN WAWASAN KEBANGSAAN DENGAN SIKAP PATRIOTISME

DI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016/2017

Agni Era Hapsari

Program Studi Pendidikan Sejarah Univeristas Kristen Satya Wacana Salatiga

ABSTRAK

Penulisan ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui hubungan antara pembelajaran sejarah dengan sikap patriotisme, (2) Mengetahui hubungan antara wawasan kebangsaan dengan sikap patriotisme, dan (3) Mengetahui hubungan antara pembelajaran sejarah dan wawasan kebangsaan dengan sikap patriotisme. Adapun Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program studi Pendidikan Sejarah Univeristas Kristen Satya Wacana. Pengambilan sampel dengan menggunakan Purposive Random Sampling. Analisis regresi berganda dan korelasi berganda diperoleh koefisien determinasi antara X1 dan X2 dengan Y yaitu sebesar 0,548 yang berarti 54,80% variasi yang terjadi pada sikap patriotisme dapat dijelaskan oleh pembelajaran sejarah dan wawasan kebangsaan, melalui regresi Ŷ = 90,60 + 0,562X1+0,802X2. Sedangkan hasil perhitungan diketahui Fhitung = 22,455 > Ftabel = 3,230 maka Ho ditolak yang berarti Ha diterima sehingga dengan demikian terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel pembelajaran sejarah dan wawasan kebangsaan dengan sikap patriotisme.

Kata Kunci: pembelajaran sejarah, wawasan kebangsaan , sikap patriotisme

PENDAHULUAN

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pembelajaran sejarah di sekolah dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Mentri Diknas No. 22 tahun 2006 yang memuat tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang mencakup materi dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kelulusan minimal pada jenjang dan pendidikan tertentu. Standar Isi tersebut dapat menjadi dasar acuan perumusan materi untuk penyusunan kurikulum suatu satuan pendidikan. Pengajaran Sejarah Nasional Indonesia mengarah kepada usaha pembentukan jiwa nasionalisme dan patriotiesme serta menjadi warga Negara yang baik.

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia (Muhammad Takdir Illahi, 2012: 5). Nasionalisme dalam bangsa menunjukkan bahwa suatu bangsa memiliki identitas dan jati diri yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Nasionalisme melahirkan sebuah kesadaran melalui anak-anak bangsa untuk menjadi bangsa yang benar-benar merdeka. Harapan inilah yang membentuk kesadaran masyarakat melawan segala bentuk penjajahan, penindasan, eksploitasi dan dominasi.

Wacana nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di era globalisasi ini memiliki daya tarik karena sekarang kobaran semangat nasionalisme generasi muda mulai luntur. Lunturnya nasionalisme bangsa dapat menjadi kecaman terhadap terkikisnya nilai-nilai patriotisme yang menjadi landasan kecintaan terhadap bumi pertiwi. Munculnya tuntutan-tuntutan seperti untuk membangun bangsa yang demokratis, sejahtera, adil, dan makmur semakin mengemuka dikalangan masyarakat luas. Oleh karena itu maka perlu di tingkatkan kembali mengenai pemahaman wawasan kebangsaan untuk tetap menumbuhkan semangat nasionalisme di semua elemen bangsa Indonesia.

Wawasan kebangsaan terdiri dari kata “wawasan yang berarti konsepsi cara pandang”, Depdiknas (2005, 1271) dan “kebangsaan yang artinya ciri yang menandai golongan bangsa” Depdiknas (2005, 102). Bangsa sendiri memiliki arti kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan,adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Jadi wawasan kebangsaan adalah konsepsi cara pandang tentang suatu bangsa, yang memiliki ciri bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Wawasan kebangsaan sering dipakai untuk menterjemahkan kata nasionalisme. Wawasan kebangsaan sebagai sudut pandang suatu bangsa dalam memahami keberadaan jati diri dan lingkungannya pada dasarnya merupakan penjabaran dari falsafah bangsa itu sesuai dengan keadaan wilayah suatu negara dan sejarah yang dialaminya. Wawasan ini menentukan cara suatu bangsa memanfaatkan kondisi geografis, sejarah, sosial budayanya dalam mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasionalnya serta bagaimana bangsa itu memandang diri dan lingkungannya baik ke dalam maupun ke luar.

Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), makna dan hakikat serta pengejawantahan wawasan kebangsaan tersebut penting dipahami oleh setiap warga negara Indonesia. Dalam hal ini generasi muda memiliki kedudukan sebagai salah satu unsur warga negara yang berperan sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara  Kesatuan Republik Indonesia.

Upaya menumbuhkan semangat nasionalisme generasi muda, pemerintah memiliki peran penting dalam memberikan pemahaman dan motivasi kepada semua anak bangsa agar jiwa nasionalisme dan rasa cinta mereka terhadap bangsanya (patriotisme) semakin kuat dan tertanam dalam sanubari mereka yang paling dalam. Upaya yang dilakukan pemerintah salah satunya melalui pendidikan.

Nilai patriotisme merupakan salah satu nilai luhur yang seharusnya tertanam dalam diri setiap warga negara. Nilai ini perlu diajarkan saat seseorang mengenyam pendidikan. Sayangnya, saat ini jiwa patriotisme sudah mulai luntur. Jarang sekali ditemui anak didik yang menunjukkan kepedulian terhadap masalah nasional dan masalah negara, sehingga tidak ada semangat untuk menjadi motor gerakan sosial untuk memajukan bangsa dan negara. Tenaga pendidik perlu menanamkan dalam diri siswa, komitmen moral dan keinginan untuk berjuang dalam meneruskan cita-cita para pahlawa dengan bekerja lebih keras, ulet, serta penuh pengabdian kepada bangsa dan negara.

TINJAUAN PUSTAKA

Pembelajaran Sejarah

Menurut Kuntowijoyo (2005: 18), sejarah merupakan rekonstruksi masa lalu. Mengulas dan mengambil hikmah dari sebuah peristiwa di masa lalu atau yang pernah terjadi merupakan rekonstruksi masa lampau. Tergantung manusia tidak menyadari bahwa mereka setiap hari membuat sebuah sejarah dalam hidupnya. Sependapat dengan Kuntowijoyo, Sartono (1993: 49) mengemukakan bahwa sejarah adalah citra tentang pengalaman kolektif serta komunitas di masa lampau. Manusia mengalami masa kini atas dasar peristiwa atau perkembangan-perkembangan di masa lampau.

Pembelajaran sejarah diajarkan di sekolahan menurut Soewarso (2000: 31), bertujuan memperkenalkan siswa kepada riwayat perjuangan manusia untuk mencapai kehidupan yang bebas, bahagia, adil dan makmur serta menyadarkan siswa tentang dasar dan tujuan kehidupan manusia berjuang pada umumnya.

Tujuan mata pelajaran sejarah yang terdapat pada peraturan Mendiknas No 22 tahun 2006, yang sesuai dengan standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa tujuan dari mata pelajaran sejarah yaitu sebagai berikut: (1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau masa kini, dan masa depan, (2) melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada perdebatan ilmiah dan metodologi keilmuan, (3) menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejaraah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau, (4) menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih diproses hingga masa kini dan masa yang akan datang, dan (5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri pesrta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan, baik nasional maupun internasional (Aman, 2011: 58). Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran sejarah adalah untuk mengembangkan tiga aspek kemampuan yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik (Widja, 1989: 27). Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan seperti dalam tujuan akhir pembelajaran sejarah.

Jadi menurut pengertian tujuan pembelajaran sejarah dapat ditarik kesimpulan bawa pembelajaran sejarah mempunyai tujuan untuk menyadarkan manusia agar dapat belajar dari masa lalu dan mengembangkan di masa sekarang, serta memperhatikan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dalam mempelajari sejarah.

Wawasan Kebangsaan

Sartono Kartodirdjo yang dikutip Sutiyah (1996:16-17) mengatakan bahwa wawasan merupakan kerangka pikiran, kerangka referensi, pandangan atau perspektif dalam mengantisipasi fenomena kehidupan. Ditambahkan pula bahwa dalam wawasan terdapat dua unsur penting yaitu sebagai cara memandang dan sebagai hasil cara memandang.

Kemudian istilah kebangsaan umumnya dikaitkan dengan ciri-ciri yang menandai golongan bangsa atau bertahan dengan bangsa, yang dapat berupa persaudaraan dan keturunan, adat, sejarah dan pemerintahannya. Dalam kaitan ini wawasan wawasan kebangsaan merupakan cita-cita bangsa, rasionalisasi rasa dan kebangsaan yaitu pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional.

Dengan demikian, wawasan kebangsaan dalam kaitannya dengan seluruh proses perkembangan bangsa termasuk di dalam bela negara tidak hanya ditujukan kepada perjuangan untuk melahirkan bangsa dan negara saja, melainkan juga ditujukan untuk mengisi kemerdekaan. Ini berarti, wawasan kebangsaan tidak lagi hanya dilihat sebagai wujud kreatif terhadap sesuatu keadaan atau ancaman dan kekhawatiran pada setiap perubahan dan keadaan yang terjadi setiap saat.

Patriotisme

Suprapto dkk. (2007: 38) menyatakan bahwa patriotisme adalah semangat cinta tanah air atau sikap seseorang yang rela mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya. Patriotisme merupakan jiwa dan semangat cinta tanah air yang melengkapi eksistensi nasionalisme (Noor M Bakry, 1994: 144). Patriotisme ialah perjuangan yang menjiwai kepada kepentingan bangsa dan Negara. Patriotisme berasal dari kata “patriot” yang berarti pencinta atau pembela tahan air atau seorang pejuang sejati. Patriotisme juga diartikan sebagai pencinta tanah air, pejuang bangsa. Jadi patriotisme berarti paham tentang semangat cinta tanah air atau sikap yang sudi berkorban segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya. Pada dasarnya patriotisme berbeda dengan nasionalisme, meskipun berbeda dan umumnya dianggap sama. Patriotisme lahir dari semangat asionalisme dengan terbentuknya Negara.

Konsep patriotisme seringkali disejajarkan dengan konsep nasionalisme, karena keduanya mempunyai fokus perhatian yang sama yaitu cinta tanah air dan bangsa. Istilah patriotisme sendiri menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah semangat cinta tanah air, sikap seseorang yang sudi mengorbankan segalanya untuk kejayaan dan kemakmuran
tanah airnya (Badudu-Zain, 2001). Menurut Sukamto (2007), sikap patriotisme yang diwujudkan dalam semangat cinta tanah air dapat dilakukan dengan cara berbuat rela berkorban untuk membela dan mempertahankan negara dan bangsanya serta untuk mengisi kelangsungan hidup negara dan bangsa. Perbuatan membela dan mempertahankan negara diwujudkan dalam bentuk kesediaan berjuang untuk menanamkan dan mengatasi serangan atau ancaman dari bangsa lain. Sikap rela berkorban demi nusa dan bangsa seperti ini bisa disebut sebagai semangat kepahlawanan. Hal ini mengacu pada sikap yang sudah diperlihatkan oleh para pahlawan bangsa yang rela mengorbankan harta, benda, jiwa dan raga dalam merebutkan kemerdekaan dari tangan penjajah.

Pariotisme menyangkut pula cinta kepada harga diri manusia yang hidup dari dan sekaligus menghidupi tanah airnya sebagai lingkungan dan habitatnya yang kongkrit. Jadi pada intinya patirotisme mengajarkan agar tiap orang rela berkorban segala-galanya demi kejayaan dan kemakmuran tanah airnya. Nasionalisme dan patriotisme mempunyai hubungan yang erat, bahkan tidak dapat dipisahkan. Patriotisme mengajarkan pada kita untuk selalu mencintai tanah air sebagai tempat berpijak, tempat hidup, dan penghidupan, serta mengajarkan kita agar mencintai seluruh isi di dalamnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan beberapa variable, serta ingin mendeskripsikan fenomena-fenomena yang berkaitan dengan variable penelitian, oleh karena itu digunakan metode survei.

Menurut Consuelo G. Sevila (1993:76), Survei digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa menyelidiki kenapa gejala-gejala tersebut ada (exist). Ditambahkan pula, jika bermaksud mengumpulkan data yang relative terbatas dari jumlah kasus yang relative besar jumlahnya, metode yang dapat digunakan adalah survei.

Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain korelasional, yaitu untuk mengetahui hubungan beberapa variable, baik secara sendiri ataupun secara bersamaan. Penelitian korelasional adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menetapkan besarnya hubungan antara variabel-variabel yang diteliti (Donald Ary, 1982:418). Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas kedua (X1) adalah pembelajaran sejarah, variabel bebas kedua (X2) adalah wawasan kebangsaan, dan variabel terikatnya (Y) adalah sikap patriotisme.

Uji coba instrument dengan menggunakan:

a. Uji Validitas yaitu uji validitas construct dan validitas isi

b. Uji Reabilitas yaitu peneliti menggunakan rumus koefisien Alpha Cronbach

c. Analisis Butir Soal Tes, terdiri dari taraf kesukaran dan daya pembeda

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program studi Pendidikan Sejarah Univeristas Kristen Satya Wacana. Sedangkan sampel penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Kristen Satya Wacana pada semester III dan V yang sudah menempuh Sejarah Indonesia Baru. Pengambilan sampel dengan menggunakan Purposive Random Sampling.

Untuk pengumpulan data mengenai sikap patriotisme yaitu dengan instrument angket atau kuesioner skala likert. Skala Likert menuntut sejumlah butir pertanyaan yang monoton, terdiri dari pernyataan positif dan negative. Dalam merespon item tersebut, subjek diminta untuk memilih kesukaannya pada kategori jawaban yang berkisar dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Penskoran untuk pernyataan positif dilakukan dengan member skor tertinggi pada pilihan sangat setuju, dan terendah pada pilihan sangat tidak setuju dan sebaliknya.

Sedangkan untuk model tes, yaitu wawasan kebangsaan dan Pembelajaran Sejarah pilihan jawaban dilakukan dengan model pilihan ganda antara a sampai dengan e, dengan penilaian jika jawaban benar maka nilainya 1 dan jika salah maka nilainya 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian dan analisis data

1. Uji Normalitas

Pengujian persyaratan normalitas Galat taksiran variabel terikat terhadap variabel bebas dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

Uji normalitas data Variabel Pembelajaran Sejarah (X1), Wawasan Kebangsaan (X2) dan Sikap Patriotisme (Y)

2. Uji Linearitas

Nilai-nilai probabilitas (ρ) dari tiap-tiap variabel ternyata nilainya lebih besar dari 0,05, maka dinyatakan bentuk persamaan garis fungsi regresi linear.

3. Uji Multikolinearitas

Bahwa nilai VIF (Variance Inflation Factor) di sekitar angka satu, dan mempunyai angka Tolerance Value mendekati satu yang berarti bahwa semua vairabel bebas tidak ada atau tidak terjadi multikolinearitas.

4. Uji Autokorelasi

Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson. Pada tingkat signifikansi 5% hasil pengujian menunjukkan bahwa Dwhitung (1,835) berada diantara 1,50 – 2,50, berarti persamaan regresi yang digunakan dalam keadaan tidak terjadi autokorelasi.

5. Uji Heteroskedastisitas

Semua nilai thitung dari ketiga variabel dependen lebih kecil daripada ttabel atau nilai sign. lebih besar dari 0,05, sehingga dapat dikatan tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.

6. Uji Independen

Berdasarkan uji korelasi diketahui nilai rxlx2 = 0,7578 > 0,312, oleh karena rhitung > rtabel maka data bersifat independen.

KESIMPULAN

Uji Hipotesis

Analisis Korelasi dan Regresi Parsial

Correlations

Pembelajaran

Sejarah (X1)

Wawasan Kebangsaan

(X2)

Sikap Patriotisme (Y)

Pembelajaran

Sejarah (X1)

Pearson Correlation

Sig (2-tailed)

N

1

40

.758**

.00000

40

.687**

.00000

40

Wawasan Kebangsaan (X2)

Pearson Correlation

Sig (2-tailed)

N

.758**

.00000

40

1

40

.701**

.00000

40

Sikap Patriotisme (Y)

Pearson Correlation

Sig (2-tailed)

N

.687**

.00000

40

.701**

.00000

40

1

40

ANOVAb

Model

Sum of Squares

Df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

Residual

Total

2326.364

1916.604

4242.968

2

37

39

1163.182

51.800

22.455

.000a

a. Predictors: (Constant), Wawasan Kebangsaan (X2),: Pembelajaran Sejarah (X1)

b. Dependent Variable: Sikap Patriotisme (Y)

Coefficientsa

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

Model

B

Std. Error

Beta

t

Sig.

1

(Constant)

Pembelajaran

Sejarah (X1)

Wawasan Kebangsaan (X2)

90.600

.562

.802

3.961

.259

.322

.367

.422

22.873

2.169

2.493

.000

.037

.017

a. Dependent Variable: Sikap Patriotisme (Y)

Coefficients Wawasan Kebangsaan

Coefficientsa

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

Model

B

Std. Error

Beta

t

Sig.

1

(Constant)

Wawasan Kebangsaan (X2)

93.220

1.332

3.952

.220

.701

22.588

6.052

.000

.000

a. Dependent Variable: Sikap Patriotisme (Y)

Coefficients Pembelajaran Sejarah

Coefficientsa

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

Model

B

Std. Error

Beta

t

Sig.

1

(Constant)

Pembelajaran

Sejarah (X1)

94.169

1.052

3.939

.180

.687

23.909

5.833

.000

.000

Dependent Variable: Sikap Patriotisme (Y)

Uji Hipotesis 1

Berdasar analisis regeresi dan korelasi sederhana diperoleh koefisien detemininasi antara X1 dengan Y yaitu sebesar 0,4720 yang berarti bahwa 47,20% variasi yang terjadi pada sikap patriotisme dapat dijelaskan oleh Pembelajaran Sejarah melalui regresi Ŷ = 94,169 + 1,052X1.

Apabila dilakukan pengontrolan antara variabel pembelajaran Sejarah (X1) didapat koefisien korelasi parsial sebesar rxly = 0,687. Uji keberartian dengan harga thitung sebesar 5,833 dan harga ttabel sebesar 2,02 pada α = 5% karena thitung (5,833) > ttabel (2,02) maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel pembelajaran Sejarah dengan sikap patriotisme mahasiswa

Uji Hipotesis 2

Berdasarkan analisis regresi dan korelasi sederhana diperoleh koefisien determinasi antara X2 dengan Y yaitu sebesar 0,491 yang berarti bahwa 49,10% variasi yang terjadi pada sikap patriotisme dapat dijelaskan oleh wawasan kebangsaan melalui regresi Ŷ = 93,220 + 1,0332X2.

Apabila dilakukan pengontrolan antara variable wawasan kebangsaan (X2) didapat koefisien korelasi parsial sebesar rx2y = 0,701. Uji keberartian dengan harga harga thitung sebesar 6,052 dan harga ttabel sebesar 2,02 pada α = 0,05 karena thitung (6,052) > ttabel (2,02) maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel wawasan kebangsaan dengan sikap patriotisme mahasiswa

Uji Hipotesis 3

Berdasarkan analisis regresi berganda dan korelasi berganda diperoleh koefisien determinasi antara X1 dan X2 dengan Y yaitu sebesa r0,548 yang berarti 54,80% variasi yang terjadi pada sikap patriotisme dapat dijelaskan oleh pembelajaran sejarah dan wawasan kebangsaan, melalui regresi Ŷ = 90,60 + 0,562X1+0,802X2.

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui Fhitung = 22,455 > Ftabel = 3,230 maka Ho ditolak yang berarti Ha diterima sehingga dengan demikian terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel pembelajaran sejarah dan wawasan kebangsaan dengan sikap patriotisme.

DAFTAR PUSTAKA

Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Ary Donald, Lucy Cheser Jacob and Asghar Razavieh, 1982. Introduction to Research in Educational, Terjemahan Arif Furchan, Surabaya: Usaha Nasional.

Badudu, J. S, Sutan Mohammad Zain, 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia,. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan

Depdiknas. 2003. Permendiknas No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 Th 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan . Jakarta: Depdiknas

Depdiknas.2006. Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas

I Gde Widya, 1989. Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah Dalam Perspektif Pendidikan. Semarang: Satya Wacana

Illahi, Mohammad Takdir. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy & Mental Vocational Skill.Jogjakarta: Diva Press.

Kartodirjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Pustaka Utama.

Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka

Noor MS Bakry. 1994. Pancasila Yuridis Kenegaraan .Yogyakarta: Liberty

Sevilla, Consuela. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press

Soewarso. 2000. Cara-cara Penyampaian Pendidikan Sejarah Untuk Membangkitkan Minat Peserta Didik Mempelajari Bangsanya . DEPDIKNAS.

Sukamto, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan Semester Gasal Kelas X. Sukoharjo: CV Seti-Aji

Suprapto, dkk. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X SMA/MA 1. Jakarta:PT Bumi aksara.

Sutiyah. 1996. Hubungan antara wawasan sejarah dan lingkungan sosial budaya siswa dengan pelestarian kebudayaan daerah. Tesis. Jakarta:PPs UNS