KAJIAN YURIDIS PENEGAKAN HUKUM DALAM PILKADA

(KASUS PILKADA KABUPATEN SEMARANG)

Ristiani Gani Mendrofa

Program Studi PPKn Univeristas Kristen Satya Wacana Salatiga

ABSTRAK

Kedaulatan rakyat salah satunya diwujudkan dalam pelaksanaan Pemilu dalam hal ini termasuk juga Pilkada. Pelaksanaan Pilkada langsung dilaksanakan demokrasi dengan sistem pemilihan yang jujur dan adil berlandaskan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dibutuhkan peraturan perundang-undangan pemilu beserta aparat yang bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan agar Pemilu dapat berjalan dengan baik, jujur dan adil. Peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat melindungi para penyelenggara, kandidat, pemilih, pemantau dan warga negara dari intimidasi, kekerasan, penyuapan, dan berbagai praktek curang yang dapat mempengaruhi hasil Pemilu. Proses penegakan hukum Pemilu dan Pilkada meliputi berbagai aspek hukum yaitu tata Negara, administrasi Negara, pidana dan perdata, dan penangannya dapat dilakukan oleh beberapa lembaga peradilan yaitu Mahkamah Konstitusi, Pengadilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum. Putusan dari lembaga peradilan diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang terjadi dalam Pilkada, serta terwujudnya rasa keadilan bagi masyarakat Indonesia. Putusan yang tegas dari pengadilan dapat memberikan efek jera bagi pelanggar hukum. Majelis hakim Pengadilan Negeri Ungaran menjatuhkan putusan selama enam bulan penjara dengan masa percobaan sepuluh bulan penjara, denda 40 juta rupiah subsidiair dua bulan penjara kepada terdakwa Bupati Semarang, Munjirin terkait kasus politik uang. Terdakwa dianggap telah melanggar pasal 301 ayat (1) jo pasal 89 huruf (c) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPRD, dan DPD. Putusan tesebut dirasa sangat ringan dan kurang memberikan efek jera bagi pelaku.

Kata Kunci: Penegakan hukum, putusan yang tegas.

PENDAHULUAN

Praktik pemilu di Indonesia selama ini menunjukan persoalan mengenai ketaatan hukum dan penegakan hukum masih banyak kekurangan dan kelemahan. Sistem penegakan hukum perlu dibangun yang lebih baik dan demokratis. Kepatuhan tehadap aturan dan penegakan hukum, diperlukan mekanisme dan penyekesaian hukum yang efektif; adanya aturan terperinci dan memadai untuk melindungi hak pemilih; adanya hak bagi pemilih , kandidat dan parpol untuk mengadu kepada lembaga penyelenggara pemilu atau lembaga peradilan; adanya keputusan untuk mencega hilangnya hak pilih dari lembaga penyelenggara pemilu atau lembaga pengadilan; adanya kejelasan mengenai implikasi bagi pelanggar aturan pemilu terhadap hasil pemilu; dan adanya proses, prosedur, dan penuntutan yang menghargai hak asasi manusia.

Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 mengatur tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-undang mengatur pada setiap tahapan dalam bentuk kewajiban, dan larangan dalam UU Pemilu antara lain:

1. Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah propinsi dan dilakukan secara langsung dan demokratis.

2. Calon Gubernur dan Calon wakil Gubernur adalah peserta pemilihan yang diusulkan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Propinsi

3. Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan CalonWakil Walikota adalah peserta pemilihan yang diusulkan partai politik, atau perseorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota

4. Masyarakat Pemilih, pelaksana survey/hitungan cepat, dan umum yang disebut sebagai “setiap orang”

Dari Penjelasan tersebut tentunya menarik sekali untuk mengetahui penerapan sistem pemilihan bupati dan wakil bupati secara langsung, Apakah sistem pemilihan umum dalam pemilihan bupati dan wakil bupati sudah berdasarkan undang-undang? Bagaimana pelanggaran yang terjadi dalampemilihan bupati dan wakil bupati?

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penyusunan permasalahan diatas, peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

Penelitian ini termasuk penelitian diskriptif analitis, yaitu memaparkan data yang sesuai dan menganalisanya dengan mengacu pada dasar pengetahuan yuridis. Deskripsi penelitian ini ditujukan untuk memperoleh gambaran tentang penegakan hukum terhadap pelanggaran hukum Gubernur, Bupati dan Walikota di Kabupaten Semarang.

Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan ini dimaksudkan untuk melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema penelitian. Data sekunder yang bersifat publik yaitu teori-teori hukum, peraturan perundang-undangan dan pendapat para alhi yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti ditelaah secara mendalam.

Tahap Penelitian

Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, maka penelitian ini ada dua tahap:

Studi Kepustakaan (library research)

Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari pendapat-pendapat atau penemuaan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan. Sumber kepustakaan tersebut dapat berupa peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, pendapat ahli hukum atau hasil karya ilmiah.

Studi Lapangan (field research)

Studi lapangan ini bersifat primer. Dalam penelitian ini studi data yang bersifat primer. Dalam penelitian ini studi dilakukan di wilayah hukum Kabupaten Semarang. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Semarang, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Semarang, dan instusi yang terkait yang berhubungan dengan Pilkada Kabupaten Semarang.

Langkah yang paling tepat dilakukan adalah memperoleh data primer dengan cara wawancara. Wawancara dilakukan dengan bertatap muka dengan responden dengan menggunakan pedoman wawancara secara terbuka yaitu berupa tanya jawab untuk mendapatkan data tentang penegakan hukum terhadap pelanggaran terhadap peraturan pilkada.

Analisis Data

Analisis data dilakukan sesuai dengan target dari penelitian, untuk mendapatkan data deskriptif dan kuantitaf, maka penelitian ini merupakan penelitian yang deskriptif kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data desktriptif analisis yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari secara menyeluruh. Data-data tersebut diteliti dan dipelajari secara menyeluruh.Berdasarkan pemikiran tersebut metode kualitatif mempunyai tujuan penginterpretasikan secara kualitas tentang pendapat dan data-data yang kemudian mendiskripsikannya secara lengkap dan mendetail mengenai aspek-aspek yang berkaitan dengan permasalahan, kemudian dianalisis untuk mengungkapkan kebenaran dan memahaminya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Pemilihan Umum Kabupaten Semarang

Pelaksanaan Pemilihan umum kepala daerah di Kabupaten Semarang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Semarang. Komisi Pemilihan Umum menetapkan waktu pemilihan umum pada tanggal 9 Desember 2015.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Semarang dua pasangan calon bupati dan wakil bupati Semarang. Dua pasangan calon kepaka daerah tersebut adalah Nurjatmiko-Mas’ud Ridwan (Jati Mas) yang diusung PKB, Golkar, Hanura, dan PKS serta duet Mundjirin-Ngesti Nugraha (Mukti) yang diusung PDI-P, PAN, dan Gerindra.

PELANGGARAN DALAM PILKADA KABUPATEN SEMARANG 2015

Peraturan pilkada merupakan peraturan perundang-undangan yang lebih khusus (lex spesialis).Kekhususan menjadikan delik pelanggaran dalam pilkada sebagai delik pelanggaran dalam pilkada sebagai delik yang khusus diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pemilihan umum dan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Peraturan mengenai pelanggaran dapam pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) sifatnya lex spesialis juka dibandingkan dengan peraturan yang lain, termasuk dalam hal ini adalah pengaturan tentang hukum pidana. Walaupun demikia, aan tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan terjadinya gabungan antara tindak pidana pemilu, dengan tindak pidana lain di luar dari apa yang sudah diatur diatas. Hal inilah yang seharusnya diantisipasi oleh para pihak, yang mengikatkan diri didalam nota kesepakatan ini.

Terjadinya pelanggaran dalam pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah tidak dapat dihindari. Pelanggaran dapat terjadi karena adanya unsur kesengajaan maupun karena kelalaian. Pelanggaran dalam pemilihan umum Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (pilkada) dapat dilakukan oleh banyak pihak bahkan dapat dikatakan semua orang memiliki potensi untuk menjadi pelaku pelanggaran pemilu. Potensi pelaku pelanggaran pemilu dalam undang-undang pemilu dan pilkada antara lain:

1. Penyelenggaraan pemilu yang meliputi anggota KPU, KPU propinsi, KPU Kanupaten/kota, anggota Bawaslu, Panwaslu Propinsi, Panwaslu Kabupaten Kota Panwas Kecamatan, jajaran sekretariat dan petugas pelaksana lapangan lainnya;

2. Peserta pemilu dan pilkada yaitu pengurus partai politik, calon anggota DPR,DPD,DPRD, pasangan calon dan tim kampanye;

3. Pejabat tertentu seperti PNS, anggota TNI, anggota Polri, pengurus BUMN/BUMD Gubernur/pimpinan Bank Indonesia, perangkat desa, dan badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;

4. Profesi Media ceta/elektronik, pelaksana pengadaan barang distributor;

5. Pemantau dalam negeri maupun asing;

6. Masyarakat pemilih, pelaksana survey/hitungan cepat, dan umum yang disebut sebagai “setiap orang’

Dari berbagai bentuk pelanggaran yang dapat terjadi dalam pemilu dan pemilihan umum kepala daerah (pilkada), namun, secara garis besar undang-undang pemilihan umum kepala daerah membaginya berdasarkan kategori jenis pelanggaran pemilu menjadi:

1) Pelanggaran administrasi pemilu

2) Pelanggaran pidana pemilu

3) Perselisihan hasil pemilu.

Mekanisme dan sistem penanganan untuk setiap pelanggaran dalam pemilihan umum kepala daerah berbeda-beda, tergantung pada jenis pelanggaaran yang terjadi.Dalam menyelesaikan pelanggaran pilkada yang bersifat pidana pada umumnya yaitu melalui Kepolisian diteruskan ke Kejaksanaan dan ermuara di Pengadilan. Secara umum perbuatan tindak pidana pilkada yang diatur dalam UU Pemilu dan Undang-undang pemerintahan daerah, tata cara penyelesaiannya mengacu KUHAP.

Menganut asas lex specialist derogate lex generali maka aturan dalam undang-undang pemilihan umum kepaa daerah lebih utama. Apabila terdapat aturan yang sama amaka ketentuan diatur KUHP dan KUHAP menjadi tidak berlaku. Dalam proses pengawasan tersebut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dapat menerima laporan, melakukan kajian atas laporan dan temuan adanya dugaan pelanggaran, dan merumuskan temuan dan laporan dimaksud dengan institusi yang berwenang. Bawaslu atau Panwaslu menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan, menyelesaikan temuan dan laporan pelanggaran dan sengketa Pemilihan yang tidak mengandung unsur pidana, menyampaikan temuan dan kaporan ke KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti.

Berdasarkan hasil temuan, Bawaslu atau Panwaslu dapat mengambil tindakan apakah temuan atau laporan merupakan tindak pelanggaran pemilu atau bukan dalam hal laporan atau temuan tersebut dianggap sebagai penggaran, maka Bawaslu atau Panwaslu membedakannya menjadi:

1. Pelanggaran adiministratif ; dan

2. Pelanggaran yang mengandung unsur pidana.

Pelanggaran-pelanggaran dari hasil kajian dan temuan tersebut diteruskan kepada instansi yang berwenang untuk diselesaikan.Pelanggaran yang bersifat administrative diterusan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Kabupaten Semarang dan pelanggaran yang bersifat pidana diteruskan ke Kepolisian dalam kewenangan sentra gakumdu.

Adapun pelanggaran-pelanggaran dalam pemilihan umum Gubernur, Bupati dan Walikota (pilkada) Kabupaten Semarang tahun 2015. Adalah:

Pelanggaran Administratif.

Pelanggaran administrasi pemilu adalah perbuatan melanggar ketentuan peraturan perundangan yang tidak diancam dengan sanksi pidana, khususnyapelanggaran terhadap ketentuan, persyaratan, kewajiban, perintah, dan larangan.

a. Pemasangan atribut kampanye dan alat peraga pada masa sebelum ditetapkan waktu kampanye oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Kabupaten Semarang. Pemasangan atribut kampaye ini dilakukan oleh semua pasangan calon dan juga oleh tim sukses pasangan calon. Pemasangan atribut dan penyampaian visi misi pasangan calon dengan menggunakan media cetak dan eletronik terutama media local di sekitar Kabupaten Semarang. Terlebih lagi dalam pemasangan atribut dan peraga kampanye dari semua pasangan calon melanggar peraturan daerah tentang perda K3.

b. Tim sukses pasangan calon menghadirkan warga dari luar daerah pemilihan, juga dalam pelaksanaan kampanye seluruh pasangan calon membawa anak-anak. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Kep. KPU No. 17 tahun 2004.

Pelanggaran Pidana Pemilu.

Tindak pidana Pemilu adalah perbuatan melanggar ketentuan-ketentuan pemilu dan pilkada sebagaimana diatur dalam undang-undang pemilu yang diancam dengan sanksi pidana. Tindak pidana pemilu tersebut antara lain:

a. Kampanye sebelum waktunya.

b. Merusak alat peraga dari pasangan calon lainnya;

c. Menghina pasangan calon lainnya (black Campaign);

d. Membagi-bagikan paket sembako;

e. Membagi-bagikan uang kepada calon pemilih, agar memilih pasangan tertetu (money politic).

f. Kampanye dengan melanggar aturan lalu lintas.

g. Kampanye dengan menggunakan kendaraan dinas;

h. Dll, yang termasuk kategori sebagai perbuatan tindak pidana pemilu lainnya.

Menurut Panwas ada 13 aduan terhadap pelanggaran Pilkada di Kabupaten Semarang. Jenis pelanggaran yang terjadi adalah suap atau mahar politik, pelibatan PNS dalam kegiatan politik atau kampanye, penyelenggara pilkada tidak netral, penggunaan fasiltas negara untuk kampanye, kampanye di luar jadwal, kampanye hitam dan lain-lain.

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN PILKADA KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2015

Dari berbagai pelanggaran yang terjadi didalam pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Semarang tahun 2015, baik yang bersifat pelanggaran administrative maupun pidana menjadi wewenang sentra penegakan hukum terpadu (Gakumdu) pilkada Kabupaten Semarang.Berdasaran hasil kesepakatan atas tindak pelanggaran dalam pilkada Kabupaten Semarang dihasilkan berupa data bahwa laporan-laporan dari petugas panitia Pengawas lapangan (PPL) dan informasi dari masyarakat dilaorkan kepada petugas penindakan, yang kemudian dilakukan tahapan-tahapan penyelidian dan pencarian alat bukti lainnya.Penindakan dan penyelidikan tersebut dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama yang berhubugan dengan kitab undang-undang hukum acara pidana.

Beberapa tindak pelanggaran yang terjadi dalam pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (pilkada) Kabupaten Semarang tahun 2015, berdasarkan hasil wawancara dengan panitia pengawas pemilihan umum Gubernur, Bupati dan Walikota (pilkada) Kabupaten Semarang dana kasar Reskrim didapatkan hasil bahwa semua laporan pelanggaran yang sifatnya pelanggaran pidana pemilu dilakukan upaya sesuai dengan hukum hanya saja dari segi waktu yang diperlukan untuk melakukan penyelidikan dan pengumpulan alat bukti dan keterangan ternyata tidak mencukupi. Karena dalam penegakkan hukum terhadap pelanggaran pidana pemilu waktu yang diberikan oleh ketentuan peraturan hanya 1 x 24 jam setelah mendapatkan laporan petugas setra gakumdu harus dapat mengumpulkan alat bukti yang cukup.

Alat bukti dan kketerangan yang didapat tersebut, harus dijadikan sebagai bahan untuk melakukan penindakan selanjutnya yaitu menyerahkan ke kepolisian resort Kabupaten Semarang. Namun, dalam pelaksanaannya sentra gakumdu sangat susah untuk mendapatkan alat bukti termasuk terpenuhinya unsur-unsur delik dalam pelanggaran pidana pemilu tersebut. Penegakan hukum terhadap pelanggaran dalam Pemilihan Umum Gubernur, Bupati dan Walikota (pilkada) Kabupaten Semarang diselesaikan dalam rapat pleno sentra gakumdu, yaitu Panitia Pengawas Pemilu, Kepolisian Resor Kabupaten Semarang dan Kejaksaan Negeri Kabupaten Semarang.

Dalam hasil pleno tersebut menyepakati bahwa semua tindak pidana pemilu tidak terbukti secara materil.Dengan demikian maka unsur-unsur delik pidana pemilu dalam pilkada Kabupaten Semarang tidak dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu penyidikan dan penuntutan dengan mekaisme peradilan.Dalam Bahasa hukum penyelesaian seperti itu dilakukan dengan istilah penyelesaian perkara di luar pengadilan (non Judisial) atau setiap pejabat negara memiliki kewenangan sesuai dengan kewenangannya untuk mengeluarkan keputusan (ketetapan yang disebut diskresi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada tanggal 1 Juli 2016 telah mengesahkan Perubahan kedua atas Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-undang No. 10 Tahun 2016. Yang diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 antara lain bahwa Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota merupakan Partai Politik yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan Partai Politik tingkat pusat yang dapat mendaftarkan pasangan calon merupakan kepengurusan dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan partai Politik sebagaimana dimaksud belum sekesaim sementara batas waktu pendaftaran pasangan calon di KPU Provinsi atau KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kabupaten/Kota akan berakhir, kepengurusan Partai Politik yang berhak mendaftarkan pasangan calon adalah kepengurusan partai politik yang teracantum dalam keputusan terakhir menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia bunyi 40A ayat (5) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016.

Verifikasi faktual sebegimana dimaksud dengan metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon, bunyi pasal 48 ayat 6 UU No. 10 Tahun 2016 itu. Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud, terhadap pendukung calon yang tidak dapat ditemui pada saat verifikasi faktual, pasangan calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan pendukung calon yang dimaksud di kantor PPS paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak PPS tidak dapat menemui pendukung tersebut.

Jika pasangan calon tidak dapat menghadirkan pendukung calon dalam verifikasi faktual sebagaimana dimaksud, maka dukungan calon dinyatakan tidak memenuhi syarat, bunyi pasal 48 ayat 8 UU tersebut. Sementara dalam hal pasangan calon perseorangan meninggal dunia terhitung sejak ditetapkan sebagai pasangan calon sampai dengan hari pemungutan suara, pasangan calon dinyatakan gugur serta tidak dapat mengikuti pemilihan. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 juga menyebutkan, KPU provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon terpilih pada pemilihan 1 (satu) pasangan calon, jika mendapatkan suara lebih 50% (lima puluh persen) dari suara sah.

Jika perolehan suara pasangan calon kurang dari sebagaimana dimaksud, pasangan calon yang kalah dalam pemilihan boleh mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya. Pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada, diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan kembali dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan, bunyi pasal 54D ayat (3) UU tersebut. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 juga menegaskan, bahwa Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) Profinsi menerima, memeriksa, dan memutus pelanggaran administrasi pemilihan dalam jangka waktu paling alma 14 (empat belas ) hari kerja.

KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan Bawaslu provinsi dnegan menerbitkan keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya putusna Bawaslu Provinsi, bunyi 135A ayat (4) UU tersebut. Sementara itu perkara perselisihan hasil pemilu, menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus, yang dibentuk sebelum pelaksanaan pemilihan serentak nasional. Perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Konstitusi sampai dibentuknya badan peradilan khusus, bunyi pasal 157 ayat (3) UU tersebut.

Peserta pemilihan juga dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota kepada Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara perselisihan sengketa hasil pemilihan paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan. Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud bersifat final dan mengikat, bunyi pasal 157 ayat (9) UU tersebut.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 juga menegaskan, Gubernur dan Wakil Gubernur dilantik oleh Presiden di ibu kota Negara. Dalam hal ini Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur oleh Wakil Presiden. Dalam hal Wakil Presiden berhalangan, pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur dilakukan oleh Menteri. Adapun Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan wakil Walikota dilantik oleh Gubernur di Ibu Kota Provinsi yang bersangkutan. Dalam hal Gubernur berhalangan, pelantikan Bupati dan wakil Bupati serta walikota dan Wakil Walikota dilakukan oleh Wakil Gubernur. Dalam hal Gubernur dan/atau Wakil Gubernur tidak dapat melaksanakan sebagaimana dimaksud, Menteri mengambil alih kewenangan Gubernur sebagai wakil pemerintah Pusat, bunyi Pasal 164 ayat (3) UU tersebut. Selanjutnya ketentuan mengenai jadwal dan tata cara pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota diatur dengan Peraturan Presiden.

Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, pemungutan suara serentak dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang masa jabatannya berakhir pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember tahun 2016 dan yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2017 dilaksanakan pada tanggal dan bulan yang sama pada bulan Februari tahun 2017. Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2017 menjabat sampai dengan 2022, bunyi pasal 201 ayat (3) UU tersebut.

KENDALA DALAM PENEGAKAN HUKUM PILKADA KABUPATEN SEMARANG

Kendala-kendala yang dihadapi oleh sentra gakumdu Kabupaten Semarang, didapatkan informasi yang berhubungan dengan kendala dalam penindakan pelanggaran dalam Pemilihan Umum Gubernur, Bupati dan Walikota (pilkada) Kabupaten Semarang tahun 2015, yaitu:

a. Kendala dalam pengumpulan alat bukti dalam menentukan tindak pelanggaran pidana pemilu hal tersebut dikarenakan waktu yang tidak mencukupi;

b. Kendala yang berhubungan dengan institusi gakumdu sendiri yang tidak mau melakukan penindakan terhadap pelanggaran pilkada Kabupaten Semarang, karena tidak mendapatkan dukungan dari Pemerintah Daerah.

c. Kendala anggaran, yaitu program penegakan hukum terpadu dalam penegakan hukum pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Semarang dibebankan kepada institusi masing-masing, sedangkan beban kinerja institusi tersebut semakin besar.

KAJIAN YURIDIS KAMPANYE DALAM PILKADA TAHUN 2015

Undang-undang No 8 tahun 2015 tentang perubahan Undang-undang No 1 tahun 2015.

1. Peraturan KPU No 2 tahun 2015 tentang tahapan program dan tahapan jadwal pemilihan.

2. Peraturan KPU No 3 tahun 105 tentang tata kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi/ Komisi Pemilihan umum/Komisi Independen Kabupaten/Kota, Pembentukan dan tata kerja panitia pemilihan Kecamatan, panitia pemungutan suara dan kelompok penyelenggara pemungutan suara dalam penyelenggaraan pemilihan.

3. Peraturan KPU No. 4 tahun 2015 tentang pemutahiran data dan daftar pemilih dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

4. Peraturan KPU No. 5 tahun 2015 tentang sosialisasi dan pertisipasi masyarakat dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

Subtansi peraturan KPU No. 12 tahun 2015 ayat (1) pertama, ketentuan tentang konflik dengan petahana dihapus. Kedua, Mantan narapidana diperbolehkan mencalonkan diri dengan syarat:

a. Bagi calon yang pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap secara kumulatif wajib (1) secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik sebagai mantan narapidana (2) Bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang dikecualikan bagi calon yang dipidana penjara karena kealpaan ringan (culpa levis) dan karena alasan politik .

b. Bagi calon yang pernah dijatuhi penjara bersadarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan tidak bersedia secara terbuka dan jujur mengumumkan kepada publik sebagai mantan terpidana, syarat yang harus dipenuhi adalah telah menjalani pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun sebelum dimulainya jadwal pendaftaran.

c. Pasangan calon yang menggunakan dokumen palsu untuk persyaratan calon dan persyaratan pencalonan dapat ditindak pidana.

SIMPULAN

1. Pelanggara-pelanggaran yang terjadi dalam pemilihan umum Gubernur, Bupati dan Walikota (pilkada) Kabupaten Semarang tahun 2015 pada akhirnya merupaka pelanggaran-pelanggara yang sudah dikategorikan sebagai pelanggaran administrative dan pelanggaran pidana pilkada.

2. Proses penegakan hukum yang dilaksanakan oleh sentra penegakan hukum terpadu (gakumdu) Kabupaten Semarang adalah dengan melaksanakan penegakan hukum diluar sistem peradilan, yaitu penegakan yang dilaksanakan secara non judicial.

REFERENSI

BUKU

Arif, B.N. 2007. Kapita Selekta Hukum Pidana Tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu, BP Universitas Diponegoro, Semarang.

_____, 2007. Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Atmasasmita, R.2001. Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum, CV Mandar Maju, Bandung.

Chazawi, A. 2005.Pelajaran Hukum Pidana I, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hamzah, A. 1994.Asas-asas Hukum Pidana, Penerbit Rineka Cipta, Edisi Revisi,             Jakarta.

Hatta, M. 2009. Beberapa Masalah penegaan Hukum Pidana Umum dan Pidana khusus, Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Hermayulis, 2000.Hukum dan kemajemukan Budaya (Sumbangan Karagan untuk menyambut HUT Ke-70 Prof T.O Ihromi, Yayasan obor Indonesia, Jakarta.

Ibrahum, J. 2008. Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia             Publising, Malang.

Kaligis, O.C. 2006. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Terdakwa dan Terpidana, Alumni, Bandung.

Kusumaatmadja, M. 2007. Konsep-konsep hukum dalam pembangunan,Alumni,             Bandung.

Lamintang, P.A.F. 1996. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakanketig, Citra Aditya Bakti.

Moeljatno, 1993.Asas-asas Hukum Pidana, Cetakan V, Penerbit, Rineka Cipta Jakarta.

Muladi, 1995.Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Pond, P 1954.An Introduction To The Philosophy of Law, Yale University Press.

Prodjodikoro, W. 1989.Asas-asas Hukum Pidana, Edisi II cetakan VI, Eresco,Bandung.

Purnomo, B. 1994.Asal-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Yogyakarta.

Rammelin, J. 2003. Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-pasal Terpenting dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-undang Hukum pidana Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Utrecht, E. 198.Hukum Pidana I, Universitas Padjadjaran, Bandung.

_________, 1994.Ringkasan Sari Kuliah Hukum Pidana I, Pusaka Tinta Mas       Surabaya.

Soemitro, R.H. 1981. Metode penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta.

____________, 1983.Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghallia Indonesia, Jakarta.

Soekanto, S. 1976. Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Indonesia, UI Press.

__________, 2007.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta.

__________, 2007.Pengantar Penelitian Hukum Penerbit Universitas Indonesia.

Sudarto, 1986.Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung.

Peraturan Perundang-undangan.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-undang nomor 32 tahun 2004.

Undang-undang Nmor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Sebelumnya Rancangan Undang-Undang (RUU).

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,dan Walikota menjadi Undang-undang.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan II Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada) Menjadi Undang-undang

ARTIKEL JURNAL

Sumaryanto A.D. 2006.Penegakan hukum dalam pilkada (suatu kajian terhadap tindak pidana korupsi dalam pilkada langsung), Jurnal Perpektif Hukum, Vol.6 No. 2 November 2006.

Manan, B. 2005.Penegakan Hukum Yang Berkeadilan, Jurnal Varia Peradilan, No 241 November 2005.

TESIS atau DISERTASI

Dian Anjani, 2006. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Bidang Perikanan, Tesis, Fakultas Hukum, Pascasarjana Universitas Indonesia.

Yayan Ahyana, 2005. Tumpang Tindih Kewenangan Menyidik Sebagai Akibat Pasal 284 ayar 2 KUHAP Menuju Pembentukan Lembaga Penyidik Yang mandiri dan Terpadu, Tesus Universitas Padjadajran, Bandung.