KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN YANG DEMOKRATIK
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
YANG DEMOKRATIK
Heni Puji Astuti
Guru SD Negeri Lemah Ireng 03 Bawen-Kabupaten Semarang
PENDAHULUAN
Persoalan “pemimpin” dan “kepemimpinan” bukanlah suatu persoalan zaman abad ke XI saja. Sejarah telah membuktikan bahwa sejarah suatu negara atau bangsa sebenarnya berkisar pada sejarah tokoh-tokohnya, pemimpin-pemimpinnya, yakni pemimpin pemerintahan, politik, pemimpin agama,dan pemimpin masyarakat dan lain sebagainya.
Seorang sejarawan tekemuka, Thomas Carliley mengemukakan baha sejarah umat manusia tidak lain daripada sejarah pemimpin-pemimpinnya. Hal itu disebabkan antara lain karena pentingnya pemimpin sebagai motor penggerak masyarakat pada umumnya dimana sejarah itu terjadi.
Disamping itu juga karena peranannya, maka dalam setiap ceritera sejarah para pemimpin merupakan “the key person” atau “the central person” sebagai contoh dalam ceritera sejarah politik dan pemerintahan selalu berpusat pada Raja-raja, Kaisar, Presiden, Negarawan atau juga para Politikus. Dalam sejarah peperangan, berpusat pada Jendral atau Panglima, walaupun mereka tidak ikut berperang. Merujuk pada kerangka pemahaman seperti itu dapat kita simpulkan bahwa; pertama ;kepemimpinan itu adalah penting. Kedua; kepemimpinan itu ada dalam sejarah umat manusia.
Patut dicatat bahwa kepemimpinan itu hanya ada dalam kelompok atau dalam masyarakat. Kepemimpinan itu ikut berubah jika masyarakat itu berubah. Dalam hal ini timbul pengaruh timbal balik antara kepemimpinan dan perubahan masyarakat. Sebagai contoh, sejarah Pacisme Jerman tak dapat dipelajari lepas dari Adolf Hitler, sejarah Cina dan Mao Tse Tung, sejarah kemerdekaan RI dan Soekarno – Hatta.
ARTI KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan orang-orang untuk mencapai tujuan tertentu (Abdulrahman,1971: 32). Menurut Terry (1960: 122) “Leadership is the relationship in which one person, the leader influencies others to work together willingly on related tasks to attain that which the leader desires”. Hersey dan Blanchard (Umbu Tagela, 2000:104) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah” suatu proses mempengaruhi prilaku orang lain”.
Ketiga takrif di atas mengindikasikan bahwa kepemimpin-an merupakan suatu usaha mempengaruhi orang lain untuk bekerja dalam rangka mencapai tujuan.
Untuk dapat meletakkan hubungan baik dan menyenang-kan antara pemimpin yang dipimpin maka seorang pemimpin harus mampu menggunakan alat-alat komunikasi kepemimpinan yang tepat dan mampu berprilaku, sehingga dapat memberikan rangsangan yang kuat terhadap yang dipimpinnya.
Hersey dan Blanchard (Umbu Tagela, 2000:104) menge-mukakan prilaku kepemimpinan sebagai gaya pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sebagai berikut:
1. Melibatkan (participating)
2. Mengajak (consulting)
3. Melimpahkan (delegating)
4. Memerintah (telling)
Prilaku kepemimpinan tersebut di atas, memiliki bobot pengaruh yang variatif terhadap tinggi rendahnya sikap ke-pengikutan para bawahan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Kada (1978: 1) mengemukakan alat-alat komunikasi sebagai berikut: “ bahasa, nada suara, sikap, perintah atau instruksi”. Bahasa merupakan alat komunikasi yang baik dan yang paling umum digunakan dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa manusia tak dapat berbuat sesuatu, tak dapat mempengaruhi orang lain terutama dalam posisi sebagai seorang pemimpin. Bahasa yang baik tepat dan jelas dan mudah dimengerti akan memudahkan komunikasi antara pemimpin yang dipimpin. Bahasa seorang pemimpin memiliki warna serta pengaruh yang lain daripada bahasa seorang bawahan. Karena itu seorang pemimpin harus menggunakan bahasa yang baik, baik dalam bentuk oral maupun dalam bentuk written language.
Nada suara yang diperdengarkan oleh seorang pemimpin merupakan manifestasi dari keadaan jiwa atau sikap jiwa pemimpin tersebut, serta mempunyai pengaruh tertentu. Bagi seorang pemimpin yang ingin berhasil dalam kepemimpinannya, kehalusan dan kelemahlembutan merupakan kunci untuk dapat menyelami watak dan keinginan yang dipimpin.
Sikap seorang pemimpin merupakan manifestasi dari suasana batin yang didasarkan pada aspek pengekangan diri . Sikap seorang tidak permanen tetapi tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi. Dalam tautan dengan hal tersebut di atas Lewin (1975: 37) mengemukakan empat type kepemimpinan ,yakni: “ (1) Type otokratis, (2) Type demokratis, (3) Type laissez faire dan (4) Type pseudo demokratis”.
Type – type kepemimpinan seperti disebutkan Lewin diaplikasikan sesuai situasi kondisi yang dihadapi. Seorang Pemimpin bisa bersikap otoriter dalam menghadapi bawahannya, tetapi sebaliknya dapat bersikap demokratis jika menghadapi anak istrinya atau sebaliknya.
Perintah atau instruksi biasanya disertai dengan sanksi-sanksi. Bila perintah tidak dijalankan maka tindakan pemimpin adalah memberi sanksi, terutama sanksi administratif. Akibatnya selalu muncul hubungan yang kurang harmonis, bahkan terjadi jurang komunikasi atau communication gap. Berdasarkan hal tersebut maka hubungan kemanusiaan perlu dibina tanpa paksaan seperti dikemukakan Wiles (1967:123) “ good human relationship can not be attained by commanding or requesting them. They are built by living and working with fellow staff members in such a way they can practice good human relations too”. Masing – masing pihak harus memelihara hubungan tersebut serta saling menghormati dan menghargai.
Selanjutnya sifat seorang pemimpin juga berpengaruh terhadap bawahannya. Sifat merupakan tindakan dan prilaku sebagai manifestasi dari keadaan batin yang melekat erat pada diri seseorang. Sifat tidak dapat dimanipulasi karena merupakan bagian dari diri seseorang.
Dalam kaitan dengan hal tersebut Rifai (2001: 41) mengemukakan sifat seorang pemimpin adalah:” (1) Sifat suka bergaul dengan orang lain serta mudah menyesuaikan diri dengan orang-orang sekitarnya, (2) Sifat ramah tamah, berbudi bahasa baik, sehingga dapat memikat bawahannya (3) Sifat suka menolong bagi orang lain, (4) Berwibawa, yang keluar dari keselurahan pribadi dan kejujurannya”.
Hal senada dikemukakan oleh FanggidaE (1999:17) sebagai berikut: “(1) Rendah hati dan sederhana, (2) Suka menolong, (3) Sabar dan stabil emosi, (4) Percaya pada diri sendiri, (5) Jujur, adil dan dapat dipercaya, (6) Ahli dalam bidangnya”
MACAM KEPEMIMPINAN
a. Dilihat dari munculnya atau kehadirannya ada pemimpin formal dan ada pemimpin informal. Kepemimpinan formal menunjkan adanya pengangkatan resmi yang diatur dalam organisasi secara hirakis.
b. Dilihat dari cara kerja atau praktek kepemimpinan.
Kita dapat membedakan kepemimpinan yang otoriter, laizes-faire, demokratisdan pseudo demokratis.
Munculnya kepemimpinan otoriter karena pemimpin memiliki kenyakinan bahwa peranan pemimpin adalah mengarahkan memberi petunjuk membimbing, menyuruh, memerintah dan menguasai. Kepemimpinan otoriter meng-utamakan kekuasaan dan pengawasan. Kepemimpinan demo-kratis menunjuk pada pengertian penggunaan azas demo-krasi dalam kepemimpinan, karena itu tipe kepemimpinan demokratis mengutamakan prinsip musyawarah untuk mufa-kat, dalam segala proses kepemimpinan antara lain: dalam mengambil keputusan, merumuskan kebijakan, menguta-makan persuasi dalam hal memerintah dan sebagainya.
Kepemimpinan yang laizes-faire. Kepemimpinan ini seringkali kurang diakui karena tadak ada peranannya yang positif. Akan tetapi dalam kelompok tertentu type ini ada karena adanya seseorang yang menduduki posisi pemimpin, walaupun tidak dimainkan peranan sebagaimana mestinya. Para pemimpin yang memainkan peranan ini bisa disebabkan: Pertama, karena situas kelompok yang mengakibatkan ia takut mempengaruhinya atau kedua, karena ia mengalami prustasi karena situasi kelmpok atau keadaan pribadi.
Ciri-ciri pokok dari type ini ialah adanya kebebasan yang berlebihan, tanpa kebijakan umum dan keputusan yang mengikat serta menurunnya moral kerja dan disiplin.
Kepemmpinan yang pseudo demokratis. Biasanya disebut juga manipulasi demokrasi.artinya bentuk dan cara-caranya demokratis tapi isinya atau keputusannya adalah otoriter dengan type ini semua konsep mengenai kebijakan, keputusan, prosedur dan tata cara kerja lain yang lainnya semua sudah diatur dan disiapkan oleh pemimpin. Sedangkan pendapat atau usulan dan saran-saran dari bawahan diminta melalui rapat dan lain-lain hanya merupakan suatu dukungan bagi konsep yang tersedia. Para pemimpin yang memainkan type ini biasanya merasa diri cukup super dalam segala hal.
Perlu di catat bahwa keempat type ini hampir tidak nampak dalam bentuknya yang murni pada seorang pemimpin. Ini dfisebabkan pengaruh situasi dalam kepemim-pinan sehingga dalam penampilannya, type-type ini selalu nampak secara barganti-ganti walaupun salah-satunya atau beberapa type yang kelihatannya lebih dominan dari paada type yang lain. Disamping patu diingat bahawa masing-masing type tersebut diatas mempunyai kelemahan-kele-mahan pula disamping keuntungan-keuntungannya.
c. Dilihat dari peranan yang dimainkan oleh Pemimpin
Kepemimpinan nomotetik, yaitu kepemimpinan yang mengutamakan kepentingan umum kelompok dari pada kepentingan perseorangan atau pribadi. Type kepemimpinan yang demikian, sangat tepat pada masyarakat yang memiliki sifat gotong royong yang murni. Seluruh perhatian dan tindakan pemimpin, selalu tertuju kepada kepentingan bersama.
Kepemimpinan ideografis. Type kepemimpinan ini umumnya menitik beratkan pada kepentingan perorangan dengan mengabaikan kepentingan umum. Dalam hidup sehari-hari, type kepemimpinan ini hidup dengan subur pada negara-negara liberal, dimana setiap orang mendapat kesempatan bersaing yang seluas-luasnya, sehingga kepen-tingan individual diutamakan dengan mengorbankan kepen-tingan bersama. Sedangkan pada negara-negara demokratis murni, dimana sangat mempertentangkan pendapat kepen-tingan kelompok, maka kepemimpinan ideografis tak dapat dijalankan.
Kepemimpinan transaksi. Yang dimaksud dengan kepemimpinan transaksi ialah, type kepemimpinan yang merupakan kompromi antara kepemimpinan nomotetik dengan kepemimpinan ideografis,atau dengan singkat disebut kepemimpinan kompromis.
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN YANG DEMOKRATIK
Dalam sejarah pendidikan selama Orde Baru, kita selalu mendengar “ganti Menteri ganti kebijakan”. Masyarakat, orang tua, pendidik dan siswa selalu dipusingkan oleh kebijakan-kebijakan pendidikan yang tumpang tindih. Fenomena empirik tersebut sebenarnya merupakan manisfestasi dari kepemimpinan seorang Menteri. Setiap orang yang berkecimpung dalam profesi kependidikan, mulai dari guru, Kepala Sekolah, Pengawas, Kepala Dinas hingga Menteri dalam konteks pendidikan disebut sebagai pemimpin pendidikan. Setiap Pemimpin pendidikan diharapkan menerapkan type kepemimpinan yang demokratis, seperti diuraikan pada bagian terdahulu. Namun, tidak jarang kita lihat adanya Pemimpin pendidikan yang bersikap otoriter, yang juga sangat berhasil dalam memimpin. Hal ini lebih disebabkan oleh situasi kondisi di mana orang tersebut menjadi pemimpin pendidikan.
Dalam dunia pendidikan saat ini, ada persaingan yang seru antara ahli pendidikan dan perencana pendidikan, yang berinduksi pada kualitas pendidikan (Umbu Tagela, 2000:56). Ahli pendidikan dalam kiprah dan kiblatnya lebih memumpun pada peningkatan kualitas pendidikan, sementara perencana pendidikan lebih memumpun pada ketersediaan biaya pendidikan. Dalam prakteknya cenderung dilakukan penggabungan antara gagasan ahli pendidikan dengan gagasan perencana pendidikan.
Setiap pemimpin termasuk pemimpin pendidikan menurut Koozes dan Posner (1999:329) harus membina komitmen kepada tindakan. Artinya apa yang diperbuat oleh pemimpin harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam tautan makna yang demikian maka seorang pemimpin pendidikan harus memikirkan dengan matang setiap tindakannya sebelum melakukannya. Sebab tindakannya merupakan manifestasi dari dirinya sebagai pemimpin. Dalam tautan yang sama, Ametembun (1975:66) mengatakan pemimpin pendidikan harus melibatkan semua komponen dalam menentukan kebijakan dan dalam mengambil keputusan.
PENUTUP
Memang masalah kepemimpinan adalah merupakan masalah yang sangat penting untuk di beri perhatian serius. Oleh karena masalah tersebut adalah merupakan motor penggerak organisasi. Jika kepemimpinan diberi perhatian yang besar itu sebenarnya wajar sebab didalamnya kita akan bertemu dengan masalah ‘human relation’. Jika saja human relation tidak jalan maka dapat kita bayangakan apa yang bakal terjadi dengan pencaapaian tujuan organisasi tersebut. Sebab faktor manusia adalah merupakan faktor penentu maju mundurnya organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Arifin, 1971, Theori Pengembangan dan Filosofi Kepemimpinan Kerja, Jakarta, Bhatara
Ametembun, N.A, 1975, Kepemimpinan Pendidikan Modern, Bandung, Penerbit FIP-IKIP Bandung
————-, 1975a, Disiplin Kelas, Bandung, Penerbit FIP-IKIP
FanggidaE, A.M, 1999, Dasar-Dasar Kepemimpinan Pendididkan, Kupang, Penerbit FKIP Undana
Hovland, Carl I, 1953, Social Communication, Dalam Besnord Berelsco and Morris Janowitz, ed. Reader in Public Opinion and communication New York, The Free Press Of Gteoncoe.
James M,Kouzes and Barry Z. Posner, 1999, Tantangan Kepemimpinan, (Alih Bahasa, Anton Adiwiyoto), Jakarta, Interaksara
Kada, Thomas, 1978, Kepemimpinan Dalam Theory dan Praktek, Kupang, Penerbit FIP Undana Kupang
Rifai, M, 2000, Kepemimpinan Pendidikan, Bandung, Penerbit IKIP Bandung.
Terry, George, 1969, The Principles Of Management, New Jersey, Illionis Richard D.Irwin,Inc.
Umbu Tagela, 2000, Kepemimpinan Suatu Problematik Teori da Praktek, Salatiga, Widya Sari Press
Wiles, Kimball, 1967, Supervision For Better School, New Jersey, Prentice Hall Engliwood Cliffs