Kosakata Dalam Tata Bahasa Indonesia
KOSAKATA DALAM TATA BAHASA INDONESIA
Tri Widiarto
Progdi Sejarah FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRAK
Seseorang yang memiliki penguasaan bahasa yang baik, memiliki penguasaan yang luas atas kosakata. Dia tidak akan mengalami kesulitan di dalam berbahasa, baik lesan maupun bahasa tulis, karena tidak ada kata-kata yang tidak ia ketahui maknanya. Dalam komunikasi, baik berbicara atau menulis tidak sering terhenti karena masih harus mencari-cari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan gagasannya. Penguasaan kosakata yang luas memungkinkan pula seseorang untuk berbicara menulis dengan kata-kata yang bervariasi, sehingga tidak terkesan bahwa bahasanya bersifat monoton. Sebaliknya, seseorang yang penguasaan kosakatanya terbatas, dalam berbicara atau menulis sering sekali terhenti sejenak karena mengalami kesulitan dalam mencari kata-kata yang tepat. Dalam membaca atau mendengarkan kadang ia tidak dapat memahami bacaan atau pembicaraan dengan lengkap karena adanya kata-kata yang artinya tidak diketahuinya.
Kata Kunci: Kosakata, Bahasa Indonesia
PENGANTAR
Setiap bahasa selalu memiliki kosakata (Perbendaharaan kata) dan tata bahasa. Dengan kosakata dan tata bahasa, maka seseorang dapat berkomunikasi baik secara tertulis maupun secara lisan.
Pengertian kosakata itu meliputi kata, istilah, dan ungkapan. Istilah itu sebenarnya juga kata, hanya kata yang sudah menjadi istilah itu maknanya sudah didefinisikan. Misalnya: kemiskinan, per–ubahan dan perkembangan dalam bidang ilmu sosial; jasa, permintaan, penawaran, dalam bidang ekonomi: sintaksis, morfem, figuratif, frase, dalam bidang bahasa dan sastra.
Istilah dibedakan menjadi istilah umum dan istilah khusus, atau istilah teknis. Istilah umum yaitu istilah yang umum dikenal masyarakat luas dan tidak terbatas hanya dalam bidang ilmu tertentu. Sedang istilah khusus penggunaannya sering terbatas dalam bidang ilmu yang bersangkutan. Istilah yang sama yang digunakan dalam bidang ilmu yang berbeda maknanya juga berbeda. Misalnya kata figuratif dalam ilmu sastra dan dalam bidang ilmu teknik artinya tidak sama.
Ungkapan itu sebenarnya kata juga, atau terdiri atas kata-kata. Hanya ungkapan pada umumnya memiliki makna kias, sehingga makna ungkapan itu tidak–lah sekedar penjumlahan dari makna kata-kata yang menjadi unsurnya. Contoh: ungkapan merah delima maknanya bukanlah sekedar ‘buah delima yang warnanya merah. Makna merah delima ialah ‘bibir wanita yang indah bentuknya, yang warnanya mengingatkan kita pada warna buah delima yang warnanya merah.
Selain hal tersebut diatas perlu kita perhatikan juga adanya sejumlah kata, yang ditinjau dari segi fungsinya sebenarnya lebih bermakna kepada tata bahasa daripada dengan kosakata. Kata-kata tersebut tidak mengandung makna tersendiri, melainkan berfungsi untuk menghubungkan makna kata-kata atau bagian kalimat yang satu dengan lain. Kata-kata seperti tetapi, supaya, karena, namun, dan, meskipun, tidak menyatakan makna tertentu. Kata-kata semacam itu jumlahnya terbatas, tetapi frekuensi pemakaian sangat besar. Ciri lain ialah bahwa kata-kata itu bentuknya cenderung tetap, jumlah keanggotaannya tidak bertambah, dan tidak pernah dapat berdiri sendiri sebagai satu kalimat. Kata tetapi misalnya, tidak dapat diberi awalan atau akhiran dan juga tidak dapat diulang. Tidak pernah ada misalnya satu kalimat yang hanya berupa kata namun saja.
Kata-kata tersebut, sesuai dengan fungsinya, disebut kata tugas atau kata sarana. Kata-kata semacam itu terletak dalam perbatasan antara perbendaharaan kata dan tata bahasa. Karena kata-kata itu mempunyai fungsi ketatabahasaan, khususnya fungsi sintaksis, maka lebih tepat apabila kata-kata tersebut kita tinjau dalam pembicaraan mengenai penyusunan kalimat (Anton Muliono 1990: 23)
Kata istilah, dan ungkapan, ada yang berasal dari bahasa Indonesia sendiri, dari bahasa daerah, dan dari bahasa asing, juga menjadi kajian kosakata, misalnya istilah/ ungkapan: bagai pungguk merindukan bulan, waktu adalah uang, ora et labora. Hal-hal tersebut akan menjadikan kekayaan kosakata dalam bahasa Indonesia (H.G Tarigan 1990:4)
Seluruh perbendaharaan kata suatu bahasa itu direkam di dalam kamus bahasa yang bersangkutan, tentu saja kalau dalam bahasa tersebut sudah disusun kamus. Kamus itu bermacam-macam, ada kamus umum, ada kamus istilah, dan ada kamus ungkapan. Kamus suatu bahasa tidaklah dapat menampung seluruh perbendaharaan kata yang ada dalam bahasa tersebut. Kosakata dalam suatu bahasa selalu berkembang, banyak kata-kata yang menjadi usang dan tidak dipakai lagi. Perkembangan masyarakat, perkembangan kebudayaan suatu bangsa, kontak antara suatu bangsa dengan bangsa yang lain, akan menyebabkan timbulnya kata-kata baru. Semakin cepat perkembangan kebudayaan suatu bangsa, semakin pesat pula perkembangan kosakata pada bahasa bangsa tersebut. Bangsa yang sudah maju kebudayaan dan peradabannya, memiliki kamus bahasa yang tebal-tebal. Dari satu segi luasnya perbendaharaan kata suatu bahasa mencerminkan kemajuan kebudayaan pemilik bahasa yang bersangkutan.(Amran Halim 1990: 43)
Seseorang yang memiliki pengua–saan bahasa yang baik, memiliki penguasa–an yang luas atas kosakata. Dia tidak akan mengalami kesulitan di dalam berbahasa, baik lesan maupun bahasa tulis, karena tidak ada kata-kata yang tidak ia ketahui maknanya. Dalam komunikasi, baik berbicara atau menulis tidak sering terhenti karena masih harus mencari-cari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan gagasannya. Penguasaan kosakata yang luas memungkinkan pula seseorang untuk berbicara menulis dengan kata-kata yang bervariasi, sehingga tidak terkesan bahwa bahasanya bersifat monoton. Sebaliknya, seseorang yang penguasaan kosakatanya terbatas, dalam berbicara atau menulis sering sekali terhenti sejenak karena mengalami kesulitan dalam mencari kata-kata yang tepat. Dalam membaca atau mendengarkan kadang ia tidak dapat memahami bacaan atau pembicaraan dengan lengkap karena adanya kata-kata yang artinya tidak diketahuinya.(Akhadiah, Sabrti. 1989: 17)
Demikian juga dengan bahasa Indonesia, kiranya perlu diperkaya dengan kosakata untuk memperkaya dan mengem–bangkan bahasa Indonesia itu sendiri.
KATA DAN MAKNANYA
Kata itu bukanlah sekedar rangkai–an bunyi, melainkan rangkaian bunyi yang mengandung makna. Makna ialah pengerti–an, konsep atau acuan yang ditunjuk atau dinyatakan oleh kata-kata. Makna terdiri dari beberapa macam, yaitu makna leksikal, dan makna gramatikal; ada makna donotatif, dan makna konotatif.
Makna leksikal ialah keseluruhan makna yang dikandung oleh suatu kata, atau makna menurut kamus. Sedangkan makna gramatikal ialah makna yang timbul akibat proses ketatabahasaan. Contoh: kata pengajar secara leksikal dapat dijelaskan sebagai guru/dosen, sedang secara gramatikal pengajar itu berasal dari kata ajar yang mendapat awalan peng-. Awalan peng- di sini menyatakan orang yang pekerjaannya seperti yang disebutkan dalam kata dasar. Jadi, pengajar ialah orang yang pekerjaannya mengajar.
Makna leksikal dibedakan menjadi dua macam, yaitu makna denotatif atau denotasi, dan makna konotatif atau konotasi. Makna denotatif ialah makna pokok, yaitu makna yang ditunjuk langsung oleh kata itu sendiri. Sedang makna konotatif ialah makna tambahan, yaitu makna yang timbul sebagai akibat adanya saran dan asosiasi atau kaitan pikiran yang ditimbulkan oleh makna pokok. Contoh: kata malam denotasinya ialah ‘saat dimana mataharai tidak terlihat sinarnya karena dipantulkan oleh bulan, tetapi makna ini menyarankan pengertian-pengertian kehi–dupan yang menyeramkan, situasi yang menegangkan ataupun hati yang sedih.
Ada kata-kata yang denotasinya sama tetapi konotasinya berbeda. Kata wanita dengan perempuan mempunyai denotasi yang sama tetapi konotasinya berbeda. Begitu juga kata pembantu, dengan pramuwisma. Kata istri dengan bini,; juga dengan kata-kata mati, meninggal, wafat, mampus, dan sebagai–nya tidak sama konotasinya.
Ada beberapa kata yang maknanya sama atau hampir sama. Kata-kata seperti itu disebut kata-kata yang be rsinonim. Tetapi kata-kata yang betul-betul bersinonim itu sebenarnya tidak ada. Meskipun makna pokoknya sama, kata-kata yang bersinonim itu selalu mengandung aspek-aspek makna yang berebda. Misalnya kata senja dengan sore memang mengandung makna yang lebih kurang sama, tetapi apabila kita pergunakan dalam karya sastra akan bermakna lain, sore melambangkan kegembiraan, sedangkan senja melambangkan kesedihan (H.J Waluyo 2002: 56)
Di samping kata-kata yang maknanya sama ada juga kata-kata yang sama, yang menyatakan makna yang berbeda. Kata yang sama dengan makna yang berbeda disebut kata yang homonim. Kesamaan kata itu dapat berupa kesamaan tulisannya, seperti: teras dengan teras, seri dengan seri; dapat juga kesamaan bunyinya, sedang huruf-hurufnya berbeda misalnya: bang dan bank, sanksi dan sangsi. Yang pertama disebut homograf, sedang yang kedua disebut homofon.
Ada juga kata-kata yang maknanya terangkum oleh kata lain yang wilayah maknanya lebih luas. Contoh: ayam, kerbau, , serangga, maknanya terangkum oleh kata binatang; anggur, pepaya, apel, termasuk buah-buahan. Dalam kaitannya dengan kata yang maknanya lebih luas itu, kerbau atau anggur disebut hiponim, sedangkan binatang dan buah-buahan disebut superordinatnya. Kemampuan untuk memasukkan makna kata dalam kelas tertentu penting dalam kaitannya dengan penyusunan definisi formal.(Anton M. 1985: 14)
Suatu bahasa dikatakan kaya akan kata apabila berbagai nuansa makna dapat dinyatakan dalam bahasa tersebut. Bahasa Indonesia, dalam kedudukannya sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu sekali diperkaya dengan kata-kata yang dapat menyatakan berbagai nuansa makna secara terpilah-pilah. Di muka sudah disebutkan bahwa penambahan kata-kata untuk menyatakan berbagai nuansa makna, penting sekali artinya bagi peningkatan sifat kecendekiaan bahasa Indonesia. Wilayah pemakaian bahasa Indonesia semakin beragam dan untuk masing-masing wilayah pemakaian itu diperlukan kata-kata yang dapat memper–kaya ragam-ragam pemakaian bahasa tersebut.
Salah satu upaya untuk memperlu–as kosa kata yang dapat membeda-bedakan berbagai makna itu misalnya penggunaan kata mama, ibu, dan bunda.
Selain itu juga dibedakan adanya kata-kata yang dipakai dalam lingkungan luas atau kata-kata yang bersifat umum, dan kata-kata yang hanya digunakan dalam lingkungan tertentu. Lingkungan tertentu itu misalnya kalangan para pedagang, kalangan para dokter, kalangan kelompok-kelompok anak muda, kalangan para penjudi, atau kalangan profesi tertentu. Seperti halnya istilah khusus, kata-kata itu hanya dipahami oleh lingkungan atau kelompok profesi masing-masing.
PENGAYAAN KOSAKATA
Bahasa Indonesia dewasa ini mengalami pengembangan kosakata yang sangat pesat. Banyak diciptakan kata-kata baru, sedangkan kata-kata asing dan kata-kata yang berasal dari bahasa daerah banyak yang dimasukkan dalam bahasa Indonesia. Dalam surat kabar kita jumpai kata-kata: berkutat, merebak, berkilah, raib, sergah, kiat. Diantara kata-kata baru itu ada yang dipergunakan untuk menerjemahkan kata-kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya: kendala (constrait), kesenjangan (gaps), canggih (sophisticated), dampak (impact), lahan (land), masukan (in put), keluaran (out put), tindak lanjut (follow up), kesinambungan (continuity), menyunting (to edit), pemasaran (marketing), jasa boga (catering), laku lajak (over acting), peragaan busana (fashio show) (Tim Penyusun Buku Ajar Bahasa Indonesia UNDIP Semarang 1989: 47)
Kata-kata yang berasal dari bahasa asing itu kadang hanya diubah ucapan dan ejaanya. Contoh “sukses, bus, manajemen, problem, sistem, sosiologi, morfologi, sin–taksis, fonem, kategori, dikhotomi, seman–tik, kamera, kriteria, laboratorium, impor, ekspor, tim, isu”.
Penutur bahasa Indonesia diharap–kan memiliki kosakata yang cukup luas, termasuk kata-kata baru. Seorang penutur bahasa Indonesia yang ingin dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar secara tertulis maupun lisan, perlu memiliki penguasaan kosakata yang luas, baik secara reseptif maupun produktif. Di samping itu, diharapkan juga bahwa penutur bahasa Indonesia cukup kreatif untuk menemukan kata-kata baru atau menggunakan suatu bentukan-bentukan yang baru, yang dapat memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Kreativitas itu penting, lebih-lebih dalam pembentukan istilah pada berbagai cabang ilmu. Istilah-istilah asing, sedapat mungkin diindonesiakan apabila di dalam bahasa Indonesia sendiri ada kata-kata yang sesuai untuk pengertian tersebut.
Dalam buku Pedoman Pemben–tukan Istilah disajikan pedoman tentang bagaimana bentuk atau menciptakan istilah-istilah dalam bahasa Indonesia. Ada berbagai alternatif yang dapat kita tempuh dalam membentuk istilah-istilah yang baru. Pertama, yaitu bahwa pengertian atau konsep itu kita usahakan untuk kita nyatakan dengan bahasa Indonesia sendiri, jadi kita mengambil kata-kata dalam bahasa Indonesia sendiri untuk mengata–kan konsep tersebut. Kata-kata itu kita pilih kata-kata yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia, tetapi kalau kata-kata yang lazim digunakan itu tidak ada, kita dapat juga menggunakan kata-kata yang tidak lazim. Kalau dalam bahasa Indonesia sendiri baik kata-kata yang lazim maupun tidak lazim tidak ada yang dapat kita gunakan untuk menyatakan konsep tersebut, kita dapat mencari kata-kata itu dalam bahasa daerah yang masih serumpun dengan bahasa Indonesia, dengan lebih dulu mencari kata-kata lazim.(Harun Ramli 1989: 21)
SIMPULAN
Kosakata ternyata menempati posi–si yang penting dalam sebuah bahasa, kemajuan suatu bahasa dapat diukur salah satunya dengan perkembangan kosakata bahasa tersebut. Suatu bahasa yang sangat miskin kosakatanya, menunjukkan bahwa bahasa tersebut tidak berkembang dengan baik. Sebaliknya suatu bahasa yang menunjukkan mampu menyerap perkembangan kosakata, itu berarti bahasa tersebut cukup maju dan fleksibel dalam menerima perubahan.
DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, Sabrti dkk. 1989. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Badudu, Ys. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar I. Jakarta: PT.Gramedia
———–, 1988. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar III.Jakarta: PT.Gramedia
Halim, Amran (Ed), 1990. Politik Bahasa Nasional II. Jakarta. Balai Pustaka
Harun, Ramli.dkk. 1989. Kamus Etimologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Keraf Gorys, 1990. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende Flores: Nusa Indah.
Moeliono, Anton M. 1984. Santun Bahasa, Jakarta: Gramedia.
__________1985. Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jakarta: jambatan.
Moeliono, Anton M (Penyunting Penyelia). 1990. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia: Jakarta. Balai Pustaka.
Ramlan, M.dkk.1990. Bahasa Indonesia: Yang Benar dan Yang Salah. Yogyakarta: Andi Ofset.
Soedjarwo.1990. “Aspek Morfologi Kata-kata Serapan dalam Bahasa Indonesia”. Laporan.
Tarigan,H.G. 1989. Pengajaran Kosakata: Bandung. Angkasa
Tim Penyusun Buku Ajar Bahasa Indonesia UNDIP. 1998. Bahasa Indonesia Untuk Mahasiswa. Semarang. Penerbit UNDIP.
Waluyo.H.J. 2002. Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga. Widya Sari Press