Meningkatkan Hasil Belajar Melalui Pendekatan Konstruktivisme
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
TENTANG KESEBANGUNAN SEGITIGA
MELALUI PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME
BAGI PESERTA DIDIK KELAS IX-SMP NEGERI 2 SALATIGA
Mahmudi
SMP Negeri 2 Salatiga
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah dengan pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar Matematika tentang kesebangunan segitiga bagi peserta didik kelas IX-F SMPN 2 Salatiga.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan pendekatan Konstruktivisme pada materi Kesebangunan Segitiga kelas IX. Subyek penelitian ini adalah peserta didik kelas IX-F SMP Negeri 2 Salatiga semester 1 tahun pelajaran 2016-2017 sejumlah 28 siswa. Pelaksanaan penelitian berjalan kurang lebih 4 bulan. Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa angket siklus I dan II serta hasil tes tiap akhir siklus. Hasil Penelitian diperoleh pada siklus I rata-rata 74 menjadi rata-rata 83 pada siklus II sedang yang tuntas dari 67,8% pada siklus I menjadi 85,7% pada siklus II peningkatan sebesar 17,9%. Sedangkan keterlaksanaan pembelajaran dari 58,17% pada siklus I kategori kurang menjadi 72,92% pada siklus II kategori cukup atau naik 14,75%.Berdasarkan analisis data selama siklus I dan siklus II dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan Konstruktivisme dapat meningkatkan Hasil Belajar Matematika tentang Kesebangunan Segitiga bagi peserta didik IX-F SMPN 2 Salatiga semester 1 tahun pelajaran 2016-2017.
Kata kunci: Hasil belajar, pendekatan konstruktivisme
PENDAHULUAN
Penguasaan materi kesebangunan segitiga dirasa masih sangat kurang karena dari 28 peserta didik kelas IX-F ada 19 peserta didik atau 67,9% peserta didik masih belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yaitu mendapat nilai kurang dari 75, karena pada waktu diberi penjelasan 14,1% peserta didik yang berbicara dengan temannya, 17,9% mengerjakan tugas lain dan 35,9% melamun. Dengan pembelajaran yang biasa penulis lakukan hanya dengan ceramah,tanya jawab, contoh soal dan mengerjakan soal-soal latihan yang dimungkinkan siswa mudah merasa bosan dan kurang menarik.Peneliti ingin menerapkan kegiatan pembelajaran Matematika yang diharapkan dapat mengatasi permasahan yang dihadapi guru di kelas melalui suatu pendekatan yaitu pembelajaran Matematika dengan pendekatan konstruktivisme. Pendekatan ini berasumsi bahwa peserta didik belajar sedikit dari konteks yang terbatas kemudian peserta didik mengkonstruksi sendiri pemahaman dan pemahaman tersebut diperoleh dari pengalaman belajar yang bermakna. Fakta di lapangan menyebutkan bahwa terdapat permasalahan yang sering muncul dalam proses belajar mengajar Matematika. Peneliti mengetahui dari hasil refleksi dan hasil tes yang diperoleh peserta didik , maka peneliti melakukan diskusi dengan guru matematika untuk mengungkapkan identifikasi kelemahan dari proses pembelajaran pada materi tentang kesebangunan segitiga di kelas IX-F SMPN 2 Salatiga sebagai berikut materi pembelajaran matematika dianggap peseerta didik cukup sulit, ketertarikan peserta didik pada materi pembelajaran masih kurang,Interaksi untuk tanya jawab kurang aktif,proses pembelajaran kurang menarik perhatian peserta didik , terbatasnya sarana dan prasarana sekolah.
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut apakah dengan pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar matematika dalam memahami kesebangunan segitiga bagi peserta didik kelas IX- F SMPN 2 Salatiga?
Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut dengan pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar Matematika dalam memahami kesebangunan segitiga bagi peserta didik kelas IX- F SMPN 2 Salatiga.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Adapun manfaat yang diharapkan meningkatnya hasil belajar matematika dalam memahami kesebangunan segitiga bagi pesertadidik kelas IX- F SMPN 2 Salatiga.Meningkatnya kemampuan guru dalam mengembangkan pembelajaran yang inovatif dalam mengajarkan pemahaman kesebangunan segitiga bagi peserta dididk SMPN 2 Salatiga.
Kajian Pustaka dan kerangka berpikir
Hasil Belajar
Pembelajaran matematika sebagai salah satu ilmu dasar telah berkembang dengan pesat, baik materi maupun kegunaannya. Dengan demikian setiap usaha pembelajaran matematika perlu mempertimbangkan keadaan dan kebutuhan sekolah maupun aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kemampuan peserta didik dalam penguasaan materi. Hasil belajar berdasarkan standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Permendiknas no.23 th 2005).Hasil belajar peserta didk merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran matematika. Sudjana (2013:3) menyatakan bahwa: “Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang timbul misalnya dari tidak tahu menjadi tahu”. Perubahan yang terjadi dalam proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja dan disadari atau dengan kata lain bukan karena kebetulan. Tingkat pencapaian hasil belajar oleh peserta didik disebut hasil belajar. Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil belajar peserta didik atau kemampuan peserta didik dalam suatu pokok bahasan guru biasanya mengadakan tes hasil belajar setelah peserta didik mengikuti proses belajar mengajar.
Kesebangunan Segitiga
Menurut Wahyudin Djumanta dan Dwi Susanti (2008:11) bahwa dua segitiga dikatakan sebangun jika sisi –sisi yang bersesuaian sebanding atau sudut-sudut yang bersesuaian sama besar.
Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Ciri-ciri Konstruktivisme
(1) Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.(2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.(3) Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah (4) Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar. (5) Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan
Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada peserta didik dan harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi peserta didik , dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak peserta didik agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi harus diupayakan agar peserta didik itu sendiri yang memanjatnya.
Kelebihan Konstruktivisme
Peserta didik berfikir untuk menyelesaikan masalah, menyampaikan idea dan membuat keputusan. Faham karena peserta didik terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi. Selain itu peserta didik terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru; Adanya motivasi untuk peserta didik bahwa belajar adalah tanggung jawab peserta didik itu sendiri, Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya, Membantu peserta didik untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap, Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi pemikir yang mandiri, Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan seorang individu merupakan hasil konstruksi (bentukan) individu sendiri setelah melewati berbagai pengalaman.(Suparno, 2014). Dengan adanya pemahaman baru,proses konstruksi ini berjalan terus menerus melalui panca inderanya dan selalu terjadi rekonstruksi.Dengan kata lain pengetahuan bukanlah barang mati yang sekali jadi melainkan suatu proses yang terus berkembang.
Menurut konstruktivisme pengetahuan bukanlah hal yang statis dan deterministic,mental maupun sentuhan indra peserta didik akan mengkonstruksi pengetahuannya.Sementara itu Van Glasserfield (dalam Pannen,2012) menyatakan untuk mengkonstruksi pengetahuannya, peserta didik memerlukan beberapa kemampuan yaitu:(1) Kemampuan untuk mengingat dan menangkap kembali pengalaman karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi individu dengan pengalamannya.(2)Kemampuan untuk membandingkan dan mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan suatu hal.Kemampuan ini penting agar siswa mampu mengambil sifat yang lebih umum dari pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk selanjutnya membuat klarifikasi dan mengkonstruksi pengetahuannya.(3) Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain (selective conscience). Melalui “suka tidak suka” inilah muncul penilaian peserta didik terhadap pengalaman dan menjadi landasan bagi pembentukan pengetahuannya.Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba (Suwarna,2010).
Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (2003) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (2010, disebut dalam Sushkin, 2011) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional.Berdasarkan hasil penelitian yang pernah ada bahwa pendekatan konstruktivisme mempermudah peserta didik dalam pemahaman konsep bilangan berpangkat. Dengan pendekatan konstruktivisme memberikan alternative guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang lebih bervariasi.Pengetahuan merupakan hasil konstruksi manusia melalui interaksi mereka dengan obyek, pengalaman dan lingkungan.Oleh sebab itu pengetahuan dapat diterima siswa meleui proses yang terus menerus dan diberikan sedikit demi sedikit sehingga peserta didik dapat memahami konsep yang dimaksud. Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang dilakukan, penulis dapat merumuskan hipotesis ,hasil belajar Matematika tentang Kesebangunan Segitiga bagi peserta didik kelas IX-F SMPN 2 Salatiga meningkat dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme.
Metodologi Penelitian
Prosedur dan langkah-langkah PTK ini mengikuti prinsip dasar yang berlaku dalam PTK yaitu mulai dari tahap perencanaan(Rencana Tindakan),Implementasi(pelaksanaan tindakan), Observasi dan Refleksi yang didikuti perencanaan ulang jika masih di temukan masalah.Tes ini disusun berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematika pada pokok bahasan Kesebangunan Segitiga. Tes ini diberikan setiap akhir siklus, bentuk soal yang diberikan adalah Tes Uraian.
Lembar observasi siswa digunakan untuk mengetahui efektifitas pendekatan Kronstruktivisme pada materi kesebangunan. Lembar observasi guru untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Konstruktivisme.Dari non tes berupa hasil pengisian pada pedoman pengamatan dan catatan-catatan guru selama proses belajar mengajar dan dari post tes berupa hasil kerja atau ulangan.Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan terhadap hasil tes. Selanjutnya untuk melihat apakah pembelajaran ini sesuai dengan pembelajaran yang beracuan konstruktivisme dibuat pedoman observasi pelaksanaan pembelajaran setiap indikator yang direncanakan terdiri dari 5 diskriptor. Yang dimaksud diskriptor disini adalah pendiskripsi ketercapaian indikator yang sudah ditentukan. Setiap deskriptor mempunyai skor yang berbeda sehingga semakin besar skor akumulasi dari diskriptor pelaksanaan pembelajaran semakin mengacu pada pembelajaran konstruktivisme. Dengan demikian antusias siswa dalam pembelajaran juga didasarkan pada banyaknya indikator yang muncul.Dari hasil refleksi tiap siklus jika belum tercapai ketuntasan belajar minimum, maka peneliti harus melanjutkan ke siklus berikutnya sampai mencapai ketuntasan belajar minimum, sehingga ketuntasan belajar dengan materi kesebangunan tercapai secara individu maupun klasikal.
Tingkat ketuntasan siswa dalam materi pembelajaran menggunakan rumus sebagai berikut:
P = x 100%
P = Prosentase ketuntasan
Secara klasikal prosentase ketuntasan belajar siswa sebesar 85% jika kurang dari 85% berarti secara klasikal dinyatakan belum tuntas.
Sedangkan ketercapaian keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Konstruktivisme juga dirumuskan sebagai berikut:
P = x 100%
P = Prosentase Keterlaksanaan Pendekatan Konstruktivisme
Setelah diperoleh hasil, maka dilakukan penilaian yang disesuaikan dengan tabel yang sudah dibuat.
Hasil Penelitian
Kondisi awal
Berdasarkan pengamatan pendahuluan yang menyatakan bahwa penguasaan materi kesebangunan segitiga bagi peserta didik kelas IX-F SMPN 2 Salatiga semester 1 yang dirasa sangat kurang karena 19 peserta didik dari 28 peserta didik atau 67,9% peserta didik yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal yaitu nilai < 75, dikarenakan pada waktu diberi penjelasan 14,1% peserta didik yang berbicara dengan temannya , 17,9% mengerjakan tugas lain, dan 35,9% melamun. Dengan pembelajaran yang biasa penulis lakukan hanya dengan ceramah, Tanya jawab, contoh soal dan mengerjakan sosl-soal latihan yang dimungkinkan peserta didik mudah merasa bosan dan kurang menarik.
Untuk itu dilakukan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika bagi peserta didik kelas IX-F SMPN 2 Salatiga semester 1 tahun pelajaran 2016/2017.Sesuai dengan perencanaan pembelajaran pada Siklus I pada hari Kamis tanggal 18 Agustus 2016 yang dilakukan peneliti sekaligus melakukan observasi terhadap proses pembelajaran. Urutan pelaksanaan tindakan adalah sebagai berikut peneliti menjelaskan materi Kesebangunan, siswa mendengarkan penjelasan dari guru diberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya dan guru menjawab.Guru
memberikan motivasi kepada peserta didik agar belajar dengan sungguh-sungguh dan diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk bertanya dan berdiskusi dengan teman-temannya secara tertib dan diharapkan peserta didik mampu mengerjakan tugas yang diberikan guru.Peserta didik mengerjakan Lembar Kegiatan peserta didik yang telah disiapkan oleh guru.Di akhir pembelajaran siklus I peserta didik diberikan soal latihan dan angket motivasi.
Hasil Evaluasi siklus I
No | Nilai | Jumlah peserta didik |
1 | <75 | 9 |
2 | 75 | 2 |
3 | >75 | 17 |
Jumlah | 28 |
Dari tablel diatas diperoleh data dari 28 peserta didik yang memperoleh nilai diatas KKM yaitu 75 ada 19 peserta didik atau 67,9% dan yang kurang dari 75 sebanyak 9 pesereta didik atau 32,1% berarti secara klasikal belum mencapai ketuntasan karena nilai ketuntasan belajar secara klasikal adalah 85% sedangkan keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Konstruktivisme masih kurang yaitu 54,2% karena berada pada rentang 40% – 59%.
Tingkat ketuntasan peserta didik dalam materi pembelajaran siklus I adalah:
P =
P = Prosentase ketuntasan
Tuntas = 19
Tidak Tuntas = 9
Jumlah peserta didik = 28
P =
Angket hasil observasi pada siklus I adalah:
P = x 100%
P = Prosentase keterlaksanaan pendekatan Konstruktivisme
P = x 100% = 58,17%
Dari hasil keterlaksanaan pembelajaran Konstruktivisme diperoleh 58,17% yang berarti masuk rentang 40% – 59% berarti kurang, maka masih perlu dilanjutkan siklus II.
Sebelum pelaksanaan siklus II peneliti menyampaikan hasil analisis hasil observasi terhadap siswa kelas IX-F yang dilakukan pada siklus I. Peneliti menyampaikan segala kelebihan dan kekurangan selama berlangsungnya pembelajaran dengan pendekatan Konstruktivisme untuk meningkatkan motivasi pada siklus II. Untuk mengatasi berbagai kekurangan yang ada, akhirnya peneliti mengambil keputusan untuk ,Peneliti memberikan model pembelajaran dengan pendekatan dan perangkat yang sama dengan siklus.Peneliti lebih memberikan semangat dan berusaha untuk berkeliling mendekati kelompok-kelompok siswa dengan menanyakan apakah ada yang bisa dijelaskan lagi.Peneliti mengulangi lagi materi-materi yang belum jelas.Peneliti memberikan berbagai pujian dan kepada siswa yang aktif dan yang memperoleh nilai atau hasil yang tinggi atau benar.
Pelaksanaan tindakan ini pada 1 minggu setelah tindakan pada siklus I. Dalam kegiatan ini peneliti menerapkan pembelajaran dengan perbaikan sesuai refleksi siklus I untuk mengatasi kekurangan – kekurangan tersebut. Peneliti sekaligus melakukan observasi terhadap proses pembelajaran.Seperti pada kegiatan observasi sebelumnya , peneliti mengamati seluruh kegiatan yang terjadi di dalam kelas. Peserta didik yang mendapat nilai kurang dari 75 sebanyak 4 siswa (14,3%), Siswa yang mendapat nilai 75 ada 24 siswa (85,7%) dengan nilai rata-rata 83. Berarti secara klasikal sudah mencapai ketuntasan dan juga mengalami peningkatan sebesar 17,8%.
Kesimpulan.
Berdasarkan dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika tentang kesebangunan segitiga bagi siswa kelas IX-F SMPN 2 Salatiga semester 1 tahun pelajaran 2014/2015 telah memberikan hasil yang lebih tinggi, hal ini dapat terlihat dari nilai tes rata-rata kelas 74 pada siklus I atau yang mencapai KKM 67,9% menjadi rata-rata 83 pada siklus II atau yang mencapai KKM sebesar 85,7% naik sebesar 17,8%. Sedangkan keterlaksanaan pembelajaran dengan pendekatan Konstruktivisme menurut siswa meningkat dari 58,17% kategori kurang pada siklus I menjadi 72,92% pada kategori cukup pada siklus II atau naik 14,75%.
Saran-saran untuk pemanfaatan dalam Pembelajaran
Saran-saran berikut ini merupakan upaya pemanfaatan penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran yaitu Bagi guru SMP khususnya disarankan untuk menggunakan strategi dan pendekatan pembelajaran yang lebih baik agar prestasi belajar peserta didik meningkat. Bagi peserta didik agar selalu berupaya meningkatkan pemahaman pada semua materi pembelajaran karena setiap materi pembelajaran selalu berkaitan dengan materi pembelajaran yang lain sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya. Bagi sekolah agar para guru Matematika khususnya dan para guru bidang studi lain untuk memacu agar selalu melakukan inovasi dalam pembelajaran pada bidang studi yang dibinanya dengan menerapkan metode-metode pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan belajar yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
M.Cholik Adinawan, Sugijono, 2009,Matematika 3 untuk SMP/MTs kelas IX,Jakarta: ,Erlangga
Pannen, Paulina dkk 2011, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Jakarta, Dirjen dikti Departemen Pendidikan nasional
Suparno, Dr Paul2010, Filsafat Konstruktivisme dalam pendidikan; Yogyakarta ; Kanisius.
Suharsismi Arikunto.2011, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prose, Jakarta: Rineka Cipta.
Suharsimi Arikunto,dkk,2010. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ,2003, Jakarta; Departemen Pendidikan Nasional.
Wahyudin Djumanta,dkk. 2008. Belajar Matematika Aktif dan Menyenangkan untuk kelas IX SMP/MTs, Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
(http://smscepiring word pres.com 2008/02/19 “pendekatan dan metode-metode pembelajaran)