MENINGKATKAN HASIL BELAJAR

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI

MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STAD PADA SISWA KELAS XI SEMESTER 2

TAHUN PELAJARAN 2018/2019 DI SMA NEGERI 6 MADIUN

 

Murlani

SMA Negeri 6 Kota Madiun

 

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD bagi siswa siswa Kelas XI semester 2 SMA Negeri 6 Madiun Tahun Pelajaran 2018/2019. (2) Memaparkan hasil belajar Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti siswa setelah model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan subjek berjumlah 9 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada peningkatan proses pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. (2) Ada peningkatan hasil belajar berbicara siswa kelas XI dengan penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, Proses dan Hasil Belajar.

 

PENDAHULUAN

Paradigma guru abad 21 guru harus memahami menguasai pembelajaran inovatif dengan tujuan agar pelajaran yang disampaikan guru dapat dikuasai oleh anak didik secara tuntas. Ini merupakan masalah yang cukup sulit yang dirasakan oleh guru. Kesulitan itu dikarenakan anak didik bukan hanya sebagai individu dengan segala keunikannya, tetapi mereka juga sebagai makhluk sosial dengan latar belakang yang berlainan. Paling sedikit ada tiga aspek yang membedakan anak didik yang satu dengan yang lainnya, yaitu aspek intelektual, psikologi dan biologis. Ketiga aspek tersebut diakui sebagai akar permasalahan yang melahirkan bervariasinya sikap dan tingkah laku anak didik di sekolah. Hal itu pula yang menjadi tugas cukup berat bagai guru dalam menggelola kelas dengan baik.

Kendala-kendala lain yang mempengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas antara lain adalah (1) perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi (2) konflik dan motivasi yang kurang sehat (3) lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan (4) penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi, serta (5) kurang adanya hubungan sosial dan publikasi. Dengan berbagai masalah tersebut di atas menjadikan sebagian besar guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti merasa kesulitan untuk mengembangkan model pembelajaran yang mengacu pada kurikulum.

Penelitian ini akan difokuskan pada upaya untuk mengatasi faktor internal yang diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat hasil belajar siswa kelas XI SMA NEGERI 6 Madiun dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti , yaitu kurangnya inovasi dan kreativitas guru dalam menggunakan model pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung monoton dan membosankan. Salah satu model pembelajaran yang diduga mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang kondusif; aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui tentang langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti pada siswa kelas XI SMA Negeri 6 Madiun Tahun Pelajaran 2018/2019. Judul yang dipilih oleh peneliti adalah Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 6 Madiun.

KAJIAN TEORI

Pengajaran adalah suatu aktifitas (proses) mengajar belajar yang di dalamnya ada dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Istilah peserta didik penulis gunakan untuk anak didik, objek didik, atau sebagai istilah lain dari murid/siswa. Tugas dan tanggung jawab utama seorang guru/pengajar adalah mengelola pengajaran dengan lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif, yang ditandai dengan adanya kesadaran dan keterlibatan aktif di antara dua subjek pengajaran, guru sebagai penginisiatif awal, pengarah, pembimbing, sedang peserta didik sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam pengajaran.

Ahmad Rohani (2004: 68) mengatakan bahwa pengajaran merupakan totalitas aktifitas belajar mengajar yang di awali dengan perencanaan dan diakhiri dengan evaluasi. Hal ini dikembangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007, indikator pencapaian kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ini berarti indikator pencapaian kompetensi merupakan rumusan kemampuan yang harus dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar (KD). Dengan demikian indikator pencapaian kompetensi merupakan tolok ukur ketercapaian suatu KD. Hal ini sesuai dengan maksud bahwa indikator pencapaian kompetensi menjadi acuan penilaian mata pelajaran.

Nasution (dalam Sudaryo, 1990: 3) menegaskan bahwa dalam pendidikan sekolah tradisional belajar diartikan sebagai upaya seseorang untuk menambah pengetahuan. Pendidikan modern lebih memperhatikan perkembangan seluruh pribadi anak. Mengajar secara tradisional diartikan sebagai upaya penyampaian/penanaman pengetahuan pada peserta didik. Dalam pengertian ini peserta didik dipandang sebagai objek yang sifatnya pasif. Pengajaran berpusat pada guru (Teacher centered=teacher oriented), jadi guru yang memegang peranan utama dalam proses belajar mengajar. Jadi, mengajar adalah proses pengaturan yang dilakukan oleh guru supaya peserta didik dapat belajar. sedangkan penerapan pembelajaran abad 21 harus berpusat pada diswa (Student centered) yang mana siswa yang mendominasi dalam proses pembelajaran sedangkan guru sebagai pembimbing.

Hasil belajar yang bermacam-macam tersebut oleh Benyamin S Bloom (Sudaryo, 1990: 3-4) diklasifikasikan ke dalam tiga domain, yaitu ranah kognitif yang mengarahkan siswa untuk mengembangkan kemampuan intelektual siswa dan abilitas (fakta, konsep, keterampilan intelektual). Ranah afektif yang mengarahkan siswa mengembangkan kepekaan emosi atau sikap (sikap, nilai, kepercayaan). Ranah psiko motorik yang mengarahkan siswa mengembangkan keterampilan fisik/ motorik seperti keterampilan menggunakan alat, sampai pada keterampilan bermain bola, keterampilan memainkan alat musik.

Tujuan merupakan salah satu komponen pembelajaran yang dapat mempengaruhi komponen pembelajaran lainnya seperti materi, metode, media, evaluasi, peserta didik, administrasi pengajaran, sarana dan prasarana. Peserta didik menurut Rohani (2004: 1) mengandung sifat yang umum yaitu bisa siswa, dan lebih bersifat aktif serta bersifat memanusiakan. Dan peserta didik merupakan suatu komponen masukan dalam sistem pendidikan yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan. Oleh karena itu kondisi dan perkembangan peserta didik jangan sampai terlupakan oleh guru.

Dilihat dari pendekatan sosial peserta didik adalah anggota masyarakat yang sedang disiapkan untuk menjadi anggota masyarakat yang lebih baik. Agar pada waktunya nanti mampu melaksanakan peranannya dalam dunia kerja dan dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat. Dalam situasi inilah nilai-nilai social yang terbaik dapat ditanamkan (Hamalik, 2005: 7). Hal itu dapat dicapai melalui pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.

Guru kerap kali melupakan peserta didik sebagai pihak yang secara langsung mengalami dan mendapatkan kemanfaatan dari peristiwa belajar mengajar yang terjadi serta langsung menuju pada arah tujuan pendidikan melalui aktivitas dan berinteraksi langsung dengan lingkungan sebagai sumber belajar atas bimbingan guru (Rohani, 2004: 114). Maka dalam pengajaran baru ini pembelajaran yang ditekankan tidak lagi guru sentris melainkan siswa sentris. Dimana Peserta didik sebaiknya dididik sebagai suatu keseluruhan dan menempatkan mereka sebagai unit organisme yang hidup sedang tumbuh dan berkembang.

Peserta didik belajar dengan berbuat dan mengalami langsung yaitu keterlibatan secara aktif dalam lingkungan belajar sehingga proses dan keberhasilan belajar dipengaruhi pada kemampuan (abilitas) masing-masing individu peserta didik (Hamalik, 2005: 10). Oleh karena itu guru harus memperhatikan prinsip individualitas dalam proses pembelajaran karena tiap peserta didik memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya.

Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti harus dapat mendampingi peserta didik “menggumuli” hidup. Maka hidup menjadi materi Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti. Tujuannya adalah agar peserta didik mampu menghayati hidup dengan nilai kristiani. Proses komunikasi. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti disajikan melalui proses agar peserta didik berkembang dalam berpikiran, berperasaan dan berkehendak serta bersikap. Komunikasi memberikan ruang dan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif berinteraksi (terlibat). Pendidikan modern: keterbukaan, kritis, mandiri, ambil keputusan, peka terhadap lingkungan, terlibat dalam proses kehidupan bermasyarakat.

Proses pembelajaran PAK&BP sebagai berikut: Pertama, menampilkan pengalaman manusiawi yang membuka pemikiran sehingga dapat tahapan untuk diketahui, maka disebut tahap ”mengetahui”. Kedua, membawa pokok-pokok pengalaman hidup ke dalam tahap pengolahan yang didalami dengan diskusi, pencarian makna bersama. Harapannya dengan cara tersebut peserta didik berproses dari mengetahui dan memahami secara mendalam dan luas, maka disebut tahap ”memahami”. Ketiga, selanjutnya peserta didik diajak untuk mencari makna dengan membandingkan berbagai pendapat, pandangan dari visi lain dan akhirnya mengkonfrontirnya dengan visi kristiani, maka disebut tahap ”pergumulan hidup dalam visi kristiani”. Dan yang ke empat mengkomunikasikan sampai mencipta.

Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif. Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks.

Menurut Nurasman (2006: 5) menyatakan bahwa kegiatan bembelajaran Kooperatif tipe STAD terdiri dari enam tahap: 1) Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok; 2) Penyajian materi pelajaran; 3) Kegiatan kelompok; 4) Evaluasi; 5) Penghargaan individu dan kelompok; 6) Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok.

METODOLOGI PENELITIAN

Langkah-langkah Penelitian

Untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan PTK, perlu diketahui karakteristik dari PTK itu sendiri. Menurut Rochman Natawdjaya (Suwandi, 2004:119-120) karakteristik PTK meliputi: (1) Merupakan prosedur penelitian di tempat kejadian yang dirancang untuk mengulangi masalah nyata ditempat yang bersangkutan. (2) Diterapkan secara kontekstual, artinya variabel-variabel atau faktor-faktor yang telah ditelaah selalu terkait dengan keadaan dan suasana penelitian. (3) Terarah pada perbaikan atau peningkatan mutu guru di kelas. (4) Bersifat fleksibel (disesuaikan dengan keadaan). (5) Banyak mengandalkan data yang diperoleh secara langsung dari pengamatan atas perilaku serta refleksi peneliti. (6) Bersifat situasional dan spesifik, umumnya dilaksanakan dalam bentuk studi kasus.

Adapun langkah-langkah pelaksanaan PTK dilakukan melalui empat tahap, yakni: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan (3) observasi dan iterpretasi, dan (4) analisis dan refleksi.

Prosedur Penelitian

Perencanaan

Persiapan yang perlu dilakukan sebelum pelaksanaan tindakan ini adalah:

  1. Menyusun rencana pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.
  2. Menyusun petunjuk kegiatan siswa.
  3. Menyusun alat evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa.
  4. Menyiapkan lembar observasi kegiatan penerapan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.

Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan

  1. Guru melaksanakan pembelajaran di dalam kelas XI mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti dengan materi Gereja Yang Bersaksi.
  2. Guru menerapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk mengajarkan Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.
  3. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat.

Refleksi

Guru bersama kolaborator melakukan analisis hasil pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti melalui penerapan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. Hasil refleksi akan digunakan sebagai dasar untuk menyusun perencanaan pembelajaran pada siklus berikutnya. Langkah-langkah yang ditempuh dalam refleksi adalah sebagai berikut:

  1. Hasil dari observasi dan hasil pembelajaran dianalisis untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.
  2. Hasil refleksi digunakan sebagai dasar perbaikan untuk penyusunan rencana siklus berikutnya.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

  1. Observasi, digunakan untuk mengamati pelaksanaan dan perkembangan pembelajaran hasil belajar Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti yang dilakukan oleh guru dan siswa.
  2. Tes, dilakukan terhadap siswa untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.
  3. Dokumentasi, yaitu catatan selama berlangsungnya pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.

Teknik Analisis Data

Dalam analisis data peneliti berusaha mengurangi kesubyektifan. Hasil analisis disajikan secara kualitatif deskriptif dan kuantitatif deskriptif. Data yang yang dikumpulkan berupa data kualitatif, maka analisis dilakukan secara kualitatif pula. Data kualitatif yang dikumpulkan catatan lapangan dan dokumen hasil belajar siswa. Sedangkan data yang dikumpulkan berupa angka atau data kuantitatif, cukup dengan menggunakan analisis deskriptif dan sajian visual. Data kuantitatif yang dikumpulkan berupa hasil penilaian hasil belajar Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.

Sajian tersebut untuk menggambarkan bahwa dengan tindakan yang dilakukan dapat menimbulkan perbaikan, dan perubahan kearah yang lebih baik, jika dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Data tentang perubahan dalam pembelajaran tersebut dianalisis, ditentukan indikator deskriptifnya sehingga perubahan yang terjadi dapat dilihat.

Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini dikelompokkan kedalam dua aspek, yaitu indikator keberhasilan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Indikator keberhasilan proses dilihat dari perkembangan proses pembelajaran dan hasil belajar dilihat dari nilai Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.

Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah: (1) Adanya peningkatan proses dalam pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. (2) Adanya peningkatan hasil belajar siswa. (3) Pada akhir siklus 2 siswa yang mencapai ketuntasan minimal (mendapat nilai 75 atau lebih) sehingga ketuntasan klasikal lebih dari 75%.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Siklus I

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari hasil belajar Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti masing-masing siswa diketahui bahwa pada siklus I, hanya 2 orang siswa yang tuntas sedangkan 4 siswa belum tuntas. Dari hasil pengamatan, maka tindak lanjut yang dilakukan oleh guru adalah sebagai berikut: (1) Siswa dimotivasi untuk aktif dalam diskusi kelompok. Masing-masing anggota kelompok harus diberikan kesempatan untuk berlatih. (2) Jika memang belum bisa, maka teman lainnya dalam kelompok bisa membantunya. (3) Diharapkan semua siswa dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti.

Analisis hasil yang diperoleh pada siklus I adalah sebagai berikut: (1) Nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 65, (2) Nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90, (3) Rata-rata nilai yang diperoleh adalah 74.1, (4) Jumlah siswa yang tuntas 2 orang, (5) Jumlah siswa yang belum tuntas 4 orang , (6) Ketuntasan klasikal pada siklus I adalah 33,30%.

Kekurangan yang ada pada siklus I adalah terlihat bahwa siswa kurang terlatih dalam bermain peran, sehingga pada siklus II, siswa diberikan cukup waktu untuk berlatih dalam memperagakan dialog yang dibawakan.

Siklus II

Selama pembelajaran berlangsung, pengamatan dilakukan dengan hasil sebagai berikut: (1) Semua siswa tampak antusias dengan kegiatan bermain peran yang diberikan oleh guru. (2) Terlihat semua siswa dalam kelompok aktif, hal tersebut dikarenakan mereka sudah terbiasa dalam kelompoknya dan sudah berani tampil menyampaikan gagasan. (3) Dari evaluasi yang dilaksanakan, perolehan nilai rata-rata 85.80. Ini berarti secara klasikal, pembelajaran meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti siswa sudah melebihi dari standar ketuntasan minimal. Dengan adanya hasil pengamatan, maka tindak lanjut yang dilakukan oleh guru adalah memotivasi siswa untuk terus aktif dalam mengembangkan hasil belajar mereka walaupun perolehan rata-rata kelas sudah melebihi standar ketuntasan minimal yaitu 85.80. Oleh karena itu siklus II tidak perlu dilanjutkan pada siklus III.

Analisis hasil yang diperoleh pada siklus II adalah sebagai berikut: (1) Nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 70, (2) Nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 95, (3) Rata-rata nilai yang diperoleh adalah 85.80, (4) Jumlah siswa yang tuntas yaitu 5 siswa, (4) Jumlah siswa yang belum tuntas 1 orang, (5) Ketuntasan klasikal pada siklus II adalah 83.33%.

PENUTUP

Kesimpulan    

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: (1) Penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD meningkatkan proses belajar mengajar, hal ini terlihat dengan adanya siswa yang tampak antusias dengan kegiatan belajar dengan Terarah pada perbaikan atau peningkatan mutu belajar di kelas serta bersifat fleksibel (disesuaikan dengan keadaan) sehingga siswa aktif dalam mengikuti pembelajaran. (2) Ada peningkatan hasil belajar Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti siswa kelas XI dengan penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD.

Saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:

  1. Bagi guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti

Untuk melaksanakan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa diterapkan dengan model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.

  1. Bagi Peneliti Lain

Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SMA Negeri 6 Madiun.

  1. Bagi Sekolah

Berdasarkan hasil penelitian ini maka hendaknya sekolah senantiasa meningkatkan mutu tenaga pendidik dengan mengikutsertakan dalam berbagai seminar, workshop, maupun diklat tentang pengembangan model pembelajaran.

  1. Bagi Siswa

Berdasarkan hasil penelitian ini, siswa hendaknya berusaha untuk penuh antusias dalam mengikuti proses belajar mengajar karena hal tersebut akan berpengaruh pada hasil belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Andreas Kosasih. 2017. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Salatiga: Widya Sari Press.

…….. 2019. Belajar dan Pembelajaran (Kajian Teori dan Praktik). Salatiga: Widya Sari Press.

  1. Mulyasa, 2004. Menjadi Guru Profesional – Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT. Remaja Rosdakara.

Hamalik, O., 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.

Lampiran KI.KD Permendikbud No. 24 tahun 2016. http://wbgfiles.worldbank.org/documents/hdn/ed/saber/supporting_doc/EAP/Teachers/Indonesia/16.%20AGAMA%20KATOLIK DAN BUDI PEKERTI%20SD.pdf / 30 Pebruari 2019.

Lusitha, Afrisanti. 2011. Buku Pintar Menjadi Guru Kreatif, Inspiratif dan Inovatif. Yogyakarta: Araska.

Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XI/ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.– Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014.

Roestiyah NK, 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rohani, A., 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sanjaya, W., 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Suwandi, Sarwiji. 2004. “Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Strategi Peningkatan Profesionalisme Guru”. Dalam Jurnal Pendidikan, Volume 10, Nomor 2, Desember 2004.

wordpress.com/2009/09/17/indikator-pencapaian-kompetensi ,Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007