Meningkatkan Kemampuan Bahasa Dengan Metode Bercerita Melalui Kegiatan Out Bond
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BAHASA
DENGAN METODE BERCERITA MELALUI KEGIATAN OUT BOND PADA ANAK DIDIK KELOMPOK B1 SEMESTER I
TAHUN PELAJARAN 2017/2018 TK NEGERI PEMBINA BATURETNO
KABUPATEN WONOGIRI
Suyono
TK Negeri Pembina Baturetno
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan bahasa dalam hal berbicara atau bercerita pada anak didik Kelompok B1 TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri Semester 1 Tahun Pelajaran 2017/2018. Pada kondisi awal diperoleh hasil dari 15 anak, 1 anak (7%) mendapat nilai Belum Berkembang (BB), 6 anak (40%) mendapat nilai Mulai Berkembang (MB), 5 anak (33%) mendapat nilai Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dan 3 anak (20%) mendapat nilai Berkembang Sangat Baik (BSB). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan proses pembelajaran dengan metode bercerita melalui kegiatan out bond dapatmeningkatkan kemampuan berbahasa pada anak didik kelompok B1 semester 1 tahun pelajaran 2017/2018 TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri dan mendiskripsikan peningkatan kemampuan bahasa dengan metode bercerita melalui kegiatan out bondpada anak didik kelompok B1 semester 1 tahun pelajaran 2017/2018 TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri. Desain pelaksanaan tindakan dilakukan melalui empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi. Setting penelitian ini di TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno. Subyek adalah anak didik kelompok B1 sejumlah 15 anak. Teknik pengumpulan datanya adalah dokumen penilaian, observasi pada saat anak melakukan kegiatan, penugasan pada anak untuk melakukan kegiatan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai dengan siklus II terjadi peningkatan yang signifikan. Kondisi prasiklus dari 15 anak, 1 anak (7%) mendapat nilai Belum Berkembang (BB), 6 anak (40%) mendapat nilai Mulai Berkembang (MB), 5 anak (33%) mendapat nilai Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dan 3 anak (20%) mendapat nilai Berkembang Sangat Baik (BSB). Pada siklus II dari 15 anak, 0 anak (0%) mendapat nilai Belum Berkembang (BB), 1 anak (7%) mendapat nilai Mulai Berkembang (MB), 6 anak (40%) mendapat nilai Berkembang Sesuai Harapan (BSH) dan 8 anak (53%) mendapat nilai Berkembang Sangat Baik (BSB). Dengan demikian maka metode bercerita melalui kegiatan out bond dapat meningkatkan kemampuan bahasa pada anak didik kelompok B1 semester I tahun pelajaran 2017/2018 TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri.
Kata Kunci: kemampuan bahasa, metode bercerita, kegiatan out bond.
PENDAHULUAN
Peserta didik TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri kelompok B1 semester 1 tahun pelajaran 2017/2018 mengalami suatu permasalahan yaitu rendahnya kemampuan berbahasa khususnya kemampuan berbicara pada kegiatan bercerita. Rendahnya kemampuan tersebut dapat dilihat dari kegiatan harian. Yakni setiap guru memberikan kegiatan bercerita dari 15 anak hanya ada 3 anak (20%) yang dapat bercerita tanpa bantuan guru, 5 anak (33,3%) dengan sedikit bantuan guru, 6 anak (40%) selalu dibantu guru dan1 anak (6,7%) tidak mau mengikuti kegiatan.
Rendahnya kemampuan tersebut sering dialami anak kelompok B1. Hal ini dikarenakan kegiatan tersebut memiliki kepekaan alat ucap dan pikir anak. oleh karena itu tidak jarang kemampuan tersebut sulit dicapai anak daripada bidang pengembangan yang lain. Kemampuan berbahasa di Taman Kanak-kanak sangat berpengaruh terhadap kemampuan bidang yang lain. Oleh karena itu jika kemampuan berbahasa anak tidak segera diatasi maka akan menghambat kemampuan yang lain.
Mengingat begitu pentingnya kemampuan berbahasa bagi anak maka guru sebagai penulis senantiasa berupaya untuk mencari solusi pemecahan permasalahan tersebut. Pertama kali penulis melakukan refleksi diri untuk menemukan faktor penyebab rendahnya kemampuan berbahasa tersebut. Apabila faktor penyebab tersebut sudah ditemukan maka akan lebih mudah untuk guru mencari solusinya.
Menurut hasil refleksi penulis faktor penyebab rendahnya kemampuan berbahasa disebabkan karena strategi atau metode yang digunakan kurang tepat sehingga hasil belajar kurang efektif. Selain itu kegitan yang dipilih guru kurang menarik minat anak sehingga membosankan anak. masalah tersebut harus segera diatasi supaya rendahnya kemampuan tersebut tidak berlarut-larut.
Guru merasa srategi atau metode dan kegiatan yang digunakan selama ini kurang menarik minat anak. Oleh karena itu guru mencoba mengatasi masalah tersebut dengan memilih metode bercerita dan kegiatan yang dipilih adalah out bond. Metode bercerita dan kegiatan out bonddianggap mampu memecahkan masalah di atas karena dalam proses pembelajaran metode dan kegiatan ini tidak hanya membantu memperlancar proses komunikasi akan tetapi dapat membantu merangsang anak untuk terjadinya proses belajar.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah proses pembelajaran dengan metode bercerita melalui kegiatan out bonddapatmeningkatkan kemampuan berbahasa pada anak didik kelompok B1 semester 1 tahun pelajaran 2017/2018 TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri? Dan (2) Seberapa banyak peningkatan kemampuan berbahasa dengan metode bercerita melalui kegiatan out bondpada anak didik kelompok B1 semester 1 tahun pelajaran 2017/2018 TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri?
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Mendiskripsikan proses pembelajaran dengan metode bercerita melalui kegiatan out bonddapatmeningkatkan kemampuan berbahasa pada anak didik kelompok B1 semester 1 tahun pelajaran 2017/2018 TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri. (2) Mendiskripsikan peningkatan kemampuan bahasa dengan metode bercerita melalui kegiatan out bondpada anak didik kelompok B1 semester 1 tahun pelajaran 2017/2018 TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri.
Menurut Hurlock (1978:176) bahasa adalah bentuk komunikasi pikiran dan perasaan disimbulkan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Hal yang mencakup bentuk bahasa yaitu lisan, bahasa tulisan, bahasa isyarat, bahasa tubuh dan ekspresi wajah. Kemampuan bahasa merupakan kemampuan yang hanya dimiliki oleh manusia. Bahasa banyak memiliki peranan bagi manusia. Manusia akan melakukan hubungan komunikasi dengan orang lain apabila terdapat satu kesamaan atau kemiriban berbahasa, baik isyarat maupun tertulis.
Bahasa pada hakikatnya adalah ucapan pikiran dan perasaan manusia secara teratur, yang mempergunakan bunyi sebagai alatnya (Depdiknas, 2005:3). Sementara itu menurut Rasyid, Mansyur dan Suratno (2009:126) bahasa merupakan struktur dan makna yang bebas dari penggunanya sebagai tanda yang menyimpulkan suatu tujuan. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa bahasa bentuk komunikasi pikiran dan perasaan agar dapatmenyampaikan arti kepada orang lain.
Ruang lingkup perkembangan bahasa sebagaimana dimaksud pada Permendikbud Nomor 137 tahun 2004 meliputi: (1) Memahami bahasa reseptif, mencakup kemampuan memahami cerita, perintah, aturan, menyenangi dan menghargai bacaan. (2) Mengekspresikan bahasa, mencakup kemampuan bertanya, menjawab pertanyaan, berkomunikasi secara lisan, menceritakan kemabali yang diketahui, belajar bahasa pragmatik, mengekspresikan perasaan, ide dan keinginan dalam bentuk coretan. (3) Keaksaraan, mencakup pemahaman terhadap hubungan bentuk dan bunyi huruf, meniru bentuk huruf serta memahami kata dalam cerita.
Menurut Permendikbud Nomor 137 tahun 2014 memaparkan tingkat pencapaian perkembangan anak kelompok usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut: Memahami bahasa meliputi: (a) Mengerti beberapa perintah secara bersamaan, (b) Mengulang kalimat yang lebih kompleks, (c) Memahami aturan dalam suatu permainan, dan (d) Senang dan menghargai bacaan.
Mengungkapkan bahasa meliputi: (a) Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks, (b) Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama, (c) Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung. (d) Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap, (e) Memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain, (f) Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah diperdengarkan, dan (g) Menunjukkan pemahaman konsep-konsep dalam buku cerita.
Keaksaraan meliputi: (a) Menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal, (b) Mengenal suara huruf awal dari nama benda-benda, (c) Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama, (d) Memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf, (e) Membaca nama sendiri, (f) Menuliskan nama sendiri, dan (g) Memahami arti kata dalam cerita.
Jojoh (2016:127) mengutarakan bahwa perkembangan bahasa anak usia ini mulai senang mendengarkan cerita sederhana dan mulai banyak bercakap-cakap, banyak bertanya seperti apa, mengapa, bagaimana, juga dapat mengenal tulisan sederhana. Adapun indikator pencapaian perkembangan bahasa anak usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut: (1) Mendengar: permainan pesan berantai, meniru suara, permainan sumber bunyi, permainan dengar dan lakukan, permainan menebak. (2) Berbicara: mendongeng, menceritakan kejadian, menceritakan gambar, melanjutkan cerita, bercakap-cakap, bercerita, berbagi cerita, bertanya, menjawab pertanyaan teman. (3) Prabaca-Tulis: permainan menyusun huruf, permainan menebak huruf, permainan menebak kata, membuat buku harian.
Pendapat Martuti (2009:131) mengutarakan metode bercerita ini bertujuan agar anak mampu menangkap cerita dan atau menceritakannya kembali. Guru dapat mendongeng secara lisan tanpa media atau alat bantu, membecakan cerita/dongeng dari buku bergambar atau memutar Compact Disc dongeng.
Pendapat Fanani (2007:41) mengemukakan bahwa bercerita atau mendongeng adalah metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia. Melalui cerita-cerita atau dongeng yang baik, sesungguhnya anak-anak tidak hanya memperoleh kesenangan atau hiburan saja, tetapi mendapatkan pendidikan yang jauh lebih luas, bahkan tidak berlebihan bila dikatakan bahwa cerita ternyata menyentuh berbagai aspek pembentukan kepribadian anak-anak. Cerita secara faktual erat sekali hubungannya dengan pembentukan karakter, bukan saja karakter manusia secara individual, tetapi juga karakter manusia dalam sebuah bangsa. Tidak heran bila banyak pakar kebudayaan yang menyatakan bahwa nilai jati diri, karakter dan kepribadian sebuah bangsa bukanlah suatu yang berakibat sederhana. Cerita berpengaruh amat besar dalam jangka panjang, sampia-sampai dikatakan menjadi faktor dominan bagi bangunan karakter manusia di suatu negara atau bangsa.
Metode bercerita adalah metode dalam proses belajar mengajar ketika seorang guru menyampaikan cerita secara lisan kepada sejumlah murid yang pada umumnya bersifat pasif (Fathurrohman dan Sutikno, 2008:61). Dalam hal ini, biasanya guru menyampaikan cerita tertentu dan dengan alokasi waktu tertentu pula.
Dhieni, dkk (2007:6.6) mengutarakan bahwa metode bercerita adalah cara penyampaian atau penyajian materi pembelajaran secara lisan dalam bentuk cerita guru kepada anak didik Taman Kanak-kanak, metode bercerita dilaksanakan dalam upaya memperkenalkan, memberikan keterangan, atau penjelasan tentang hal baru dalam rangka menyampaikan pembelajaran yang dapat mengembagkan berbagai kompetensi dasar anak Taman Kanak-kanak.
Pendapat Bachri (2005:10) mengungkapkan bahwa bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan/sesuatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. Moeslihatoen (2004:157) menyatakan bahwa metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi anak TK dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita yang dibawakan guru harus menarik dan mengandung perhatian anak dan tidak lepas dari tujuan pendidikan anak TK.
Tampubolon (1991:50) mengungkapkan bercerita kepada anak memainkan peranan penting, bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak. Berdasarkan pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa metode bercerita merupakan metode yang biasa digunakan di TK. Metode ini mnyampaikan sesuatu kejadian yang disampaikan secara lisan dan tidak lepas dari tujuan pendidikan anak TK.
Out bond merupakan salah satu konsep pembelajaran di alam semesta yang mempunyai tujuan menggali potensi dan menumbuhkan rasa percaya diri dan memupuk kemandirian.melalui out bond, guru dapat menyampaikan berbagai pelajaran. Bagi anak usia dini, out bond merupakan kegiatan bermain bagi anak di alam terbuka yang dapat mendukung tiga jenis main (sensori, simbolik dan pembangunan) dan dapat mengembangkan keterampilan sosial serta mengasah kecerdasan majemuk anak. Out bond ini penggunaannya dinilai memberikan kontribusi positif terhadap kesuksesan belajar (Ancok, 2002:2).
Out bond menggunakan pendekatan belajar melalui pengalaman (experiential learning) karena pengalaman langsung terhadap sebuah kejadian membuat anak dengan mudah menyerap pengetahuan yang ia alami sendiri. Pemahaman anak terhadap suatu konsep hampir sepenuhnya tergantung pada pengalaman-pengalaman yang bersifat langsung (hands on experience). Dengan pendekatan bermain seperti ini, maka dapat menggugah emosional anak, anak dapat merasakan senang, takut, sukses (berhasil) atau gagal saat bermain karena anak terlibat langsung secara aktif dalam mengembangkan aspek moral dan nilai agama, bahasa, sosial emosi, fisik, kognitif, seni juga kecerdasan yang dimiliki anak.
Sebagai contoh, dalam permainan out bond terdapat jenis permainan jembatan dua utas tali (twoline bridge) yang mengembangkan aspek moral agama, yaitu berdoa saat mengawali dan mengakhiri kegiatan, aspek sosial emosi, yaitu melatih kesabaran selama menyelesaikan penyeberangan, aspek kognitif, yaitu melatih konsentrasi dalam melakukan pekerjaan dan aspek fisik, yaitu melatih keseimbangan.
Pada dasarnya pembelajaran out bond ini bertujuan untuk mengatasi anak-anak yang mengalami kesulitan dalam hubungan sosial, meningkatkan konsep diri anak-anak terhadap lingkungan, mengembnagkan kemampuan dan gagasan kreatif, tertantang untuk berperan aktif dengan memberanikan diri, terutama mengembangkan aspek motorik kasar anak.
Secara umum, pengertian out bond adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang anak didik untuk memantapkan pemahaman konsep pembinaan perilaku dan kepemimpinan di alam terbuka secara sistematis, terencana dan penuh kehati-hatian tanpa meninggalkan kemungkinan mengembangkan kemampuan mengambil resiko yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin melalui kegiatan kelompok (Winarso, 2002:89).
Winarso (2002:89)mengatakan bahwa tujuan dari kegiatan out bondadalah untuk mengembangkan 9 potensial kecerdasan multi intellegence anak. Kecerdasan tersebut adalah:
1). Kecerdasan linguistik (linguistik intellegence), dapat berkembang bila dirangsang melalui kegiatan berdiskusi, berbicara, mendengarkan, bercerita yang dilakukan sebelum aktivitas permainan out bond dilaksanakan.
2). Kecerdasan yang kedua adalah logika-matematika (logico-mathematical intellegence), yang dapat dirangsang melalui kegiatan menghitung, membedakan bentuk, dan bermain dengan benda-benda di alam terbuka.
3). Kecerdasan visual-spasial (visual-spatial intellegence), yaitu kemampuan ruang yang dapat dirangsang melalui bermain bentuk-bentuk geometri, melukis di alam terbuka, serta bermain dengan daya khayal (imajinasi).
4). Kecerdasan musikal (musical/rhythmic intellegence) yang dapat dirangsang melalui irama, nada, birama, berbagai bunyi dan bertepuk tangan pada saat pelaksanaan out bond.
5). Kecerdasan kinestetik (bodily/kinestetic intellegence) yang dapat dirangsang melalui gerakan, olah raga (pemanasan senam), dan terutama gerakan tubuh pada saat berlangsungnya kegiatan out bond oleh anak.
6). Kecerdasan naturalis (naturalist intellegence) yaitu mencintai keindahan alam yang dapat dirangsang melalui pengamatan lingkungan, bercocok tanam, memelihara binatang, termasuk mengamati fenomena alam seperti hujan, angin, banjir, pelangi, siang, malam, panas, dingin, bulan, matahari di alam terbuka.
7). Kecerdasan interpersonal (interpersonal intellegence) yaitu kemampuan untuk melakukan hubungan antar manusia (berkawan) yang dapat dirangsang melalui bermain out bond bersama teman, bekerjasama, bermain peran dan memecahkan masalah serta menyelesaikan konflik.
8). Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intellegence), yaitu kemampuan memahami diri sendiri yang dapat dirangsang melalui pengembangan konsep diri, harga diri, mengenal diri sendiri, percaya diri, termasuk kontrol diri dan disiplin terhadap aturan main out bond yang diterapkan pembimbingnya.
9). Kecerdasan spiritual (spiritual intellegence) yaitu kemampuan mengenal dan mencintai ciptaan Tuhan, yang dapat dirangsang melalui aktivitas berdoa, bersyukur, menyayangi makhluk Tuhan dalam rangka penanaman nilai-nilai moral dan agama pada anak usia dini.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini diawali dengan persiapan berupa persiapan penelitian dan diakhiri dengan pembuatan laporan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai bulan Oktober 2017 semester 1 tahun pelajaran 2017/2018. Penelitian ini dilaksanakan di TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri. Pengambilan tempat dikarenakan peneliti adalah guru sekaligus kepala sekolah di sekolah tersebut. Dengan demikian maka peneliti di samping mendapatkan kemudahan dalam melakukan penelitian juga sekaligus peneliti dapat meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah ini mengingat tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan bahasa dalam hal berbicara.
Berdasarkan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini maka subjek pada penelitian ini adalah anak didik kelompok B1 yang berjumlah 15 anak. Obyek dari penelitian ini adalah peningkatan kemampuan bahasa dengan metode bercerita melalui kegiatan out bond pada anak didik kelompok B1 semester 1 tahun pelajaran 2017/2018.
Sumber Data diperoleh dari hasil pengamatan ketika anak mengerjakan kegiatan out bond. Berikut sumber data yang digunakan pada penelitian ini: (1) Sumber data utama (primer) adalah dokumen nilai unjuk kerja anak saat anak mengerjakan kegiatan out bond. (2) Sumber data tambahan (sekunder) adalah catatan hasil observasi pembelajaran ketika anak berbicara saat kegiatan out bond. (3) Tempat dan peristiwa. Penelitian bertempat di TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno. Sedangkan peristiwa yang diamati sebagai fokus penelitian tindakan adalah ketika anak berbicara saat kegiatan out bond.
Untuk memperoleh data yang akurat peneliti mengumpulkan data dengan berbagai teknik. Dokumen, untuk mengumpulkan data tentang kemampuan bahasa anak. Observasi, untuk mendapatkan informasi dengan cara mengamati perilaku anak ketika anak berbicara saat kegiatan out bond. Penugasan yang diberikan kepada anak didik tentang kemampuan bahasa. Wawancara yaitu bertanya pada anak didik tentang kemampuan bahasa ketika anak berbicara saat kegiatan out bond.
Guna mendapatkan data tentang adanya peningkatan kemampuan bahasa dalam hal berbicara maka diperlukan data, baik sebelum dilakukan tindakan sampai dengan akhir tindakan. Untuk itu diperoleh alat sebagai berikut: (a) Dokumen yang berupa catatan tentang kemampuan bahasa pada kondisi awal. (b) Lembar observasi berupa hasil pengamatan tentang kemampuan bahasa sebagai alat pengumpul data hasil tindakan setiap siklus. (c) Wawancara dengan anak tentang kemampuan bahas pada anak.
Guna menjamin valisitas data yang diperoleh dalam penelitian ini maka digunakan keabsahan konstruksi melalui triangulasi data. Tujuan troangulasi adalah mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain (S.Nasution, 1996:115). Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut: data yang diperoleh sebelum tindakan dibandingkan dengan hasil tindakan setiap siklus, hasil observasi kemusian diolah disusun menjadi data akhir yang valid.
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan melalui catatan observasi dan hasil penelitian. Kolabolator menganalisis hasil observasi meliputi: (a) Kegiatan ketika anak menerima penjelasan, dan (b) Kegiatan ketika anak mengerjakan kegiatan berbicara.
Sebelum menentukan indikator terlebih dahulu perlu dijelaskan bahwa dalam penelitian ini kemampuan anak diklasifikasikan sebagai berikut: (a) Berkembang Sangat Baik (BSB) apabila anak mampu berbicara secara mandiri tanpa bantuan guru, (b) Berkembang Sesuai Harapan (BSH) apabila anak mampu berbicara dengan sedikit bantuan guru, (c) Mulai Berkembang (MB) apabila anak mampu berbicara dengan selalu dibantu guru, (d) Belum Berkembang (BB) apabila anak tidak mau berbicara meskipun dengan bantuan guru. Berdasarkan klasifikasi di atas maka indikator keberhasilan pada penelitian ini yaitu apabila sudah tercapai minimal 80%. Prosentase ini diperoleh dari anak yang mendapat sebutan BSB dan BSH.
Prosedur penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah prosedur Penelitian Tindakan Kelas. Dipilih metode ini ini dikarenakan pada hakikatnya penelitian tindakan kelas adalah sebuah upaya untuk memperbaiki kondisi dan pemecahan berbagai persoalan pendidikan yang dihadapi sekolah. Penelitian ini direncanakan menggunakan tindakan daur ulang seperti yang disampaikan oleh Suharsimi Arikunto (2015:42) dengan menggunakan langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
PEMBAHASAN
Deskripsi Kondisi Awal
Kemampuan bahasa pada kelompok B1 di TK Negeri Pembina Baturetno masih sangat rendah sebelum diadakan perbaikan. Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai yang diperoleh ketika anak melakukan kegiatan bercerita. Beberapa anak tidak mau mendengarkan penjelasan guru malah terlihat asyik bermain. Hanya ada beberapa anak saja yang mau mendengarkan penjelasan guru. Anak kemungkinan jenuh dengan kegiatan yang monoton tidak menarik. Sehingga anak tidak mempunyai minat untuk melakukan kegiatan yang diberikan oleh guru.
Melihat kondisi tersebut, peneliti berkeinginan mengadakan perbaikan pada kelasnya sendiri. Perbaikan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak dalam hal bercerita. Peneliti merencanakan menggunakan dua siklus untuk kegiatan perbaikan. Peneliti menggunakan sumber belajar yang ada di sekolah yaitu kebun sekolah. Sumber belajar ini dipilih peneliti untuk menarik minat anak dan untuk pembelajaran kontekstual.
Deskripsi Siklus I
Pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan. Pada penelitian ini peneliti mengambil tema tanaman. Pemilihan tema ini disesuaikan dengan tema yang dilaksanakan pada bulan berjalan. Kegiatan pengamatan dilakukan pada saat anak melakukan kegiatan menceritakan tentang tanaman bayam dan kangkung. Kegiatan dilakukan secara individual di dalam kelas. Guru langsung memberikan nilai pada anak saat melakukan kegiatan menceritakan. Pada tahap refleksi guru memeriksa hasil kegiatan anak. Guru bersama kolabolator membahas hasil analisa ketika pengamatan dan analisa hasil kegiatan anak. Guru melihat data kemampuan yang telah dicapai anak didik dan yang belum dicapai oleh anak didik. Dari data nilai diperoleh hasil bahwa anak yang mendapat nilai BSB sejumlah 5 anak (33%), mendapat nilai BSH 8 anak (53%), mendapat nilai MB sejumlah 2 anak (14%), sedangkan yang mendapat nilai BB tidak ada (0%).
Deskripsi Siklus II
Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan. Pelaksanaan penelitian siklus II dengan mengubah suasana belajar. Pada siklus I kegiatan dilakukan di dalam kelas, sedangkan pada siklus II kegiatan dilaksanakan di luar kelas yaitu di kebun sekolah.. Diharapkan dengan perubahan suasana ini dapat meningkatkan hasil belajar kemampuan bahasa yang dicapai oleh anak. metode yang digunakan masih sama yaitu metode bercerita. Kegiatan pengamatan dilakukan pada saat anak melakukan kegiatan menceritakan tentang tanaman bayam dan kangkung. Kegiatan dilakukan secara individual di dalam kelas. Guru langsung memberikan nilai pada anak saat melakukan kegiatan menceritakan. Pada tahap refleksi guru memeriksa hasil kegiatan anak. Guru bersama kolabolator membahas hasil analisa ketika pengamatan dan analisa hasil kegiatan anak pada siklus II sudah terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Guru melihat data kemampuan yang telah dicapai anak didik dan yang belum dicapai oleh anak didik. Dari data nilai diperoleh hasil bahwa anak yang mendapat nilai BSB sejumlah 8 anak (53%), mendapat nilai BSH 6 anak (40%), mendapat nilai MB sejumlah 1 anak (7%), sedangkan yang mendapat nilai BB tidak ada (0%).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik simpulan bahwa: Terdapat peningkatan proses pembelajaran dengan metode bercerita melalui kegiatan out bond dapat meningkatkan kemampuan bahasa pada anak didik kelompok B1 semester 1 tahun pelajaran 2017/2018 TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri. Terdapat peningkatan kemampuan bahasa dengan metode bercerita melalui kegiatan out bond pada anak didik kelompok B1 semester 1 tahun pelajaran 2017/2018 TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri. Dengan demikian maka hipotesis pada penelitian ini dapat dibuktikan. Dengan terbuktinya hipotesis sekaligus dapat menjawab perumusan masalah yang diajukan yaitu bahwa proses pembelajaran dengan metode bercerita melalui kegiatan out bond dapat meningkatkan kemampuan bahasa bond pada anak didik kelompok B1 semester 1 tahun pelajaran 2017/2018 TK Negeri Pembina Kecamatan Baturetno Kabupaten Wonogiri.
Saran
Setelah melaksanakan penelitian tindakan kelas ini peneliti mendapatkan banyak pengalaman dalam melakukan pembelajaran kegiatan out bond. Oleh karena itu penulis menyarankan kepada rekan-rekan guru TK, cobalah anda melakukan sebagaimana yang peneliti lakukan. Dalam melaksanakan pembelajaran khususnya kemampuan bahasa hendaknya guru memilih metode dan sumber belajar yang menarik minat belajar anak.
DAFTAR PUSTAKA
Angkowo Kosasih.2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. Jakarta: PT Grasindo.
Anitah.2010. Media Pembelajaran. Surakarta: LPP UNS Press.
Arikunto, Suharsimi.2015. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Arsjad dan Mukti.1998.Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Bachri, S Bachtiar.2005. Pengembangan Kegiatan Bercerita, Teknik dan Prosedurnya. Jakarta: Depdikbud.
Basuki dan Farida.2001. Media Pembelajaran. Bandung: Rosdakarya.
Dhieni, Nurbiana, dkk.2006. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Djamarah.2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rieneka Ilmu.
Hartono.2005. Analisis dan Desain. Yogyakarta: Andi.
Hurlock.1978. Perkembangan Anak Jilid I, Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Ibrahim dan Syaodih.2003. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rieneka Ilmu.
Permendikbud RI No.137.2014. Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas
Permendikbud RI No.146.2014. Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas
Moeslichatoen.2004. Metode Pengajaran. Jakarta: Rineka Ilmu.
——————-.2004. Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Musfiroh Tadkiroatun.2005. Bercerita untuk Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas.
Rasyid, Mansyur dan Suratno.2009. Asesment Perkembangan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Multi Presindo
Sanaky.2009. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Safira Insania Perss.
Soeparno, dkk.1998. Media Pengajaran Bahasa. Jakarta: PT Intan Pariwara
Sudjana.2009. Metode Pembelajaran. Surabaya: Usaha Nasional.
Suhartono.2005. Pengembangan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. Jakarta: Dinas Dikti.
Tampubolon.1991. Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca pada Anak. Bandung: Angkasa.
Tarigan.2008. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Undang-Undang nomor 20.2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.