MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU

DALAM MENYUSUN PROGRAM REMIDIAL PEMBELAJARAN IPA MELALUI METODE CONTOH, LATIH, COBA DAN KEMBANGKAN (CLCK) SEMESTER II SDN BOGEM, KEC. JAPAH TAHUN PELAJARAN 2017/2018

 

Suprapto

SDN Bogem, Kec. Japah

 

ABSTRAK

Untuk menangani anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya anak-anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada Wilayah Binaan SDN Bogem perlu penanganan yang serius sehingga anak-anak tersebut dapat berkembang secara optimal. Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan guru-guru yang menangani anak berkesulitan belajar ini juga memerlukan pembinaan. Permasalahan pembinaan guru selalu muncul bersamaan dengan berkembang dan meningkatnya kemampuan guru serta situasi dan kondisi lingkungan yang ada. Pembuatan program remedial bagi anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam juga menimbulkan permasalahan-permasalahan disekolah untuk itu pengawas dituntut untuk melakukan pembinaan yang efektif dan efisien. Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) merupakan sarana termudah untuk meneliti, menyempurnakan dan mengevaluasi pembinaan guru dalam menbuat program remedial bagi anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam. Adapun tindakan yang dilakukan adalah memberikan pembinaan guru dengan model CLCK (contoh, latih, coba dan kembangkan) dalam membuat program remedial bagi anak-anak kesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam. Penelitian ini dilakukan 2 siklus (2 kali pertemuan masing-masing siklus) dengan melibatkan 4 orang guru kelas. Pengawas memberikan contoh program remedial, melatih guru membuat program remedial, guru-guru mencoba dan mengembangkan membuat program remedial. Pengumpulan data diambil melalui dokumentasi hasil pembinaan guru selama penelitian berlangsung dengan tidak mengesampingkan observasi, evaluasi, analisis, dan interpretasi terhadap jalannya kegiatan tindakan sekolah.             Dari hasil observasi, pengamatan dan hasil penelitian penerapan model CLCK menunjukkan adanya peningkatan kemampuan guru dalam membuat program remedial bagi anak-anak kesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam. Keberhasilan dalam penelitian ini ditunjukan adanya peningkatan hasil penilaian pada program remedial bagi anak-anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam yang dibuat oleh 6 orang guru kelas pada siklus I memperoleh nilai rata-rata 3,73 dan pada siklus II memperoleh nilai rata-rata 4,03 dengan kategori Baik. Dengan adanya peningkatan kemampuan guru dalam hasil penelitian ini maka hipotesis tindakan dapat diterima. Berawal dari hasil penelitian ini dapat disarankan kepada kepala sekolah dan pengawas dapat menggunakan model CLCK dalam membina guru membuat program remedial bagi anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam. Bagi peneliti lanjutan, penelitian ini dapat diteliti dengan kajian yang lebih luas sehingga hasilnya akan lebih sempurna.

Kata Kunci:   Kemampuan Guru Membuat Program Remedial, Pembinaan guru dengan model CLCK

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar merupakan prioritas dalam program pembangunan pendidikan nasional dan juga merupakan bagian dari pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Kita menyadari bahwa bangsa Indonesia sedang berhadapan dengan era globalisasi ekonomi terbuka dan persaingan bebas serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi yang sangat pesat. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan hak dan kewajiban seluruh warga negara Indonesia. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya melalui pendidikan sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang potensial. Agar setiap warga negara dapat mengenyam pendidikan yang di harapkan, maka Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Pelayanan pendidikan dan bekal pengetahuan serta keterampilan dapat mempersiapkan anak-anak berkebutuhan khusus dapat terjun kedunia kerja atau untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Agar anak-anak berkebutuhan khusus memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk bekal hidup dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi memerlukan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi mereka, sehingga mereka dapat berkembang secara optimal.

Berdasarkan pemikiran di atas perlu segera dilakukan penelitian mengenai upaya meningkatakan kemampuan guru membuat program remedial bagi anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam melalui pembinaan guru dengan metode CLCK (contoh, latih, coba, kembangkan) pada Kelas III, IV, V, VI dan Kelas III, IV, V, VI di 4 (empat) Sekolah Dasar SDN Bogem Kecamatan Japah.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, dapat dipilih dan disusun rumusan masalah yang akan di jadikan fokus penetelitian sebagai berikut:

Apakah pembinaan guru dengan metode CLCK dapat meningkatkan kemampuan guru membuat program remedial bagi anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam di SDN Bogem, Kec. Japah, Kab. Blora?

Rencana Pemecahan Masalah

Pertemuan awal dengan guru-guru pada guru di SDN Bogem, Kec. Japah, Kab. Blora, berdiskusi tentang penyusunan program remedial bagi anak berkesulitan belajar, memberikan contoh program remedial bagi anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam, melaksanakan latihan dan memberkan kesempatan pada guru untuk mencoba membuat program remedial dan mengembangkan program remedial bagi anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

Untuk meningkatkan kemampuan guru membuat program remedial bagi anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada guru pada guru di SDN Bogem, Kec. Japah, Kab. Blora melalui pembinaan guru dengan metode Contoh, Latih, Coba, Kembangkan (CLCK).

 

KAJIAN TEORI

Kajian Teori

Pengertian Pendidikan Inklusi

Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan (berkelainan) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah (SD) terdekat. Sudah barang tentu SD terdekat tersebut perlu dipersiapkan segala sesuatunya. Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkelainan selama ini. Tidak mungkin membangun SLB di tiap Kecamatan/Desa sebab memakan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Inklusi sebenarnya ialah perubahan praktis yang bisa kita lakukan sehingga peserta didik dengan beragam latar belakang dan kemampuan bisa sukses. Perubahan ini tidak hanya menguntungkan anak yang sering kita sisihkan, seperti anak berkebutuhan khusus, tetapi semua anak dan orang tuanya, semua guru dan administrator sekolah, dan setiap anggota masyarakat yang bekerja dengan sekolah. Selama ini, istilah “inklusif” diartikan “mengikutsertakan anak berkelainan” di kelas “regular” bersama dengan anak-anak lainnya.

Nasichin (2001:21) menyebutkan pendidikan inklusi adalah pendidikan yang mengikutsertakan anak-anak yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak-anak sebayanya di sekolah umum, dan pada akhirnya mereka menjadi bagian dari masyarakat sekolah tersebut, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif. “Inklusif” memang mengikutsertakan anak berkelainan seperti anak yang memiliki kesulitan melihat atau mendengar, yang tidak dapat berjalan atau lebih lamban dalam belajar. Namun, secara luas menurut Moch. Sholeh (2004:2) “inklusif” juga berarti melibatkan seluruh peserta didik tanpa terkecuali, seperti:

a.     Anak yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa pengantar yang digunakan di dalam kelas.

b.     Anak yang beresiko putus sekolah karena sakit, kelaparan atau tidak berprestasi dengan baik.

c.     Anak yang berasal dari golongan agama yang berbeda atau kasta yang berbeda.

d.     Anak yang sedang hamil.

e.     Anak yang terinfeksi HIV/ AIDS.

f.      Anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah.

Selanjutnya Ekodjatmiko (2007:7) menyebutkan kelebihan dari penyelenggaraan pendidikan inklusi antara lain: 1) Belum ada bukti empirik yang kuat bahwa Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan satu-satunya sistem penyelenggaraan pendidikan terbaik untuk anak berkebutuhan khusus. 2) Biaya operasional Sekolah Luar Biasa lebih mahal di bandingkan dengan sekolah reguler. 3) Banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang berdomisili di daerah tidak dapat sekolah di Sekolah Luar Biasa karena jauh, sulit transportasi biaya tidak terjangkau. 4) Sekolah Luar Biasa yang berasrama memisahkan anak dari kehidupan social yang nyata. Sedangkan sekolah inklusi menyatukan anak dengan kehidupan nyata. 5) Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa berimplikasi adanya labelisasi anak cacat yang dapat menimbulkan stigma sepanjang hayat orang tua tidak mau ke Sekolah Luar Biasa. 6) Melalui pendidikan inklusi akan terjadi proses edukasi kepada masyarakat agar menghargai adanya perbedaan.

Agar dapat memberikan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, maka penyelenggara pendidikan inklusi perlu mengenal istilah khusus dalam pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Phil Foreman (2000:13-22) menyebutkan konsep dan istilah khusus dalam pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus antara lain: Normalisasi, integrasi, Mainstriming, pendidikan inklusi, Kelainan, hambatan, dan kecacatan

Normalisasi berhubungan dengan kependidikan dan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus supaya dapat berkembang dengan alami, wajar dan normal. Prinsip normalisasi menyarankan bahwa seluruh anak harus diberikan kesempatan untuk dilayani di sekolah khusus yang menjadi satu dengan sekolah umum, sejalan dengan prinsip tersebut, anak yang tidak mengalami hambatan dapat berkunjumg ke sekolah dimana anak berkebutuhan khusus belajar, begitupun sebaliknya, andaikata orang tua mereka menghendaki, atau jika orang tua menghendaki sekolah khusus yang berdiri sendiri dengan lokasi yang berdampingan dengan sekolah umum. Menurut Susi Septaviana R (2003:36) normalisasi bukan berarti anak cacat/berkebutuhan khusus menjadi normal, tetapi anak yang menyandang kecacatan/berkebutuhan khusus di lihat sebagai bagian dari masyarakat yang alami dan “normal”.

Integrasi dalam pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus merupakan istilah yang digunakan bagi anak berkebutuhan khusus yang mendapat pelayanan pendidikan di sekolah umum. Istilah ini juga dapat diartikan pengurangan sistem pemisahan proses pembelajaran yang dilaksanakan kepada murid. Anak belajar di sekolah umum, tetapi belajar terpisah di ruang atau kelas khusus, ini juga dapat dikatakan integrasi. Meskipun murid belajar di kelas khusus, jika anak belajar di sekolah umum, anak mendapat kesempatan yang besar untuk berinteraksi dengan teman-teman yang lain dalam sekolah.

Mainstriming merupakan pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus bergabung dalam satu kelas dengan anak normal untuk sebagian besar waktu sekolah. Murid mengikuti pembelajaran secara mainstrim, jika anak mendapatkan peran dalam berpartisipasi dalam kelas umum. Sebagai contoh, pada pagi hari anak belajar di kelas khusus, kemudian anak belajar di kelas umum pada siang hari.

Perbedaan esensial anak dalam pembelajaran integrasi atau mainstriming dengan pembelajaran inklusi menurut Giorcelli dalam Phil Foreman (2000) adalah, jika pembelajaran integrasi atau mainstriming, sekolah menayakan “apa yang dapat kami sediakan untuk memenuhi kebutuhan murid ini?” Jika pembelajaran inklusi, sekolah menanyakan “Bagaimana yang dapat kami sediakan untuk memenuhi kebutuhan murid ini?” Dengan kata lain pada integrasi semua siswa (anak yang normal dan anak berkebutuhan khusus) hanya satu guru, anak menyesuaikan system, sedangkan inklusi siswa (anak berkebutuhan khusus) memiliki guru pendamping, system menyesuaikan anak.

 

 

Pengertian Remedial

Bagi siswa yang tidak mencapai KKM ini di indikasikan mengalami kesulitan belajar, sehingga perlu diberikan remedial. Remedial adalah perlakuan khusus terhadap peserta didik yang mengalami kesulitan belajar (Mulyasa, 2009:113). Selanjutnya menurut Majid (2008:236 peserta didik yang mengalami kesulitan belajar) diberikan pengajaran perbaikan, yaitu bentuk pengajaran khusus yang diberikan kepada seseorang atau beberapa orang murid yang mengalami kesulitan belajar. Kekhususannya terletak pada murid yang dilayani, bahan pelajaran, metode atau media penyampaiannya. Karena kekhususannya itu maka dalam pemberian remedial diperlukan program yang terarah sesuai dengan keperluan peserta didik/siswa.

Pengertian Pembinaan Guru dengan Metode CLCK

Menurut Depdiknas (2002:152) pembinaan adalah cara membina dengan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Sesuai dengan pengertian tersebut maka pembinaan guru adalah cara membina guru dengan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Selanjutnya Hamzah (2018:169) mengemukakan bahwa pembinaan guru adalah serangkaian usaha bantuan kepada guru yang dilakukan oleh kepala sekolah, pengawas sekolah, penilik sekolah, serta pembina lainnya bertujuan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar.

Pembinaan guru dalam penelitian ini adalah pembinaan guru yang dilakukan oleh pengawas sekolah dengan metode CLCK (contoh, latih, coba, kembangkan) dalam meningkatkan kemampuan guru menyusun program remedial bagi anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada guru Kelas III, IV, V, VI di SDN Bogem, Kec. Japah, Kab. Blora Menurut Depdiknas (2002:219) contoh berarti sesuatu yang disediakan untuk ditiru atau diikuti, dalam hal ini peneliti/ pengawas memberikan sebuah contoh program remedial bagi anak-anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam untuk dipelajari dan dipahami oleh guru yang dibina. Selanjutnya Depdiknas (2002:643) meyebutkan latih dengan padanan kata melatih yang berarti mengajar seseorang agar dapat melakukan sesuatu, peneliti melatih guru untuk menyusun program remedial. Depdiknas (2002:217) coba berarti silahkan, dengan padanan kata mencoba yang berarti mengerjakan sesuatu untuk mengetahui keadaannya, dalam kegiatan ini peneliti memberikan kesempatan kepada guru untuk mencoba menyusun program remedial sehingga mengetahui komponen-komponen yang harus ada dalam program tersebut. Kembangkan dari kata dasar kembang mendapat imbuhankan. Menurut Depdiknas (2002:538) kembang memiliki padanan kata berkembang yang berarti menjadi bertambah sempurna. Selanjutnya imbuhan –kan bermakna melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh kata dasar (Mulyono, 2003:17). Kembangkan berarti melakukan kegiatan untuk menyempurnakan sesuatu dalam hal ini adalah program remedial. Berdasar-kan beberapa pengertian tersebut maka Pembinaan guru dengan metode CLCK dapat diartikan membina guru dengan contoh, melatih, memberikan kesempatan untuk mencoba dan mengembangkan program remedial.

 

Kerangka Pikir

Keberhasilan dalam memberikan remedial teaching dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah program remedial yang baik. Hal ini pengawas selaku pembina berkewajiban membina guru dalam membuat program remedial menggunakan berbagai metode. Salah satu metode yang digunakan adalah metode CLCK dalam membina guru membuat program remedial bagi anak-anak kesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada guru Kelas III, IV, V, VI di SDN Bogem, Kec. Japah, Kab. Blora

Hipotesis Tindakan

Pembinaan guru dengan metode Contoh, Latih, Coba, Kembangkan (CLCK) dapat meningkatakan kemampuan guru dalam membuat program remedial bagi anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam pada guru Kelas III, IV, V, VI di SDN Bogem, Kec. Japah, Kab. Blora

METODE PENELITIAN TINDAKAN

Metode dan Pendekatan Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Sekolah (School Action Research). Penelitan Tindakan Sekolah dikembangkan dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Zainal (2009:12) PTK pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946, PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Selanjutnya Zainal (2009:13) menyebutkan penelitian tindakan kelas merupakan terjemahan dari Classroom Action Research, yaitu satu action reaserch yang dilakukan di kelas. Sedangkan Penelitian Tindakan Sekolah menurut Depdiknas (2008:11) adalah penelitian tindakan sebagai salah satu jenis penelitian kualitatif di bidang pendidikan yang dilaksanakan disekolah untuk memperbaiki proses pembelajaran dan manajemen sekolah.

Setting

Penelitian ini dilaksanakan pada di SDN Bogem, Kec. Japah, Kab. Blora tahun 2018. Adapun subjek penelitian adalah guru yang memberikan remedial bagi anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam berjumlah 6 orang guru kelas.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN

Penelitian Tindakan Sekolah ini dilaksanakan pada guru di SDN Bogem, Kec. Japah, Kab. Blora, yang pelaksanaannya meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1.     Perencanaan, yang meliputi penetapan materi pembinaan dan penetapan alokasi waktu pelaksanaannya (bulan Agustus s.d April 2018)

2.     Tindakan, meliputi seluruh proses kegiatan pembinaan kepengawasan melalui model CLCK (Contoh, Latih, Coba dan Kembangkan), melalui tiga tahapan yaitu pra siklus tanggal 18 Agustus 2018, siklus I: 22 Maret 2018, dan siklus dua dilaksanakan 20 April 2018.

3.     Observasi, dilaksanakan bersamaan dengan kegiatan pembinaan kepengawasan dalam membuat program remedial bagi anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam.

4.     Reflekksi, meliputi kegiatan analisis hasil pembinaan kepengawasan sekaligus menyusun rencana perbaikan pada siklus berikutnya

 Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan secara kolaborasi dengan kepala sekolah dan koordinator pengawas yang membantu pelaksanaan observasi dan refleksi selama kegiatan penelitian berlangsung.

Dengan menganalisis hasil evaluasi pada tindakan siklus I penyusunan program remedial bagi anak-anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam belum menunjukkan keberhasilan karena baru mencapai nilai rata-rata 3,7 belum mencapai kategori baik. Dari hasil penilaian dalam penyusunan program remedial bagai anak-anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alamn masih ditemukan kelelamhan-kelemahan antara lain dalam: 1) menentukan metode, 2) menentukan langkah-langkah remedial, 3) menentukan cara-cara memotivasi siswa dan 4) cara menyusun bahan remedial. Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut peneliti perlu mengadakan perbaikan-perbaikan dalam pembinaan terutama dalam indicator 1) menentukan metode, 2) Menentukan langkah-langkah remedial, 3) menentukan cara-cara memotivasi siswa dan 4) cara menyusun bahan remedial sehingga penilaian penyususunan program remedial mendapat nilai kategori baik (4,00).

Pelaksanaan Penelitian Tindakan Sekolah Siklus II

Dengan menganalisis hasil evaluasi pada tindakan siklus II penyususnan program remedial bagi anak-anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam mencapai nilai rata-rata 4,02 dapat di golongkan kategori baik. Penelitian tindakan sekolah ini dapat dikatakan berhasil sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian yang telah ditetapkan pada bab III bahwa penelitian ini berhasil bila hasil evaluasi dari penyusunan program remedial minimal mendapat nilai baik. Karena keterbatasan waktu maka penelitian ini hanya dapat dilakukan sempai dua siklus.

PEMBAHASAN

SDN Bogem adalah salah satu penyelenggara program pendidikan inklusi yang konskuensinya sekolah harus menerima semua siswa dalam kondisi apapun termasuk anak-anak yang berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam. Karena kondisi anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam selalu mengalami hambatan dalam menerima pelajaran dan nilainya belum mencapai KKM, maka mereka perlu di berikan remedial teaching. Agar dapat memberikan remedial secara optimal dan terarah, maka guru harus membuat program remedial. Penyusunan program remedial meliputi beberapa komponen antara lain:

1.     Identitas Sekolah

2.     Identitas Mata Pelajaran

3.     Kelas dan Semester

4.     Alokasi waktu yang diperlukan

5.     Jumlah pertemuan

6.     Standar Kompetensi

7.     Kompetensi Dasar

8.     Indikator

9.     Tujuan pembelajaran

10.  Metode pembelajaran

11.  Materi Ajar

12.  Kesulitan/hambatan siswa

13.  Langkah-langkah pembelajaran (kegiatan awal, inti dan penutup)

14.  Alat, Bahan dan Sumber Belajar

15.  Penilian.

Berdasarkan data tersebut pembinaan dengan metode Contoh Latih Coba dan Kembangkan (CLCK) dalam penyusunan Program Remedial bagi anak-anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam yang telah dilakukan selama empat kali pertemuan dengan memberikan contoh program remedial dan latihan-latihan penyusunan program remedial serta mencoba dan mengembangkan penyusunan program remedial menunjukan hasil yang baik. Sesuai dengan hasil analisis evaluasi pada tindakan siklus I dan II penelitian ini dapat dikatakan berhasil. Keberhasilan dalam penelitian ini ditunjukan adanya peningkatan hasil penilaian pada program remedial bagi anak-anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam yang dibuat oleh 4 orang guru kelas pada Pra Siklus 3,02, siklus I memperoleh nilai rata-rata 3,73 dan pada siklus II memperoleh nilai rata-rata 4,02 dengan kategori Baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) dan Analisis hasil pembinaan dengan metode Contoh Latih Coba dan Kembangkan (CLCK) dalam penyusunan Program Remedial bagi anak-anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam dapat disimpulkan:

1.     Metode CLCK dapat meningkatkan kemampuan guru dalam penyusunan Program Remedial bagi anak-anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam.

2.     Berdasarkan penilaan penyusunan program remedial bagi anak-anak berkesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam yang dibuat oleh 4 orang guru memperoleh nilai rata-rata 3.73 pada siklus I dan nilai rata-rata 4,03 pada siklus II.

Saran-saran

1.     Bagi para guru yang siswanya belum mencapai KKM agar membuat program remedial dan mencarikan cara termudah dalam memahami materi pembelajaran khususnya bagi anak-anak yang mengalami kesulitan belajar Ilmu Pengetahuan Alam.

2.     Bagi Pengawas dan Kepala Sekolah melalui supervisi dapat memberikan bimbingan kepada guru-guru untuk membuat program remedial dengan pendekatan CLCK serta pendekatan yang lainnya.

3.     Bagi peneliti lanjutan, penelitian ini dapat diteliti dengan kajian yang lebih luas sehingga hasilnya akan lebih sempurna.

4.     Seyogyanya pengawas sekolah dengan karakteristik permasalahan yang dihadapi guru yang relatif sama, dapat menerapkan program remedial dengan pendekatan CLCK dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru-guru dalam wilayah binaanya.

5.     Seyogyanya kepala sekolah dapat menerapkan program remedial dengan pendekatan CLCK dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru-guru di sekolahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru Bandung: CV Yrama Widya.

Asrori, 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Wacana Prima.

Berit H. Johnsen dan Miriam D. Skjorten, 1935. Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar. Terjemahan oleh Susi Septaviana Rakhmawati, 2003. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Depdiknas, 2002.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga, Jakarta: Balai Pustaka

Dirjen PMPTK, 2008a. Pedoman Penelitian Tindakan Sekolah (School Action Research)Peningkatan Kompetensi Supervisi Pengawas Sekolah SMA/SMK. Jakarta: Depdiknas, Ditjen PMPTK.

Dirjen PMPTK, 2008b. Petunjuk Teknis Penelitian Tindakan Sekolah (School Action Research)Peningkatan Kompetensi Supervisi Pengawas Sekolah SMA/SMK. Jakarta: Depdiknas, Ditjen PMPTK.

Purwanto, E. dan Suhairi H.N. 1996. Bimbingan Konseling Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud.

Ekodjatmiko, 2007. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.

Fish John & Evans Jennifer, 1995, Managing Special Education (codes, charters, and competition) , Buckingham, Open University Press.

Foreman, Phil. 2000, Integration And Inclusive In Action 2nd Edition, Australia: Nelson Thomson Learning, Victoria.

Uno, Hamzah B. 2018. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajaryang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara

Harwell J. M., 1998, Complete Learning Disabilities handbook New Second Edition, California, USA: The Center for Applied Research in Education,.