Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning
UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA
DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DI KELAS VI SDN 1 TLOGOMULYO SEMESTER 1 TAHUN 2019/2020
Siti Mutmainah
SDN 1 Tlogomulyo Gubug Grobogan
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan hasil penelitian tindakan tentang Peningkatkan Kualitas Pembelajaran IPA melalui Metode Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1 Tlogomulyo Semester 1 Tahun Pelajaran 2019/2020. Subjek penelitian tindakan sekolah ini adalah siswa Kelas VI di Sekolah Dasar Negeri 1 Tlogomulyo Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan dengan jumlah 30 siswa. Tahap penelitian meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi, dan tahap refleksi. Hasil penelitian tindakan sekolah dapat disimpulkan bahwa Kualitas Pembelajaran IPA melalui Metode Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1 Tlogomulyo Semester 1 Tahun Pelajaran 2019/2020 Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan dapat meningkat, terbukti dari data hasil belajar mengalami peningkatan yaitu pada siklus I pertemuan 1 data pengamatan mendapatkan skor rata-rata 32 dengan kategori baik dan 36 dengan kategori baik. Pada siklus II aktivitas Guru meningkat dengan perolehan rata-rata pada pertemuan 1 adalah 40 dengan kategori sangat baik dan pertemuan 2 menjadi 45 dengan ketegori sangat baik. Pada siklus I aktivitas siswa meningkat dengan perolehan rata-rata pada pertemuan 1 adalah 19,47 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 20,67 dengan ketegori baik. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan rata-rata pada pertemuan 1 adalah 21,67 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 24,20 dengan ketegori baik. Hasil belajar yang diperoleh pada pembelajaran IPA melalui metode pembelajaran Problem Based Learning mengalami Upaya Meningkatkan yakni siklus I rata-rata 64,33 dan pada siklus II rata-rata 77,67. Prosentase ketuntasan belajar yang diperoleh pada siklus I adalah 53.33% dan pada siklus II menjadi 90,00%.
Kata kunci: Kualitas Pembelajaran, Model Pembelajaran PBL, Pembelajaran IPA.
LATAR BELAKANG MASALAH
Pembelajaran IPA hendakya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem), Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006. Lebih lanjut dikemukakan dalam salah satu tujuan mata pelajaran IPA adalah memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model IPA, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
|
Bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik. Berusaha sendiri untuk pemecahan masalah dan pengetahuan yang menyertainya, akan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna, (Bruner dalam Trianto, 2007:67) Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengetahuan.
Perlunya pembelajaran IPA dengan penemuan, didasarkan pada keyakinan bahwa pembelajaran sebenarnya melalui penemuan pribadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Goldin (dalam Wardhani, 2002:6) yang menyatakan bahwa IPA ditemukan dan dibangun oleh manusia, sehingga dalam pembelajarannya IPA harus lebih dibangun oleh siswa daripada ditanamkan oleh guru. Pembelajaran IPA menjadi lebih efektif bila guru membantu siswa menemukan dan memecahkan masalah dengan menerapkan pembelajaran bermakna.
Menurut Depdiknas 2002 (dalam Trianto, 2007:66), menyatakan kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Sudarman (2007:68) menjelaskan bahwa salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi. Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak anak dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal. Selain itu, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran IPA masih dianggap sebagai pelajaran yang membosankan bagi peserta didik.
Pada keadaan sesungguhnya seperti di atas juga terjadi di SD Negeri 1 Tlogomulyo khususnya di Kelas VI. Berdasarkan catatan lapangan yang diperoleh selama pengamatan saat pembelajaran menunjukkan rutinitas guru dan siswa di kelas terlihat seperti berikut, siswa duduk diam di bangkunya masing-masing dan mendengarkan penjelasan dari guru. Guru juga masih terpaku pada buku paket dan lebih banyak menggunakan metode ceramah pada saat pembelajaran. Guru menjelaskan materi dengan memberikan contoh-contoh soal yang ada dalam buku paket dengan menyelesaikannya di papan tulis. Di sini guru menekankan pada sistem menghafal dan mengingat-ingat sebanyak-banyaknya. Siswa masih belum mampu menerapkan materi pelajaran yang didapatnya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa masih belum aktif untuk mengajukan pertanyaan kepada guru, siswa hanya menjawab pertanyaan apabila ditunjuk oleh guru. Tidak jarang siswa terlihat bosan dan tidak bergairah dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, hal ini ditunjukkan dengan kegiatan siswa pada saat berlangsungnya pembelajaran dimana siswa lebih asik untuk bercakap-cakap dengan teman sebangkunya ada juga yang memain-mainkan alat tulis yang dimilikinya seperti memutar-mutar pensil di atas meja dan menggambar tokoh-tokoh kartun pada buku pelajaran mereka, bahkan ada yang terlihat mengantuk pada saat guru sedang menjelaskan.
Pola lama dalam pembelajaran masih kurang mengaktifkan siswa, selain itu guru masih dominan menggunakan ceramah dalam pembelajaran. Guru juga belum memberikan kegiatan yang bisa mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Hal ini mengakibatkan kurang berhasilnya pembelajaran yang ditunjukkan melalui hasil belajar siswa yaitu 73,33% siswa atau 22 dari 30 siswa Kelas VI mengalami ketidaktuntasan dalam belajar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai terendah 40 dan nilai tertinggi 70 dengan nilai rata-rata kelas 58,64 Sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal untuk mata pelajaran IPA di SD Negeri 1 Tlogomulyo adalah 70.
Akibat dari kegiatan pembelajaran, hal tersebut di atas merupakan yang kurang mengaktifkan siswa, serta guru yang kurang terampil dalam memilih desain dan strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa. Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti bersama tim kolaborasi terdorong untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas. Ibrahim (2009: 5) menyatakan model Problem Based Learning memiliki beberapa keunggulan, antara lain pembelajaran berdasarkan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa, dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan siswa, membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran, pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa,bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.
Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa serta dapat mengembangkan kemampuan siswa utnuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru. Dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
Kualitas Pembelajaran
Menurut Karsidi (2005:38) menyatakan bahwa, untuk memperoleh pembelajaran yang berkualitas agar menghasilkan prestasi belajar yang berkualitas pula, maka perlu diperhatikan unsur-unsur yang secara langsung berkaitan dengan berlangsungnya proses pembelajaran tersebut, yang penting adalah guru, siswa, kurikulum dan sarana, serta faktor lain yang sifatnya kontekstual. Menurut Glaser (dalam Uno, 2007:153) pemikiran tertuju pada suatu benda atau keadaan yang baik. Kualitas pembelajaran dapat dilihat indikatornya dari perilaku guru, perilaku siswa, dan dampak belajar siswa, iklim pembelajaran, materi pembelajaran, dan media pembelajaran. Dalam hal ini, hanya perilaku guru yang berupa keterampilan dasar mengajar, perilaku siswa yang berupa aktivitas siswa, dan dampak belajar yang berupa hasil belajar, yang akan dikaji oleh peneliti.
Simpulan dari beberapa pendapat ahli di atas adalah bahwa kualitas pembelajaran merupakan kegiatan belajar dan pembelajaran yang berlangsung secara efektif sehingga mendapatkan hasil sesuai tujuan yang diharapkan. Suatu pembelajaran dapat dikatakan berkualitas jika berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya.
Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan Problem Based Learning (PBL) adalah strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa mengelaborasikan pemecahan masalah dengan pengalaman sehari-hari. Menurut Arends (dalam Supinah dan Titik, 2010:17) mengemukakan bahwa pengajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang bertujuan merangsang terjadinya proses berpikir tingkat tinggi dalam situasi yang berorientasi masalah.
HS Barrows (dalam Supinah dan Titik, 2010:18) menyatakan bahwa proses pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi pengetahuan baru. Sementara itu Satyasa (dalam Supinah dan Titik, 2010:18) mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar. Sementara itu Moffit (dalam Supinah dan Titik, 2010:18) mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah, sebagai suatu pendekatan yang melibatkan siswa dalam penyelidikan dalam pemecahan masalah yang memadukan ketrampilan dan konsep dari berbagai kandungan area.
Menurut Boud dan Felleti pembelajaran berdasarkan masalah (Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan memecahkan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri. Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang mandiri (Ibrahim dan Nur, 2004:7).
Arends (dalam Abbas, 2000:12) menyatakan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu dan meningkatkan keterampilan berpikirkritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting. Pembelajaran berdasarkan masalah hanya dapat terjadi jika guru dapat menciptakan lingkungan kelas yang terbuka dan membimbing pertukaran gagasan. Pembelajaran berdasarkan masalah juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan aktivitas belajar siswa, baik secara individual maupun secara kelompok. Di sini guru berperan sebagai pemberi rangsangan, pembimbing kegiatan siswa, dan penuntun arah belajar siswa.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat didefinisikan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) sebagai pendekatan pembelajaran yang diawali dengan pemberian masalah kepada siswa di mana masalah tersebut dialami atau merupakan pengalaman sehari-hari siswa. Selanjutnya siswa menyelesaikan masalah tersebut untuk menemukan pengetahuan baru. Secara garis besar PBL terdiri dari kegiatan menyajikan kepada siswa suatu situasi masalah yang autentik dan bermakna serta memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Dalam pembelajaran berdasarkan masalah, guru berperan sebagai fasilitator dimana guru hanya memberikan rangsangan kepada siswa, dan membimbing kegiatan yang dilakukan siswa..
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Pelaksanaan penelitian diadakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2019Semester 1 tahun pelajaran 2019/2020. Subjek penelitian adalah siswa Kelas VI yang berjumlah 30 siswa. Jumlah siswa tersebut terdiri atas 12 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan. Tempat penelitian SD Negeri 1 Tlogomulyo Semester 1 Tahun Pelajaran 2019/2020.
Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik yang digunakan diantaranya adalah teknik tes dan nontes (Poerwanti, dkk, 2008:4). Tes digunakan untuk mengukur atau memberi angka terhadap proses pembelajaran ataupun pekerjaan siswa sebagai hasil belajar yang merupakan cerminan tingkat penguasaan terhadap materi IPA. Teknik tes berupa tes tertulis berupa pertanyaan atau kuis selama siklus penelitian berlangsung. Teknik non tes menggunakan alat pengumpulan data berupa lembar observasi, dokumentasi dan catatan lapangan.
Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk persentase. Adapun langkah-langkah untuk menganalisis data kuantitatif tersebut sebagai berikut:
Data kualitatif berupa data hasil pengamatan aktifitas siswa, keterampilan guru, serta catatan lapangan dalam pembelajaran IPA dengan menerapkan Problem Based Learning dianalisis dengan analisa deskriptif kualitatif. Data kualitatif dipaparkan dalam kalimat yang dipisah menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas secara professional (Suyanto dalam Subyantoro, 2009:4), Selanjutnya, Arikunto, dkk (2008:16) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan PTK terdapat empat tahap penting yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
HASIL TINDAKAN & PEMBAHASAN
Deskripsi Kondisi Awal
|
Dari data hasil observasi awal sebelum pelaksanaan siklus diperoleh hasil bahwa pembelajaran IPA pada Kelas VI SD Negeri 1 Tlogomulyo, berjalan kurang efektif. Berdasarkan catatan lapangan yang diperoleh selama pengamatan saat pembelajaran menunjukkan rutinitas guru dan siswa di kelas terlihat seperti berikut, siswa duduk diam di bangkunya masing-masing dan mendengarkan penjelasan dari guru. Guru juga masih terpaku pada buku paket dan lebih banyak menggunakan metode ceramah pada saat pembelajaran. Guru menjelaskan materi dengan memberikan contoh-contoh soal yang ada dalam buku paket dengan menyelesaikannya di papan tulis. Disini guru menekankan pada sistem menghafal dan mengingat-ingat sebanyak-banyaknya.
Siswa masih belum mampu menerapkan materi pelajaran yang didapatnya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa masih belum aktif untuk mengajukan pertanyaan kepada guru, siswa hanya menjawab pertanyaan apabila ditunjuk oleh guru. Tidak jarang siswa terlihat bosan dan tidak bergairah dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, hal ini ditunjukkan dengan kegiatan siswa pada saat berlangsungnya pembelajaran dimana siswa lebih asik untuk bercakap-cakap dengan teman sebangkunya ada juga yang memain-mainkan alat tulis yang dimilikinya seperti memutar-mutar pensil di atas meja dan menggambar tokoh-tokoh kartun pada buku pelajaran mereka, bahkan ada yang terlihat mengantuk pada saat guru sedang menjelaskan.
Pembelajaran seperti ini masih kurang mengaktifkan siswa, selain itu guru masih dominan menggunakan ceramah dalam pembelajaran. Guru juga belum memberikan kegiatan yang bisa mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Hal ini mengakibatkan kurang berhasilnya pembelajaran yang ditunjukkan melalui hasil belajar siswa yaitu 73,33% siswa atau 22 dari 30 siswa Kelas VI mengalami ketidaktuntasan dalam belajar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai terendah 40 dan nilai tertinggi 70 dengan nilai rata-rata kelas 58,64 Sedangkan Kriteria Ketuntasan Minimal untuk mata pelajaran IPA di SD Negeri 1 Tlogomulyo adalah 70.
Deskripsi Hasil Siklus I
Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti membuat berbagai perencanaan yaitu:
- Peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran IPA Kelas VI dengan Standar Kompetensi: Siswa mampu memahami bahwa makhluk hidup mempunyai cirri-ciri yang menentukan interaksinya dengan lingkungan dan kegiatan manusia dapat menyebabkan perubahan keseimbangan lingkungan
- Mempersiapkan sumber dan media pembelajaran berupa buku paket IPA, alat tulis, serta media.
- Mempersiapkan alat evaluasi berupa tes tertulis atau lembar soal dan lembar kerja siswa (LKS)
- Membuat lembar pengamatan untuk guru dalam melaksanakan pembelajaran.
- Membuat lembar pengamatan aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 50 dan nilai tertinggi adalah 80. Yang mendapatkan nilai 80 sebanyak 3 siswa, yang mendapatkan nilai 70 sebanyak 13 siswa, yang mendapatkan nilai 60 sebanyak 8 siswa, yang mendapatkan nilai 50 sebanyak 6 siswa.
Hasil Pengamatan
Pengamatan terhadap aktivitas siswa antara lain: Siswa bersemangat mengikuti pembelajaran, Siswa mengikuti kegiatan pendahuluan, Siswa aktif berdiskusi dalam kelompok belajar, Siswa aktif bekerja dalam penyelidikan/melaksanakan tugas bersama kelompok, Siswa berperan aktif dalam merencanakan dan menyajikan hasil karya, Siswa menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Aktivitas siswa pada siklus I belum dapat terpenuhi secara maksimal. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa melakukan diskusi sehingga guru masih kesusahan dalam mengatur kelompok. Keberanian siswa dalam menyampaikan hasil diskusi juga masih kurang. Masih banyak siswa yang malu-malu dan takut salah ketika ditunjuk guru untuk memaparkan hasil diskusinya. Rata-rata aktivitas siswa yang berkategori cukup dan belum memenuhi kriteria ketuntasan.
Deskripsi Hasil Siklus II
Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti membuat berbagai perencanaan yaitu:
- Peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran IPA Kelas VI dengan Standar Kompetensi: Siswa mampu memahami bahwa makhluk hidup mempunyai cirri-ciri yang menentukan interaksinya dengan lingkungan dan kegiatan manusia dapat menyebabkan perubahan keseimbangan lingkungan.
- Mempersiapkan sumber dan media pembelajaran berupa buku paket IPA, alat tulis, serta media.
- Mempersiapkan alat evaluasi berupa tes tertulis atau lembar soal dan lembar kerja siswa (LKS)
- Membuat lembar pengamatan untuk guru dalam melaksanakan pembelajaran.
- Membuat lembar pengamatan aktivitas siswa.
Nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 60 dan nilai tertinggi adalah 100. Yang mendapatkan nilai 100 sebanyak 1 siswa, nilai 90 sebanyak 6 siswa, yang mendapatkan nilai 80 sebanyak 11 siswa, yang mendapatkan nilai 70 sebanyak 9 siswa, yang mendapatkan nilai 60 sebanyak 3 siswa.
Hasil Pengamatan
Hasil observasi berupa pengamatan terhadap aktivitas siswa antara lain: Siswa bersemangat mengikuti pembelajaran, Siswa mengikuti kegiatan pendahuluan, Siswa aktif berdiskusi dalam kelompok belajar, Siswa aktif bekerja dalam penyelidikan/melaksanakan tugas bersama kelompok, Siswa berperan aktif dalam merencanakan dan menyajikan hasil karya, Siswa menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Aktivitas siswa pada siklus II telah terpenuhi secara maksimal. Hal ini dibuktikan dengan siswa yang sudah dapat melakukan pembagian kelompok secara cekatan dan tidak menimbulkan keributan. Keberanian siswa dalam menyampaikan hasil diskusi juga sudah baik, banyak siswa yang mulai berani memberikan pendapat terhadap hasil kerja kelompok lain. Rata-rata aktivitas siswa yang berkategori baik. Sehingga peneliti merasa tindakan sudah cukup dilakukan.
Pembahasan Tiap Siklus & Antar Siklus
Siklus I
Pelaksanaan pembelajaran IPA melalui metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) pada siklus I dirasa belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil bahwa walaupun rata-rata keterampilan guru pada siklus I mendapatkan kategori baik dengan skor 32 pada pertemuan 1 dan 36 pada pertemuan 2. Namun aktivitas siswa belum mengalami banyak perubahan dari kondisi awal.
Data hasil pengamatan aktivitas siswa siklus I menunjukkan bahwa rata-rata aktivitas siswa pada pertemuan 1 mendapatkan skor 19,47 dengan kategori cukup dan 20,67 dengan kategori cukup pada pertemuan 2. Banyak siswa yang masih belum terbiasa untuk mengikuti pembelajaran dengan metode Problem Based Learning (PBL), sehingga mereka masih terkesan malu-malu dalam pembentukan kelompok. Dalam pelaksanaan diskusi kelas juga belum terjalin kerjasama yang baik antar anggota kelompok.
Kurangnya aktivitas siswa berakibat pada tidak meratanya pemerolehan informasi yang didapatkan oleh siswa. Sehingga evaluasi yang diberikan guru pun belum mendapatkan hasil yang memuaskan. Hal itu terbukti dengan adanya kenaikan persentase ketuntasan yang belum mencapai target yang dikehendaki peneliti yaitu 80%, dengan nilai terendah 50, nilai tertinggi 80, dan rata-rata 53,33%. yaitu masih dibawah KKM yang ditetapkan oleh SD Negeri 1 Tlogomulyo.
Oleh karena hasil temuan tersebut maka peneliti merasa bahwa peneliti harus melakukan beberapa perbaikan antara lain: guru harus mampu untuk lebih mengkondisikan kelas. Saat membimbing pembentukan kelompok diskusi guru harus mengkondisikan siswa dalam berkelompok, memberikan arahan pada siswa untuk menjawab agar tidak melenceng dari materi, dan memberi bantuan kepada siswa yang kurang paham. Ketika menggunakan variasi dalam interaksi dengan siswa guru harus variasi pemusatan perhatian dan memotivasi siswa yang kurang aktif dan menggunakan penguatan verbal atau gestural.
Siklus II
Pembelajaran IPA dengan metode Problem Based Learning (PBL) pada siklus II berjalan dengan sangat baik. Data pengamatan keterampilan guru menunjukkan bahwa pada pertemuan 1 guru hampir menguasai semua keterampilan yang tercantum dalam indikator pengamatan. Terbukti dari skor yang didapatkan pada pertemuan pertama adalah 40 dengan kategori sangat baik dan skor 45 pada pertemuan kedua dengan kategori sangat baik serta telah memenuhi indikator keberhasilan.
Aktivitas siswa pada siklus II meningkat dengan baik. Siswa sudah mulai dapat menunjukkan keaktifannya dalam pembelajaran. Sebagian besar siswa sudah paham akan tanggungjawabnya dalam tugas kelompok. Siswa saling berdiskusi dan membagi pendapat. Serta sudah tidak lagi merasa takut ataupun malu jika diminta untuk memaparkan jawaban. Ketertiban siswa saat menerima penghargaan juga sudah mulai baik. Hal itu dibuktikan dengan perolehan skor aktivitas siswa pada siklus II pertemuan pertama yaitu 21,67 dan 24,20 dengan kategori baik serta telah memenuhi indikator keberhasilan.
Kondisi siswa yang demikian menunjang pemerolehan hasil belajar yang cukup memuaskan. Terbukti bahwa data hasil belajar yang diperoleh adalah nilai terendah 60 dan tertinggi 100 dengan rata – rata 77,67 dan persentase ketuntasan klasikal 90,00% dan telah mencapai indikator keberhasilan yaitu sekurang-kurangnya ketuntasan klasikal 80%. Untuk mengatasi ketuntasan klasikal yang belum mencapai 100% telah dilaksanakan perbaikan bagi siswa yang belum tuntas.
Pembahasan Antar Siklus
Hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA dengan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) mengalami peningkatan pada setiap siklus. Hal itu dapat dilihat dari persentase ketuntasan prasiklus hanya 31,82%, meningkat menjadi 53.33% pada siklus I. Kemudian setelah dilakukan perbaikan, pada siklus II persentase ketuntasan kembali meningkat menjadi 90,00% dan telah memenuhi indikator keberhasilan.
Perolehan data pengamatan aktivitas siswa pada penelitian ini mendapatkan hasil yang memuaskan. Pada siklus I pertemuan 1 data hasil pengamatan siswa mendapatkan skor rata-rata 19,47 dengan kategori cukup dan 20,67 dengan kategori cukup. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 21,67 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 24,20 dengan ketegori baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemerolehan skor aktivitas siswa sudah memenuhi indikator keberhasilan.
Hasil pengamatan keterampilan guru yang didapatkan pada penelitiaan menunjukkan bahwa skor yang diperoleh meningkat pada tiap siklusnya. Pada siklus I pertemuan 1 keterampilan guru yang diamati mendapatkan skor 32 dengan ketegori baik dan 36 dengan ketegori baik pada pertemuan 2. Keterampilan guru pada pembelajaran siklus II mengalami peningkatan dengan perolehan skor 40 dengan kategori baik pada pertemuan 1 dan meningkat menjadi 45 dengan kategori sangat baik.
Dalam penelitian mengenai peningkatan kualitas pembelajaran IPA melalui Problem Based Learning yang telah dilakukan, terjadi peningkatan baik hasil belajar siswa, keterampilan guru, serta aktivitas siswa. Hal ini dapat membuktikan bahwa pembelajaran IPA melalui Problem Based Learning cocok untuk diterapkan di kelas rendah Sekolah Dasar. Pembelajaran melalui Problem Based Learning menyajikan masalah autentik sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar dan mengaktifkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah. Selain itu melalui penggunaan tema yang dikenal siswa dalam kehidupan sehari-hari akan lebih mempermudah dalam menyampaikan materi ajar serta akan mempermudah untuk pemahaman konsep.
Hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA dengan metode pembelajaran Problem Based Learning (PBL) mengalami peningkatan pada setiap siklus. Hal itu dapat dilihat dari persentase ketuntasan prasiklus hanya 31,82%, meningkat menjadi 53.33% pada siklus I. Kemudian setelah dilakukan perbaikan, pada siklus II persentase ketuntasan kembali meningkat menjadi 90,00% dan telah memenuhi indikator keberhasilan.
Perolehan data pengamatan aktivitas siswa pada penelitian ini mendapatkan hasil yang memuaskan. Pada siklus I pertemuan 1 data hasil pengamatan siswa mendapatkan skor rata-rata 19,47 dengan kategori cukup dan 20,67 dengan kategori cukup. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 21,67 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 24,20 dengan ketegori baik. Dengan demikian pemerolehan skor aktivitas siswa sudah memenuhi indikator keberhasilan.
Hasil pengamatan keterampilan guru pada siklus I pertemuan 1 keterampilan guru yang diamati mendapatkan skor 32 dengan ketegori baik dan 36 dengan ketegori baik pada pertemuan 2. Keterampilan guru pada pembelajaran siklus II mengalami peningkatan dengan perolehan skor 40 dengan kategori baik pada pertemuan 1 dan meningkat menjadi 45 dengan kategori sangat baik. Dengan demikian hasil pengamatan keterampilan guru telah memenuhi indikator keberhasilan yang ditentukan.
Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dalam pembelajaran IPA pada siswa Kelas VI SD mampu memberikan kontribusi positif bagi peningkatan keterampilan guru, aktivitas siswa, serta hasil belajar siswa sehingga kualitas pembelajaran meningkat.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dia atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Terjadi adanya peningkatan kualitas pembelajaran IPA yang dilaksanakan melalui metode pembelajaran Problem Based Learning yang dapat dilihat dari adanya peningkatan keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui Problem Based Learning.
- Keterampilan guru mengalami peningkatan yaitu pada siklus I pertemuan 1 data pengamatan mendapatkan skor rata-rata 32 dengan kategori baik dan 36 dengan kategori baik. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 40 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 45 dengan ketegori sangat baik.
- Aktivitas belajar siswa pada proses pembelajaran mengalami peningkatan yaitu pada siklus I pertemuan 1 data pengamatan mendapatkan skor rata-rata 19,47 dengan kategori cukup dan 20,67 dengan kategori cukup. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 21,67 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 24,20 dengan ketegori baik.
- Hasil belajar yang diperoleh pada pembelajaran IPA melalui metode pembelajaran Problem Based Learning mengalami peningkatan yakni siklus I rata-rata 64,33 dan pada siklus II rata-rata 77,67. Persentase ketuntasan belajar yang diperoleh pada siklus I adalah 33% dan pada siklus II menjadi 90,00%.
Saran
Menurut simpulan di atas, disarankan:
- Sebaiknya guru membiasakan pembelajaran IPA dengan menggunakan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa dengan menggunakan metode pembelajaran Problem Based Learning serta suasana pembelajaran dikelas yang dekat dengan lingkungan siswa karena dengan penyajian masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari akan lebih memotivasi siswa untuk menggali pengetahuan sehingga memudahkan siswa memahami konsep yang diajarkan.
- Guru hendaknya lebih menciptakan pembelajaran yang mengaktifkan semua siswa sehingga guru dapat lebih meminimalisir aktivitas siswa yang mengganggu selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
- Perolehan hasil belajar siswa harus selalu ditingkatkan tidak hanya melalui proses pembelajaran dikelas, namun guru juga dapat memberikan tugas-tugas pada siswa untuk aktif menggali pengetahuan dari berbagai sumber yang tersedia termasuk melalui pengalaman dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Tindak Lanjut
- Hasil Penelitian Tindakan Kelas VI ini akan diseminarkan pada kegiatan Kelompok Kerja Guru Gugus RA Kartini
- Buku Laporan Penelitian Tindakan Kelas ini akan disimpan di perpustakaan sekolah, dan duplikatnya akan digunakan untuk perolehan nilai Publikasi Ilmiah pada Penilaian Angka Kredit Guru.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas.2000.Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah. Tersedia di http://hipni.blogspot.com/2011/09/strategi-pemb-berbasis masalah.html[ diunduh tanggal 23 Januari 2012].
Ani, Catharina Tri. Dkk. 2007. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK UNNES.
Arikunto, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: Bumi Aksara.
Aqib, Zaenal, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK. Bandung: Yrama Widya.
BSNP. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Tersedia di http://permen_41_pdf [diunduh tanggal 30 Juli 2010].
Depdiknas. 2004. Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2007. Standar Isi Tingkat SD/MI. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2010. Keterampilan Mengajar. Jakarta: Depdiknas.
Dikti. 2008. Penilaian Kinerja Guru. Jakarta: Depdiknas.
Haji, Saleh. 2009. Jurnal Pendidikan Volume 10 Dampak Penerapan Pendekatan Tematik Dalam Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar. Bengkulu: JPMIPA FKIP Universitas Bengkulu. Tersedia di http://www.scribd.com/doc/79050612/dampak-Penerapan-Pendekatan-tematik-Dalam-Pembelajaran-IPA-Di-Sekolah-Dasar/ [diunduh tanggal 2 Januari 2011]
Ibrahim.2009. Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah.Tersedia di http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2009919-strategi pembelajaran-berbasis-masalah-spbm/frixzzlzxryYziV [diunduh tanggal 14 November 2011]
Ibrahim dan Nur. 2004. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa-Universiti Press.
Karsidi, Ravik. 2005. Sosiologi Pendidikan. Surakarta: UNS Press dan LPP UNS.
Kusnanto, Dwi. 2010 Upaya Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Siswa Kelas VI SD Muhamadiyah Pendowoharjo Dalam Pembelajaran IPA Menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. Tersedia di http://eprints.uny.ac.id/2199/1/Microsoft_word. [diunduh tanggal 3 Maret 2011]
Muhsetyo, Gatot. 2009. Pembelajaran IPA SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Permendiknas RI Nomor 16. 2007. Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: Depdiknas.
Permendiknas RI Nomor 22. 2006. Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Permendiknas RI Nomor 41. 2007. Standar Proses untuk Satuan pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Rohani,Ahmad.1991. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sanjaya, Wina. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi KBK. Bandung: Kencana Prenada Media Group.
Somantri dan Muhidin. 2006. Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. Penerbit: Pustaka Setia.
Subyantoro. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: Universitas Diponegoro.
Sudarman. 2007. Problem Based Learning: Suatu Model Pengembangan untuk Mengembangkan dan Meningkatkan Kemampuan Memecah Masalah. Jurnal Pendidikan Inovatif: vol.2 – No.2. Tersedia di http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2007/09/04-sudarman.pdf. [diunduh tanggal 2 Maret 2011]
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sugandi, Achmad. 2007. Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES.
Sukayati. 2009. Pembelajaran Tematik di SD Merupakan Terapan dari Pembelajaran Terpadu. Yogyakrta: Widyaiswara PPPG IPA
Supinah dan Titik, dkk. 2010. Pembelajaran Berbasis Masalah IPA di SD. Yogyakarta: PPPPTK IPA.
Sutjiono, Thomas W.A. 2005. Pendayagunaan Media Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Penabur no. 04/Th. IV/Juli.
Thobroni, Muhammad, dkk. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Tim Puskur. 2006. Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstrutivistik. Surabaya: Prestasi Pustaka Publisher.
Triwahyuningsih.2009. Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Memecahkan Soal-soal Cerita pada Mata Pelajaran IPA Kelas VI di SDN Nguling 01 Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan. Skripsi. Universitas Malang. Tersedia di http://karya–ilmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/1473 [diunduh tanggal 3 Maret 2011]
Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Wardhani. 2002. Strategi Pembelajaran IPA yang Kontekstual atau Realistik dan Penerapannya dalam Pembelajaran IPA di Sekolah. Yogyakarta: Depdiknas.
Yasa, Doantara. 2002. (http://ipotes.wordpress.com/aktivitas+dan+prestasi+ belajar) [diakses tanggal 25 Agustus 2011].