PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD

UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPS

SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 KEBONAGUNG

TAHUN PELAJARAN 2015/2016

 

Muntiati

Guru SMP Negeri 1 Kebonagung Demak

 

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan minat dan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kebonagung terhadap pelajaran IPS melalui penerapan model cooperative learning tipe STAD. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan dua siklus. Subjek penelitian terdiri dari 30 siswa. Teknik yang digunakan penulis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah observasi, penilaian atau tes, dan dokumentasi. Analisis data adalah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Analisis data dilaksanakan secara kualitatif dan kuantitatif pada setiap akhir siklus pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Cooperative Learning STAD menunjukan adanya peningkatan hal ini terbukti dari hasil tes formatif dan observasi secara individu dari tiap siklus. Adapun hasil rata-rata tes formatif secara individu adalah sebagai berikut: pra siklus adalah 69,00, siklus I menjadi 74,33, siklus II adalah 81,33, untuk hasil belajar kondisi awal 5 siswa atau 16,67%, siklus I sebesar 14 orang atau 46,66% siklus II sebesar 29 orang siswa atau 96,67% dan penilaian hasil observasi aktivitas belajar yang juga meningkat di mana pada kondisi awal sebesar 26,67% atau 8 siswa, siklus I sebesar 76,67% atau 23 siswa, meningkat menjadi 100% atau 30 siswa. Sedangkan aktivitas guru dari nilai 37,50 dalam kategori (C) menjadi 61,25 dalam kategori (B) dan 86,25 dalam kategori (SB). Kesimpulannya adalah penerapan penerapan model cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas VIII SMP Negeri 1 Kebonagung.

Kata Kunci: cooperative learning STAD, aktivitas belajar, hasil belajar IPS.

 

PENDAHULUAN

Kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu usaha dalam proses estafet ilmu pengetahuan dari guru kepada anak didik. Guru merupakan salah satu komponen dalam pembelajaran yang tidak dapat digantikan dengan alat secanggih apapun, karena guru mempunyai aspek manusiawi yang mampu menjembatani proses transfer pengetahuan,sikap dan perilaku kepada anak didik.

Usia pendidikan dasar merupakan usia yang sangat menentukan dalam penentuan kepribadian anak. Banyak pengalaman belajar pada usia ini terus di kenang sepanjang masa, bahkan akan menentukan kemampuan belajar selanjutnya. Potensi kognitif, afektif dan psikomotorik siswa secara terarah mulai dibina pada jenjang pendidikan dasar. Oleh karena itu kemampuan professional guru dalam membina dan mengarahkan hal-hal tersebut pada saat merancang dan melaksanakan pembelajaran akan sangat menentukan sosok diri anak di kemudian hari.

Mata pelajaran IPS di Sekolah Menengah Pertama memiliki peran utama membina pemahaman anak mengenai hal ihwal kehidupan sosial, serta kemampuan untuk berperan secara layak dan fungsional. sementara itu peran guru sangat diharapkan untuk menyesuaikan antara keadaan siswa dengan keadaan lingkungan kehidupan, dan juga proyeksi kehidupan masa depan baik yang diharapkan anak,orangtua, bangsa, dan negara. Pengajaran IPS sebagai salah satu program pengajaran yang bertujuan untuk membina dan menyiapkan kehidupan sosial yang baik,serta menyiapkan dan mengantarkan peserta didik untuk menjadi warga Negara dan warga masyarakat yang baik, diharapkan guru mampu membina perubahan dan harapan-harapan baru, sehingga mampu mengikuti gejolak-gejolak kehidupan dan perkembangan masyarakat sekitarnya.

Tuntutan karakteristik pendidikan IPS sebagaimana oleh KTSP masih jauh dari yang dimaksudkan. Implementasi KTSP lebih terfokus pada pembenahan jenis-jenis administrasi pembelajaran, sedangkan dalam pelaksanaan KBM belum menunjukkan perubahan yang sangat berarti. Hal ini disebabkan antara lain, pemberlakukan KTSP belum disertai dengan pelatihan bagi guru-guru bagaimana mengelola pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Selain itu, fasilitas pembelajaran IPS seperti media dan alat peraga, kualitas dan kuantitasnya tidak banyak berubah, yaitu jauh dari memadai.

Hasil penelitian awal yang telah peneliti lakukan masih terdapat perbedaan antara harapan dengan kenyataan yang terjadi dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi Proklamasi Kemerdekaan dan Proses Terbentuknya Negara RI dan Peristiwa-Peristiwa Sekitar Proklamasi Kemerdekaan RI. Harapan yang demikian itu nyata belum bisa dipenuhi oleh seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Kebonagung

Hal ini dibuktikan dengan hanya 5 (lima) siswa yang mencapai nilai standar KKM (80) ke atas dari 30 siswa atau 16,67%, dengan minat belajar siswa yang hanya mencapai angka 26,67% atau hanya 8 siswa dari 30 siswa serta perolehan nilai rata-rata hasil belajar secara klasikal sebesar 69,00. Rendahnya hasil belajar dan minat belajar IPS dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor yang mendukung pelaksanaan pembelajaran pada dasarnya sangat kompleks dan bisa ditinjau dari berbagai aspek. Adapun hal yang paling mendasar dan menentukan terhadap keberhasilan pembelajaran diantaranya sarana dan prasarana yang memadai, situasi dan kondisi yang kondusif, faktor guru, faktor siswa, termasuk pemilihan dan penggunaan model pembelajaran.

Di antara berbagai model pembelajaran, satu diantaranya adalah model cooperative learning tipe STAD, yaitu pembelajaran berkelompok dimana siswa dapat saling membantu dalam proses pembelajaran sehingga siswa yang kurang dapat dibantu oleh teman kelompoknya selain oleh guru sebagai pembimbing. Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara bersama-sama atau gotong royong sehingga makna kebersamaan sangat dominan. Selain itu, model ini dapat mengaktifkan siswa dalam belajar karena siswa didorong untuk mengemukakan pendapat atau menyanggah berbagai masalah yang diajukan oleh rekan sekelompoknya.

Kajian Teori

Pembelajaran IPS

Pendidikan adalah usaha manusia untuk mendewasakan anak sesuai dengan cita-cita masyarakat. Usaha pendidikan itu sendiri dilaksanakan dalam bentuk proses pengajaran di sekolah-sekolah dasar sebagai suatu intitusi sosial yang diharapkan mampu mendidik anak dalam rangka mencapai cita-cita tersebut.

Ilmu pengetahuan sosial merupakan suatu bidang studi yang didalamnya merupakan kombinasi atau hasil perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi, sejarah, ekonomi-politik, sosiologi, antropologi, dan tata Negara. Hal ini sesuai dengan pendapat tentang pengertian IPS, yang menyatakan bahwa: Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ialah: suatu program Pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosialnya. Bahan ajarnya diambil dari berbagai ilmu sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi, antropologi dan tata Negara (Nasution, 1975). Sedangkan menurut Killer (1992:6) pada garis besar menyatakan bahwa: Ilmu Pengetahuan Sosial adalah studi yang memberikan pemahaman tentang cara-cara manusia hidup, tentang kebutuhan-kebutuhan dasar manusia, tentang kegiatan-kegiatan dalam usaha memenuhi kebutuhan itu dan tentang lembaga-lembaga yang dikembangkan sehubungan dengan hal-hal tersebut.

Menurut Hasan (1996:5), menyatakan bahwa: Pendidikan IPS dapat diartikan sebagai pendidikan memperkenalkan konsep, generalisasi, teori, cara berfikir, dan cara bekerja berbagai disiplin ilmu sosial.” Pendidikan IPS merupakan perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu-ilmu sosial, Pendidikan IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi, antropologi dan sebagainya yang disajikan secara psikologis untuk kepentingan pendidikan. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Menurut Ischak SU (1997:130) adalah: Bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial dimasyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan atau satu perpaduan berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan pada kenyataan hidup bermasyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Sesuai dengan uraian di atas jelaslah bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial erat kaitannya dengan manusia sebagai anggota masyarakat dan interaksinya dengan dunia sekitarnya. Selain itu, perhatian ditujukan pula pada cita-cita hidup dan bekerja sama memperhatikan lingkungan untuk memperoleh dan memenuhi kebutuhan manusia, adat istiadat, nilai-nilai hidup, situasi hidup dan kebudayaan yang dinamis untuk mencapai suatu kehidupan sosial bermasyarakat yang serasi, selaras dan seimbang.

Cooperative Learning Tipe STAD

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model Student Team Achievement Divisions (STAD). STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang sederhana. Model pembelajaran Coopertive Learning Tipe STAD adalah model pembelajaran dengan strategi kelompok belajar yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa yang heterogen dari kemampuan belajarnya, ada siswa yang kemampuan belajarnya tinggi, sedang maupun rendah.

Dalam kelompok tersebut ada tanggung jawab bersama, jadi setiap anggota aling membantu untuk menutupi kekurangan temannya. Ada proses diskusi, saling bertukar pendapat, menghargai pendapat,pembelajaran teman sebaya. kepemimpinan dalam mengatur pembelajaran di kelompoknya sehingga yang terjalin adalah hubungan positif. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa diberi kuis tentang materi itu dengan catatan saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tipe pembelajaran inilah yang akan diterapkan dalam pembelajaran IPS.

Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif teknik STAD adalah adanya kerja sama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok tergantung keberhasilan individu, sehingga setiap anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada anggota yang lain. Pembelajaran kooperatif teknik STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan Agustus sampai dengan Oktober. Subyek penelitian siswa kelas VIII SMPN 1 Kebonagung Kabupaten Demak pada semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.

Pengumpulan data pada penelitian ini dengan teknik observasi, tes, dan dokumentasi. Analisis data dilaksanakan secara kualitatif dan kuantitatif pada setiap akhir siklus pembelajaran serta data hasil belajar siswa, data yang dianalisis meliputi data hasil observasi kegiatan guru dan aktifitas siswa.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Deskripsi Kondisi Awal

Hasil observasi pada pembelajaran IPS sebelum menggunakan metode STAD menunjukkan kurangnya melaksanakan skenario pembelajaran seperti menumbuhkan keingintahuan siswa terhadap materi, memberikan pengalaman belajar kepada siswa, menyampaikan konsep-konsep pembelajaran yang cenderung menggurui dengan ceramah, kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendemonstrasikan hasil belajarnya, dan melakukan pengulangan-pengulangan bermakna dalam belajar masih jarang dilakukan. Begitu juga dalam pemeliharaan aktivitas dan hasil belajar siswa masih “kurang”.

Bertolak dari pengamatan kondisi awal kelas dan temuan data tentang kendala-kendala yang dapat menghambat pelaksanaan pembelajaran IPS, maka peneliti berupaya untuk mengatasi kendala-kendala tersebut terutama yang berkenaan dengan peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS. Pembelajaran dengan pendekatan cooperative learning tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif untuk pengelompokan campur yang melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok untuk pembelajaran individu anggota. Pada pendekatan cooperative learning tipe STAD dibuat kelompok-kelompok. Siswa diberikan kebebasan untuk mengemukakan pendapat, berdiskusi, bertanya kepada teman satu timnya, untuk menyelesaikan suatu masalah yang kemudian hasilnya dipresentasikan di depan kelas oleh perwakilan tim.

Hasil Pengamatan Gurus dan Siswa

Dari 20 aspek yang diamati, dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa 10 aspek (50%) berada dalam kategori cukup dan 10 aspek (50%) dalam kategori kurang.

Pengamatan kegiatan siswa dilakukan oleh satu orang pengamat selama KBM berlangsung. Kegiatan siswa dinilai dengan menggunakan lembar pengamatan kegiatan siswa yang mengacu pada deskripsi kegiatan siswa yang mencakup 24 aspek penilaian.

Hasil kegiatan siswa pada kondisi awal, dimana dari 30 siswa yang diamati, 8 siswa (26,67%) dinyatakan tuntas dan 22 siswa (73,33%) dinyatakan belum tuntas.

Hasil Belajar Siswa

Untuk mengetahui hasil belajar siswa, pada kondisi awal atau prasiklus diadakan evaluasi tertulis dengan menggunakan tes dengan soal pilihan ganda. Tes tersebut berjumlah 10 butir soal dengan skor maksimal 100, sedangkan skor ketuntasan tiap individu minimal 75.

Hasil belajar siswa pada kondisi awal untuk ketuntasan klasikal mencapai 16,67%, atau 5 siswa untuk rata-rata kelas mencapai 69,00 sedangkan untuk siswa yang tidak tuntas mencapai 83,33% atau 25 siswa.

Pelaksanaan tindakan kelas disesuaikan dengan rencana pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya. Pelaksanaan tindakan penelitian kelas ini menekankan pada penerapan model cooperative learning tipe STAD untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa yang diupayakan dan dikondisikan berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dipersiapkan sebelumnya dalam tahap perencanaan dengan mengimplementasikan rencana tersebut yang telah dirumuskan oleh peneliti.

Deskripsi Siklus I

Hasil pengamatan dan penilaian aktivitas guru dinilai dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas guru yang mencakup 20 aspek penilaian.

Dari 20 aspek yang diamati, dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa 9 aspek (45%) berada dalam kategori cukup dan 11 aspek (55%) dalam kategori cukup, dan tidak ada yang berada pada level sangat baik dan kurang.

Hasil pengamatan kegiatan siswa dinilai dengan menggunakan lembar pengamatan kegiatan siswa yang mengacu pada deskripsi kegiatan siswa yang mencakup 24 aspek penilaian.

Hasil kegiatan siswa pada siklus pertama, dimana dari 30 siswa yang diamati, 23 siswa (76,67%) dinyatakan tuntas dan 7 siswa (23,33%) dinyatakan belum tuntas. Dari hasil sebagaimana dijelaskan di atas belum memenuhi kriteria keberhasilan karena belum mencapai angka 85% dari jumlah seluruh siswa dinyatakan tuntas (masuk dalam kiteria SB dan B).

Hasil hasil belajar siswa, pada akhir siklus I diadakan evaluasi tertulis dengan menggunakan tes dengan soal pilihan ganda. Tes tersebut berjumlah 10 butir soal dengan skor maksimal 100, sedangkan skor ketuntasan perindividu minimal 75.

Hasil belajar siswa pada siklus pertama untuk ketuntasan klasikal mencapai 46,67%, atau 14 siswa untuk rata-rata kelas mencapai 74,33 sedangkan untuk siswa yang tidak tuntas mencapai 53,33% atau 16 siswa. Dari penjelasan tabel di atas, semua aspek penilaian belum memenuhi kriteria keberhasilan di mana nilai rata-rata baru mencapai 74,33 dengan jumlah siswa tuntas sebesar 53,33% dari batasan minimal nilai 80 dan 85% siswa tuntas.

Hasil analisis dan refleksi terhadap data proses belajar siswa yang diperoleh melalui hasil pengamatan observer dan data hasil belajar siswa yang diperoleh melalui tes formatif, akhirnya peneliti, observer, kepala sekolah, dan supervisor dapat mengetahui hal-hal yang masih perlu ditingkatkan. Hal-hal yang perlu diperbaiki itu terkait dengan proses belajar siswa yang belum menunjukkan proses belajar berdasarkan langkah-langkah model Cooperative Learning Tipe STAD. Demikian pun dengan hasil belajar siswa, ini pun disepakati bersama untuk diperbaiki sesuai dengan target yang diharapkan. Hal tersebut harus ditanggulangi tingkat kesulitannya pada siklus kedua dengan strategi pengurangan jumlah anggota pada tiap kelompoknya sehingga diharapkan semua kriteria keberhasilan pembelajaran dapat tercapai.

Siklus kedua

Hasil pengamatan dan penilaian aktivitas guru dilakukan oleh beberpa orang pengamat selama KBM berlangsung. Aktivitas siswa dinilai dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas guru yang mencakup 20 aspek penilaian.

Dari 20 aspek yang diamati, dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa 9 aspek (45%) berada dalam kategori sangat baik dan 11 aspek (55%) dalam kategori baik, dan tidak ada yang berada pada level cukup dan kurang. Dari penjelasan pada tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada pelaksanaan siklus kedua, pada aspek pengamatan aktivitas guru telah memenuhi kriteria keberhasilan karena mencapai angka 100%, melebihi batasan minimal sebesar 85%.

Hasil pengamatan kegiatan siswa dilakukan oleh satu orang pengamat selama KBM berlansung. Kegiatan siswa dinilai dengan menggunakan lembar pengamatan kegiatan siswa yang mengacu pada deskripsi kegiatan siswa yang mencakup 24 aspek penilaian.

Gambaran hasil kegiatan siswa pada siklus pertama, dimana dari 30 siswa yang diamati, 30 siswa (100%) dinyatakan tuntas terdiri dari 10 siswa (33,33%) dalam kriteria SA dan 20 siswa (66,67%) dalam kriteria aktif. Dari hasil sebagaimana dijelaskan di atas sudah memenuhi kriteria keberhasilan karena sudah mencapai angka 85% dari jumlah seluruh siswa dinyatakan tuntas (masuk dalam kiteria SA dan Aktif).

Hasil belajar siswa pada kondisi awal untuk ketuntasan klasikal mencapai 96,67%, atau 29 siswa untuk rata-rata kelas mencapai 81,33. Dari penjelasan tabel di atas, semua aspek penilaian memenuhi kriteria keberhasilan di mana nilai rata-rata mencapai 81,33 dengan jumlah siswa tuntas sebesar 96,67% dari batasan minimal nilai 80 dan 85% siswa tuntas. Pada aspek daya serap juga sudah memenuhi kriteria keberhasilan karena mencapai angka 81,67 dari batasan minimal sebesar 80%.

Pembahasan

Penggunaan strategi Cooperative Learning tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Penjelasan mengenai peningkatan masing-masing aspek penilaian sebagaimana dijelaskan pada tabel-tabel di bawah ini.

Hasil pengamatan aktivitas guru

Hasil analisis data mengenai peningkatan hasil pengamatan aktivitas guru pada setiap siklus perbaikan menunjukkan peningkatan yang signifikan.

Pada kondisi awal 10 aspek (50%) masuk dalam kriteria cukup, dan 10 aspek (50%) masuk dalam kriteria kurang. Pada siklus pertama meningkat menjadi 9 aspek (45%) masuk dalam kriteria baik, dan 11 aspek (55%) masuk dalam kriteria cukup, sedangkan pada siklus terakhir 9 aspek (45%) masuk dalam kriteria sangat baik dan 11 aspek (55%) masuk dalam kriteria baik.

Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa

Pengamatan terhadap aktivitas siswa dilakukan oleh guru mitra yang bertindak sebagai pengamat dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa yang mengacu pada 24 aspek penilaian.

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pada kondisi awal 8 siswa (26,67%) masuk dalam kriteria aktif, dan 21 siswa (70,00%) masuk dalam kriteria kurang aktif. Pada siklus pertama meningkat menjadi 6 siswa (20%) masuk dalam kriteria sangat aktif, dan 17 siswa (56,67%) masuk dalam kriteria aktif dan 7 siswa (23,33%) dalam kriteria kurang aktif, sedangkan pada siklus terakhir 10 siswa (33,33%) masuk dalam kriteria sangat aktif dan 20 siswa (66,67%) masuk dalam kriteria aktif.

Hasil Belajar Siswa

Untuk mengetahui hasil belajar siswa, pada akhir setiap akhir kegiatan diadakan evaluasi tertulis dengan menggunakan tes formatif. Tes tersebut berjumlah 10 butir soal dengan skor maksimal 100, sedangkan skor ketuntasan perindividu minimal 75. Peserta tes berjumlah 24 orang sesuai dengan jumlah siswa kelas VIII diperoleh hasil tes dari 24 orang siswa. Kemudian dihitung persentase setiap siswa sehingga diperoleh data hasil belajar siswa. Persentase hasil belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa pada Kondisi Awal, Siklus I dan Siklus II

Aspek

Siklus

Awal

%

I

%

II

%

Nilai Rata-2 Kelas

69,00

74,33

81,33

Siswa Tuntas

5

16,67

14

46,67

29

96,67

Siswa Belum Tuntas

25

83,33

16

53,33

1

3,33

 

Dari penjelasan tabel di atas dapat dijelaskan peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya, yaitu:

a.     Pada kondisi awal; dari jumlah 30 orang siswa, terdapat 5 orang atau 16,67% yang diberikan tes memperoleh nilai kriteria tuntas, dan 25 siswa lainnya belum tuntas atau 83,33%.

b.     Pada siklus I; dari jumlah 30 orang siswa, terdapat 14 orang atau 46,67% yang diberikan tes memperoleh nilai kriteria tuntas, dan 16 siswa lainnya belum tuntas, atau sebesar 53,33%.

c.     Pada siklus II; sebagai tindak lanjut dan perbaikan dari capaian hasil belajar pada siklus I, menunjukan peningkatan dan keberhasilan siswa yaitu dari jumlah 30 orang siswa yang diberikan tes, terdapat 29 orang siswa atau 96,67% memperoleh nilai kriteria tuntas, dan 1 siswa lainnya belum tuntas atau sebesar 3,33%.

Aktivitas siswa dalam pembelajaran juga dipengaruhi oleh aktivitas guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Sehingga selain melakukan pengamatan terhadap siswa, peneliti juga melakukan pengamatan terhadap aktivitas guru di kelas.

Guru telah berusaha menciptakan suasana pelajaran yang kondusif. Hal ini terlihat adanya peningkatan peran guru pada setiap pertemuan, bahkan pada pertemuan 3 dan 4 peran guru dalam kelas dapat dikatakan sempurna. Hanya saja pada pertemuan 1 sampai 2 ada aktivitas guru yang belum muncul (belum dilakukan). Hal ini terjadi karena guru masih kurang dalam mempersiapkan desain pembelajaran sehingga masih ada yang lupa. Selain itu aktivitas guru memberi kesimpulan tidak mencukupi.

Siswa mempelajari sendiri materi pelajaran dengan metode pemecahan masalah dalam kelompok masing-masing. Tujuannya agar siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajar sendiri tanpa diberikan terlebih dahulu oleh guru, disini guru hanya mengarahkan dan membimbing saja. Sedangkan pada siklus II metode yang digunakan adalah problem solving dan dipadukan dengan ceramah dan tanya jawab, sehingga hasilnya mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus-siklus sebelumnya.

Berdasarkan data-data hasil pelaksanaan perbaikan pembelajaran sebagaimana diuraikan di atas berupa data hasil tes formatif siklus I, tes formatif siklus II dan data hasil observasi siklus I dan II maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi Proklamasi Kemerdekaan dan Proses Terbentuknya Negara RI dan Peristiwa-Peristiwa Sekitar Proklamasi Kemerdekaan RI dikelas VIII SMP Negeri 1 Kebonagung Tahun Pelajaran 2015/2016.

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan temuan selama kegiatan penelitian pembelajaran di SMP Negeri 1 Kebonagung kelas VIII Tahun 2015/ 2016 dengan menerapkan model Cooperative Learning Tipe STAD, akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut: bahwa model tersebut terbukti efektif dalam menanamkan sikap dan perilaku sosial siswa, dapat meningkatkan minat belajar siswa, serta meningkatkan hasil belajar siswa.

Saran

Dalam penelitian tindakan kelas terdapat variabel ekstra yang mempengaruh objektivitas proses dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi proses persiapan kemerdekaan Indonesia. Berdasarkan hal itu, disarankan agar dalam penelitian lebih lanjut sebaiknya efek dari variabel ini diminimalkan.

Strategi learning community pada model Cooperative Learning Tipe STAD terbukti telah meberikan manfaat yang besar dalam memperbaiki minat maupun hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi proses persiapan kemerdekaan Indonesia. Atas dasar itu, sudah selayaknya metode ini diterapkan guru secara sungguh-sungguh dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada materi lainnya.

Simpulan dan saran dari penelitian tindakan kelas ini, bila ditindaklanjuti, benar-benar akan bisa dirasakan manfaatnya oleh guru untuk meningkatkan profesionalisme dalam membelajarkan siswa agar berhasil mencapai tujuan yang diharapkan. Selain itu, keterujian metode yang diterapkan ini boleh diuji ulang oleh peneliti lain melalui triangulasi untuk lebih meyakinkan dugaan salah atau benar terhadap konsekuensi yang telah dilaporkan peneliti.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Rosda Karya Remaja: Bandung.

Ali, Muhammad. 2004. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Asrori, M. 2008. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.

Atkinson, Rita L., Atkinson, Richard C., & Hilgard, Ernest R. (1997). Pengantar Psikologi (Ed. 8), Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Clark, R. & Calvin B. (1981). Cognitive prescriptive theory and psycoeducational design. California: University of Southern.

Depdiknas. (2006), Standar Isi untuk SatuanPendidikan Dasar dan Menengah, Permendiknas RI Nomor 22 tahun 2006, Jakarta, Depdiknas.

Depdiknas. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Didi Sutardi, dkk. (2007) Pembaharuan Dalam PBM di Sekolah Dasar. Bandung: UPI PRESS.

Edwin, Mustafa Nasution dan Hardianus Usman. 2007. Proses Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universtias Indonesia.

Gross.1978.Dalam Karakteristik Ips (Sumber http://akhmadsudrajat. wordpress. com/2011/03/12/karakteristik-matapelajaran-ilmu-pengetahuan-sosial-ips/)

Hasan, S.H., 1996, Pendidikan Ilmu Sosial, Jakarta, Ditjen Dikti Depdikbud.

Hilda Karli dan S.Margaretha (2004), Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi Pembelajaran. Bandung: Bina Media Informasi.

Hudoyo, Herman, 1995, Strategi Belajar Mengajar, Surabaya: Usaha Nasional.

Jarolimek, J., 1967, Social Studies in Elementary Education, Third Edition, New York, The Mac Millan Coy.

Joyce, B., & Well, M., 1989, Models of Teaching, New Jersey, Prentice-Hall Inc.

Joyce, B., Weil, M., and Shower, B. (1992) Models of Teaching. Massachusetts: Allyn and Bacon.

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua. 1989. Balai Pustaka. Jakarta.

Kardi dan Nur. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: Universitas Negeri Malang. Press.

Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lexy.J. Moleong.2002. Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: PT. Remaja.

Nana Sudjana, (2002), Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Nasution, S. 1998. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito

Nasution. (2007). Metode Research. Jakarta:Bumi Aksara.

Nurulwati. (2000). Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran.http://tricepti4042.blogspot.com/Diunduh, 4-3-2010.

Oemar Hamalik. 1992. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Purwanto, Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudjana, Nana. 2004. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Sudjana, Nana. 1991. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo

 

Sumadi Suryabrata, 1984. Psikologi Pendidikan, Jakarta, Rajawali.

Surya, Mohamad. 1981. Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi dari Guru untuk Guru. Alfabeta: Bandung,.

Suryabrata, Sumadi, 1988, Psikologi Kepribadian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.