Model Manajemen Pendidikan Karakter Kepramukaan Berbasis Multikultural
MODEL MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER KEPRAMUKAAN BERBASIS MULTIKULTURAL
Sofwan
Kepala SMP Negeri 1 Karangawen Kabupaten Demak
ABSTRAK
Pendidikan kepramukaan berbasis multikultural saat ini menjadi perhatian utama sekolah menengah pertama di Indonesia. Rendahnya multikultural sebagai salah satu bentuk kemerosotan karakter bangsa merupakan akibat lemahnya pendidikan berbasis multikultural di satuan pendidikan. Belum tersedia model manajemen kepramukaan sebagai instrumen efektif membentuk sikap multikultural. Masalah penelitian ini diarahkan pada pengembangan model manajemen pendidikan kepramukaan berbasis multikultural di sekolah menengah pertama. Penelitian ini bertujuan: 1) mendeskripsikan pendidikan kepramukaan berbasis multikultural di sekolah menengah pertama di Kabupaten Demak, 2) mengembangkan desain model manajemen pendidikan kepramukaan berbasis multikultural di sekolah menengah pertama dan 3) menguji kelayakan pengembangan model manajemen pendidikan kepramukaan berbasis multikultural bagi peserta didik. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode penelitian dan pengembangan (R & D). Lokus penelitian di 5 (lima) sekolah menengah pertama Kabupaten Demak. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, validasi ahli dan praktisi. Keabsahan data menggunakan empat kriteria yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependeability) dan kepastian (konfirmatory). Analisis data menggunakan analisis interaktif melalui pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan kesimpulan. Hasil penelitian: 1) manajemen pendidikan kepramukaan di sekolah menengah pertama bervariasi, belum terstandar dan normatif sesuai karakteristik satuan pendidikan. 2) pengembangan model manajemen pendidikan kepramukaan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian, melibatkan kepala sekolah, stakeholder, ka.Gugus depan, pembina pramuka, peserta didik melalui ekstrakurikuler. 3) kelayakan pengembangan model manajemen pendidikan kepramukaan dipengaruhi oleh (a) keterstandaran manajemen pendidikan kepramukaan (b) ketersediaan pengembangan model manajemen pendidikan (c) keterlaksanaan proses pendidikan kepramukaan secara terencana, terstruktur, terukur dan berkelanjutan (d) ketersediaan kesiapan individu dan keterlibatan stakeholder, (e) keberadaan pembimbingan pembina pramuka dan (f) pemberian apresiasi kepada peserta didik. Simpulan penelitian ini adalah a) manajemen pendidikan kepramukaan di sekolah menengah pertama Kabupaten Demak bervariasi dan belum terstandar b) pengembangan model manajemen pendidikan kepramukaan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian dan c) kelayakan manajemen pendidikan kepramukaan di pengaruhi oleh enam faktor keberhasilan.
Kata kunci: model, manajemen, karakter, kepramukaan, multikultural
PENDAHULUAN
Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan pendidikan formal, nonformal, dan informal dalam rangka untuk mewujudkan manusia Indonesia yang berbudaya. Pendidikan kepramukaan sebagai salah satu pendidikan ekstrakurikuler di sekolah dalam peran dan fungsinya di antaranya akan membentuk manusia yang memiliki sikap multikultural sebagaimana tertuang dalam kode kehormatan pramuka. Pembentukan sikap multikultural dapat dilaksanakan di antaranya melalui pendidikan kepramukaan di sekolah terakomodir dengan baik. Disadari bahwa hakikat pendidikan adalah membentuk manusia berbudaya yang dipastikan dapat diterima di tengah-tengah masyarakat multikultur, maka pembentukan sikap multikultural sangat layak dilaksanakan melalui pendidikan kepramukaan. Kelayakan sikap multikultural peserta didik di satuan pendidikan dilakukan melalui pengembangan model manajemen pendidikan kepramukaan.
Cowie (2009:15) menemukan penyimpangan perilaku kekerasan peserta didik SMP. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa di kalangan peserta didik (1) melakukan kekerasan dengan senjata tajam pisau ketika kelas satu 10%, (2) melakukan kekerasan dengan senjata tajam pisau ketika kelas dua meningkat menjadi 24%, (3) peserta didik melakukan kekerasan menyerang gurunya 22%.
Para negarawan, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, dan tokoh agama khawatir ide-ide gerakan kekerasan mampu mempersuasi generasi muda dan melemahkan nilai-nilai multikultural. Para pemimpin masyarakat khawatir gerakan kekerasan menyusup dalam organisasi kemasyarakatan dan mengatasnamakan sebuah demokrasi dengan bertindak anarkhis, sedangkan para pendidik mencemaskan bahwa pengelolaan pendidikan tidak mampu secara efektif menanamkan nilai-nilai multikultural disebabkan derasnya tekanan dan kuatnya pengaruh kebudayaan asing yang tidak mendidik.
Kekhawatiran tersebut, sangat beralasan karena dalam satu dasawarsa ini semakin marak gerakan yang bernuansa kekerasan, ekstremisme, dan terorisme. Para aktivis gerakan garis keras, secara terang-terangan meremehkan budaya Indonseia warisan leluhur nenek moyang, ideologi negara, menganggap Pancasila sebagai ideologi sekuler yang harus ditentang, dan ingin memisahkan diri dari Negara Indonesia dengan membentuk Negara Islam Indonesia (NII) yang di bawah komando ormas GAFATAR (Suara Merdeka, 2016:1).
Gerakan penanaman ideologi radikal semakin meluas diarahkan kepada generasi muda dan dengan target satuan pendidikan. Perluasan perekrutan ke satuan pendidikan membawa pengaruh pada terbentuknya sikap radikalisme anak sekolah. Anak-anak merupakan target yang dianggap strategis dalam menanamkan ideologi radikalisme, karena lebih mudah dipengaruhi dan diprovokasi. Peserta didik merupakan lading subur untuk pengembangan radikalisme di Indonesia (Sarwono, 2012:87).
Undang-undang (UU) Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 4 menyatakan: pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan zaman. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya kegiatan untuk membentuk, mewujudkan dan meningkatkan peserta didik agar memiliki sikap multikultural di antaranya adalah melalui pendidikan kepramukaan. (Azwar, 2011:9)
Penelitian ini dilakukan pada jenjang pendidikan formal di sekolah menengah pertama negeri, berdasarkan tahapan pribadi dan sosial, lingkungan sekolah sebagai tempat penting dan nyaman bagi usia umur 12 – 15 tahun yang labil dan mencari jati diri (Slavin: 66). Hasil riset neurologi, menunjukkan perkembangan kognitif pada anak umur 4 tahun telah mencapai 50%, umur 6 tahun telah mencapai kognitif 60%, umur 8 tahun telah mencapai 80%, dan ketika umur 18 perkembangan kognitif mencapai 100% (Apriana, 1999:3). Dalam perspektif psikologi perkembangan, usia sekolah menengah pertama merupakan perubahan perkembangan mental dan sosial sebagai landasan perkembangannya pada usia selanjutnya.
Pembauran beberapa budaya melalui akulturasi dan asimilasi di Kabupaten Demak telah memberikan kontribusi bagi terbangunnya sistem nilai budaya yang multikultural. Tradisi budaya di masyarakat dapat bersandingan dan berlangsung baik melalui penanaman dan pemeliharaan sistem nilai toleran, peduli, dan saling menghormati. Nilai dan sikap tersebut perlu dikelola secara efektif dan diajarkan kepada generasi penerus melalui proses pendidikan di satuan pendidikan, keluarga, dan lingkungan masyarakat. Satuan pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam memberikan proses nilai pada kegiatan proses pendidikan terhadap penanaman sikap multikultural, karena memiliki pendidik, tenaga kependidikan yang profesional, kurikulum yang teruji, memiliki nilai kelayakan, dan sistem pendidikan yang terstandar.
Pembentukan sikap multikultural melalui pendidikan kepramukaan perlu dikaji kelayakannya di sekolah menengah pertama Kabupaten Demak. Di setiap satuan pendidikan SMP telah mengembangkan multikultural namun masih sebatas dengan karakteristiknya sekolah masing-masing. Pembentukan sikap multikultural yang terstandar sangat diperlukan sebagai alat untuk mempromosikan nilai-nilai multikultural dalam kepedulian, kebersamaan, dan toleransi dalam keberagaman, perbedaan, serta keunikan dalam keseragaman.
LANDASAN TEORETIS
Ada beberapa landasan penelitian yang relevan antara lain:
Masturi (2009) telah mengadakan penelitian tentang manajemen pendidikan kepramukaan dalam perspektif multikultural, Masturi memaparkan temuan kehidupan sosial keagamaan yang harmonis yang dilakukan siswa setiap hari baik antara etnis dan antar pemeluk agama dalam kehidupan sehari-hari bisa saling menghargai, toleransi, tolong menolong, tidak membedakan-bedakan status sosial suku, ras, agama, dan antar golongan, serta selalu menjalin harmoni dan kehidupan, hasil dari proses pembelajaran pendidikan kepramukaan dalam perspektif multikultural
Mahmudah (2007) telah mengadakan penelitian tentang konsep pendidikan agama berspektif multikultural. Penelitian ini dilakukan di SMA se-Kabupaten Kudus, hasil penelitian ini pula peresapan nilai multikultural di kalangan guru-guru pendidikan Agama Islam di Kabupaten Kudus dengan muatan multikultural yang inklusif keagamaan, penghargaan keragaman bahasa, sikap anti diskriminasi etnis, sensitivitas gender, membangun pemahaman kritis terhadap ketidakadilan dan perbedaan status sosial serta, menghargai perbedaan kemampuan pendidikan kepramukaan.
Badru (2005) dalam penelitiannya yang berjudul multikulturalisme in arteducation a malaysion perspective. Menyimpulkan bahwa sebagai negara multiras, Malaysia menyadari pentingnya mengintegrasikan dan menyatukan berbagai ras dan etnis. Untuk tujuan tersebut pemerintah di Raja Malaysia menjadikan pendidikan multikultural sebagai alat yang utama. Terdapat asumsi bahwa setiap warga negara di negara ini sama.
Parijo (2012) penelitian berjudul: Penerapan Pendididkan Karakter Melalui Kepramukaan di SMA Kemala Bhayangkari I Kubu Raya. Hasil penelitian bahwa peserta didik yang mengikuti kepramukaan mampu menjalankan 10 nilai dari kode kehormatan Dhasadarma pramuka dalam kehidupan sehari-hari, dibandingkan peserta didik yang tidak mengikuti kepramukaan.
Widyantoro (2012) jurnal Pramuka Dalam Pendidikan Karakter menejelaskan Gerakan Pramuka di Indonesia tidak lepas dari gerakan kepanduan dunia. Gerakan Kepanduan adalah sebuah gerakan pembinaan pemuda yang memiliki pengaruh mendunia. Gerakan kepanduan tersebut meluas sampai ke Indonesia dan di bawa oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX.
Kontruksi Teori dan Model
Creswel (2010:79) menjelaskan bahwa teori sebagai seperangkat konstruksi (atau variabel) yang saling ketergantungan, keterkaitan, berhubungan yang berasosiasi dengan predisposisi atau hipotesis yang memerinci hubungan antar variabel. Suatu teori dalam penelitian dapat berfungsi sebagai argumentasi, pembahasan atau alasan.
Pengertian model telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Gustafson (2002:329) mengemukakan bahwa model akan selalu berkaitan dengan kenyataan, fakta atau suatu contoh yang mendekati sesuatu yang ideal. Sesuatu model tersebut merupakan representasi atau deskripsi sederhana dari suatu kenyataan yang sebenarnya atau konstruksi dari kenyataan yang ada atau merupakan suatu sistem dari suatu teori dalam suatu format yang terdiri atas beberapa komponen yang kenyataannya saling berhubungan dan hubungan-hubungannya cukup menentukan suatu perubahan dalam variabel-variabel model tersebut.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian difokuskan pada model manajemen pendidikan karakter kepramukaan berbasis multikultural di sekolah menengah pertama. Berdasarkan penelitian eksplorasi dan analisis kebutuhan diperoleh model normatif atau faktual manajemen pendidikan kepramukaan berbasis multikultural di 5 SMP Negeri.
Metode penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development). Sugiyono (2010:297) memberi penjelasan bahwa metode penelitian dan pengembangan adalah metode yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji kelayakan produk tersebut.
Prosedur Penelitian
Prosedur pengembangan ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu (a) tahap pendahuluan; (b) tahap pengembangan manajemen pendidikan kepramukaan berbasis multikultural, dan (c) uji model manajemen pendidikan kepramukaan berbasis multikultural. Secara empiris, prosedur penelitian ini digambarkan sebagai berikut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bahasan utama dalam penelitian ini meliputi: 1) hasil penelitian tentang (a) gambaran umum sekolah sasaran penelitian, (b) manajemen pendidikan kepramukaan yang terselenggara, (c) pengembangan manajemen pendidikan kepramukaan berbasis multikultural, 2) pembahasan model manajemen pendidikan kepramukaan berbasis multikultural berisi tentang (a) model faktual, (b) model pengembangan hipotetik, dan (c) model akhir.
Studi Awal
Penelitian manajemen pendidikan karakter kepramukaan berbasis multikultural ini dilaksanakan pada 5 (lima) sekolah menengah pertama di Kabupaten Demak. Dilaksanakan SMP N 1 Mranggen, SMP N 3 Mranggen, SMP N 1 Demak, SMP N 2 Demak, dan SMP N 1 Karangawen.
Model Faktual
Berdasarkan penelitian pendahuluan, dapat diperoleh gambaran tentang perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian pendidikan kepramukaan berbasis multikultural di sekolah menengah pertama. Temuannya sebagaimana digambarkan berikut ini.
Model Faktual Manajemen Pendidikan Karakter Kepramukaan
Pengembangan Model
Untuk menindaklanjuti hal tersebut maka dibangunlah sebuah model rancangan (model hipotetik) yang validitasnya diuji melalui validitas konstruk dan validitas isi secara internal lewat penilaian 3 pakar dan 1 pakar eksternal yang berkompeten di bidang manajemen pendidikan, pendidikan kepramukaan, evaluasi pendidikan, administrasi pendidikan dengan teknik Delphi exerci
Disajikan Model Hipotetik Pendidikan Kepramukaan di Satuan Pendidikan
Model Hipotetik Manajemen Pendidikan Kepramukaan
Model pengembangan di atas, pada aspek perencanaan sekolah menyusun Rencana Strategis, Rencana Kegiatan Sekolah (RKS), Rencana Kegiatan Tahunan (RKT), Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Pada pengorganisasian menggunakan peran kepala sekolah, stakeholders dan tim pelaksana tingkat sekolah. Pada penggerakan melibatkan kepala sekolah, Pembina pramuka, guru dan tenaga kependidikan sedangkan pada aspek pengendalian menggunakan buku sikap dasar multikultural secara terukur.
Model Final
Berdasarkan hasil uji coba pengembangan model manajemen pendidikan kepramukaan berbasis multikutural
Model Final Manajemen Pendidikan Karakter Kepramukaan
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut.
- Pengelolaan kepramukaan di SMP berjalan normatif sesuai karakteristik masing-masing satuan pendidikan.
- Pengembangan desain model pendidikan karakter kepramukaan berbasis multikultural di SMP meliputi tahap perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang melibatkan unsur kepala sekolah, pembina pramuka, stakeholder dan peserta didik..
- Kelayakan model manajemen pendidikan karakter kepramukaan berbasis multikultural oleh faktor sebagai berikut (a) terstandarnya manajemen; (b) tersedianya model yang layak; (c) terlaksananya proses; (d) kesiapan individu dan keterlibatan mentalitas kolektif; (e) pendidikan pembina pramuka dan keteladanan stakeholder; (f) efektifnya pelaksanaan
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Syaifuddin. 1998. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Badru. 2005. Multikulturalisme in arteducation a malaysion perspective. Malang UMS Disertasi Press
Cowie. 2009. Cross Cultural Comparison. The International Journal of Emotional Education ISSN:2073-7629. Volume 1, Number 2 No. 2009
Creswell, John W. 2010. Reasearch Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Yogjakarta: Pustaka Pelajar
Depdiknas. 2011. Panduan Pelaksanaan pendidikan karakter oleh kementerian Pendidikan Nasional badan penelitian dan Pengembangan Pusat kurikulum dan perbukuan. Jakarta: SInar Grafika.
Gustafson, L Kent dan Robert Maribe Brench. 2002. Survey of Instructional Development Model. New York: Syracuse University.
Mahmudah. 2007. Konsep Pendidikan Agama Berspektif Multikultural. Penelitian ini dilakukan di SMA se-Kabupaten Kudus,
Parijo. 2012. Penerapan Pendididkan Karakter Melalui Kepramukaan di SMA Kemala Bhayangkari I Kubu Raya. Disertasi UIN.
Sarwono, Sarlita W. 2012. Terorisme di Indonesia dalam Tinjauan Psikologi. Jakarta: Pustaka Alvabet.
Suara Merdeka. 2016. Koran Harian Suara Merdeka. Semarang
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Widyantoro, Dwi Chandra. 2013. Pramuka Dalam Pendidikan Karakter, Jurusan Kurikulum Dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang Canzizorro@Gmail.Com