Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery Untuk Meningkatkan Kemampuan
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUKTIKAN
DENGAN INDUKSI MATEMATIS PADA SISWA KELAS XII IPS 3
SMA NEGERI 1 TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO
SEMESTER V TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Umar Hadianto
SMA Negeri 1 Tawangsari Kabupaten Sukoharjo
ABSTRAK
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 3 siklus yang terdiri atas 4 tahap kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, evaluasi dan refleksi. Tindakan yang diberikan adalah penerapan model guided discovery secara klasikal pada siklus ke-1, secara berkelompok pada siklus ke-2 dan berpasangan pada siklus ke-3. Data penelitian yang dikumpulkan dengan teknik tes, dokumentasi, wawancara dan observasi kemudian dianalisis menggunakan teknik deskriptif komparatif dilanjutkan refleksi. Deskriptif komparatif membandingkan proses pembelajaran, penguasaan kompetensi dan perilaku belajar pada saat kondisi awal dengan siklus I, II dan III. Refleksi dilaksanakan dengan membuat simpulan dari hasil deskripsi komparatif, menyusun pembahasan dan menentukan rencana tindak lanjut hasil penelitian. Hasil yang diperoleh adalah meningkatnya nilai dan ketuntasan belajar. Untuk KKM sebesar 70, saat pra siklus diperoleh rata-rata nilai sebesar 19,81 dan tidak ada seorang siswapun yang tuntas belajar. Pada akhir siklus I, ketuntasan belajar menjadi 43% dengan rata-rata nilai sebesar 62,1. Setelah siklus II berakhir, ketuntasan belajar bertambah menjadi 60% dengan rata-rata nilai 70,67. Pada akhir siklus III, ketuntasan belajar menjadi 86% dengan rata-rata nilai sebesar 79,0. Di sisi lain, rata-rata skor perilaku belajar yang diamati dari beberapa aspek sikap juga mengalami peningkatan berarti dari 3,64 pada akhir siklus I meningkat menjadi 3,87 pada akhir siklus II dan menjadi 3,92 pada akhir siklus III. Peningkatan nilai hasil tes akhir siklus juga diiringi dengan pertambahan skor perilaku belajar, berarti bahwa penerapan model pembelajaran guided discovery dapat meningkatkan kemampuan membuktikan dengan prinsip induksi matematis, memperbaiki kualitas pembelajaran dan perilaku belajar siswa.
Kata kunci: Guided Discovery, Kemampuan Membuktikan dan Induksi Matematis
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dalam struktur kurikulum 2013, induksi matematis merupakan salah satu materi wajib pelajaran matematika yang diberikan di semester V kelas XII. Materi ini diujikan dalam ujian sekolah yang ikut menentukan kelulusan siswa. Sebelum mempelajari materi ini diperlukan materi prasyarat antar lain: notasi penjumlahan (sigma), prinsip dan pola barisan dan deret bilangan, Semua materi pengantar tersebut sudah pernah diperoleh di kelas X dan XI. Kompleksitas dan abstraknya materi prasyarat tersebut agaknya telah menyebabkan sedikit sekali siswa yang tertarik dan berhasil dalam menguasai materi induksi matematis. Sebagai salah satu bagian dari logika matematika, materi induksi matematis menempati peran penting dalam pembentukan sikap berpikir kritis, analisis dan kreatif untuk mencari pemecahan masalah. Dari pengamatan di kelas XII IPS SMA Negeri 1 Tawangsari Kabupaten Sukoharjo diperoleh kenyataan bahwa hasil tes awal materi induksi matematis sederhana beserta materi prasyaratnya yang diperoleh siswa kelas XII IPS 3 masih sangat memprihatinkan. Dari 3 tahapan langkah pembuktian dengan induksi matematis, semua siswa memang dapat menuliskan langkah 1 dan 2. Namun, pada langkah ketiga, dimana diperlukan kemampuan dalam melakukan manipulasi bentuk aljabar, siswa langsung menyerah dan gagal menyelesaikan pembuktian secara tuntas.
Rendahnya penguasaan kompetensi induksi matematis disebabkan oleh belum diterapkannya model pembelajaran yang tepat dalam arti efektif dan efisien. Ketepatan penggunaannya sangat dipengaruhi oleh karakteristik materi pelajaran dan karakteristik siswa yang berbeda satu sama lain.
Sebagai salah satu model pembelajaran yang direkomendasikan dalam kurikulum 2013, guided discovery dirasa mudah dan cocok diterapkan dalam pembelajaran matematika karena sesuai dengan pendekatan saintifik. Kegiatan pembelajaran guided discovery menekankan pada pengalaman belajar secara langsung melalui kegiatan penyelidikan, menemukan konsep dan penerapannya dalam kehidupan nyata. Model guided discovery melibatkan dialog interaktif antara siswa dan guru dimana siswa mencari kesimpulan yang diinginkan melalui urutan pertanyaan yang diatur oleh guru yang tertuang dalam lembar kerja penemuan.
Rumusan Masalah
Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pembelajaran dengan model guided discovery? Bagaimanakah peningkatan hasil belajar dengan prinsip induksi matematis setelah diterapkan model pembelajaran guided discovery?
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian berguna untuk memperkuat teori belajar konstruktivisme yang sudah ada dan bermanfaat bagi meningkatnya kemampuan siswa, membaiknya mutu pembelajaran dan terwujudnya standar layanan pendidikan di sekolah.
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
Model Guided discovery
Guided discovery (penemuan terbimbing) adalah suatu cara untuk mencapai tujuan pembelajaran dimana siswa berusaha sendiri secara aktif menemukan pola, aturan dan prinsip dari persoalan yang dirancang melalui bimbingan guru yang disampaikan dalam bentuk daftar pertanyaan yang disusun dalam lembar kerja penemuan
Menurut Ruseffendi (1991: 329) metode penemuan adalah metode yang diatur sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Sedangkan Hudoyo (2003 ; 112) menjelaskan metode penemuan, sebagai suatu cara menyampaikan topik-topik matematika, sedemikian hingga proses belajar siswa menemukan sendiri pola-pola atau struktur-struktur matematika melalui serentetan pengalaman yang lampau. Keterangan-keterangan harus dipelajari itu tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa diwajibkan melakukan aktivitas mental sebelum keterangan yang dipelajari itu dapat di pahami.
Al Krismanto (2003: 5) menyatakan bahwa guided discovery dilakukan dengan bahan yang dikembangkan secara induktif oleh guru yang diyakini kebenarannya secara matematis. Peranan guru adalah menyatakan persoalan, lalu membimbing siswa untuk menemukan pemecahan persoalan dengan perintah-perintah atau lembar kerja dan siswa mengikuti petunjuk lalu menemukan sendiri penyelesaiannya. Lembar kerja ini berisi tahapan-tahapan lengkap mengenai penjelasan adanya prinsip, sifat atau rumus. Penjelasan ini disampaikan dan dipikirkan siswa di kelas dalam bentuk tanya jawab. Bagian yang perlu ditanyakan dalam lembar kerja dinyatakan dengan titik-titik yang harus diisi oleh siswa. Isian ini berupa bilangan atau kata kunci yang mengarah ke tujuan penemuan tersebut. Jika lembar kerja digunakan secara klasikal, maka tugas isian disusun bervariasi sehingga dapat dikerjakan oleh sebagian besar siswa. Untuk sebuah kelas, dapat disusun lebih dari satu lembar kerja dengan banyaknya isian dan tingkat kesulitan berbeda namun dengan muatan yang bertujuan akhir sama. Setiap kelompok mengerjakan lembar kerja berbeda sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing sehingga diharapkan dengan lingkup materi yang sama semua siswa dapat terlayani kebutuhannya.
Langkah pembelajaran dengan guided discovery menurut Markaban (2006: 10) adalah: 1) Guru merumuskan masalah, 2) Siswa menyusun, memproses, mengkoordinasi dan menganalisa masalah, 3) Siswa menyusun konjektur atas hasil analisa, 4) Guru memeriksa kebenaran konjektur, 5) Siswa melakukan verbalisasi terhadap konjectur dan 6) Siswa mencobakan konjektur yang sudah benar untuk memecahkan masalah lain.
Kemampuan Membuktikan dengan Induksi Matematis
Yang dimaksud dengan kemampuan membuktikan dengan induksi matematis adalah kapasitas atau bakat yang dimiliki seorang siswa dalam menunjukkan kebenaran pernyataan matematika menggunakan cara standar dalam membuktikan untuk setiap bilangan asli. Pembuktian dengan cara ini terdiri dari dua langkah, yaitu: (a) menunjukkan bahwa pernyataan P(n) berlaku untuk bilangan n=1; (b) menunjukkan bahwa jika pernyataan itu berlaku untuk bilangan n = k, maka pernyataan P(n) juga berlaku untuk bilangan n = k + 1. Jika keduanya berlaku benar, maka dapat disimpulkan P(n) berlaku untuk setiap bilangan asli n. Terdapat 3 jenis pembuktian dengan prinsip induksi matematika, yaitu induksi matematis biasa/sederhana, induksi matematis yang diperluas dan induksi matematis kuat. Bentuk induksi disebut biasa atau sederhana karena hipotesis induksi hanya mengasumsikan satu kasus sebelumnya. Langkah pembuktian induksi matematis yang diperluas tidak dimulai untuk n = 1, tetapi dari n = m > 1 untuk m bilangan asli. Induksi matematika kuat digunakan ketika terjadi kesulitan untuk membuktikan pernyataan dengan menggunakan induksi matematika biasa/sederhana.
Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan adalah bahwa penerapan model pembelajaran guided discovery dapat meningkatkan kemampuan membuktikan dengan induksi matematis siswa kelas XII IPS 3 SMA Negeri 1 Tawangsari tahun pelajaran 2016/2017.
METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Subjek penelitian tindakan kelas ini adalah kemampuan membuktikan kebenaran pernyataan dengan induksi matematis. Data penelitian bersumber dari 35 orang siswa kelas XII IPS 3 SMA Negeri 1 Tawangsari Kabupaten Sukoharjo pada semester V tahun pelajaran 2016/2017.
Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus. Tindakan yang diberikan adalah penerapan model guided discovery secara klasikal pada siklus I, kelompok pada siklus II dan berpasangan pada siklus III.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik dalam mengumpulkan data penelitian adalah teknik dokumentasi, observasi, wawancara dan tes. Teknik tes digunakan sebagai instrumen utama, sedangkan sebagai instrumen penunjang digunakan teknik dokumentasi, observasi dan wawancara.
Teknik Analisis Data
Data nilai hasil tes akhir siklus disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan diolah dengan teknik analisis kuantitatif. Data yang diperoleh dari hasil wawancara, lembar observasi, catatan harian guru dan dokumentasi foto dianalisis secara kualitatif deskriptif. Hasil yang diperoleh dari statistik deskriptif (kuantitatif) dan analisis deskriptif kualitatif dari setiap siklus, selanjutnya dibandingkan dan ditafsirkan untuk ditarik kesimpulan penelitian.
Indikator Kinerja
Indikator kinerja terdiri atas indikator kuantitatif dan kualitatif. Indikator kuantitatif menunjuk pada keberhasilan produk penelitian yang diketahui dari hasil tes di akhir tiap siklus. Keberhasilan produk dilihat secara individual dan klasikal. Siswa dinyatakan telah berhasil secara individual jika nilai hasil tes tidak kurang dari nilai KKM sebesar 70 dan nilainya mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus berikutnya. Keberhasilan kelas ditunjukkan dengan semakin banyaknya siswa yang mampu mencapai nilai melebihi KKM sebesar 70 atau persentase ketuntasan belajar yang dicapai sekurang-kurangnya 80% dari jumlah seluruh siswa dalam satu kelas. Indikator kualitatif merupakan keberhasilan proses yang ditandai dengan perbaikan perilaku belajar yang diperoleh dari hasil non tes. Siswa yang meningkat nilainya harus disertai dengan perbaikan perilaku belajar meliputi aspek: semangat belajar, disiplin belajar, konsentrasi menyimak penjelasan, kesungguhan atau keuletan dalam menyelesaikan tugas, keberanian untuk mengemukakan gagasan, percaya diri serta kemampuan bekerja sama dan saling berbagi dalam kerja kelompok.
Hasil dan Pembahasan
Kondisi Awal
Proses Pembelajaran
Sebelum penelitian dilaksanakan, yang terjadi adalah pengajaran bukan pembelajaran. Kegiatan diawali dengan penyampaian konsep dengan metode ceramah diteruskan dengan demonstrasi pembahasan contoh soal dan diakhiri dengan latihan soal. Guru mendominasi kelas dan tidak memberikan kesempatan pada siswa terlibat aktif dalam mengeksplorasi sumber belajar dan memanfaatkan media yang sesuai. Proses pembelajaran terkesan monoton dan membosankan.
Kemampuan Menguasai Materi Prasyarat Induksi Matematis
Nilai semua siswa termasuk ke dalam kategori nilai kurang. Tidak ada siswa yang mampu mencapai ketuntasan belajar. Kemampuan awal yang sangat rendah ini menjadi indikator kuat akan adanya kesulitan belajar yang sangat parah/akut.
Perilaku belajar
Akibat pengajaran yang kurang melibatkan aktivitas fisik dan psikis siswa yang maksimal, maka perilaku belajar siswa cenderung negatif, seperti: tidak berminat, kurang semangat, takut bertanya, tidak mau menjawab dan hanya menunggu/mengandalkan pembahasan soal oleh guru. Siswa mengikuti pelajaran sambil mengobrol, mengantuk dan mengerjakan tugas/PR pelajaran lain, membuat coretan atau gambar di meja atau buku dan bermain HP.
Siklus 1
Hasil Tindakan
Proses Pembelajaran
Setelah mengucap salam dan mengecek kehadiran, seperti biasa guru memotivasi siswa dengan tayangan atau pertanyaan penggugah. Tujuan dan skenario pembelajaranpun juga dijelaskan. Guru tidak menerangkan konsep secara langsung. Guru juga tidak membagi kelas dalam kelompok karena tindakan dilakkan secara klasikal. Guru membagikan lembar kerja penemuan kepada tiap siswa dan memotivasi untuk menemukan solusinya secara individual. Selanjutnya siswa mengerjakan lembar kerja dengan sesekali menyimak petunjuk guru yang berupa serangkaian pertanyaan pancingan yang mengarahkan ke jawaban. Pertanyaan pancingan diberikan jika diminta atau sepanjang diperlukan oleh siswa. Setelah selesai, sebagian siswa maju ke depan untuk menjelaskan jawabannya di papan tulis. Pada saat konfirmasi, guru meminta tanggapan dari siswa lainnya, memfasilitasi pembahasan soal dan menegaskan jawaban yang benar. Tanya jawab antar siswa untuk menggali hal-hal yang belum dikuasai siswa juga diadakan pada tahap ini. Dalam kegiatan akhir, guru membimbing siswa dalam membuat rangkuman hasil dan kesimpulan dan menyampaikan agenda pembelajaran berikutnya pada pertemuan berikutnya.
Kemampuan Membuktikan dengan Induksi Matematis
Nilai terendah dan tertinggi yang dicapai berturut-turut adalah 33,33 dan 100. Nilai rata-rata hitung yang diperoleh adalah 62,3 dengan simpangan baku sebesar 19,06.
Siswa dinyatakan tuntas jika memiliki nilai lebih dari 70, maka banyaknya siswa yang mampu mencapai ketuntasan belajar menjadi sebanyak 15 orang atau sekitar 43%. Sedangkan jumlah siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar sebanyak 20 orang atau sebesar 57 %
Perilaku belajar
Sebagian siswa merasa heran dan agak terkejut karena guru mengajar di kelas tidak seperti biasanya. Reaksi siswa saat mendapatkan lembar kerja penemuan berbeda-beda. Menanggapi skenario pembelajaran yang berbeda, siswa yang terbiasa aktif menunjukkan sikap yang antusias, sementara yang tidak biasa aktif menampakkan wajah penasaran. Siswa mengisi titik-titik pada lembar kerja setelah sesekali menjawab beberapa pertanyaan panduan guru yang disampaikan secara sporadis. Hal ini memancing beberapa siswa untuk mengajukan pertanyaan. Namun karena tidak diperbolehkan menjawab langsung, guru hanya menanggapi dengan pertanyaan lain yang mengarahkan ke penyelesaian masalah. Karena setiap siswa memegang lembar kerja yang berisi masalah yang harus dipecahkan, maka tidak tampak adanya siswa yang asyik mengobrol, mengantuk, bermain laptop atau keluar masuk ruangan. Hampir semuanya terpaku pada lembar kerja. Meskipun demikian, masih dijumpai siswa yang berusaha menumpang hasil dari temannya tanpa mau berpikir sedikitpun. Alasannya karena merasa kesulitan memahami persoalan yang diberikan. Secara individual sebagian siswa sudah tampak semangat belajar, perhatian atau konsentrasi, keberanian mengemukakan pendapat, kesungguhan dalam menyelesaikan tugas dan percaya diri. Namun belum tampak adanya kerja sama dan kemauan saling berbagi dengan teman. Hal ini karena model guided discovery belum dilaksanakan secara berkelompok.
Pembahasan
Skenario pembelajaran dapat dipraktekkan dengan cukup baik oleh guru bersama-sama dengan siswa karena pada pertemuan sebelumnya sudah diadakan penjelasan dan simulasi. Pembelajaran berlangsung dengan lebih bermakna. Dominasi guru dalam pembelajaran sudah mulai berkurang. Semua siswa disibukkan dengan tugas masing-masing untuk mengisi lembar kerja penemuan yang dibagikan. Namun demikian, hasil yang diperoleh ini masih berada di bawah target yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil refleksi diperoleh simpulan bahwa karena metode pembelajaran dilaksanakan secara klasikal, siswa terkesan berkompetisi satu sama lain. Hasilnya, siswa yang sudah pandai menjadi bertambah pandai. Sedangkan mereka yang lemah kemampuannya semakin tertinggal. Jika saling berkompetisi, siswa memang dapat menunjukkan keunggulan dan keunikan pribadinya masing-masing tetapi kurang peduli dengan kondisi siswa lain di sekitarnya. Akibatnya, tingkat ketuntasan belajar dalam kelas kurang meningkat secara signifikan meskipun terjadi lonjakan nilai dari beberapa siswa yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata. Agar kondisi dan hasil belajar dapat dioptimalkan, pada siklus berikutnya nanti metode pembelajaran akan dilaksanakan secara berkelompok dengan beberapa macam lembar kerja yang berlainan untuk tiap-tiap kelompoknya. Dengan berkelompok diharapkan suasana belajar berubah dari kompetitif menjadi kooperatif sehingga siswa yang kuat dapat membantu yang lemah kemampuan dan kemauan belajarnya. Untuk itu, komposisi kelompok yang dibentuk harus heterogen dalam hal kemampuan dan kemauan belajarnya.
Siklus II
Hasil Tindakan
Proses Pembelajaran
Berdasarkan refleksi dari tindakan siklus I, tindakan dilakukan secara berkelompok beranggotakan 5 orang. Proses pembelajaran berlangsung sesuai sintaks pembelajaran guided discovery.
Kemampuan Membuktikan dengan Induksi Matematis yang Diperluas
Nilai rata-rata hitung adalah 71,05 dengan simpangan baku sebesar 13,90. Banyaknya siswa yang sudah tuntas belajar menjadi sebanyak 21 orang atau sebesar 60% dan yang belum tuntas sebanyak 14 orang atau sebesar 40%.
Perilaku belajar
Kelompok belajar dirancang sedemikian rupa sehingga mempunyai latar belakang kemampuan dan karakteristik yang heterogen. Walaupun pada awalnya kerja kelompok tampak kurang padu, tetapi lama-lama kinerja kelompok mulai tampak kompak dan menghasilkan. Tidak jarang dalam kelompok terjadi perdebatan serius dalam rangka mencari jawab dari masalah dalam lembar kerja penemuan. Namun, masih terlihat juga beberapa orang kesannya hanya menumpang jawaban hasil jerih payah temannya. Siswa tersebut segera didekati oleh guru untuk diberikan motivasi agar memberikan kontribusi bagi kelompok. Sepanjang diminta, tiap kelompok mendapatkan panduan guru. Dalam kerja kelompok, tidak ada siswa yang mengantuk, mengobrol, mengerjakan tugas yang lain atau mondar-mandir ke kelompok lain. Keberanian bertanya sudah muncul dan pertanyaannya pun juga makin terfokus mengarah ke pemecahan masalah. Pada siklus II ini, hampir tidak ada siswa yang bersikap pasif. Ketika presentasi di depan kelas, siswa yang maju tidak canggung dan yang belum maju juga bersikap menghargai dan aktif menyampaikan tanggapan. Siswa begitu menikmati suasana pembelajaran sampai-sampai waktu serasa berlalu dengan cepat. Tiap ada kelompok yang sudah selesai mempresentasikan hasil kerja ke depan kelas, diberikan tepuk tangan (aplaus) yang membuat suasana diskusi menjadi lebih hangat, akrab dan menyenangkan. Di akhir pertemuan, guru mengapresiasi untuk 3 penampilan terbaik yang ditunjukkan.
Pembahasan
Ketuntasan belajar mengalami peningkatan berarti. Skenario pembelajaran dapat dijalankan dengan cukup baik. Pembelajaran berlangsung dengan lebih bermakna. Dominasi guru dalam pembelajaran sudah berkurang. Sebagian besar siswa sangat disibukkan mengerjakan lembar kerja penemuan sesuai dengan tugas kelompok masing-masing. Berdasarkan hasil refleksi diperoleh simpulan bahwa karena m pembelajaran dilaksanakan secara kelompok, siswa dapat bekerja sama dalam menyelesaikan tugas yang ada pada lembar kerja penemuan. Sebagian besar siswa yang tidak terlibat dalam kerja kelompok.
Siklus III
Hasil Tindakan
Proses Pembelajaran
Berdasarkan refleksi dari tindakan pada siklus II, tindakan siklus III dilakukan secara berpasangan. Proses pembelajaran berlangsung sesuai sintaks pembelajaran guided discovery.
Kemampuan Membuktikan dengan Induksi Matematis Kuat
Nilai rata-rata hitungnya adalah 79,0. Simpangan bakunya adalah 12,11. Banyaknya siswa yang mampu mencapai ketuntasan belajar menjadi sebanyak 30 orang atau sebesar 86% dan yang belum tuntas sebanyak 5 orang atau sebesar 14%.
Perilaku belajar
Awalnya siswa mempertanyakan pemilihan pasangan siswa yang dibentuk guru. Mereka lebih suka memilih teman kerjanya sendiri yang ditentukan berdasarkan kedekatan. Tetapi setelah diberikan pengertian tentang hal-hal yang harus diperhatikan agar skenario pembelajaran dapat berjalan dengan baik, pada akhirnya semua siswa dapat menerima. Sepasang siswa mempunyai latar belakang kemampuan dan karakteristik yang berbeda. Tidak terjadi adanya siswa yang menumpang jerih payah temannya tanpa mau berkontribusi sedikitpun dalam rangka mencari jawab dari masalah yang tertulis dalam lembar kerja penemuan. Namun, terkadang pasangan siswa yang menemui jalan buntu karena sudah mentok berpikirnya. Siswa seperti ini segera didekati oleh guru untuk diberikan penguatan motivasi agar tidak putus asa dan patah semangat. Setiap pasangan siswa mendapatkan panduan dan bimbingan guru yang diberikan. Dalam kerja berpasangan tidak dijumpai siswa yang mengantuk, mengobrol, mengerjakan tugas yang lain atau mondar-mandir ke kelompok lain. Pada siklus III ini, hampir tidak ada siswa yang bersikap pasif. Pada saat presentasi di depan kelas, siswa yang maju tampak tidak canggung dan yang belum maju juga bersikap menghargai dan aktif menyampaikan tanggapan.
Pembahasan
Jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada akhir siklus siklus I dan II, maka hasil setelah siklus III ini sudah lebih menggembirakan. Peningkatan kemampuan siswa ditandai dengan capaian nilai dan ketuntasan belajar mengalami peningkatan yang sangat berarti. Sebagai bentuk penanganan terhadap adanya siswa yang tidak berkontribusi maksimal dalam kerja kelompok pada siklus II, pada siklus III ini jumlah anggota kelompok dikurangi menjadi 2 orang (berpasangan). Kegaduhan yang sempat muncul dalam kelompok pada siklus II sudah tidak ada lagi pada siklus III ini. Keseriusan diskusi bertukar pikiran dalam pasangan terlihat semakin jelas. Semua pasangan siswa sangat disibukkan oleh kegiatan masing-masing dalam mengerjakan lembar kerja penemuan sesuai pembagian yang ditentukan. Hasil yang diperoleh sudah mampu melampaui target yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil refleksi diperoleh simpulan bahwa karena model pembelajaran dilaksanakan secara berpasangan, siswa dapat bekerja sama secara maksimal untuk menyelesaikan tugas dalam lembar kerja penemuan. Hampir tidak ada siswa yang hanya menumpang jerih payah hasil kerja temannya. Setiap siswa berkontribusi nyata terhadap kinerja pasangan. Dengan berpasangan, tanggung jawab setiap siswa semakin besar. Karena mau tidak mau kesuksesan pasangan tertumpu pada kemauan 2 orang siswa tersebut untuk menampilkan kinerja terbaik yang dimilikinya.
Deskripsi antar siklus
Berdasarkan statistik deskriptif tersebut diperoleh kenyataan bahwa nilai akhir tes mengalami peningkatan yang berarti. Pada saat pra siklus, rata-rata nilai hanya 19,81. Setelah pemberian tindakan dalam 3 siklus, diperoleh nilai akhir siklus I, II dan III masing-masing sebesar 62,30; 71,05 dan 79,00. Tampak bahwa setelah pelaksanaan siklus II dan III, rata-rata nilai siswa dapat melampaui batas KKM sebesar 70.
Nilai terendah yang semula 6,67 (pra siklus) meningkat menjadi 33,33 (akhir siklus I), 40,00 (akhir siklus II) dan 46,67 (akhir siklus III). Meskipun capaian nilai terendah ini masih kurang begitu memuaskan, namun nilai tertinggi yang diperoleh setelah pemberian tindakan dalam 3 siklus adalah 100. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tindakan telah berhasil meningkatkan penguasaan konsep siswa secara mutlak. Pada siklus I, II dan III yang berhasil memperoleh nilai maksimal tersebut berturut-turut adalah 1, 1 dan 3 orang siswa. Dari rentang nilai dan simpangan baku yang semakin mengecil setelah selesai pelaksanaan 3 siklus PTK menunjukkan bahwa kemampuan siswa semakin merata tidak menyebar sedemikian jauh.
Indikator keberhasilan yang tak kalah pentingnya adalah banyaknya siswa yang mampu mencapai ketuntasan belajar. Persentase ketuntasan belajar pada akhir siklus III mencapai 86%. Ini sudah melampaui target keberhasilan kelas yang dicanangkan sebesar 80%.
Gambaran sikap belajar dapat dilihat dari perolehan rata-rata skor perilaku belajar seluruh siswa pada saat siklus I, II dan III dituangkan dalam tabel berikut:
Rataan Skor |
Siklus |
Aspek / Indikator |
||||||
semangat belajar |
disiplin belajar |
perhatian / konsentrasi |
keuletan / kesungguhan |
keberanian berpendapat |
percaya diri |
kerja sama |
||
3,64 |
I |
3,69 |
3.63 |
3.77 |
3.46 |
3.77 |
3.51 |
3.69 |
3,87 |
II |
3,91 |
3.77 |
3.77 |
3.91 |
3.89 |
3.94 |
3.91 |
3,92 |
III |
3,85 |
3,85 |
3,82 |
3,91 |
4,09 |
3,94 |
3,94 |
Berdasarkan data tersebut, diperoleh kenyataan bahwa terdapat peningkatan rata-rata skor perilaku belajar untuk 7 aspek/indikator yang ada dan rata-rata skor akhir siklus secara keseluruhan. Jika dikonsultasikan ke dalam tabel interval skor sikap dan kategori, maka skor sikap yang diperoleh pada setiap akhir siklus I, II dan III sebagaimana tertuang dalam tabel termasuk dalam kategori BAIK.
Implementasi model guided discovery dalam proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Guru sudah menerapkan sintaks pembelajaran guided discovery sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan.
PENUTUP
Simpulan
Model guided discovery dapat meningkatkan kemampuan membuktikan dengan induksi matematis dan memperbaiki kualitas proses pembelajaran dan perilaku belajar siswa kelas XII IPS 3 SMA Negeri 1 Tawangsari pada semester V tahun pelajaran 2016/2017.
Saran
Guru hendaknya mau dan mampu menerapkan metode guided discovery dalam pembelajaran di kelas, siswa sebagai subyek belajar hendaknya siap sedia mengikuti pembelajaran dengan metode inovatif, dan penelitian tindakan yang mengangkat masalah pembelajaran dengan menggunakan metode guided discovery perlu terus ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hudoyo, Herman. 2003. Strategi Belajar Mengajar Matematika, Jakarta: Depdiknas.
Krismanto, Al. 2003. Beberapa Model, Strategi dan Teknik Pembelajaran Matematika, Yogyakarta: PPPG.
Markaban, 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing, Yogyakarta: PPPPTK.
Ruseffendi dkk, 1991. Pendidikan Matematika 3, Jakarta: Depdikbud.
Winataputra, Udin Saripudin. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: UT.
www.e-dukasi.net/index.php?mod=script.iwan’s.blogA.28 Maret 2012.
www.herdy07.wordpress.com/metode-pembelajaran-discovery-penemuan.27 Mei 2012.