Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROLE PLAYING
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR TENTANG OPERASI HITUNG CAMPURAN PADA MATEMATIKA MELALUI CARA BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS IV SEMESTER II SD NEGERI 3 BENDAPETE KECAMATAN NALUMSARI KABUPATEN JEPARA
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Sakilah
SDN 3 Bendanpete Nalumsari Jepara
ABSTRAK
Karya ilmiah ini berjudul penerapan Model Pembelajaran Role Playing untuk meningkatkan hasil belajar tentang operasi hitung campuran pada matematika melalui cara berpikir kritis siswa kelas IV semester II SD Negeri 3 Bendapete Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara tahun pelajaran 2015/2016. Tujuan karya ilmiah ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan prestasi belajarsiswa kelas IV semester II SD Negeri 3 Bendapete Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara tahun pelajaran 2015/2016 dengan menggunakan strategi the Role Playing. Karya ilmiah ini dilaksanakan dengan melalui dua siklus yaitu siklus I dan siklus II yang dilakukan pada 34 siswa kelas IV semester II SD Negeri 3 Bendapete Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara tahun pelajaran 2015/2016.Teknik analisa data adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif untuk mengolah data danmengetahui adanya peningkatan dalam hasil pembelajaran tersebut. Hasil karya ilmiah menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada materi operasi hitung campuran setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan strategi Role Playing pada siswa kelas IV semester II SD Negeri 3 Bendapete Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan tingkat ketuntasan belajar pada pra siklus sebesar 35,29% meningkat pada siklus I sebesar 50% dan pada siklus II menjadi 100%.
Kata Kunci: matematika, Role Playing, berpikir kritis
Pendahuluan
Pentingnya kemampuan berpikir kritis adalah supaya manusia dapat memecahkan masalah yang di hadapi lebih mudah dan dengan kemampuan berpikir kritis manusia dapat bersaing dalam mengisi pasarkerja.Trilling and Hood, 1999; Galbreath (1999) mengemukakan bahwapada abad pengetahuan modal intelektual, yaitu kecakapan berpikir merupakan kebutuhan utama sebagai tenaga kerja.Degeng (2003) mengharapkan lulusan sekolah menengah sampai perguruan tinggi di Indonesia, di samping memiliki kecakapan vokasional (vocational skill) juga harus memiliki kecakapan berpikir (thinking skill) sehingga bangsa ini tidak menjadi bangsa “buruhâ€.
Kecakapan berpikir merupakan kemampuan yang harus dipelajari di sekolah. Hal ini mendukung John Dewey (1916, dalam Johnson 2002) sejak awal mengharapkan agar siswa di sekolah diajarkan cara berpikir. Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) mengharapkan agar siswa menguasai kecakapan hidup (life skill) yang salah satunya adalah kecakapan berpikir (thinking skill) yang harus diajarkan melalui semua mata pelajaran.
Hal dialami oleh siswa di SD Negeri 3 Bendapete Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara dimana sebagian siswa merasa takut jika ada pelajaran matematika. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dapat diketahui berbagai masalah yang ada dalam pembelajaran matematika yang berlangsung antara lain: (a) Kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan riil, (b) Pembelajaran matematika kurang bermakna, (c) Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan kemampuan yang telah dimiliki siswa, (d) Siswa kurang diberikan kesempatan untuk berpendapat, (e) Prestasi belajar anak masih di bawah KKM, (f) Siswa terbiasa menghafal materi yang disampaikan guru yang hanya terpaku dari buku paket dan tidak menggunakan media pembelajaran yang ada.
Dari uraian di atas tampak bahwa kecakapan berpikir merupakan hal yang sangat penting yang diperlukan oleh setiap orang untuk hidupnya.Oleh karena itu kecakapan berpikir sangat penting dipelajari siswa si sekolah.Pendidikan berpikir di sekolah saat ini khususnya di SD belum ditangani dengan baik. Guru hanya berupaya meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Akibatnya kecakapan berpikir lulusan SD masih relatif rendah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Rofi’udin (2000) mengemukakan bahwa terjadi keluhan tentang rendahnya kecakapan berpikir kritis-kreatif lulusan sekolah dasar sampai perguruan tinggi di Indonesia, karena pendidikan berpikir belum ditangani dengan baik.
Kemampuan berpikir yang diperlukan setiap orang adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi.Johnson (2002); Krulik and Rudnick (1996) menyebutkan bahwa berpikir tingkat tinggi terdiri dari berpikir kritis dan berpikir kreatif.Berpikir kritis adalah aktivitas mental dalam hal memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi, mengevaluasi, memberi rasional, dan melakukan penyelidikan.Sedangkan berpikir kreatif adalah aktivitas mental yang menghasilkan ide-ide yang orisinil, berdaya cipta, dan mampu menerapkan ide-ide. Ennis (1985; 1993) dan Marzano, et al. (1988) mengemukakan bahwa berpikir kritis mencakup kemampuan: (1) merumuskan masalah, (2) memberikan argumen, (3) mengemukakan pertanyaan dan memberikan jawaban, (4) menentukan sumber informasi, (5) melakukan deduksi, (6) melakukan induksi, (7) melakukan evaluasi, (8) memberikan definisi, (9) mengambil keputusan serta melaksanakan, dan (10) berkomunikasi. Bila dicernati apa yang dikemukakan oleh Ennis dan Marzano bahwa berpikir kritis itu tidak lain merupakan kemampuan memecahkan masalah melalui suatu investigasi sehingga mengasilkan kesimpulan atau keputusan yang sangat rasional. Berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses terorganisasi dalam memecahkan masalah yang melibatkan aktivitas mental yang mencakup kemampuan: merumuskan masalah, memberikan argumen, melakukan deduksi dan induksi, melakukan evaluasi, dan mengambil keputusan.
Untuk mengajarkan kecakapan berpikir kritis di SD Negeri 3 Bendanpete Kecamatan Nalumsari Jeparakhususnya dalam mata pelajaran matematika sangat perlu dicari model maupun strategi pembelajaran yang sesuai dan untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran matematika maka membuat para guru untuk terus berusaha menyusun dan menetapkan strategi pembelajaran yang paling efektif dan efisien untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan (Hamzah Uno, 2007: 28). Penyajian bermacam-macam metode mengajar dan aplikasinya dalam pengajaran matematika ialah agar siswa dan guru memiliki pengetahuan yang luas tentang metode-metode dan memiliki keterampilanuntukmenerapkannya.
Siswa memerlukan matematika untuk memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan masalah, baik masalah dalam mata pelajaran lain ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Namun sampai sekarang ini, masih banyak siswa yang berpendapat bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan merupakan pelajaran yang penuh dengan rumus-rumus.Fenomena ini timbul selain karena matematika berkaitan dengan hal-hal yang abstrak, juga karena matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan saling berkaitan antar satu topik dengan topik lainnya.Materi yang satu mungkin merupakan prasyarat bagi yang lainnya, atau suatu konsep tertentu diperlukan untuk menjelaskan konsep lainnya.
Pemecahan Masalah
Dalam proses pembelajaran guru harus memperhatikan aspek keterkaitan. Senada dengan yang diungkapkan oleh Dasari (2001: 69) bahwa aspek keterkaitan, kemampuan pemecahan masalah, serta penalaran dan komunikasi merupakan kemampuan yang harus dicapai melalui kegiatan belajar matematika.Keterkaitan di sini bukan saja keterkaitan antar konsep dalam matematika, tetapi juga kaitan antara matematika dan kehidupan sehari-hari.Hal itu juga yang mendorong peneliti untuk menawarkan solusi permasalahan peningkatan minat dan hasil belajar matematika pada siswa kelas IV melalui strategi Role Playing. Siklus belajar (Role Playing) atau dalam penulisan ini disingkat LC adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (student centered). LC merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga pebelajar dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Melalui pendekatan pembelajaranRole Playing dianggap dapat meningkatkanminatdanhasilbelajarmatematikasiswa karenadengan pendekatan ini siswa dapat menyerap informasi lebih cepat dan mudah selama pendekatan pembelajaran ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang sebenarnya.
Kajian Pustaka
Pembelajaran Matematika
Pengertian Belajar
Belajar menurut Hamalik (2008:27-28) adalah modifikasi atau memperteguh tindakan melalui pengalaman, suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Lebih lanjut belajar menurut Nasution (1995:34) adalah penambahan pengetahuan dan sebagai perubahan kelakuan bakat, pengalaman dan latihan. Sedangkan dari sisi psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2003:2).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan serta modifikasi atau memperteguh kelakukan melalui pengalaman.
Mengajar menurut Hamalik (2008:44-50) adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah, mewariskan kebudayaan pada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah, usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa, memberikan bimbingan belajar kepada murid, kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik dengan tuntunan masyarakat, serta suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari. Sedangkan menurut Nasution (1995:4) mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada anak, menyampaikan kebudayaan pada anak, serta suatu aktivitas organisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak sehingga terjadi proses belajar.
Pendapat lain dikemukakan oleh Sudjana (2000:37) bahwa mengajar yaitu sebagai alat yang direncanakan melalui pengaturan dan penyediaan kondisi yang memungkinkan siswa melakukan berbagai kegiatan belajar seoptimal mungkin.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik sehingga memungkinkan terjadinya proses belajar yang optimal.
Matematika didefinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Hasan Alwi, 2002 : 723). Aristoteles (Moeharti Hadiwidjojo dkk, 1996 : 20) mempunyai pendapat yang lain tentang matematika. Matematika didasarkan atas kenyataan yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen, observasi, dan abstraksi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antarbilangan, dan prosedur operasionalnya yang didasari atas kenyataan yang dialami, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari eksperimen, observasi, dan abstraksi
Berdasarkan pengertian belajar dan mengajar di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar merupakan proses perubahan sedangkan mengajar merupakan proses pengaturan agar perubahan itu terjadi. Hamalik (2008:57) mengatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.Pembelajaran merupakan upaya mengorganisasi lingkungan untuk mencapai kondisi belajar bagi peserta didik. Hal ini sejalan dengan pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan menghasilkan perubahan tingkah laku manusia. Pembelajaran untuk mata pelajaran matematika harus memperhatikan karakteristik matematika. Sumarmo (2002:2) mengemukakan beberapa karakteristik matematika yaitu: materi matematika menekankan penalaran yang bersifat hirarkis dan terstruktur serta dalam mempelajari matematika dibutuhkan kekuatan, keuletan, serta rasa cinta terhadap matematika. Karena materi matematika bersifat hirarkis dan terstruktur maka dalam pelajaran matematika tidak boleh terputus-putus dan urutan materi harus diperhatikan, artinya perlu mendahulukan belajar tentang konsep yang mempunyai daya bantu terhadap konsep matematika yang lain dan menciptakan perubahan pola pikir serta tingkah laku peserta didik.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk mencapai kondisi belajar bagi peserta didik, sehingga pola pikir peserta didik dapat mengalami perubahan.
Menurut Halpen (1996), berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.
Pendapat senada dikemukakan Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir yang ternyata berproses.Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian.Dengan kata lainberpikir kritis yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi.
Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru (Situnggang, 2003:60).Hasil belajar berasal dari kata hasil dan belajar. Hasil berarti prestasi yang telah dicapai (Depdikbud, 1995:787). Sedangkan pengertian belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu (Depdikbud, 1995:14).Jadi Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru (nhowitzer.Multiply.com).
Setiap usaha yang dilakukan manusia sesuai dengan hati nuraninya dan waras selalu mempunyai arah atau tujuan, demikian halnya bila yang dilakukan oleh siswa dalam belajar untuk mencapai hasil yang maksimal.Hasil belajar dalam kelas dapat diterapkan ke dalam situasi di luar sekolah. Dengan kata lain siswa dapat dikatakan berhasil belajar apabila dia dapat mentransferkan hasil belajarnya ke dalam situasi-situasi yang sesungguhnya dalam masyarakat (Rusyan,1994:25).
Gagne dalam Suprayekti (2003:5) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 5 kategori yaitu (1) Informasi verbal, merupakan kemampuan menyimpan informasi dalam ingatan; (2) Kemahiran intelektual, berupa kemampuan memecahkan masalah melalui konsep dan kaidah yang dimiliki; (3) Strategi kognitif, merupakan kemampuan untuk mengatur dan mengontrol proses berfikir dalam dirinya sendiri; (4) Sikap, merupakan suatu kondisi mental yang mempengaruhi pemilihan perilakunya; dan (5) Keterampilan motorik, berhubungan dengan melakukan gerakan tubuh dengan teratur, luwes, lancar, dan tepat.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu hasil yang diperoleh dari interaksi siswa dengan lingkungannya yang sengaja direncanakan guru dalam mengajar.Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.Bila dikaitkan dengan matematika, maka hasil belajar matematika merupakan suatu hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam kurun waktu tertentu, yang diukur dengan menggunakan alat evaluasi tertentu (tes).
Mengenai peristilahan dan makna dari sudut bahasa, pembelajaran berarti perihal mengajarkan sesuatu. Pembelajaran sebagai suatu proses, buah atau hasilnya adalah belajar (learning), yaitu terjadinya peristiwa belajar di dalam diri siswa. Istilah “pembelajaran†terkandung makna: perbuatan membelajarkan, artinya menurut Munandir (2001: 255) adalah mengacu ke segala daya upaya bagaimana membuat seseorang belajar, bagaimana menghasilkan terjadinya peristiwa belajar di dalam diri orang tersebut. Lebih lanjut dijelaskan, istilah pembelajaran diperkenalkan sebagai ganti istilah “pengajaranâ€.
Menurut Degeng (1997:1) bahwa pembelajaran mengandung makna kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode atau strategi yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka pembelajaran pada hakikatnya ialah pelaksanaan dari kurikulum sekolah untuk menyampaikan isi atau materi mata pelajaran tertentu kepada siswa dengan segala daya upaya, sehingga siswa dapat menunjukkan aktivitas belajar.
Role playing adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam role playing murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, Role Playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).
Dalam role playing murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, 2002).
Sementara itu, sesuai dengan pengalaman penelitian sejenis yang telah dilakukan, manfaat yang dapat diambil dari role playing adalah: Pertama, role playing dapat memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Kedua, role playing melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Ketiga, role playing dapat memberikan kepada murid kesenangan karena role playing pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia kita (Bobby DePorter, 2000: 12)
Pembelajaran matematika khususnya pada mata pelajaran operasi hitung campurandalam setiap memahami setiap materi dan memecahkan suatu permasalahan didalamnya dibutuhkan daya fikir yang cukup untuk menyelesaikannya.Pemikiran logis dan pemahaman terhadap materi ajar sangatlah penting menjadi langkah awal mencari solusi, sehingga dalam pembelajaran matematika tidak ditemukan kesulitan.Kemampuan berfikir kritis matematika siswa cenderung berkurang, sehingga menyebabkan prestasi belajar merekapun menurun.
Pemilihan model pembelajaran sangat berpengaruh dalam situasi kegiatan belajar matematika di kelas. Peneliti mengadakan penelitian dimana kelas tersebut guru menggunakan model pembelajaran Role Playing â€5-E†Pembelajaran tersebut terdiri dari 5 rangkaian kegiatan yang dapat dilakukan tahap tahap kegiatan tersebut sekaligus mengembangkan kemampuan berfikir kritis siswa.
Kondisi Awal:
Kurangnya kemampuan berfikir kritis pada matri operasi hitung campuran siswa meliputi : (1) Mengajukan dugaan dan ide dalam bentuk kalimat matematika, (2) Menggunakan langkah pengerjaan secara tepat dalam menyelesaikan soal, (3) Melakukan operasi hitung dengan benar, (4) Menarik kesimpulan, (5) Menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa
Pembelajaran matematika melalui model Pembelajaran Role Playing â€5E†dengan menggunakan alat peraga yang meliputi 5 fase yaitu: (1) Engagement (membangkitkan), (2) Exploration (Memanfaatkan), (3) Explaination (memaparkan), (4) Elaboration (mengaplikasikan), (5) Evaluation (Mengevaluasi)
Peningkatan prestasi belajar matematika siswa dengan ditandai dengan meningkatnya aspek penalaran yang meliputi : (1) Mengajukan dugaan dan ide dalam bentuk kalimat matematika, (2) Menggunakan langkah pengerjaan secara tepat dalam menyelesaikan soal, (3) Melakukan operasi hitung dengan benar, (4) Menarik kesimpulan
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan pembahasan teori, hasil penelitian yang relevan dan kerangka pemikiran yang tersebut di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: â€Ada peningkatan kemampuan kemampuan berfikir kritis pada materi operasi hitung campuran siswa kelas IV semester II SD Negeri 3 Bendanpete Kecamatan Nalumsari Jepara melalui model pembelajaran Role Playing – 5 .
Pelaksanaan Penelitian Penelitian
Tempat, Waktu, dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas IV semester II SD Negeri 3 Bendapete Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jepara.Alasan pemilihan lokasi ini adalah peneliti mengajar di SD tersebut.Penelitian ini dilakukan34siswa yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan.Dalam penelitian ini guru kelas IV dan peneliti bertindak sebagai subyek yang memberikan tindakan. Seluruh siswa kelas IV SD Negeri 3 Bendapete Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jeparatahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 30 siswa bertindak sebagai obyek yang menerima tindakan. Peneliti juga bertugas merencanakan, mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Penelitian ini dilaksanakan pada:
Rancangan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua suklus kegiatan yaitu siklus 1 dan siklus 2, masing-masing siklus terdiri atas empat tahap dan dilakuan dalam dua pertemuan.Hal ini dilakukan karena terbatasnya waktu yang tersedia. Tahapan kegiatan setiap siklus adalah: (1) menyusun rencana kegiatan,(2) melakukan tindakan, (3) melakukan observasi, dan (4) membuat analisis yang di lanjutkan dengan refleksi. Pada penelitian ini yang melaksanakan kegiatan mengajar adalah peneliti.
Analisis Data
Memperhatikan jenis data yang dikumpulkan, ada dua teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.Analisis kuantitatif digunakan terhadap hasil tes sedangkan analisis kualitatif digunakan dalam data kualitatif yang diperoleh data hasil pengamatan terhadap guru, siswa, atau hal-hal lain yang tampak selama penelitian ini.
Demikian juga aktivitas dan kerja sama dengan kelompok dalam pembelajaran juga didasarkan pada indikator yang muncul. Kemudian dari hasil catatan lapangan yang dilengkapi dengan hasil observasi, wawancara dan dari hasil angket siswa dilakukan analisis bersama guru kelas V dan teman sejawat, kemudian ditafsirkan berdasarkan kajian pustaka dan pengalaman guru.
Pembelajaran pengukuran dianggap tuntas bila perolehan hasil evaluasi siswa rata-rata hasil hitungan ≥ 75, dan siswa dianggap tuntas dalam penguasaan hitung perkalian bila memperoleh nilai baik yaitu 75.
Indikator Penelitian
Belajar matematika akan lebih menyenangkan, meningkatkan motivasi/minat peserta didik, kerjasama dan partisipasi peserta didik semakin meningkat. Hal ini dapat diketahui melalui hasil pengamatan yang terekam dalam catatan anekdot dan jurnal harian, serta melalui wawancara tentang sikap peserta didik terhadap matematika. Bila 85% peserta didik telah berhasil atau telah mencapai ketuntasan secara klasikal melalui pendekatan LC, maka tindakan tersebut diasumsikan sudah berhasil dan dapat dihentikan.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kondisi Pra Siklus
Berdasarkan pengamatan awal sebelum diterapkan penelitian tindakan kelas yang berupa penerapan model pembelajaran dengan pendekatan the Role Playing, hasil belajar peserta didik kelas IV SD Negeri 3 Bendanpete Kecamatan Nalumsari Jepara yaitu nilai rata-rata untuk materi operasi hitung campuran adalah 65,29 dengan ketuntasan klasikal 35,29%.
Masih rendahnya hasil belajar matematika menunjukkan bahwa peserta didik mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika.Hal ini dikarenakan beberapa konsep yang ada dalam matematika bersifat abstrak.Selain itu juga disebabkan oleh metode pembelajaran yang diterapkan guru bersifat monoton dan kurang bervariasi.Dikatakan kurang bervariasi, karena guru mendominasi pembelajaran dengan metode ceramah dan tidak melibatkan peserta didik secara aktif.Dengan keadaan seperti itu, maka perlu diterapkan metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik serta menarik minat peserta didik.
Penerapan model pembelajaran dengan pendekatan berpikir kritis merupakan salah satu strategi untuk mengaktifkan peserta didik. Pelaksanaan model pembelajaran dengan pendekatan the Role Playing diterapkan pada materi menentukan pengukuran.Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, dengan masing-masing siklus terdiri dari dua kali pertemuan.Siklus I materi yang dipelajari operasi hitung bilangan bulat dan siklus II materi operasi hitung campuran.
Deskripsi Per Siklus
Siklus I
Pada tahap perencanaan peneliti rencana Penelitian untuk siklus I, menyiapkan alat bantu pembelajaran yang sesuai dengan materi operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah dengan menggunakan benda konkrit dan metode diskusi.Instrumen pelengkap yang dibutuhkan antara lain lembar observasi, lembar soal tes formatif dan lembar analisa penilaian. Semua rencana sudah peneliti persiapkan dan dapat terlaksana dengan baik.
Prosedur pelaksanaanya melalui tahap-tahap sesuai rencana pembelajaran pada umumnya.Dimulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir yang ditandai dengan evaluasi pembelajaran dengan tes formatif. Hasilnya dianalisa untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses pembelajaran.
Observasi telah melakukan pengamatan dan mengumpulkan data tentang jalannya proses pembelajaran terhadap guru maupun siswa. Dari hasil pengamatan terhadap guru memperoleh data bahwa guru telah menggunakan alat peraga dalam pembelajaran tetapi belum jelas diterima oleh siswa dan penerapan metode kurang bervariasi guru kurang aktif dalam diskusi kelompok siswa.
Dari hasil pengamatan terhadap siswa diperoleh data bahwa dalam diskusi kelompok siswa kurang aktif.Siswa terlihat ragu – ragu dalam menjawab tugas dari guru.Hal ini disebabkan instruksi yang diberikan guru kurang dipahami siswa.
Siklus II
1. Hasil Perencanaan
Perencanaan perbaikan siklus II peneliti merancang lebih matang dan lengkap dengan harapan tujuan pembelajaran akan tercapai. Kelemahan dan kekurangan dari hasil refleksi dan diskusi dengan teman sejawat pada siklus I akanpeneliti pecahakan pada proses Penelitian siklus II. Alat peraga yang digunakan lebih efektif penggunaannya.
Instrumen yang dipersiapkan adalah lembar observasi, lembar kerja, lembar soal, lembar analisa.Data instrumen terlampir.
2. Hasil Pelaksanaan
Pembelajaran dimulai dengan kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir. Guru bertanya jawab bersama siswa tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Selanjutnya guru bertanya jawab bersama siswa tentang bagaimana menjumlahkan atau mengurangkan suatu bilangan bulat.Semua dijelaskan secara rinci dan jelas agar siswa mudah memahaminya.
Keefektifan model pembelajaran dipantau oleh guru dalam pembelajaran sehingga tidak ada siswa yang tidak aktif berpartisipasi dalam pembelajaran tersebut.
Dari hasil tes formatif siklus II menunjukkan peningkatan baik dalam proses maupun hasil belajar. Hal ini dapat dilihat dari nilai yang dicapai oleh siswa. Dari 30 siswa tidak ada siswa yang di bawah nilai KKMdan nilai ketuntasan belajar atau taraf prosentase mencapai 100% dengan nilai rata-rata kelas mencapai 91,76.
Pada Penelitian siklus II ternyata dalam pembelajaran telah memenuhi syarat-syarat yang diperlukan seperti penerapan metode yang tepat, menggunakan alat peraga secara efektif sehingga membantu siswa dalam menerima penjelasan guru.
Sebelum siklus tingkat ketuntasan klasikal yang dicapai siswa sebesar 35,29%. Pada siklus I tingkat ketuntasan klasikal yang dicapai siswa sebesar 50%.Pada siklus III tingkat ketuntasan klasikal yang dicapai siswa sebesar 100%.Hasil pelaksanaan Penelitian pada siklus II terlihat adanya peningkatan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang sangat signifikan.
Berdasarkan tabel dan grafik di atas terlihat adanya peningkatan penguasaan terhadap materi pelajaran yang cukup. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut: Sebelum Penelitian siswa yang mencapai tingkat ketuntasan belajar sebanyak 12 35,29%. Siklus I siswa yang mencapai tingkat ketuntasan belajar sekitar 58,82%.Pada siklus II siswa yang mencapai tingkat ketuntasan belajar sebanyak 30 anak dari 30 siswa atau sekitar 100 %.
3. Hasil Pengamatan
Pada tahap pengamatan pembelajaran siklus II observer memperoleh data bahwa dalam pembelajaran guru sudah menggunakan alat peraga dan menjelaskan penggunaannya secara jelas.Model pembelajaran yang dipilih dan digunakan dalam pembelajaran sangat tepat.
Hasil pengamatan terhadap kegiatan siswa observer menemukan hal bahwa diskusi kelompok berjalan lancar dan hidup. Siswa bersemangat dalam bimbingan guru dan mantap dalam menerima penjelasan guru .
Pembahasan Per Siklus
Proses Penelitian yang dilakukan dua siklus, berdasarkan hasil observasi dan diskusi dengan teman sejawat serta supervisor diperoleh gambaran sebagai berikut :
Pembahasan Siklus I
Pada siklus I suasana proses pembelajaran terlihat masih kurang aktif, interaksi guru dengan siswa masih terjadi satu arah (guru yang aktif bertanya dan menyuruh siswa). Namun demikian pada siklus ini semua siswa yang ditanya/ ditugasi oleh guru sudah mau menjawab/ mengerjakan dengan cukup baik.Dipandang dari sisi guru dalam Penelitian siklus I ini guru sudah aktif mensuport, memotivasi dan menggali pertanyaan dari siswa sendiri.Namun guru masih cenderung hanya memperhatikan siswa yang pandai saja dan terkesan sangat hati-hati sehingga kelihatan sangat kaku.
Pembahasan Siklus II
Kegagalan-kegagalan yang terjadi pada siklus I diantaranya guru kurang dalam memanfaatkan model pembelajaran pada dasarnya kegiatan pembelajaran adalah suatu proses komunikasi, melalui komunikasi informasi dapat diserap oleh siswa. Namun dalam proses komunikasi terkadang sering terjadi mis komunikasi (salah penafsiran). Sebaliknya guru kurang tepat di dalam menyampaikan suatu pesan kepada siswa, sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menerima pesan tersebut.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tentang operasi hitung campuran dalam pemecahan masalah, guru memberikan konsep tentang operasi hitung secara mendalam pada siswa.
Melalui hal-hal tersebut di atas, ternyata siswa lebih memahami dan mudah menangkap materi pelajaran karena siswa melakukan sendiri dan berlatih untuk mengerjakan soal-soal sendiri.Sehingga pada siklus II ini hasil tes formatif yang diperoleh siswa sangat memuaskan atau memenuhi kriteria keberhasilan dengan rata-rata 84, 41 atau 100 %. Maka Penelitian dapat dinyatakan berhasil walaupun melalui dua siklus.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Dari hasil Penelitian matematika yang telah dilaksanakan dapat ditarik simpulan sebagai berikut : (1) Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada materi operasi hitung campuran setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan strategi Role Playing pada siswa kelas IV semester II SD Negeri 3 Bendanpete Kecamatan Nalumsari Jepara hal ini ditunjukkan dengan peningkatan siswa tuntas belajar dari kegiatan pra siklus sebanyak 12 orang, pada siklus I menjadi 20 orang dan menjadi 34 siswa pada siklus II. (2) Terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada materi operasi hitung campuran setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan strategi the Role Playing pada siswa kelas IV semester II SD Negeri 3 Bendapete Kecamatan Nalumsari Kabupaten Jeparaterbukti bahwa hasil belajar siswa meningkat. Hal tersebut dibuktikan dengan analisa hasil evaluasi pembelajaran tiap siklus yang menunjukkan peningkatan nilai yang dicapai siswa sesuai dengan tingkat ketuntasan belajar pada pra siklus sebesar 35,29% meningkat pada siklus I sebesar 58,82% dan pada siklus II menjadi 100% dengan rata-rata hasil belajar pada siklus I mencapai 79,12 dan pada siklus II menjadi 91,76.
Daftar Pustaka
Sutama. 2011. Penelitian Tindakan.Semarang: CV.Citra Mandiri Utama
Retno Indriawati, Iin. 2009. Peningkatan Pemahaman Konsep Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Penerapan Metode Conceptual Understanding Procedure (Cups).Skripsi. Surakarta. Perpustakaan UMS: (Tidak Diterbitkan)
Dahar, R.W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Dasari, D. (2001). Pengembangan Pembelajaran Matematika Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Proceeding National Science Education Seminar.5 Agustus 2002. Malang: UNM. (69-75). Lardizabal, dkk.(1991). Principles and Methods of Teaching. Quezon city: Phoenix Press, Inc.
Lorsbach.(2002). The Role Playing as a Tool for Planning Science Instruction. Tersedia: www.coe.ilstu.edu/scienceed/lorsbach/257lrcy.htm. [12 Maret 2004].
Renner & Abraham. (1988). â€The Necessity of Each Phase of the Role Playing in Teaching High Scool Physicsâ€. Journal of the Research in Science Teaching. 25 (1), 39-57.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:
Tarsito.Ulet, dkk. (2000). Sourcebook on Practical Work For Teacher Trainers. Quezon City: SMEMDP 8