PENGARUH PENDIDIKAN KARAKTER

DENGAN PENDEKATAN PPR

DAN MOTIVASI BELAJAR

TERHADAP KEPRIBADIAN SISWA

St. Andri Widiyanti

Sunardi

Sri Anitah W

Progdi Teknologi Pendidikan Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRACT

Nowadays, education must meet a reality of public politeness degradation and environmental breakdown. The main problem is not placed in the intelligence but in identity and character. Education which should be the media to put and develop values and character building has become failure due to the fact that the implementation is only as the form of text not the real one. Reflective Pedagogical Paradigm (PPR), a paradigm and a process of mentoring in educating students emphasizes on values or norms which become the base of society changing, may be chosen in teaching learning process. Besides teacher’s mentoring the students’ psychology such as motivation to be success also important item in effective teaching learning process. One of the theories of motivation which is suitable to be applied is ARCES Model. The aims of the research are to find out (1) the effectiveness of character building in Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) to conventional approach in students’ personality in Catholic Religion Subject, (2) the difference of students’ personality between students who have high motivation and students who have low motivation, (3) the interaction of character building in Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) and motivation to students’ personality in Catholic Religion Subject. The research done in this thesis is experimental research. The field research was done in SMPK St. Yusuf Madiun, East of Java. The research was done through giving the same material to both experiment and control class. The difference was on the approaches used in those classes, PPR was taught in experiment class, while conventional approach was taught in control class. The research results of this thesis are (1) there is different influence in character building of Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) and conventional approach to students’ personality in Catholic Religion Subject, (2) there is difference personality in Catholic Religion Subject between students who have high motivation than those who have low motivation in studying, (3) there is not an interaction between character building in Reflective Pedagogical Paradigm (PPR) and motivation to study to students’ personality in Catholic Religion Subject.

The Keywords:    Character Building, Reflective Pedagogical Paradigm (PPR), Motivation, Students’ Personality, Catholic Religion Subject.

PENDAHULUAN

Pendidikan saat ini dihadapkan pada sebuah realita bahwa negara dan bangsa Indonesia sedang menderita sakit berat yakni rusaknya keadaban yang berdampak pada rusaknya keadaban publik dan merebaknya penyakit sosial seperti tindak kekerasan, korupsi dan perusakan lingkungan hidup. Rusaknya keadaban publik ini tentu saja sangat mengkhawatirkan karena melibatkan milik kita yang paling berharga yakni anak-anak (Zubaedi, 2011:1). Penyebab dari munculnya permasalahan ini ternyata bukan terletak pada kecerdasan, IQ atau otaknya, tetapi justru kepada hati nurani dan secara eksplisit berkaitan langsung dengan jati diri dan karakternya (Soemarno Soedarsono, 2008: vii) yang tersusun atas 3 bagian yang saling berhubungan yakni: moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (pengetahuan rasa) dan moral behavior (perilaku moral). Sedangkan karakter yang baik terdiri dari pengetahuan tentang kebaikan (knowing the good), keinginan terhadap kebaikan (desiring the good), dan berbuat kebaikan (doing the good). Untuk dapat melakukan itu semua dibutuhkan suatu pembiasaan baik dalam pemikiran (habits of the mind), pembiasaan dalam hati (habits of the heart) dan pembiasaan dalam tindakan (habits of the action)(Zubaedi, 2010: 13).

Untuk menjawab persoalan di atas, dibutuhkan perubah-an ke arah tumbuhnya budaya alternatif yang mampu memba-ngun keadaban publik dan mengatasi permasalahan yang muncul yakni dengan penanaman nilai dan pembentukan karakter.

Dunia pendidikan merupakan sarana yang sangat strate-gis dalam melestarikan sistem nilai. Karena proses pendidikan tidak hanya sebatas pengetahuan dan pemahaman peserta didik yang perlu dibentuk (Drost, 2001: 11), namun sikap, perilaku dan kepribadian siswa juga harus mendapatkan perhatian serius. Pembentukan sikap, perilaku dan kepribadian siswa ini menjadi sangat penting pada jaman sekarang, mengingat perkembangan IPTEK yang memberi kemudahan bagi peserta didik dalam mengakses berbagai informasi melalui dunia maya yang tentu saja tidak selalu berdampak positif. Seorang Filsuf Indonesia Driyarkara (1980:127) mengungkapkan bahwa pendidikan bertu-juan untuk memanusiakan manusia, atau membantu proses hominisasi dan humanisasi, maksudnya pelaksanaan dan proses pendidikan harus mampu membantu siswa menjadi manusia yang berbudaya tinggi dan bernilai tinggi (bermoral, berwatak, bertanggung jawab dan mampu bersosialisasi), dengan demikian manusia akan terangkat status dan derajatnya (Zubae-di,2011:6).

Kemendiknas dalam Grand design pendidikan karakter pada tingkat SMP menetapkan 20 nilai karakter utama yang disarikan dari butir-butir SKL SMP (Permen Diknas nomor 23 tahun 2006) dan SK/KD (Permen Diknas nomor 22 tahun 2006) dan diterbitkan dalam Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama (2010: 16 -19). Ke-20 nilai karakter utama tersebut dikelompokkan menjadi lima yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan (1) Tuhan Yang Maha Esa, (2) diri sendiri, (3) sesama manusia, dan (4) lingkungan, serta (5) kebangsaan. Kedua puluh nilai karakter tersebut wajib diintegrasikan dalam proses pembelajaran untuk semua mata pelajaran di sekolah.

Namun pada kenyataannya pendidikan karakter di sekolah masih mengalami kegagalan karena pendidikan karakter masih sebatas teks, siswa kurang dipersiapkan dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif. Kegagalan pendidikan karakter ini secara kognitif akan menghasilkan orang yang tidak berkembang daya penalarannya, terbatas pengetahuannya dan berwawasan sempit. Secara afektif kegagalan pendidikan akan menghasilkan manusia yang sulit berkembang dalam imannya meskipun orang menganggap dirinya beragama dan pada akhirnya muncul kecenderungan bersikap tidak bijak dalam menghadapi sebuah permasalahan yang komplek, tidak mampu menganalisa permasalahan yang dihadapinya, tidak mampu merefleksikan kehidupannya serta tidak mampu mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya.

Pendekatan konvensional dengan konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran yang masih banyak diterapkan guru belum mampu menjawab kebutuhan siswa dalam pengembangan dirinya menjadi pribadi yang utuh. Hal ini dapat kita lihat dalam karakteristik konsep mengajar sebagai proses menyampaikan materi pelajaran yang dikemukakan oleh Wina Sanjaya (2008) yakni bahwa proses pengajaran berorientasi pada guru (teacher centered) sehingga siswa hanya sebagai obyek belajar, proses pembelajaran biasanya berlangsung di dalam kelas dengan penjadwalan yang ketat, penguasaan materi pelajaran menjadi tujuan utama. Modus yang paling banyak diterapkan adalah modus telling (pemberian informasi) daripada modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara langsung). Metode yang digunakan dalam penyampaian materi adalah ceramah dan/atau drill dengan mengikuti urutan materi sesuai kurikulum secara ketat. Guru berasumsi bahwa keberhasilan dalam program pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikan seluruh materi yang ada dalam kurikulum. Pendekatan konvensional ini dalam pembelajaran kurang menekankan pada pemberian keterampilan proses (hands-on activities). Padahal tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan, bahkan mendengarkan bagi sebagian siswa akan menjadi hal yang menjemukan karena tidak memerlukan pemikiran kritis.

Sejalan dengan kondisi tersebut, Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR), sebuah pola pikir dan proses pendampingan pendidik kepada siswa yang terkait dengan nilai-nilai yang menjadi dasar dalam melakukan perubahan terhadap masyarakat, kiranya bisa menjadi pilihan dalam proses kegiatan belajar mengajar.

Dalam proses pembelajaran, Pendekatan PPR mencoba menjawab kebutuhan siswa dengan menekankan tiga hal penting yang harus dikembangkan dalam diri siswa untuk menjadi pribadi yang utuh yakni competence (kompetensi), conscience (suara hati), dan compassion (kepedulian) (Yanu, 2010: 9).

Subagya (2010:42-63) mengemukakan dinamika Pendekatan PPR dalam proses kegiatan pembelajaran dalam lima langkah yang berkesinambungan sebagai berikut:

Konteks merupakan segala kemungkinan yang dapat membantu atau menghalangi proses pembelajaran termasuk hal-hal yang hendak dikembangkan dalam pendidikan seperti wacana tentang nilai-nilai yang ingin dikembangkan, contoh penghayatan terhadap nilai-nilai yang diperjuangkan dan menjalin hubungan akrab, saling percaya, agar bisa terjalin dialog terbuka.

Pengalaman dalam PPR memuat pemahaman tentang competence (kompetensi), conscience (suara hati), dan com-passion (kepedulian) yang diperoleh secara seimbang. Penga-laman ini dibedakan menjadi dua yakni pengalaman langsung yang bersumber dari pengalaman peserta didik dan pengalaman tidak langsung yakni pengalaman pengganti apabila pengalaman secara langsung tidak dimungkinkan yakni berupa kegiatan melihat, membaca atau mendengarkan.

Refleksi dipakai dalam arti menyimak kembali, penuh perhatian terhadap materi pelajaran, pengalaman, ide-ide, usul-usul atau reaksi spontan supaya dapat menangkap maknanya lebih mendalam. Dalam berefleksi ini siswa diajak untuk dapat memunculkan makna dalam pengalaman manusiawi dengan cara: (1) memahami kebenaran yang dipelajari secara lebih baik, (2) mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami dalam menelaah sesuatu, (3) memperdalam pemahaman tentang implikasi-implikasi yang telah dimengerti bagi diri sendiri dan orang lain, (4) berusaha menemukan makna bagi diri pribadi tentang kejadian-kejadian, ide-ide, kebenaran/ pemutarbalikan kebenaran dan (5) memahami siapa dirinya dan bagaimana seharusnya sikapnya terhadap agama lain.

Aksi dalam PPR merupakan komitmen pada kebaikan yang akan diwujudkan berdasar hasil refleksi. Subagya (2010:61) menyatakan bahwa aksi merupakan pertumbuhan batin seseorang berdasarkan pengalaman yang telah direfleksikan.

Evaluasi merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan untuk meninjau kemajuan akademik yang dicapai dalam proses pembelajaran dalam bentuk penilaian. Hasil penilaian dapat dijadikan sebagai umpan balik bagi pengajar dalam mendesain mata pelajaran yang diampunya.

Selain kemampuan akademik sebagai focus penilaian, pendekatan PPR juga memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara menyeluruh sebagai makhluk pribadi maupun sosial. Oleh karena itu, penilaian dalam PPR tidak hanya berupa soal, tetapi juga meliputi skala pengukuran untuk mengukur kepekaan hati nurani dan jiwa sosial peserta didik secara berkala agar semakin efektif.

Subagya (2010:68) mengemukakan kelebihan pendekat-an PPR sebagai berikut: (1) dapat diterapkan pada semua kurikulum karena PPR tidak menuntut tambahan apapun dalam rancangan kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah, selain pendekatan dan cara mengajar; (2) PPR fundamental untuk proses belajar mengajar. Jika PPR dilakukan secara konsisten, maka dapat membantu peserta didik menemukan hubungan dalam seluruh perjalanan proses pembelajaran; (3)PPR menjamin pendidik menjadi pendidik yang lebih baik. PPR memungkinkan pendidik untuk memperkaya materi dan susunan proses pembelajaran, sehingga dapat mendorong inisiatif peserta didik. PPR juga membantu pendidik untuk memotivasi peserta didik dengan menghubungkan materi ajar dengan pengalaman sehari-hari mereka. (4) PPR dapat mendorong peserta didik untuk merefleksikan makna materi yang mereka pelajari. Dengan refleksi, peserta didik akan lebih dapat mendalami pembelajaran, sehingga dapat menemukan maknanya. Oleh karena itu proses pembelajaran dapat membuat pengalaman bersifat pribadi; (5) PPR menekankan matra sosial belajar maupun mengajar. Proses pembelajaran menggunakan PPR mendorong kerjasama dan berbagi pengalaman serta dialog reflektif antar peserta didik. Mendorong untuk terus bergerak ke arah perkembangan yang berdampak positif bagi orang lain.

Kekuatan utama dari Pendekatan PPR adalah proses dalam membangun motivasi siswa yang merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan pembelajaran yakni sebagai jantung proses pembelajaran (Andreas Kosasih, 2010 ; 67), maka motivasi perlu dibangkitkan terlebih dahulu sebelum proses pembelajaran berlangsung. Motivasi ini, tidak hanya sekedar menggerakkan tingkah laku namun juga memperkuat tingkah laku (Andreas Kosasih, 2010: 68). Siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi akan merasa senang dan penuh tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas-tugas belajarnya yang ditunjukkan dengan minat, semangat serta ketekunan yang tinggi dalam belajar tanpa tergantung pada teman, guru, sarana dan lingkungan. Dengan demikian, motivasi belajar siswa akan berpengaruh langsung terhadap pencapaian hasil belajar yang optimal.

Salah satu teori penerapan dan pengembangan sistem motivasi yang dapat digunakan dalam pembelajaran adalah Model ARCES (ARCES Models) yang merupakan penyempurnaan dari teori Model ARCS yang dikembangkan oleh John M. Keller oleh Andreas Kosasih (2010: 78). Lima kategori motivasional dalam ARCES Model ini yaitu (1) Attention (perhatian). Konsep ini menjelaskan bahwa perhatian siswa akan muncul didorong oleh rasa ingin tahu maka guru harus mampu merangsang siswa dengan sesuatu yang baru dan berbeda dari yang telah ada sebelumnya; (2) Relevance (hubungan). Konsep ini menjelaskan bahwa bahwa materi pelajaran hendaknya memiliki relevansi dengan kebutuhan siswa sehingga meningkatkan motivasi siswa untuk berprestasi; (3)Confidence (percaya diri). Suatu cara untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa dengan memberikan harapan berhasil sehingga harapan yang muncul akan meningkatkan motivasi berprestasi siswa; (4) Enjoyment (kesenangan atau kegembiraan). Rasa senang dalam kegiatan pembelajaran banyak ditentukan oleh keberhasilan belajar pada waktu-waktu sebelumnya dan hasil analisis cost-benefit perbuatan belajar, serta rasa butuh belajar dan keyakinan bahwa ia akan mampu mencapai tujuan belajar; (5)Satisfaction (kepuasan). Kepuasan karena keberhasilan dalam mencapai tujuan akan memacu siswa untuk terus mencapai tujuan-tujuan serupa. Rasa kepuasan yang dirasakan siswa secara umum akan memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Dengan berproses bersama melalui 5 langkah dalam PPR dan motivasi yang terus terbangun diharapkan siswa akan tumbuh menjadi pribadi- pribadi yang integrated yakni pribadi yang memiliki keseluruhan dimensi yang dimiliki manusia sehingga menjadikan seseorang sebagai pribadi yang utuh. Untuk itu diperlukan perhatian yang tepat karena apabila perhatian tidak tepat dan tidak proporsional pada masing-masing dimensi, dimensi-dimensi itu dapat saja terbangun namun terbentuk secara tidak seimbang. Akibatnya seseorang berkembang secara tidak seimbang.

Untuk memiliki pribadi yang utuh, seseorang harus mampu memadukan segala dimensi dalam suatu keseimbangan yang harmonis. Antonius Atosokhi Gea, Antonina Panca Yuni Wulandari dan Yohanes Babari (Sumadi Suryabrata, 2002: 141- 142) memaparkan ciri-ciri pribadi yang terintegrasi sebagai berikut: (1) Kadar konflik dirinya rendah. Ia tidak berperang melawan dirinya sendiri (pribadi menyatu). Dengan demikian berarti memiliki lebih banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif; (2) Memiliki kemampuan dalam menata batin sampai mencapai tahap kebebasan batin dalam arti tidak mudah diombang-ambingkan atau dipengaruhi oleh gejolak emosi dan perasaan sendiri; (3) Semakin memiliki cinta yang personal atau kedekatan hidup dengan Tuhannya sehingga mampu menanggung resiko dan konsekuensi diri dari pilihan hidup religiusnya; (4) Memiliki kemampuan melihat hidupnya secara jernih, melihat hidup apa adanya menurut keinginannya. Seseorang tidak lagi bersikap emosional, tetapi bersikap lebih objektif terhadap hasil-hasil pengamatannya; (5) Menjalankan tugas, kewajiban atau panggilan tertentu yang ia pandang penting. Seseorang yang berminat pada pekerjaannya, maka ia bekerja keras. Baginya bekerja akan memberikan kegembiraan dan kenikmatan. Rupanya rasa bertanggung jawab atas suatu tugas penting merupakan syarat utama bagi pertumbuhan, perkembangan, aktualisasi diri serta kebahagiaan.

Antonius Gea dkk, berkesimpulan bahwa orang yang sudah terintegrasi dirinya tidak akan membiarkan harapan-harapan dan hasrat-hasrat pribadi menyesatkan pengamatannya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2 X 2 dengan teknik analisis variansi (ANAVA) sebagai berikut:

Tabel 1. Rancangan Analisis Hipotesa

Faktor B

Faktor A

Motivasi Belajar

Tinggi (B1)

Rendah (B2)

Pendekatan PPR (A1)

A1B1

A1B2

Pendekatan Konvensional(A2)

A2B1

A2B2

Keterangan:

A        :    Pendekatan pembelajaran

B        :    Motivasi belajar

A1      :    Pendekatan PPR

A2      :    Pendekatan konvensional

B1      :    Motivasi tinggi

B2      :    Motivasi rendah

A1B1  :    Kelompok siswa dengan motivasi belajar tinggi yang diberi perlakuan pendekatan PPR.

A1B2  :    Kelompok siswa dengan motivasi belajar rendah yang diberi perlakuan dengan menggunakan pendekatan PPR.

A2B1 :    Kelompok siswa dengan motivasi belajar tinggi yang diberi perlakuan dengan pendekatan konvensional.

A2B2  :    Kelompok siswa dengan motivasi belajar rendah yang diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan konvensional.

Subyek penelitian ini adalah siswa SMPK Santo Yusuf Kota Madiun Kelas VIII Tahun Pelajaran 2011/2012 sebanyak 50 siswa yang terdiri dari 25 siswa untuk kelas eksperimen dan 25 siswa untuk kelas kontrol. Intrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket kepribadian dan motivasi. Uji coba instrument dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen atau alat ukur yang telah disusun benar-benar valid dan reliabel, karena instrumen yang valid dan reliabel diharapkan dapat menggali data yang valid dan relabel pula. (Arikunto, 1992).

Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan statistik deskriptif dan inferensial. Untuk pengujian hipotesis dilakukan melalui 2 tahapan yakni uji normalitas dan homogenitas. Uji normalitas dengan uji liliefors pada taraf signifikansi = 0.05 dengan kriteria pengujian yang digunakan adalah jika Lo< Lt, maka data memiliki distribusi normal. Sedangkan uji homogenitas dilakukan dengan uji Barlett pada taraf signifikansi = 0.05 (Sudjana, 1996: 261-263). Kriteria pengujian yang digunakan apabila harga X²hitung lebih kecil X²pada tabel pada taraf signifikansi= 0.05 yang berarti data bersifat homogen. Untuk pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan teknik Analisis Varian (ANAVA) dua jalur pada taraf signifikansi a= 0.05.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Diskripsi Data

  1. Kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 119 dan skor terendah 94, skor rata-rata ( ) 108,04 dan simpangan baku (SD) sebesar 10,00.
  2. Kepribadian siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 110 dan skor terendah 92, skor rata-rata ( ) 99,92 dan simpangan baku (SD) sebesar 9,30.
  3. Motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 160 dan skor terendah 109, skor rata-rata ( ) 134,72 dan simpangan baku (SD) sebesar 19,291.
  4. Motivasi belajar siswa dalam pendidikan karakter dengan pendekatan Konvensional pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 167 dan skor terendah 112, skor rata-rata ( ) 147,52 dan simpangan baku (SD) sebesar 20,31.
  5. Kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 160 dan skor terendah 133, skor rata-rata ( ) 142,40 dan simpangan baku (SD) sebesar 8,227.
  6. Kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan PPR pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 104 dan skor terendah 94, skor rata-rata ( ) 113,60 dan simpangan baku (SD) sebesar 4,551.
  7. Kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konven-sional pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 110 dan skor terendah 100, skor rata-rata ( ) 104,55 dan simpangan baku (SD) sebesar 3,045.
  8. Kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dalam pendidikan karakter dengan pendekatan konvensi-onal pada Pendidikan Agama Katolik diperoleh skor tertinggi 96 dan skor terendah 92, skor rata-rata ( ) 93,79 dan simpangan baku (SD) sebesar 1,369.

Pengujian Persyaratan Analisis

Sebelum pengujian hipotesis dengan menggunakan ana-lisis varians dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan untuk mengetahui apakah persyaratan dalam analisis varians telah terpenuhi. Uji persyaratan meliputi uji normalitas dengan menggunakan uji Lilliefors (Lo) dan uji homogenitas varians dengan uji Barlett.

Pengujian Normalitas Data

Uji normalitas menggunakan uji Lilliefors dengan taraf signifikansi 0,05. Data yang akan diuji normalitas adalah data kepribadian siswa dengan pendekatan PPR dan data kepribadian siswa dengan pendekatan konvensional. Kriteria untuk menyata-kan bahwa data terdistribusi normal adalah jika nilai hasil perhitungan Lilliefors (Lo) lebih kecil dari nilai kritis (Lt).

Perhitungan uji normalitas kepribadian siswa dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif adalah sebagai berikut:

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pendekatan PPR

N

25

Normal Parametersa,,b

Mean

108.04

Std. Deviation

8.638

Most Extreme Differences

Absolute

.197

Positive

.120

Negative

-.197

Kolmogorov-Smirnov Z

.983

Asymp. Sig. (2-tailed)

.288

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS di atas, tes distribusi normal kolmogorov-smirnov diperoleh nilai signifikansi atau nilai probabilitasnya lebih besar daripada 0,05 yaitu 0,288. Maka dapat dikatakan distribusi sampel untuk kepribadian siswa dengan pendekatan PPR adalah normal.

Perhitungan uji normalitas kepribadian siswa dengan pendekatan konvensional adalah sebagai berikut:

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pendekatan Konvensional

N

25

Normal Parametersa,,b

Mean

98.52

Std. Deviation

5.882

Most Extreme Differences

Absolute

.226

Positive

.226

Negative

-134

Kolmogorov-Smirnov Z

1.129

Asymp. Sig. (2-tailed)

.156

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Berdasarkan hasil perhitungan SPSS di atas, tes distribusi normal kolmogorov-smirnov diperoleh nilai signifikansi atau nilai probabilitasnya lebih besar daripada 0,05 yaitu 0,156. Maka dapat dikatakan distribusi sampel untuk kepribadian siswa dengan pendekatan konvensional adalah normal

Pengujian Homogenitas Data

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui ada tidak-nya varian kedua kelompok dengan uji Barlett. Formulasi hipotesis uji homogenitas dalam penelitian ini, adalah:

Ho

:

varian kedua kelompok adalah sama

H1

:

varian kedua kelompok adalah berbeda

Kriteria pengujiannya adalah:

Tolak Ho jika hitung > tabel

Terima H1 jika hitung < tabel

Dimana besarnya nilai tabel pada taraf signifikansi 0,05 dengan dk = 2 diperoleh nilai sebesar 5,99. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa nilai X 2 hitung (3,490) ternyata lebih kecil dari X2 tabel (5,99), sehingga dinyatakan Ho diterima, yang artinya varian data kepribadian siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah sama/homogen. Dengan memperhatikan hasil uji homogenitas maka dapat disimpulkan bahwa persyaratan untuk menetapkan pengujian analisis varians dapat diterima.

Pengujian Hipotesis Penelitian

Setelah dilakukan pengujian data dan telah dinyatakan memenuhi persyaratan pengujian analisis varians, langkah selanjutnya adalah pengujian dengan teknik analisis varians dua jalur dengan desain faktorial 2 x 2. Pengujian ini digunakan untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil sebagai berikut:

ANOVAb

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

163.503

2

31.751

14.404

.042a

Residual

11727.457

22

78.521

Total

11790.960

24

Dari hasil pengolahan data menunjukkan bahwa harga Fhitung = 14,404 dan Ftabel = 4,24 pada derajat kebebasan 1:25 dan taraf signifikansi α = 0,05. Dengan demikian dapat dinya-takan bahwa Ho ditolak dan H1diterima. Ini berarti terdapat perbedaan pengaruh pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Melihat rata-rata hitung koefisien regresi kepribadian siswa yang menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dalam Pendidikan Agama Katolik memperoleh skor koefisien regresi rata-rata 11,120 lebih tinggi daripada pendekatan konvensional dengan skor koefisien regresi rata-rata sebesar 9,181.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dengan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.

ANOVAb

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

964.438

2

482.219

12.835

.000a

Residual

826.522

22

37.569

Total

1790.960

24

a. Predictors: (Constant), motivasi, motiv

b. Dependent Variable: kepribadian

Dari hasil pengolahan data menunjukkan bahwa harga Fhitung = 12,835 > Ftabel = 4,24 pada derajat kebebasan 1: 25 dan taraf signifikansi α = 0,05. Hal ini dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima. Ini berarti terdapat pengaruh perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar. Hipotesis yang mengatakan terdapat pengaruh perbedaan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar terbukti. Melihat rata-rata hitung siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi memiliki nilai rata-rata sebesar 142,40 lebih besar daripada nilai regresi rata-rata kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar yang rendah yakni sebesar 113,60. Dengan demikian dapat dapat disimpulkan bahwa kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik yang dicapai oleh siswa dengan motivasi tinggi lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar.

ANOVAb

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

1

Regression

612.758

2

306.379

5.721

.010a

Residual

1178.202

22

53.555

Total

1790.960

24

a. Predictors: (Constant), pppr, motiv

b. Dependent Variable: kepribadian

Dari hasil pengolahan data menunjukkan bahwa harga Fhitung = 5,721 > Ftabel = 4,24 pada derajat kebebasan 1:25 dan taraf signifikansi α = 0,05. Hal ini dapat dinyatakan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima. Ini berarti terdapat interaksi pengaruh yang signifikan antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.

Pembahasan Hasil Penelitian

1.   Perbedaan pengaruh pendidikan karakter dengan pende-katan paradigma pedagogi reflektif dan konvensional ter-hadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara pendidikan karak-ter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Pendidikan karakter dengan pen-dekatan paradigma pedagogi reflektif memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis data dari angket kepribadian siswa menunjukkan bahwa siswa yang belajar Pendidikan Karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dalam Pendidikan Agama Katolik memperoleh skor rata-rata hitung 108,04 dan pendidikan karakter dengan pendekatan konvensional dalam Pendidikan Agama Katolik memperoleh skor rata-rata hitung sebesar 99,92.

Pendekatan paradigma pedagogi reflektif (PPR) yakni sebuah pendekatan yang diinspirasikan oleh keberha-silan sekolah-sekolah Jesuit dalam pendidikan kaum muda menjadi pribadi yang unggul dalam iman dan sekaligus berkarakter dapat dijadikan sebagai perangkat yang efektif dalam meningkatkan cara pendidik mendidik dan peserta didik belajar. Pola pengalaman, refleksi, dan aksi merupakan suatu rancangan untuk berproses menjadi manusia yang berkompeten, bertanggungjawab, dan berbelas kasih sehingga dapat membentuk kepribadian siswa. Dengan demikian dapat diketahui bahwa siswa yang berkepribadian baik maka siswa tersebut akan memiliki sifat hakiki sebagai individu yang tercermin dari sikap dan perilakunya sehari-hari baik dalam kehidupan di sekolah maupun di lingkungan masyarakat dan keluarga.

2. Perbedaan pengaruh kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi rendah dalam belajar.

Pada pengujian hipotesis mengenai perbedaan kepri-badian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dan rendah menunjuk-kan bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi memiliki kepribadian yang lebih baik dari kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis data pada angket yang menunjukkan bahwa kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi memiliki skor rata-rata sebesar 142,40 dan kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar rendah diperoleh skor rata-rata sebesar 113,60. Ini berarti faktor motivasi belajar terbukti mempunyai pengaruh yang signifikan dalam membantu meningkatkan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.

Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi cenderung memiliki keinginan untuk mencapai hasil yang optimal, sikap ingin tahu yang tinggi, bertanggungjawab terhadap tugas-tugas, keinginan untuk meningkatkan penge-tahuan, dan rasa percaya diri serta kepuasan. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Keller dalam Reigeluth (1983:400) yang mengungkapkan bahwa konsep interest sangat terkait dengan teori Curiosity atau rasa ingin tahu (perceptual, apistemic, trait and state) dan penumbuhannya. Curior person mempunyai ciri-ciri mudah beraksi dengan lingkung-an, rasa ingin tahu yang tinggi, cepat dalam membaca atau mencari pengalaman baru dari lingkungan, melakukan pengujian dan penelitian stimulus untuk dapat tahu lebih ba-nyak. Norman dalam Muhibbin (1995:165) juga menge-mukakan bahwa baik motivasi belajar maupun sikap mudah mempengaruhi manusia untuk beraksi atau bertindak dalam cara-cara tertentu, yang dapat melalui pembelajaran dan mungkin dengan perasaan dan emosi, namun motivasi belajar biasanya mengarah lebih aktif. Sikap percaya diri yang tinggi akan memberikan bekal pada diri siswa untuk meraih kepribadian siswa yang lebih baik. Dengan demikian hasil temuan ini dapat menginformasikan kepada para pengajar di sekolah khususnya guru Pendidikan Agama Katolik kelas VIII bahwa motivasi sangat berperanan dalam proses keberhasilan siswa maka guru perlu mengidentifikasi dan menumbuhkan dengan mengelola pembelajaran Pendi-dikan Agama Katolik seoptimal mungkin. Pengelolaan pembe-lajaran dapat dilakukan dengan pendekatan teknologi pendi-dikan, memperhatikan karakteristik siswa agar materi pembe-lajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, mengembangkan berbagai pendekatan, strategi dan model-model pembela-jaran yang mendukung.

3.   Interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik.

Pada pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa terdapat interaksi pengaruh antara pendidikan karakter de-ngan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis angket yang menunjukkan bahwa nilai rata-rata kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif lebih besar dari nilai rata-rata kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan pendekatan konvensional, dan nilai rata-rata kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dengan pendekatan PPR lebih besar dari nilai rata-rata kepribadian siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dengan pendekatan konvensional. Dengan demikian dapat diketahui bahwa pendidikan karakter dengan menggunakan pendekatan paradigma padagogi reflektif lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pendekatan konven-sional dalam Pendidikan Agama Katolik, baik untuk siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi maupun motivasi belajar rendah.

Peran guru dalam memadukan berbagai pendekatan dalam pembelajaran sangat penting. Selain untuk me-maksimalkan hasil yang dicapai siswa, guru juga sekaligus mengembangkan dirinya menjadi semakin profesional. Salah satu pendekatan yang bisa digunakan adalah Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dimana dalam pendekatan ini siswa tidak hanya ditempatkan sebagai pendengar namun diajak untuk berproses menemukan nilai-nilai yang hendak dicapai dalam pembelajaran.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan pendidikan karakter dengan pendekatan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional terhadap kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik. Pendekatan PPR lebih baik dibandingkan dengan pendekatan konvensional. Terdapat perbe-daan kepribadian siswa dalam Pendidikan Agama Katolik antara siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Semakin besar motivasi yang ada dalam diri siswa maka hasil yang dicapai akan semakin baik, demikian pula semakin tepat motivasi yang diberikan oleh guru maka proses pembelajaran akan semakin baik pula. Teori motivasi ARCES Model yang merupakan penyempurnaan dari ARCS kiranya bisa bisa dijadikan sebagai alternatif. Terdapat interaksi pengaruh antara pendidikan karakter dengan pende-katan paradigma pedagogi reflektif dan pendekatan konvensional serta motivasi belajar terhadap kepribadian siswa dalam Pendi-dikan Agama Katolik.Pendekatan pembelajaran akan mencapai hasil yang maksimal apabila diterapkan secara tepat. Pendekatan PPR yang diterapkan dalam pembelajaran mampu membantu anak mencapai hasil yang maksimal karena anak akan merasa senang(enjoy) dalam belajar dan terlibat secara aktif dalam proses sehingga sungguh-sungguh mampu menemukan nilai-nilai dalam berproses. Sedangkan pendekatan konvensional akan sangat tidak menarik karena dengan prinsip 3 D (duduk, dengar dan diam) yang diterapkan guru, anak tidak banyak terlibat dalam proses.

Saran

Dengan mempertimbangkan simpulan yang telah dikemu-kakan sebelumnya untuk mengakhiri laporan penelitian ini disampaikan sejumlah saran sebagai berikut: (1) Guru-guru mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik di SMP perlu menggunakan pendekatan paradigma pedagogi reflektif terutama dalam penanaman nilai-nilai karakter pada siswa, (2) Guru hendaknya mampu membangkitkan motivasi belajar siswa agar secara sadar siswa mampu menemukan dan menanamkan konsep dalam dirinya sesuai tujuan yang diharapkan, (3) Dapat dilakukan penelitian sejenis selanjutnya dengan skala yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1992. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Andreas Kosasih. 2010. Optimalisasi Belajar dan Pembelajaran. Salatiga: Widya Sari Press.

Driyarkara, SJ. 1980. Percikan Filsafat. Jakarta: PT. Pembangunan.

Drost,J.I.G.M.S.J.2001. Sekolah Mengajar atau Mendidik. Yogyakarta: Kanisius

Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. 2011. Panduan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional.

Muhibbin Syah. 2001. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Reigeluth, Charles M. 1983. Achievement Motivation and Atribution Theory. Morristowo N.J. General Learning Press.

Soemarno Soedarsono. 2008. Membangun Kembali Jati Diri Bangsa. Jakarta: Gramedia.

Subagya, S.J. 2011. Paradigma Paedagogi Reflektif. Yogyakarta: Kanisius.

Sumadi Suryabrata. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja GrafindoPersada.

Yanu Astutik. 2010. PPR Semakin Meneguhkan Pendidikan Karakter. Educare, VII: 9.

Wina Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

 

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.