PENGEMBANGAN KREATIVITAS PESERTA DIDIK: TUNTUTAN BAGI GURU DALAM MENGEMBANGKAN MODEL PEMBELAJARAN
PENGEMBANGAN KREATIVITAS
PESERTA DIDIK:
TUNTUTAN BAGI GURU
DALAM MENGEMBANGKAN
MODEL PEMBELAJARAN
Tritjahjo Danny S
Dosen Program Studi Bimbingan Konseling – FKIP
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRAK
Masih sering dijumpai bahwa model dan gaya pembelajaran yang dimplementasikan guru masih feodal dan tidak menekankan pentingnya kreativitas peserta didik. Kondisi inilah yang dapat ’memasung’ kemampuan krativitas peserta didik. Guru atau sekolah perlu bertanggung jawab atas tidak berkembangnya kreativitas anak bangsa. Tulisan ini sebagai kajian kepustakaan yang bertujuan untuk memberi motivasi kepada guru, dan memberi gambaran tentang cara mengembangkan kreativitas peserta didik melalui pelaksanaan pembelajaran. Guru perlu mengimplementasikan suatu metode yang lebih banyak mengakomodasi berpikir divergen para peserta didik, antara lain melalui pembelajaran dengan pendekatan inquiry (pencaritahuan), menggunakan teknik sumbang saran (brain storming), pemberian contoh (suri teladan) melalui sikap, dan pengakomodasian berpikir divergen melalui soal/tugas. Selain itu, kebiasaan berpikir dan perilaku guru yang bersifat kreatif juga sebagai teladan peserta didik. Pengembangan kreativitas pada pasca pembelajaran dapat dilakukan melalui memberikan penghargaan bagi prestasi kreatif, dan pemberian kelengkapan fasilitas atau media agar pemikiran kreatif dapat diwujudkan.
Kata kunci: pengembangan kreativitas, pembelajaran
PERMASALAHAN KREATIVITAS DALAM PEMBELAJARAN
Kreativitas merupakan salah satu kemampuan manusia yang menakjubkan dalam memahami dan menghadapi situasi atau masalah secara beda dengan yang biasa dilakukan oleh orang lain pada umumnya. Kemampuan berkreasi memungkinkan manusia untuk mempertemukan, menghubungkan, atau mengga-bungkan berbagai kenyataan-kenyataan, gagasan-gagasan, atau hal-hal berbeda yang sebelumnya tidak berhubungan, menjadi suatu gagasan atau produk baru yang berguna untuk menjawab masalah yang dihadapi.
Perlu disadari bahwa pentingnya perwujudan ide-ide yang kreatif bukan hanya terkait dengan persoalan tuntutan adanya kebutuhan hidup semata. Justru mewarnai hidup dengan berkreasi adalah suatu kebutuhan. Keberhasilan hidup seseorang pada hari ini sebagai hasil kreasi pada masa lalunya. Begitu pula, berhasil atau sukses tidaknya hidup seseorang pada masa yang akan datang tergantung juga dari kreativitasnya pada hari ini. Perwujudan kreativitas bukan hanya suatu anugerah yang bersifat statis, tetapi dapat diajarkan dan bahkan dapat pula dikembangkan.
Cara berpikir peserta didik yang menggambarkan adanya berpikir divergen seperti di atas perlu dihargai oleh guru, karena si peserta didik justru memiliki kemampuan berpikir yang menjelajah dan berbeda dengan kemampuan berpikir peserta didik pada umumnya. Berpikir divergen harus dilatihkan pada semua peserta didik agar mereka kelak menjadi generasi yang kreatif juga. Persoalannya, sudah siapkah guru untuk mengem-bangkan model pembelajaran menjadi kreatif, sehingga dapat menciptakan lulusan yang kreatif pula? Nampaknya guru masih perlu membangun komitmen diri untuk berani mengubah pola dan model pembelajarannya menjadi kreatif. Oleh karena itu, permasalahan yang cukup besar dihadapi dalam dunia pendidikan adalah belum adanya perubahan paradigma penggunaan cara berpikir yang kreatif dalam mengimplementasikan pembelajaran di sekolah. Guru perlu memiliki wawasan yang luas dan terbuka dalam menerima perubahan untuk mengimplementasikan pembe-lajaran yang bersifat kreatif.
KONSEP KREATIVITAS DAN CIRI KREATIF
Chaplin (dalam Soesilo, 2012) menyatakan bahwa kreatif berkenaan dengan penggunaan atau upaya memfungsikan kemampuan mental produktif dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah, atau upaya pengembangan bentuk-bentuk artistik dan mekanis – biasanya dengan maksud agar orang mampu menggunakan informasi yang tidak berasal dari pengalaman atau proses belajar secara langsung, akan tetapi berasal dari perluasan konseptual dari sumber-sumber informasi tadi.
Kreativitas bukan hanya dipandang sebagai temuan yang bersifat baru, tetapi juga sebagai suatu proses yang memiliki keunikan dipandang dari proses-proses yang lain. Kreatif seseorang juga dapat dilihat dari proses selama menjalankan kegiatan atau usaha yang digelutinya tersebut. Selama menggeluti usaha dari awal hingga akhir dalam menyelesaikan pekerjaan atau kegiatan tersebut, dibutuhkan keterbukaan pada hal baru, panjang akal, ketekunan, temuan dan unsur-unsur kreatif lainnya.
Menurut Hurlock (dalam Soesilo, 2012) bahwa kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru. Sedangkan Rogers (dalam Soesilo, 2012) menjelaskan bahwa proses kreatif sebagai “munculnya dalam tindakan suatu produk baru yang tumbuh dari keunikan individu di satu pihak, dan dari kejadian, orang-orang, dan keadaan hidupnya di lain pihak”. Berdasar pendapat ini, Rogers nampaknya menekankan pada dua hal penting yakni (1) aspek baru dari produk kreatif yang dihasilkan, (2) aspek interaksi antara individu dan lingkungannya/kebudayaannya.
Kreativitas adalah suatu proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, apakah suatu gagasan atau suatu objek dalam suatu bentuk atau susunan yang baru (dalam Soesilo, 2012). Sedangkan Torrance (dalam Soesilo, 2012) menekankan adanya ketekunan, keuletan, kerja keras, jadi tidak tergantung timbulnya inspirasi. Maksudnya bahwa kreativitas mebutuhkan proses yang cukup panjang, tidak terhenti pada adanya atau timbulnya inspirasi belaka. Kreativitas membutuhkan tindakan atau kerja seperti ketekunan, keuletan, kerja keras agar dapat mewujudkan inspirasi atau keinginan.
Di bawah ini dijelaskan 13 ciri-ciri kreatif yang berdasarkan afeksi dan kognisi. Masing-masing ciri-ciri kreatif satu dengan yang lain dapat saling terkait. Peserta didik maupun bersama dengan guru dapat mengidentifikasi ciri kreatif peserta didik itu sendiri. Adapun ciri-ciri kreatif individu sbb:
a. Hasrat keingintahuan yang cukup besar
b. Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru
c. Panjang akal
d. Keingintahuan untuk menemukan dan meneliti
e. Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit
f. Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan
g. Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas
h. Berfikir fleksibel
i. Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban lebih banyak
j. Kemampuan membuat analisis dan sintesis
k. Memiliki semangat bertanya serta meneliti
l. Memiliki daya abstraksi yang cukup baik
m. Memiliki latar belakang membaca yang cukup luas
Dengan demikian, ada sekitar 13 ciri-ciri kreatif ditinjau dari afeksi maupun kognisi di atas. Di antara sejumlah ciri-ciri tersebut ada bagian-bagian yang ternyata sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Misalnya, ciri hasrat keingintahuan yang cukup besar, sangat erat kaitannya dengan ciri keingintahuan untuk menemukan dan meneliti, dan juga erat kaitannya dengan ciri memiliki semangat bertanya serta meneliti. Begitu juga ciri panjang akal, sangat erat kaitannya dengan berpikir fleksibel.
Hal yang terlebih penting bagi guru adalah bagaimana mengenalkan ke- 13 ciri tersebut kepada peserta didik, sehingga setiap peserta didik dapat mengidentifikasi ciri-ciri kreatifnya. Tentu masing-masing peserta didik memiliki ciri dominan pada bagian tertentu, dan sebaliknya ciri yang lain tidak begitu nampak. Oleh karena itu, adalah tugas guru untuk mengem-bangkan ciri kreatif peserta didiknya yang masih dirasa lemah.
KREATIVITAS BERDASAR TEORI PRESS
Salah satu teori kreativitas adalah teori Press yang dikembangkan oleh Rogers dan Vernon. Menurut teori press, agar kreativitas dapat terwujud maka diperlukan dorongan dari individu (motivasi intrinsik) maupun dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik).
Motivasi Intrinsik dari Kreativitas
Setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan untuk mewujudkan potensinya, dan dirinya. Dorongan berkembang menjadi matang, dan dorongan tersebut mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitasnya.
Menurut Rogers dan Vernon (dalam Basuki, 2010), dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya.
Kondisi eksternal yang mendorong perilaku kreatif
Kreativitas memang tidak dapat dipaksakan, tetapi harus dimungkinkan untuk tumbuh. Bibit unggul memerlukan suatu kondisi yang memupuk dan memungkinkan bibit itu untuk mengembangkan sendiri potensinya.
Bagaimana cara menciptakan lingkungan eksternal yang dapat memupuk dorongan dalam diri anak (internal) untuk mengembangkan kreativitasnya? Menurut pengalaman Carl Rogers dalam psikoterapi adalah dengan menciptakan kondisi keamanan dan kebebasan psikologis.
Belajar dari teori press di atas, apakah yang perlu dilaku-kan guru agar peserta didiknya mau dan mampu mengembang-kan atau bertindak kreatif? Guru tentu dapat mempelajari bagaimana menciptakan motivasi internal peserta didik agar mampu dan berusaha untuk meraih prestasi akademik maupun non-akademiknya. Salah satu yang dibutuhkan adalah pemberian fasilitas yang dapat mengakomodasi perkembangan potensi peserta didik. Di lain pihak, penciptaan suasana keamanan dan kebebasan psikologis juga sangat dibutuhkan dalam berbagai peristiwa pembelajaran. Ada banyak metode pembelajaran yang menekankan pentingnya aktivitas peserta didik, bahkan mendorong munculnya perwujudan kreativitas (berpikir divergen) peserta didik, antara lain berupa metode problem solving, metode Discovery, metode Curah Pendapat.
Kebiasaan guru untuk memberi tanggapan secara positif terhadap pendapat setiap peserta didik merupakan wujud motivasi eksternal yang memacu keberanian peserta didik dalam mengemukakan pendapatnya. Implementasi motivasi eksternal seperti hal tersebut seringkali dalam dunia pendidikan disebut reinforcement, yakni suatu penguatan atau dukungan dari guru mengenai pendapat atau jawaban peserta didik. Adanya pemberian penguatan tersebut peserta didik merasa dihargai, bahkan akan mendorong peserta didik tergugah (terdorong) untuk berani atau mengulang dalam mengemukakan pendapat-nya.
Tentu hal demikian memiliki konskwensi terhadap guru, yakni guru perlu memiliki sikap empati yang dapat menghayati pandangan, sikap dan perilaku peserta didiknya. Sikap keterbu-kaan guru mengenai berbagai hal sesuai norma dan budaya yang ada akan mendorong peserta didik untuk berani mengeksplorasi pandangan maupun penilaiannya mengenai suatu hal. Dengan demikian, sebaiknya guru memiliki bekal pengetahuan yang luas sehingga dapat dengan cepat memahami pandangan atau penilaian peserta didiknya.
PENGEMBANGAN KREATIVITAS MELALUI PEMBELAJARAN
Seperti yang diuraikan di atas bahwa perwujudan kemampuan berkreasi merupakan suatu kebutuhan untuk tetap survive atau eksis dalam kehidupan seseorang maupun kelompoknya. Kenyataannya, tidak sedikit para pendidik atau bahkan para pemimpin bangsa ini yang hanya mengandalkan penggunaan cara berpikir konvergen; tidak berani menghadapi persoalan dalam tugas dan tanggung jawabnya dengan menggunakan cara berpikir divergen, apalagi yang ‘nyentrik’ atau unik. Tidak semua individu mampu untuk ‘mengasah’ kreativitasnya dalam kehidupan sehari-hari yang dilaluinya. Oleh karena itu, cara berpikir kreatif perlu ditanamkan sejak usia dini, baik melalui pendidikan formal maupun informal dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap manusia perlu dididik agar selalu berbuat aktif tanpa adanya kekangan atau ketidaknyamanan dalam mewujudkan setiap gagasan atau keinginan baiknya. Dalam pendidikan, peran guru tidak hanya memberi bekal tentang pemahaman suatu pengetahuan belaka, tetapi metode dan proses pembelajaran perlu diformulasikan agar mengakomodasi pengembangan kemampuan kreatif peserta didiknya. Melalui implementasi metode dan proses pembelajaran yang kreatif tersebut, maka setiap insan manusia menjadi terbiasa untuk bertindak mengatasi berbagai bentuk persoalan-persoalan dalam pembelajaran. Kondisi ini juga akan dapat membekali diri dalam mengatasi beragam persoalan hidupnya yang nyata dihadapinya baik saat ini maupun yang akan datang.
Seyogyanya, lembaga pendidikan selalu menganalisis sasaran pendidikan dan kurikulum untuk mengetahui fungsi-fungsi mental apa yang dituju dalam pendidikan. Namun, sangat disayangkan, sejauh ini pendidikan lebih banyak menekankan pada pentingnya untuk meraih tingginya nilai atau hanya lulus dalam UN atau UAS. Hal itu bukanlah tidak penting, tetapi pencapaian target sasaran sesuai tujuan pendidikan merupakan tujuan utama penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Selain itu, juga tidak kalah pentingnya adalah mengembangkan potensi kreatif setiap peserta didik agar dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masa depannya kelak.
Semiawan (2000) menyarankan 10 ciri KBM yang mengembangkan kreativitas:
· Menciptakan tugas yng dikehendaki peserta didik
· Dilandasi rasa ingin tahu peserta didik
· Memungkinkan pengembangan sensivitas anak
· Memberi kelonggaran untuk elaborasi dan berpikir divergen
· Menghindari penghakiman
· Adanya kebebasan bereksperimen
· Pembelajaran yang positif
· Peserta didik dihadapkan ke persoalan riel
· Pemecahan masalah terarah ke identifikasi tantangan-tantangan baru
· Menempatkan peserta didik sebagai subjek dan evaluasi yang tepat
Kreativitas dapat dikembangkan melalui pembelajaran yakni salah satunya dengan mengimplementasikan suatu metode yang lebih banyak mengakomodasi berpikir divergen para peserta didik. Selain itu, di luar pembelajaranpun guru juga masih memiliki kesempatan untuk membina potensi bakat dan kreativitas peserta didik. Oleh karena itu, pengembangan kreativitas dapat digolongkan melalui kegiatan pembelajaran, dan pasca pembelajaran.
Penegembangan Kreativitas dalam Pembelajaran
Ada cukup banyak metode pembelajaran yang dapat mengakomodasi pengembangan kreativitas peserta didik. Adapun teknik-teknik yang digunakan untuk mengembangkan kreativitas dalam kegiatan intra kurikuler, khususnya dalam pembelajaran antara lain adalah:
a. Melakukan pendekatan inquiry (pencaritahuan)
Model yang didasarkan pada penemuan model pem-belajaran meliputi: penemuan terbimbing, pembelajaran ber-basis masalah, pembelajaran berbasis simulasi, pembelajaran berbasis kasus, pembelajaran insidental. Menurut Jerome Bruner (Syah, 2003) bahwa Inquiry Discovery Learning adalah teori penyelidikan pembelajaran berbasis konstruktivis yang terjadi dalam pemecahan masalah situasi di mana warga belajar menarik pada pengalaman masa lalu sendiri dan pengetahuan yang ada untuk menemukan fakta dan hubungan dan kebenaran baru yang akan dipelajari. Peserta didik berinteraksi dengan dunia (lingkungan) dengan mengeksplorasi dan memanipulasi obyek, bergulat dengan pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan. Hal ini dapat lebih memudahkan untuk mengingat konsep dan pengetahuan yang ditemukan pada mereka sendiri. Peserta didik diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri dengan teknik pendekatan pemecahan masalah (problem solving techniques)
Adapun alasan menggunakan pendekatan inquiry dalam pembelajaran, antara lain karena:
· Memungkinkan anak menggunakan semua proses mental untuk menemukan konsep atau prinsip ilmiah.
· Banyak memberi keuntungan, antara lain meningkatkan fungsi inteligensi, membantu anak belajar melakukan penelitian, meningkatkn daya ingat, menghindari proses belajar secara menghafal, mengembangkan kreativitas, meningkatkan aspirasi, membut proses pengajaran menjadi student centered sehingga dapat membantu lebih baik ke arah pembentukan konsep diri, memberikan lebih banyak kesempatan bagi anak binaan untuk menampung serta memahami informasi.
· Menghindari pengembangan yang terlalu kaku dan otoriter, agar anak dapat berpikir secara bebas, bekerja dengan baik karena ia merasa aman dan mengetahui tujuannya, mewujudkan potensi kreativi-tasnya karena diperkenankan untuk melakukannya.
b. Menggunakan teknik sumbang saran (brain storming)
Teknik sumbang saran biasanya juga digunakan dalam pembelajaran dalam bentuk diskusi di kelas, yang dipimpin oleh guru. Jika guru seringkali (terbiasa) mengguna-kan teknik sumbang saran ini dalam pembelajaran, maka anak-anak (peserta didik) akan terbiasa berpikir kreatif. Adapun tahap yang perlu dilalui dengan cara:
· Suatu masalah dikemukakan oleh guru, dan anak diminta untuk mengemukakan gagasannya dalam merespon (mengatasi) masalah tesebut
· Selanjutnya, anak diminta meninjau gagasan-gagasan tersebut, dan menentukan gagasan yang akan digunakan dalam pemecahan masalah tersebut
c. Pemberian contoh (suri teladan) melalui sikap, kebiasaan berpikir dan perilaku guru
Pengembangan kreativitas peserta didik bukan hanya melalui proses dan penggunaan suatu metode pembelajaran. Sikap, kebiasaan dan perilaku berpikir guru dalam menangani suatu persoalan juga merupakan wahana untuk membina kreativitas peserta didik, karena peserta didik pada umumnya juga meneladani sikap, cara, dan kebiasaan perilaku gurunya. Contoh kecil, ketika guru sedang menulis di papan tulis atau white board tetapi tiba-tiba papan tersebut jatuh karena pakunya tidak kuat. Tentu guru berusaha mengembalikan posisi papan tersebut sehingga dapat dimanfaatkan kembali. Ada banyak cara untuk mengembalikan posisi papan tersebut, tetapi guru perlu menentukan cara mana yang lebih cocok dengan situasi yang ada pada saat kejadian tersebut.
Ketika white board yang akan dipakai guru ternyata masih banyak tulisan, yang kebetulan tidak ada penghapus white board, maka guru harus berupaya mencari cara untuk menghapusnya. Ada beberapa cara untuk mengatasi persoalan tersebut.
Contoh lainnya, jika guru sedang melaksanakan pembelajaran, namun ada dua peserta didik yang berbicara sendiri sehingga mengganggu proses pembelajaran tersebut. Apa yang diperbuat guru untuk mengatasi terganggunya proses pembelajaran tersebut? Tentunya, antara guru yang satu dengan guru yang lain memiliki cara beragam, tergantung situasi dan kondisinya serta kebiasaan masing-masing.
Jika kebiasaan-kebiasaan berpikir kreatif guru tersebut diwujudkan di depan para peserta didik, maka para peserta didik bukan hanya menilai tentang kemampuan kreativitas gurunya, tetapi baik disengaja maupun tidak para peserta didik juga berupaya meneladani kebiasaan guru yang dianggap baik tersebut. Bukankah, guru sering diartikan sebagai orang yang ”dapat digugu dan ditiru”?
d. Mengakomodasi berpikir divergen melalui soal/tugas
Dalam membuat soal atau tugas yang dikerjakan oleh peserta didik, pada umumnya guru hanya berorientasi pada makin lengkapnya soal sesuai materi maka semakin baik. Hal tersebut bukanlah suatu pandangan atau kebiasaan yang salah, karena memang guru dituntut untuk dapat mengevaluasi kemampuan peserta didik terhadap semua materi yang harus dipelajarinya. Namun, pemahaman atau kebiasaan tersebut akan menjadi semakin lengkap dan baik jika guru juga memperhatikan sifat soal, tingkat kesukaran, dan efek soal tersebut terhadap perkembangan kemampuan merespon peserta didiknya; salah satunya pengembangan untuk berpikir divergen.
Seperti yang dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa dalam membuat soal atau tes guru seringkali hanya memfokuskan pada cara berpikir konvergen peserta didiknya. Bahkan, guru juga membuat kisi-kisi jawaban soal tersebut secara ’saklek’ atau kaku, dimana jawaban peserta didik dinyatakan benar jika sesuai jawaban dari kisi-kisi jawaban guru, di luar itu dianggap salah. Jika guru memiliki kebiasaan membuat soal beserta kisi-kisinya yang menekankan cara berpikir konvergen saja, maka akan membuat kemampuan berpikir divergen peserta didik menjadi ’mandeg’ (tidak berkembang).
Di antara sekian materi pasti dapat dijumpai suatu materi yang dapat digunakan untuk mengasah kemampuan berpikir divergen peserta didik; yang mana jawaban peserta didik menjadi lebih luas tergantung alasan dan sudut pandang dalam menjawab soal tersebut. Kebiasaan dalam membuat soal yang membutuhkan berpikir divergen ini, memang membuat tugas guru dalam mengevaluasi jawaban peserta didiknya harus ekstra hati-hati dan memiliki pandangan yang luas. Namun, jika hal ini dilakukan, guru akan bersyukur karena melalui akomodasi berpikir divergen melalui tugas atau soal yang dikerjakan peserta didiknya akan menjadi peserta didik selalu terbiasa berpandangan luas, kritis, dan kreatif.
Pengembangan Kreativitas Pasca Pembelajaran
Pengembangan kreativitas bukan hanya dapat dilakukan pada saat pembelajaran belaka, tetapi di luar pembelajaranpun guru masih memiliki kesempatan untuk memperhatikan dan mengembangkan kreativitas peserta didiknya.
a. Memberikan penghargaan bagi prestasi kreatif
Penghargaan bukan hanya dibutuhkan bagi peserta didik yang berprestasi dalam bidang akademik, tetapi dalam bidang lainnya seperti bakat, karya kreatifpun juga butuh penghargaan dan dukungan bagi peserta didik yang telah mewujudkannya. Penghargaan yang diterima akan mempe-ngaruhi konsep diri anak secara positif yang meningkatkan keyakinan diri anak.
Torrance (daam Soesilo, 2012) memperkenalkan 5 prinsip bagaimana harus memberikan penghargaan bagi tingkah laku kreatif anak:
1. Menaruh respek terhadap pertanyaan-pertanyaan yang jarang terjadi
2. Menaruh respek terhadap gagasan yang kreatif dan imajinatif
3. Menunjukkan pada anak bahwa gagasan mereka memiliki nilai
4. Membiarkan anak binaan sekali-kali melakukan se-suatu sebagai latihan tanpa ancaman akan dinilai
5. Menghubungkan penilaian dengan penyebab dan konsekuensi.
b. Meningkatkan pemikiran kreatif melalui banyak media
Seringkali kreativitas itu sendiri membutuhkan media, meskipun tidak harus yang berbentuk modern (canggih); yang penting media tersebut memang tepat sesuai kebutuhan. Guru perlu mendukung dan memfasilitasi perwujudan kreatif peserta didiknya dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, adalah tugas guru untuk menyediakan (memfasilitasi) media yang dibutuhkan peserta didiknya ketika peserta didik akan atau sedang mewujudkan kreativitasnya.
Ada cukup banyak sumber daya yang berbentuk bahan buangan (sampah) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat barang kreatif bernilai tinggi. Seringkali kita menjumpai batang pohon, beragam daun, plastik, beragam jenis batuan, kerang, kayu ataupun barang lainnya yang mendorong untuk memunculkan inspirasi dan merubahnya (mengelolanya) sehingga menjadi barang yang bernilai kreatif tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut, sebaiknya guru juga membiasakan untuk menyediakan alat atau media untuk membina kreativitas peserta didik yang tersedia pada lingkungan setempat, bukan yang harus berbentuk modern (canggih).
PENUTUP
Pengembangan kreativitas bagi peserta didik merupakan suatu tuntutan yang tidak dapat dihindarkan. Perubahan paradigma penggunaan cara berpikir yang kreatif dalam mengimplementasikan pembelajaran di sekolah merupakan permasalahan yang cukup besar dihadapi dalam dunia pendidikan. Guru perlu memiliki wawasan yang luas dan terbuka dalam menerima perubahan untuk mengimplementasikan pembelajaran yang bersifat kreatif. Kreativitas dapat dikembangkan melalui pembelajaran yakni salah satunya dengan mengimplementasikan suatu metode yang lebih banyak mengakomodasi berpikir divergen para peserta didik, antara lain melalui pembelajaran dengan pendekatan inquiry (pencaritahuan), menggunakan teknik sumbang saran (brain storming), pemberian contoh (suri teladan) melalui sikap, kebiasaan berpikir dan perilaku guru, mengakomodasi berpikir divergen melalui soal/tugas. Pengembangan kreativitas pada pasca pembelajaran antara lain dapat dilakukan melalui memberikan penghargaan bagi prestasi kreatif, menggunakan atau memberi fasilitas beragam media agar pemikiran kreatif dapat diwujudkan.
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, Heru. 2010. Teori-Teori Mengenai Kreativitas. (http://v-class.gunadarma. ac.id/ mod/resource/view.php?id=15524.) diunduh tgl 3 Mei 2012
Cambell, David. 1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kanisius
Chaplin, J.P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Goman, Carol Kinsey. 1991. Kreativitas Dalam Bisnis: Suatu Pedoman Untuk Berpikir Kreatif — Manajemen 50 Menit. Jakarta: Binarupa
Guilford, JP. 1968. Intellegence, Creativity and Their Educational Implication. San Diego, Calif: R. R. Kanpp
Himes, Gary K. Mengembangkan Gagasan Kreatif Anda, dalam Timpes, A. Dale (ed). 1992. Kreativitas. Jakarta: PT Gramedia Asri Media
Hurlock, Elizabeth B. 1978. Child Development. London: MacGrwaw Hills. Inc
James R Evan. 1991. Berpikir Kreatif: dalam Pengambilan Keputusan dan Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara
Michael A West. 2000. Pengembangan Pibadi dan Profesi: Mengembangkan Kreativitas dalam Organisasi. Yogyakarta: Kanisius
Muhandar, Utami. 1977. Creativity and Education. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
……………….. 2002. Kreativitas dan Kerbekatan, Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: PT gramedia Pustaka Utama
…………………. 2004. Pengembangan Emosi dan Kreativitas. Jakarta ; Rineka Cipta
…………………. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Rawlinson. JG. 1986. Berpikir Kreatif dan Brain Storming. Jakarta: Erlangga
Rogers, C. 1982. Towards a Theory of Creativity. Dalam P.E Vernon (Ed.), Creativity. Middlesex: Penguin Books.
Semiawan, Conny. 1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: PT Grasindo.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rinka Cipta
Soesilo, T.D. 2000. Mengeksploitasi Nilai Plus Sekolah sebagai Modal Pengembangan, dalam KOMPAS, 11 September 2000.
…………. 2012. Pengembangan Kreativitas: Teori, Ciri, dan Proses Kreatif. Salatiga: Griya Media.
Torrance, EP. 1974. Norms-Technical Manual Torrance Test of Creative Thinking. Lexington, Massachusetts: Ginn & Company (Xerox Corparoration)
Petty, Geoffrey. 2002. How to be better at… creativity Memaksimalkan Potensi Kreatif. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Psychology Gunadarma University. 2012. Pengembangan Kreativitas dan Keberbakatan (http://psikologi-1pa05.blogspot.com/2012/03/pengembangan-kreativitas-dan.html) diunduh tgl 11 Juni 2012
Wycoff. J. 2002. Menjadi Super Kreatif Melalui Metode Pemetaan. (hhtp://www.suaramerdeka.com./harian/0312/15/kha 1.htm.) diunduh tgl 5 Mei 2012