Pengembangan Model Pretend Play
PENGEMBANGAN MODEL PRETEND PLAY DALAM PEMBINAAN KARAKTER
PADA ANAK-ANAK PEMULUNG DI KOTA SALATIGA
Tritjahjo Danny S
Y. Windrawanto
Staf Pengajar FKIP
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRAK
Penelitian ini berupa Research and Development berdasar pendapat Borg & Gall, untuk mengembangkan model Pretend Play. Penelitian ini bertujuan mengembangkan model Pretend Play yang tepat dalam melakukan pembinaan karakter anak-anak pemulung. Penelitian ini dilakukan di daerah kumuh sebagai kampung pemulung, dengan subjek anak-anak pemulung sejumlah 29 anak.. Model pretend play yang dikembangkan dalam penelitian ini dengan mengikuti 5 tahap pelaksanaannya yakni berupa tahap penjelasan, persiapan, pelaksanaan, refleksi dan tahap pelaksanaan. Selama pelaksanaan lima (5) sesi pretend play, sikap dan perilaku anak-anak pemulung telah mengalami perubahan menjadi berkarakter yakni kreatif, serius, bekerja keras, tertib, terbuka, mandiri, sabar, bersahabat, berkomunikasi, saling perhatian, saling membantu, peduli lingkungan, saling menghormati antar agama, memiliki toleransi social, tidak saling menghakimi, jujur, dan menghargai prestasi. Ciri khas yang ditekankan dalam penelitian pengembangan atau penerapan pretend play ini yaitu (1) Topik pretend play disesuaikan dengan kondisi lingkungan anak (2) Setiap anak diberi peran sehingga menjadi aktif dan dapat merasakan perannya (3) Setiap anak diberi peran yang bersifat menantang (4) Memberi fleksibilitas terhadap imajinasi, pemikiran atau ide anak-anak selama permainan berlangsung (5) Anak-anak disiapkan secara mental dan difasilitasi daam permainannya, dan (6) Pembimbing yang berkarakter.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki peran sangat penting dalam pembangunan bangsa. Diharapkan melalui pendidikan, individu mampu mengembangkan potensinya sehingga bisa dikontribusikan bagi kemajuan bangsa. Ironisnya di Indonesia ini tidak sedikit anak-anak tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, terutama yang tinggal di daerah kumuh.
Di setiap perkotaan Indonesia dapat dipastikan memiliki daerah kumuh, antara lain di Kota Salatiga adalah di kampung Nanggulan RT 16, pada umumnya mata pencaharian keluarga sebagai pemulung. Lingkungan kumuh tersebut penuh dengan tumpukan sampah dan sangat bau, kondisinya cukup memprihatinkan. Akibat kondisi sosial ekonomi orangtua sebagai pemulung, membuat anak-anak yang masih sekolah harus bekerja seperti orang tua dengan membantu memungut barang-barang yang sudah tidak dipakai dan dijual lagi. Anak-anak tidak mempunyai waktu untuk belajar karena harus bekerja; dan tidak memiliki tempat belajar yang kondusif untuk belajar dengan baik. Selain itu, anak-anak memiliki tutur kata dan tingkah laku yang tidak selayaknya. Sikap dan perilaku anak-anak pemulung tersebut sebagai akibat mencontoh dari kebiasaan tingkah laku dan tutur kata orangtuanya.
Selain kondisi lingkungan fisik yang kurang baik, kehidupan sosial keluarganya sendiri juga kurang rukun. Suama istri sering bertengkar dan berbicara kasar; dan anak-anak mendengar pertengkaran tersebut. Hal tersebut berdampak pada timbulnya perilaku negatif anak-anak, seperti berteriak-teriak ketika bicara, agresif dalam pergaulan, senang memberontak dan tidak memiliki sopan santun. Orang tua seringkali memukuli anak-anak agar mudah diatur, karena anak-anak tidak memiliki sopan santun.
Kampung Nanggulan RT 16 adalah salah satu kampung yang membutuhkan pertolongan. Salah satu kebutuhannya adalah perlunya perubahan sikap perilaku pada anak-anak karena sikap perilaku anak-anak tidak menunjukkan sikap perilaku yang sesuai perkembangan usianya. Diharapkan melalui penelitian pengembangan theory of Mind khususnya melalui pretend play secara berkelompok dapat menanamkan karakter pada diri setiap anak. Pembinaaan karakter sangat diperlukan bagi anak-anak yang memiliki potensi untuk nantinya menjadi generasi penerus bangsa.
KAJIAN PUSTAKA
Pembinaan Karakter
Karakter adalah keteguhan batin yang dikembangkan secara sadar, yang berurat dalam diri seseorang, yang menjadi energinya dalam bertindak sehari-hari untuk mencapai tujuan nilai-nilai moral yang tinggi. Baswardono (2010) mengatakan bahwa karakter adalah mengetahui hal yang benar untuk dilakukan, dan selalu melakukan hal yang benar, bahkan ketika tidak ada orang yang melihat kita berbuat hal benar tersebut. Karakter adalah kepercayaan terhadap suatu sistem benar dan salah, dikombinasikan dengan kemauan untuk melakukan apa yang benar terlepas dari resikonya. Anak berkarakter akan berkata, “Apa hal yang tepat untuk dilakukan?” sementara seseorang anak yang tanpa karakter akan berkata, “Apa untungnya bagi saya?”. Karakter berkaitan dengan masalah hati – bagian dalam setiap orang, bukan luar diri setiap orang. Pondasi seseorang adalah karakter yang dimilikinya.
Menurut Baswardono (2010) ada 6 sifat karakter dasar yang dimiliki dan dibutuhkan oleh anak-anak. Pertama, iman. Iman memberikan seseorang kemampuan untuk melihat melampaui apa yang dekat dengannya. Kedua, integritas. Seseorang yang memiliki integritas mempunyai sifat jujur, terbuka, dan konsisten, tidak peduli bagaimana keadaannya. Anak yang memiliki integritas mengabdikan dirinya demi keyakinan dan prinsip-prinsip hidupnya. Ketiga, sikap tenang. Tenang adalah kemampuan untuk tidak panik ketika hal-hal disekitarnya kacau balau. Ketenangan adalah kemampuan untuk bertindak dengan cara yang tepat dalam situasi tertentu. Keempat, disiplin diri. Disiplin diri didefinisikan sebagai kemampuan untuk menunda pemuasan. Kelima, daya tahan. Daya tahan adalah kemampuan untuk tetap menghadapi masalah didepannya dan tidak menyerah. Setiap anak akan menghadapi banyak tantangan dalam hidupnya. Keenam, keberanian. Keberanian yang sesungguhnya adalah tetap takut dan sekaligus melakukan hal yang tepat untuk menghadapinya. Anak-anak akan menghadapi banyak godaan, tapi keberanian memungkinkan anak-anak untuk membuat keputusan yang tepat. Memiliki keberanian untuk melakukan apa yang benar akan menghasilkan bermacam-macam buah kehidupan.
Karakter yang dimiliki oleh seseorang dapat berubah ketika mengalami suatu kejadian atau di waktu yang lain. Hal ini sesuai dengan pandangan Baswardono (2010) yang mengatakan
satu hal yang perlu Anda ingat saat mempelajari daftar karakter: Tuhan tidak pernah berhenti mencintai kita, walau barang sejenak, karena “setiap orang berdosa memiliki masa lalunya, dan setiap orang suci memiliki masa depannya”. Dengan kata lain, jika Anda atau anak-anak memiliki sifat karakter yang Anda anggap buruk, menjengkelkan, bahkan tidak saleh, ingat bahwa karakter itu selalu mungkin untuk berubah.
Theory of Mind
Theory of Mind yang selanjutnya dalam tulisan ini disingkat dengan TOM adalah kemampuan dalam memahami status mental diri dan orang lain. Status mental ini akan berfungsi bagi anak untuk memahami, menerangkan atau memprediksi perilaku melalui apa yang diinginkan dan diyakini. Doherty (2009) menyatakan dengan memahami keyakinan dalam dirinya maka seorang anak akan mampu dalam (1) Memprediksi perilaku, artinya dengan TOM anak memiliki perilaku yang dapat diramalkan. (2) Menerangkan perilaku, artinya ketika anak mampu berkembang TOM nya, maka anak akan mampu memaknai perilaku seseorang. (3). Memanipulasi perilaku, artinya bahwa dengan TOM anak mampu membuat perilaku untuk meyakinkan orang lain agar berperilaku dan kemudian anak akan mampu mendeteksi bahwa perilaku yang dilakukan oleh orang lain hanya pura-pura dan tidak sungguh-sungguh.
Selain dari tiga alasan tersebut sebagai unsur penguat dari keyakinan, maka untuk memunculkan sebuah perilaku maka perlu didukung dari unsur keinginan. Keyakinan dan keinginan adalah dua unsur yang membuat perilaku dapat dianalisis dari fungsinya memprediksi perilaku, menerangkan perilaku dan memanipulasi perilaku.
Pretend Play
Theory of mind dalam pengembangannya dapat dikaitkan dengan proses bermain pura – pura atau pretend play. Melalui pretend play, anak dapat belajar memahami apa yang dirasakan orang lain yang perannya sedang dimainkan.
Mc. Cune – Nicolich & Feuson (1984, dalam Lidz 2003) menyampaikan bahwa bermain memiliki kriteria antara lain mengejar kesenangan sendiri, lebih fokus pada arti atau proses daripada akhir, mengarah pada eksplorasi objek agar dapat melakukan sesuatu dengan objek, tidak dipertimbangkan sebagai sebuah usaha yang serius sebab tidak ada hasil realistik yang diharapkan, tidak diperintah oleh aturan-aturan dari luar, dan dikarakteristikkan dengan pemakaian waktu yang aktif dari permain. Dengan demikian, karena bermain adalah aktivitas yang menyenangkan maka yang terjadi adalah muncul keinginan untuk mengulanginya. Peran aktif dari pemain memberikan efek pada penguatan aspek yang dirangsang dari bermain.
Melalui pretend play anak juga memahami mental representations. Dengan kemampuan ini anak akan memahami bagaimana reaksi orang lain dan apa yang harus dilakukan untuk mengimbangi reaksi orang lain. Curran (1999) menyebutkan bahwa dalam bermain pretend play anak akan melihat sebuah rangkaian perilaku yang akan dilakukan dan melaui rangkaian perilaku tersebutlah anak mengembangkan peran yang harus dimainkannya. Ekspresi yang dikeluarkan anak ketika memainkan suatu peran membuktikan bahwa anak telah belajar emosi dan peran yang harus dimainkannya. Oleh karena itu dalam memainkan permainan pretend play ini akan menjadi lebih baik dilakukan dalam bermain bersama, bukannya sendirian (solitary pretend play). Schwebel (1999) menyebutkan bahwa dalam solitary pretend play tidak terkait dengan kemampuan repsentasi mental atau tidak berhubungan dengan theory of mind.
Proses bagaimana theory of mind dalam bermain akan mampu membangun karakter anak dapat dilihat dalam gambar di bawah ini.
Bermain Pretend Play secara berkelompok
|
Pemahaman diri dan pemahaman terhadaporanglain
|
Ber-ulang-ulang
|
Theory of mind
Memprediksi Menerangkan Perilaku Memanipulasi
|
Karakter anak
|
Pemahaman status mental diri dan orang lain
|
Menguatkan
|
Mengembangkan
|
Membangun
|
Gambar 1. Dinamika pretend play, theory of mind dan membangun karakter
Berdasarkan gambar 1 tersebut di atas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam melakukan bermain pretend play secara berkelompok seorang anak melakukan rangkaian aktivitas bermain yang didalamnya mengandung unsur memprediksi, menerangkan dan memanipulasi sehingga anak mampu memahami diri dan juga memahami orang lain. Bermain adalah aktivitas yang menyenangkan anak, sehingga memungkinkan dilakukan secara berulang-ulang. Kegiatan yang berulang-ulang ini membentuk kebiasaan anak dan akhirnya menguatkan pemahaman status mental diri dan orang lain. Terjadilah pengembangan theory of mind anak, yang memberikan dampak membangun karakter anak.
Karakter empati dan toleransi anak terbentuk dengan seringnya dalam proses bermain pretend play secara berkelompok. Anak tidak dapat memaksakan kehendakya pada anak yang lain dan reaksi dalam memainkan peran dan alat mainan yang dilakukan disadari akan berdampak pada anak yang lain. Akibatnya pemahaman terhadap status mental diri dan orang lain ini mendasari terbentuknya toleransi dan empati anak.
Kreatif anak akan terarah dalam bermain pretend play secara berkelompok ketika anak lain melakukan aktivitas tertentu akan membangkitkan ide bagi anak untuk melakukan sesuatu. Kreatif ini juga muncul ketika anak melakukan proses simbolisasi. Semakin sering simbolisasi dilakukan dalam bermain pretend play secara berkelompok akan merangsang anak tentang pemahaman perilaku orang lain khususnya aspek manipulasi perilaku dalam theory of mind. Bermain pretend play secara berkelompok ini akan merangsang anak dalam melakukan komunikasi dengan anak yang lain.
LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN
Prosedur pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini, diadaptasi dari model Borg & Gall (1983). Model ini dinamakan penelitian dan pengembangan (Research and Development). Berdasar pendapat Borg & Gall (2003, dalam Gay, dkk., 2009) prosedur penelitian pengembangan ini mencakup dua tujuan utama, yaitu: (1) mengembangkan produk berupa model bimbingan kelompok yang digunakan untuk pembinaan karakter anak-anak pemulung, dan (2) menguji keefektifan model pembinaan tersebut.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian pengembangan model pretend play dalam pembinaan karakter ini adalah anak-anak pemulung yang berdomisili di kampung Nanggulan dan sekitarnya, sejumlah 29 anak. Di antara 29 anak tersebut dominan berusia 7 tahun ke atas, yang terdiri dari 10 anak berusia 7 – 9 tahun, dan 9 anak berusia di atas 10 tahun. Anak-anak yang berusia 5 – 6 tahun ada 7 anak, dan yang berusia kurang dari 4 tahun ada 3 anak.
Teknik Analisis
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini berupa analisis kualitatif mengenai sikap dan perilaku anak-anak pemulung. Diharapkan terjadi perubahan sikap dan perilaku serta tutur kata anak-anak pemulung sesuai indikator yang ditetapkan. Sebelum diimplementasikan, terlebih dahulu temuan theory of mind khususnya model pretend play dalam pembinaan karakter bagi anak-anak pemulung tersebut divalidasi oleh pakar atau konselor.
HASIL PENGEMBANGAN DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan Model Pretend Play
Model Pretend Play dalam penelitian ini dilaksanakan sampai 5 sesi yang masing-masing memiliki topik berbeda-beda. Adapun topik pada masing-masing sesi adalah (1) “kehidupan berkeluarga” (2) “kesibukan lalu lintas jalan raya” (3) “naik kereta api” (4) “kesibukan para pedagang dan pembeli di pasar”, dan (5) “aktivitas dan layanan di rumah sakit”. Selama pelaksanaan masing-masing sesi, pretend play dilakukan dua kali dengan peran saling bergantian, sehingga masing-masing siswa diharapkan dapat menghayati perannya yang berbeda.
Setiap sesi memiliki beberapa tahap pelaksanaan yaitu tahap penjelasan, tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap refleksi, dan tahap evaluasi. Pada sesi pertama, tahap refleksi tidak dilaksanakan. Pada tahap penjelasan dilakukan beberapa kegiatan yaitu pemunculan motivasi, pembentukan kelompok, dan kesepakatan pemeran serta jalan cerita. Pada tahap persiapan, para pemeran secara bersama – sama menyiapkan property dari bahan – bahan bekas. pada tahap pelaksanaan, para pemeran melakukan perannya masing – masing. Pada umumnya, tahap pelaksanaan dilakukan dalam dua kali pemeranan dengan peran yang berbeda. Pada tahap refleksi, para pemeran menyampaikan perasaan dan pikiran yang muncul selama melakukan perannya. Sharing yang terjadi kadang mengarah pada terjadinya diskusi tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemeran. Fasilitator memberikan fasilitasi dalam memperdalam refleksi pemeran, khususnya dalam memaknai pengalaman dari dua peran yang berbeda. Pada tahap evaluasi, peserta dan fasilitator melakukan evaluasi pelaksanaan pretend play. Evaluasi mencakup pemeranan, perilaku (karakter) yang muncul maupun yang belum muncul, dan tindak lanjut dari sesi yang baru saja dilalui.
ANALISA HASIL PENELITIAN
Analisa hasil penelitian ini diawali dari setiap implementasi pretend play, dan hasil secara keseluruhan. Penekanan analisa terutama pada adanya perubahan sikap dan perilaku anak, yang diharapkan sudah menunjukkan adanya karakter. Selain itu, dalam penelitian ini juga menekankan analisa terhadap semakin baiknya (perkembangan) model pretend play.
Hasil pembinaan karakter terwujud dari adanya perubahan sikap dan perilaku anak-anak setelah mengimplemen-tasikan parannya pada masing-masing sesi pretend play. Oleh karena itu, karakter anak dianalisa berdasarkan pada setiap implementasi sesi pretend play. Adapun karakter yang muncul pada setiap sesinya adalah sbb.
Sesi 1 (uji Coba) “kehidupan berkeluarga” Karakter yang nampak (terwujud) selama pelaksanaan sesi 1 adalah sikap disiplin, tanggung jawab, bertoleransi, kreatif, dan saling menghargai. Ada banyak karakter lain yang diharapkan muncul sebagai sikap dan perilaku anak-anak selama pretend play sesi 1 tersebut, tetapi ternyata tidak atau belum nampak. Hal ini diduga anak-anak kurang senang dengan perannya karena (1) kurang menantang, (2) tidak sesuai dengan imajinasi yang selama ini dimilikinya, antara lain ayah yang sebagai pekerja kantoran pada hal pada umumnya orangtua anak-anak adalah pemulung, (3) belum semua anak memiliki peran .
Sesi 2 “kesibukan lalu lintas jalan raya” Pada sesi 2, ternyata memunculkan beragam sikap dan perilaku yang berkarakter antara lain berupa kreativitas, serius, kerja keras, terbuka, mandiri, bersahabat, kejujuran peduli lingkungan, toleransi, kerjasama, tertib, peduli social, saling menghargai, bersahabat dan komunikatif, saling memperhatikan, dan bertanggung jawab.
Sesi 3 “Naik kereta api” Selama pelaksanaan sesi 3 tentang “naik kereta api” ternyata memunculkan beragam sikap dan perilaku yang berkarakter seperti pada sesi 2 (sebelumnya), terutama tentang kreativitas, serius, kerja keras, terbuka, mandiri, bersahabat, peduli lingkungan, saling menghormati antar agama, dan menghargai prestasi.
Sesi 4 “Kesibukan para pedagang dan pembeli di pasar” Sikap dan perilaku anak-anak yang diindikasikan berkarakter pada sesi 4 ini juga tidak jauh berbeda dengan sesi-sesi sebelumnya, antara lain berupa kreativitas dan keseriusan, kerja keras, terbuka, mandiri, bersahabat dan saling membantu, peduli lingkungan, toleransi beragama, tertib, peduli social, saling menghargai, kejujuran, saling perhatian, dan toleransi social.
Sesi 5 “Aktivitas dan layanan di rumah sakit” Sikap dan perilaku yang mencerminkan berkarakter dimunculkan oleh anak-anak tidak jauh berbeda dengan sikap dan perilaku yang nampak pada sesi-sesi pretend play sebelumnya. Sikap dan perilaku tersebut antara lain keseriusan, keterbukaan, usaha keras dan kemandirian, kreativitas, saling perhatian, saing membantu, bekerja keras, toleransi beragama, toleransi sosial, bersahabat dan berkomunikasi, serta peduli lingkungan.
Ciri Khas Pretend Play
Ciri-ciri khas pretend play hasil temuan peneliti adalah: Topik pretend play perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan anak, setiap anak perlu diberi peran sehingga menjadi aktif dan dapat merasakan perannya, setiap anak diberi peran yang bersifat menantang, memberi fleksibilitas terhadap imajinasi, pemikiran atau ide anak-anak selama permainan berlangsung, setiap sesi mengikuti 5 tahap berupa tahap penjelasan, persiapan, pelaksanaan, refleksi dan tahap evaluasi, anak-anak harus disiapkan secara mental (penjelasan dan pembagian peran) maupun fisik (penyediaan sarana prasarana permainan, akomodasi), perlu pembimbing atau fasilitator yang berkarakter, penyediaan instrumen untuk pengumpulan data.
PEMBAHASAN
Sebelum mengikuti kegiatan pembinaan karakter melaui pretend play, sikap dan perilaku anak-anak pemulung terbiasa berteriak-teriak ketika bicara, agresif dalam pergaulan, senang memberontak dan tidak memiliki sopan santun. Namun, selama pelaksanaan 5 sesi pretend play, penelitian ini telah mengidentifikasi sikap dan perilaku anak-anak yang berkarakter. Beberapa sikap dan perilaku anak-ana yang diindikasikan berkarakter tersebut nampak relatif stabil yakni selalu nampak selama pelaksanaan sesi pretend play. Sikap dan perilaku anak-anak yang nampak selama pembinaan karakter melalui 5 sesi pretend play di atas antara lain kreatif, serius mengerjakan tugas, kerja keras, terbuka, mandiri, bersahabat, peduli lingkungan, toleransi beragama, peduli dan toleransi social, kerjasama, tertib, saling menghargai, bersahabat dan komunikatif, saling memperhatikan, bertanggung jawab. Sedangkan sikap jujur baru nampak belakangan, setelah anak-anak mengikuti tahap refleksi pada sesi ketiga dan seterusnya.
Sesuai uraian dalam teori sebelumnya bahwa karakter yang dimiliki oleh seseorang dapat berubah ketika mengalami suatu kejadian, selama kejadian tersebut dapat dimaknai oleh yang bersangkutan (anak-anak). Memberikan teladan sikap dan perilaku yang berkarakter, tentu lebih efektif dari pada hanya pemberian teori atau pembelajaran di kelas tentang pendidikan karakter. Oleh karena itu, sesuai pendapat Baswardono (2010) bahwa pembinaan karakter yang paling efektif adalah dengan ‘mencemplungkan’ anak-anak ke dalam kehidupan nyata.
Dalam rentang hidup anak, hampir seluruh waktu anak dilakukan untuk bermain sehingga menjadi pembiasaan bagi anak. Pembiasaan tersebut, selanjutnya dapat menjadi bagian dari pribadi anak, mengingat kepribadian terbentuk dari kebiasaan. Bermain memberikan efek yang menyenangkan bagi anak yang bermain. Melalui penerapan model pretend play telah dibuktikan bahwa anak-anak mampu dalam memahami pikiran, perasaan diri sendiri dan orang lain. Status mental ini berfungsi bagi anak untuk memahami, menerangkan atau memprediksi perilaku melalui apa yang diinginkan dan diyakini.
Rancangan awal model pretend play disusun cukup sederhana, yang terdiri dari 4 tahap yakni tahap penjelasan, persiapan, pelaksanaan dan tahap evaluasi. Rancangan tersebut disusun dalam bentuk satuan layanan (terlampir). Setelah sesi pertama terlaksana, dirasakan masih perlu memunculkan satu tahap lagi yakni tahap refleksi setelah tahap pelaksanaan. Tahap ini dirasa penting, yakni untuk memberi kesempatan anak dalam merespon (mengutarakan pendapatnya) tentang peran yang dilakukan maupun sikap dan perilaku temannya. Anak-anak diberi kebebasan untuk menilai dan menjelaskan alasannya tentang sikap perilaku diri maupun temannya.
Seperti yang diuraikan pada bagian teori di atas bahwa melalui pretend play anak juga memahami mental representations. Melalui pemahaman mental representations tersebut, anak akan memahami bagaimana reaksi orang lain dan apa yang harus dilakukan untuk mengimbangi reaksi orang lain. Curran (1999) menyebutkan bahwa dalam bermain pretend play anak akan melihat sebuah rangkaian perilaku yang akan dilakukan dan melaui rangkaian perilaku tersebut anak mengembangkan peran yang harus dimainkannya. Penggambaran (penjelasan) mengenai sikap dan perilaku diri sendiri maupun orang lain tersebut terwadahi dalam tahap refleksi di atas. Oleh karena itu, penerapan model pretend play akan menjadi sempurna dengan menggunaan 5 tahap yakni tahap penjelasan, persiapan, pelaksanaan, refleksi dan tahap evaluasi.
Temuan lain yang juga dianggap penting adalah ciri khas pretend play. Beberapa ciri khas pretend play yang perlu diperhatikan oleh pengguna model ini adalah (1) Pemilihan topik pretend play perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan anak (2) Setiap anak perlu diberi peran sehingga menjadi aktif dan dapat merasakan perannya (3) Setiap peran yang dilakonkan anak bersifat menantang (4) Memberi fleksibilitas terhadap imajinasi, pemikiran atau ide anak-anak selama permainan berlangsung (5) Anak-anak harus disiapkan secara mental (pada tahap penjelasan dan pembagian peran) maupun penyiapan fisik (penyediaan sarana prasarana permainan, akomodasi) (6) Pembimbing (mentor) pretend play yang berkarakter.
KESIMPULAN
Berdasar analisis hasil pelaksanaan lima (5) sesi pretend play, maka penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakter anak-anak pemulung telah terbina yakni dengan terwujudnya sikap dan perilaku berupa kreativitas, serius, kerja keras, tertib, terbuka, mandiri, sabar, bersahabat, berkomunikasi, saling perhatian, saling membantu, peduli lingkungan, saling menghormati antar agama, toleransi social, tidak saling menghakimi, kejujuran, dan menghargai prestasi.
Model pretend play yang dikembangkan dalam penelitian ini mengikuti 5 tahap pelaksanaannya yakni tahap penjelasan, persiapan, pelaksanaan, refleksi dan evaluasi. Ciri khas yang perlu ditekankan dalam penelitian pengembangan atau penerapan pretend play yaitu (1) Topik disesuaikan dengan kondisi lingkungan anak (2) Setiap anak diberi peran sehingga menjadi aktif dan dapat merasakan perannya (3) Peran yang bersifat menantang (4) Memberi fleksibilitas terhadap imajinasi, pemikiran atau ide anak-anak selama permainan berlangsung (5) Anak-anak harus disiapkan secara mental dan difasilitasi daam permainannya, dan (6) Perlu pembimbing yang berkarakter.
DAFTAR PUSTAKA
Baswardono, Dono. 2010. Pendidikan Karakter di Rumah, dalam Conference Proceeding. Malang: Progdi Psikologi, FIP Univ Negeri Malang
Berk, Laura.E. 1994. Child Development. Mussachusetts: Allyu and Bacon.
Borg, Walter R dan Galll, Meredith D. 1984. Educational Research: An Introduction, Fifth Edition. New York: Logman.
Bredecamp, Sue & Carol Copple (eds). 1997. Developmentelly Appropriate Practice. Washington DC: National Association for The Education of Young Children
Coon, D. 2002. Introduction to Psychology: Exploration and Aplication. West Publishing Co
Curran, J.M. 1999. Contrains of pretend play: Explicit and implicit Rules Journal of Researchin Chilhood Education. 14., Academic Research Library
Doherty, MJ. 2009. Theory of Mind: How Children Understand Other Thoughts & Feelings. New York: Psichology Press
Feist Jess & Feist Gregory J. 2008. Theories of Personality.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Goleman, D. 1999. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi (Terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
McNiff, J. 1991. Action Research: Principles and Practice. London: Routledge.
Lidz, C.S. 2003. Early Chilhood Assesment. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc
Nurihsan, Ahmad Juntika. 2006. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika ADITAMA
Schwebel, D.C. 1999. Preschoolers’pretend play and Theory of Mind: The Role of Jointly Constructed pretence. British Journal of Dvelopmental Psychology, British Psichology Society
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Winkel,WS & Hastuti M.M Sri. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi