PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL PEMBELAJARAN PKN MELALUI METODE PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS)

PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 4 PADAS

SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2017/2018

 

Suparmini

Sekolah Dasar Negeri 4 Padas

 

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Peningkatan Kualitas Pembelajaran PKN melalui Metode Pembelajaran Think Pair Share (TPS) pada Siswa Kelas V SD Negeri 4 Padas Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018. Subjek penelitian tindakan sekolah ini adalah siswa Kelas V di Sekolah Dasar Negeri 4 Padas Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan dengan jumlah 16 siswa. Perbaikan diadakan sebanyak 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu: Tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi, dan tahap refleksi. Penelitian tindakan sekolah dapat disimpulkan bahwa Kualitas Pembelajaran PKn melalui Metode Pembelajaran Think Pair Share (TPS) pada Siswa Kelas V SD Negeri 4 Padas Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018 Kecamatan Kedungjati Kabupaten Grobogan dapat meningkat. Terbukti dari data hasil belajar mengalami peningkatan yakni persentase ketuntasan prasiklus 33%, meningkat menjadi 58% pada siklus I. Pada siklus II persentase ketuntasan kembali meningkat menjadi 92%. Aktivitas belajar siswa siklus I pertemuan 1 data hasil pengamatan siswa mendapatkan skor rata-rata 18,5 dengan kategori cukup dan 21,6 dengan kategori cukup. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 24,1 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 27,9 dengan ketegori baik. Keterampilan guru mengalami peningkatan yaitu pada siklus I pertemuan 1 keterampilan guru yang diamati mendapatkan skor 23 dengan ketegori baik dan 26 dengan ketegori baik pada pertemuan 2. Keterampilan guru pada pembelajaran siklus II mengalami peningkatan dengan perolehan skor 30 dengan kategori baik pada pertemuan 1 dan meningkat menjadi 34 dengan kategori sangat baik.

Kata kunci: Aktivitas Siswa, Hasil Belajar, Pembelajaran PKn, Model Pembelajaran TPS.

 

Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam pelaksanaan pembelajaran, tugas utama seorang guru adalah mengajar, mendidik dan melatih peserta didik mencapai taraf kecerdasan, ketinggian budi pekerti, dan ketrampilan yang optimal. Guru mampu melaksanakan tugasnya dengan baik harus menguasai berbagai kemampuan dan keahlian. Guru dituntut menguasai materi pelajaran dan mampu menyajikannya dengan baik serta mampu menilai kinerjanya.

Berdasarkan Permendiknas No.22 dan 23 tahun 2006, PKn adalah bidang studi yang mempelajari dan menelaah serta menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat ditinjau dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu, sedangkan pengertian ilmu sosial adalah semua bidang ilmu yang berkenaan dengan manusia dalam konteks sosialnya atau semua bidang ilmu yang mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Mata pelajaran PKn bertujuan mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, memiliki komitmen kesadaran nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, memiliki kemampuan komunikasi, kerjasama dalam masyarakat yang majemuk baik di tingkat lokal, nasional maupun global. Dengan tercapainya tujuan pembelajaran PKn, maka tercapai pula tujuan pendidikan nasional.

Berdasarkan temuan Depdiknas (2007), dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa masih banyak permasalahan pelaksanaan standar isi mata pelajaran PKn. Guru dalam menerapkan pembelajaran lebih menekankan pada metode yang mengaktifkan guru, pembelajaran yang dilakukan guru kurang kreatif, lebih banyak menggunakan metode ceramah dan kurang mengoptimalkan media pembelajaran.

Menurut hasil observasi yang dilakukan peneliti bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran PKn di Kelas V SD Negeri 4 Padas masih belum maksimal. Guru hanya menggunakan metode ceramah saat memberikan materi. Guru belum menggunakan inovasi dalam pembelajaran. Guru kurang memperhatikan keaktifan siswa pada saat proses belajar. Guru kurang memperhatikan hasil pekerjaan tugas siswa, baik tugas di kelas maupun tugas rumah (PR). Sedangkan dari siswa itu sendiri rendahnya minat dan motivasi belajar dalam mata pelajaran PKn. Siswa kurang antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Kemampuan siswa dalam menyerap materi ajar yang diajarkan sangat rendah. Selain itu, guru tidak memanfaatkan media dengan baik saat kegiatan mengajar. Guru juga tidak menggunakan media selama proses pembelajaran. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang tertarik dengan materi dan akan cepata merasa jenuh.

Dari beberapa pencapaian hasil belajar pelajaran PKn pada siswa Kelas V Semester II tahun pelajaran 2017/2018 masih banyak siswa yang nilainya dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Data hasil belajar ditunjukkan dengan nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 80, dari 16 siswa yang mengikuti ulangan harian, sebanyak 11 siswa (68,75%) nilainya masih dibawah KKM dengan rerata kelas 61,76. Data hasil belajar dan pelaksanaan mata pelajaran tersebut perlu sekali proses pembelajaran untuk ditingkatkan kualitasnya.

Berdasarkan pertimbangan peneliti untuk memecahkan masalah pembelajaran tersebut tim kolaborasi menetapkan alternatif tindakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang dapat mendorong keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran dan meningkatkan kreativitas guru.

Kajian Teori

Kualitas Pembelajaran

Kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau juga keefektifan. Secara definitif efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya (Etzioni dalam Setiyono:2008). Efektivitas merupakan suatu konsep yang lebih luas mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar diri seseorang. Efektivitas tidak hanya dapat dilihat dari sisi produktivitas, akan tetapi juga dapat pula dilihat dari sikap orangnya. Di samping itu, efektivitas juga dapat dilihat dari bagaimana tingkat kepuasan yang dicapai oleh orang (Robbins dalam Setiyono:2008).

Simpulan dari beberapa pendapat ahli di atas adalah bahwa kualitas pembelajaran merupakan kegiatan belajar dan pembelajaran yang berlangsung secara efektif sehingga mendapatkan hasil sesuai tujuan yang diharapkan. Suatu pembelajaran dapat dikatakan berkualitas jika berhasil mengubah sikap, perilaku dan keterampilan peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikannya.

Indikator kualitas pembelajaran dapat dilihat dari perilaku guru, perilaku siswa, dan dampak belajar siswa, iklim pembelajaran, materi pembelajaran, dan media pembelajaran. Dalam hal ini perilaku siswa yang berupa aktivitas siswa, dan dampak belajar yang berupa hasil belajar, yang akan dikaji oleh peneliti.

Gagne dan Berliner (dalam Ani, 2004:2) menyatakan bahwa belajar merupakan proses di mana sesuatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Slavin (dalam Rifa’i, 2009: 82) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Witherington (dalam Thobroni, 2011: 20) menyatakan belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian. Hilgard, (dalam Suryabrata. 2005: 232)menyatakan bahwa learning is the process by which an activity originates or is changed through training procedures (whether in the laboratory or in natural environment) as distinguished from change by

Simpulan dari beberapa pendapat diatas adalah bahwa belajar merupakan perubahan perilaku dari yang semula tidak tahu menjadi tahu dan dalam perubahan perilaku yang terjadi itu akan menimbulkan reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian.

Pembelajaran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 17) dituliskan bahwa pembelajaran berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut, sedangkan pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.

Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik. Pembelajaran harus menghasilkan belajar, tapi tidak semua proses belajar terjadi karena pembelajaran (Winataputra. 2008: 1.18). Pembelajaran berdasarkan makna lesikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Pembelajaran merupakan proses organic dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran (Isjoni. 2010: 13)

Dari beberapa hal di atas dapat disimpulkan hakikat pembelajaran adalah suatu kegiatan dalam proses belajar dan mengajar dimana terjadi komunikasi yang berarti menghasilkan respon antara siswa dengan guru dengan siswa sebagai pusat pembelajaran dan menghasilkan perubahan perilaku.

 

 

Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah menyatakan bahwa “aktivitas belajar adalah kegiatan mengolah pengalaman dan atau praktik dengan cara mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan, merefleksikan rangsangan dan memecahkan masalah”.

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa adalah kegiatan yang dilaksanakan siswa untuk mengolah pengalaman dengan praktik mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan, merefleksikan rangsangan dan memecahkan masalah.

Hasil Belajar

Menurut Suprijono (dalam Thobroni, 2011: 22), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa hal-hal berikut: (a) informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis, (b) keterampilan intelaktual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang, (c) strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya, (d) keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi sehinga terwujud otomatisme gerak jasmani, dan (e) sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Benyamin S. Bloom (Anni, 2009:7-13) mengusulkan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

Simpulan dari paparan para ahli di atas adalah bahwa hasil belajar merupakan wujud perubahan perilaku yang diperoleh setelah mengalami aktifitas belajar yang dapat diaamati dan dapat diukur, berupa penguasaan konsep yang dideskripsikan dalam tujuan pembelajaran yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik

Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. PKn mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran PKn memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran PKn, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (Permendiknas No. 22 Tahun 2006).

Menurut Hidayati (2008:1.19) hakikat PKn adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya. Dalam kehidupannya manusia harus mengahadapi tantangan-tantangan yang berasal dari lingkungannya maupun sebagai hidup bersama. PKn memandang manusia dari berbagai sudut Pandang. PKn merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan.

Menurut Hadi, dkk (2008:1) Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang mengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu ilmu sosial dan humaniora. Menurut Harianti (2007:14) PKn adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi. PKn adalah mata pelajaran yang diberikan di sekolah mulai dari tingkat dasar (SD) hingga tingkat menengah (SMP/SMA) Kurikulum PKn yang dikembangkan harus memperhatikan tingkat perkembangan psikologi siswa.

Berdasarkan pendapat ahli diatas peneliti mengambil kesimpulan bahwa PKn adalah suatu bahan kajian yang mempelajari tentang telaah manusia dan dunianya.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan menurut Nursid Sumaatmadja adalah membina anak didik menjadi warga negara yang baik yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya dan bagi masyarakat. Selain itu menurut Oemar Hamalik tujuan pendidikan berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu pengetahuan dan pemahaman, sikap hidup belajar, nilai-nilai sosial dan sikap, serta ketrampilan (dalam Hidayati, 2008: 1-24).

Metode pembelajaran TPS

Strategi berpikir secara berpasangan berkembang dari penelitian belajar kooperatif. Pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan di Universitas Maryland pada tahun 1985 (Nur, dkk (2000). Lyman menyatakan bahwa strategi ini menentang asumsi bahwa berpikir kolegannya secara berpasangan merupakan suatu cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus dalam kelas. Strategi menentang asumsi bahwa semua resitasi dalam diskusi perlu dilakukan dalam setting seluruh kelompok. Berpikir secara berpasangan memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa lebih banyak berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain.

Pembelajaran think-pair-share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think-pair-share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1977), menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Menurut Hamied (2009) menyatakan bahwa think pair share merupakan kegiatan sederhana di kelas. Guru memberikan waktu kepada siswa untuk memikirkan tentang sebuah topik, berdiskusi dengan teman sebayanya, dan berbagi hasilnya dengan teman lain di kelasnya. Asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa waktu yang lebih untuk dapat berpikir, merespon dan saling membantu.

Frank Lyman memilih menggunakan strategi berpikir secara berpasangan sebagai gantinya tanya jawab seluruh siswa. Menurut Nur, dkk (2000), bahwa langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share secara sederhana digambarkan sebagai berikut:

Tahap 1: Think (berpikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan konsep pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Berpikir dapat ditandai dengan siswa mampu bertanya tulisan, bertanya lisan, menjawab pertanyaan, dan berpendapat.

Tahap 2: Pairing (berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat dibagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 45 menit untuk berpasangan.

Tahap 3: Share (berbagi). Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan berbagi untuk seluruh kelompok tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai akhir seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Penelitian tentang penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dalam pembelajaran telah dilakukan sebelumnya. Ada pun hasil penelitian tersebut adalah:

Sarwo Edi Wibowo. 2013. Peningkatan Kualitas Pembelajaran PKn Melalui Model Kooperatif Tipe Think Pair Share dengan Media CD Pembelajaran pada Siswa kelas V SDN Mangunsari Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan guru pada siklus I memperoleh rata-rata skor 18 kriteria baik, meningkat pada siklus II dengan rata-rata 23 kriteria baik, meningkat pada siklus III dengan rata-rata 28 dengan kriteria sangat baik. aktivitas siswa pada siklus I memperoleh rata-rata skor 18,29 kriteria baik, meningkat pada siklus II dengan rata-rata skor 20,33 dengan kriteria baik, meningkat pada siklus III dengan rata-rata 23,58 kriteria sangat baik. ketuntasan belajar siswa siklus I adalah 62,5%, pada siklus II 70,8%, dan pada siklus III 87,5%.

Mengacu pada kajian empiris tersebut di atas didapatkan informasi bahwa baik penerapan metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa. Hal ini memacu peneliti untuk melakukan penelitian serupa dengan penelitian yang telah ada dengan mengunakan metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) demi menguatkan hasil temuan yang telah ada. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) untuk meningkatkan kualitas Pembelajaran PKn pada siswa Kelas V SD Negeri 4 Padas.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada Semester II tahun pelajaran 2017/2018. Tempat penelitian pada Siswa Kelas V SD Negeri 4 Padas Kecamatan Kedungjati, Grobogan. Siswa Kelas V SD Negeri 4 Padas yang berjumlah 16 siswa. Terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan.

Analisis data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai siswa dalam pembelajaran. Analisis tingkat ketuntasan belajar siswa pada setiap siklusnya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi atau tes akhir siklus berupa soal tes tertulis.

Prosedur penelitian tindakan dengan langkah-langkah penelitian tindakan kelas dibagi menjadi empat kegiatan, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan/observasi, dan refleksi (Suhardjono, dalam Arikunto, 2009).

HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kondisi Awal

Hasil pengamatan pada awal pembelajaran sebelum dilaksanakan penelitian menunjukkan bahawa pembelajaran PKn di Kelas V SD Negeri 4 Padas belum berjalan secara maksimal.

Dari beberapa pencapaian hasil belajar pelajaran PKn pada siswa Kelas V Semester II tahun pelajaran 2017/2018 masih banyak siswa yang nilainya di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Data hasil belajar ditunjukkan dengan nilai terendah 50 dan nilai tertinggi 80 serta 11 siswa (68,75%) nilainya masih dibawah KKM dengan rerata kelas 61,76.

Deskripsi Hasil Siklus I

Perencanaan Tindakan

Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti membuat berbagai perencanaan yaitu:

a.    Peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran PKn Kelas V dengan Standar Kompetensi 1.Memahami perkembangan wilayah Indonesia, kenampakan alam dan keadaan sosial negara-negara di Asia Tenggara, serta benua-benua. Kompetensi Dasar 1.2 Membandingkan kenampakan alam dan keadaan sosial negara-negara tetangga.

b.    Mempersiapkan sumber dan media pembelajaran berupa buku paket PKn, alat tulis, serta media.

c.    Mempersiapkan alat evaluasi berupa tes tertulis atau lembar soal dan lembar kerja siswa (LKS)

d.    Membuat lembar pengamatan untuk guru dalam melaksanakan pembelajaran.

e.    Membuat lembar pengamatan aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Pelaksanaan Tindakan

Nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 50 dan nilai tertinggi adalah 80. Siswa yang mendapatkan nilai 80 sebanyak 1 siswa, yang mendapatkan nilai 70 sebanyak 8 siswa, yang mendapatkan nilai 60 sebanyak 5 siswa, yang mendapatkan nilai 50 sebanyak 2 siswa.

Hasil Pengamatan

Siklus I Pertemuan 1

Hasil observasi berupa pengamatan terhadap aktivitas siswa antara lain: Kesiapan dan semangat siswa mengikuti proses pembelajaran (Emotional activities), Menanggapi apersepsi (Mental activities), Memperhatikan informasi yang disampaikan guru (Listening activities,Visual activities), Ketertiban pada saat pembentukan kelompok (Emotional activities), Mendiskusikan lembar pertanyaan yang diberikan guru (Mental activities, Motor activities, Writing activities), Kerjasama dalam kelompok. (Mental activities, Motor activities, Writing), Melaporkan hasil diskusi kelompok. (Oral activities), Ketertiban siswa ketika mendapatkan penghargaan dari guru (Emotional activities), Membuat kesimpulan diskusi/ pembelajaran bersama guru (Oral activities).

Siklus I Pertemuan 2

Aktivitas siswa pada siklus I belum dapat terpenuhi secara maksimal. Hal ini disebabkan karena siswa belum terbiasa melakukan diskusi sehingga guru masih kesusahan dalam mengatur kelompok. Keberanian siswa dalam menyampaikan hasil diskusi juga masih kurang. Masih banyak siswa yang malu-malu dan takut salah ketika ditunjuk guru untuk memaparkan hasil diskusinya. Rata-rata aktivitas siswa yang berkategori cukup dan belum memenuhi kriteria ketuntasan.

Deskripsi Hasil Siklus II

Perencanaan Tindakan

Sebelum melaksanakan tindakan, peneliti membuat berbagai perencanaan yaitu:

a.    Peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran PKn Kelas V

b.    Mempersiapkan sumber dan media pembelajaran berupa buku paket PKn, alat tulis, serta media.

c.    Mempersiapkan alat evaluasi berupa tes tertulis atau lembar soal dan lembar kerja siswa (LKS)

d.    Membuat lembar pengamatan untuk guru dalam melaksanakan pembelajaran.

e.    Membuat lembar pengamatan aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Pelaksanaan Tindakan

Nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 60 dan nilai tertinggi adalah 90. Siswa yang mendapat nilai 90 sebanyak 2 siswa, yang mendapatkan nilai 80 sebanyak 4 siswa, yang mendapatkan nilai 70 sebanyak 8 siswa, yang mendapatkan nilai 60 sebanyak 2 siswa.

Hasil Pengamatan

Siklus II Pertemuan 1

Hasil observasi berupa pengamatan terhadap aktivitas siswa antara lain: Kesiapan dan semangat siswa mengikuti proses pembelajaran (Emotional activities), Menanggapi apersepsi (Mental activities), Memperhatikan informasi yang disampaikan guru (Listening activities,Visual activities), Ketertiban pada saat pembentukan kelompok (Emotional activities), Mendiskusikan lembar pertanyaan yang diberikan guru (Mental activities, Motor activities, Writing activities), Kerjasama dalam kelompok. (Mental activities, Motor activities, Writing), Melaporkan hasil diskusi kelompok. (Oral activities), Ketertiban siswa ketika mendapatkan penghargaan dari guru (Emotional activities), Membuat kesimpulan diskusi/ pembelajaran bersama guru (Oral activities).

Siklus II Pertemuan 2

Aktivitas siswa pada siklus II telah terpenuhi secara maksimal. Hal ini dibuktikan dengan rata-rata aktivitas siswa yang berkategori baik. Sehingga peneliti merasa tindakan sudah cukup dilakukan.

 

 

Pembahasan Tiap Siklus & Antar Siklus

Pembahasan Tiap Siklus

Siklus I

Pelaksanaan pembelajaran PKn melalui metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) pada siklus I dirasa belum optimal. Data hasil pengamatan aktivitas siswa siklus I menunjukkan bahwa rata-rata aktivitas siswa pada pertemuan 1 mendapatkan skor 15,50 pertemuan ke 2 skor 19,38 dengan kategori cukup dan pada Siklus II pertemuan 1 skor 23,75 pertemuan ke 2 skor 25,69 dengan kategori Baik. Banyak siswa yang masih belum terbiasa untuk mengikuti pembelajaran dengan metode Think Pair Share (TPS), sehingga mereka masih terkesan malu-malu dalam pembentukan kelompok. Dalam pelaksanaan diskusi kelas juga belum terjalin kerjasama yang baik antar anggota kelompok.

Kurangnya aktivitas siswa berakibat pada tidak meratanya pemerolehan informasi yang didapatkan oleh siswa. Sehingga evaluasi yang diberikan guru pun belum mendapatkan hasil yang memuaskan. Hal itu terbukti dengan adanya kenaikan persentase ketuntasan yang belum mencapai target yang dikehendaki peneliti yaitu 56.25%, dengan nilai terendah 50, nilai tertinggi 80, dan rata-rata 65,29. yaitu masih dibawah KKM yang ditetapkan oleh SD Negeri 4 Padas.

Oleh karena hasil temuan tersebut maka peneliti merasa bahwa peneliti harus melakukan beberapa perbaikan antara lain: guru harus mampu untuk lebih mengkondisikan kelas.Saat membimbing pembentukan kelompok diskusi guru harus mengkondisikan siswa dalam berkelompok, memberikan arahan pada siswa untuk menjawab agar tidak melenceng dari materi, dan memberi bantuan kepada siswa yang kurang paham. Ketika menggunakan variasi dalam interaksi dengan siswa guru harus variasi pemusatan perhatian dan memotivasi siswa yang kurang aktif dan menggunakan penguatan verbal atau gestural.

Siklus II

Pembelajaran PKn dengan metode Think Pair Share (TPS) pada siklus II berjalan dengan sangat baik. Aktivitas siswa pada siklus II meningkat dengan baik. Siswa sudah mulai dapat menunjukkan keaktifannya dalam pembelajaran. Sebagian besar siswa sudah paham akan tanggungjawabnya dalam tugas kelompok. Siswa saling berdiskusi dan membagi pendapat. Serta sudah tidak lagi merasa takut ataupun malu jika diminta untuk memaparkan jawaban. Ketertiban siswa saat menerima penghargaan juga sudah mulai baik. Hal itu dibuktikan dengan perolehan skor aktivitas siswa pada siklus II pertemuan pertama yaitu 23,75 dan 25,69 dengan kategori baik serta telah memenuhi indikator keberhasilan.

Kondisi siswa yang demikian menunjang pemerolehan hasil belajar yang cukup memuaskan. Terbukti bahwa data hasil belajar yang diperoleh adalah nilai terendah 60 dan tertinggi 90 dengan rata – rata 73,53 dan persentase ketuntasan klasikal 87,50% dan telah mencapai indikator keberhasilan yaitu sekurang-kurangnya ketuntasan klasikal 80%.Untuk mengatasi ketuntasan klasikal yang belum mencapai 100% telah dilaksanakan perbaikan bagi siswa yang belum tuntas.

Pembahasan Antar Siklus

Hasil belajar siswa pada pembelajaran PKn dengan metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) mengalami peningkatan pada setiap siklus. Hal itu dapat dilihat dari persentase ketuntasan prasiklus hanya 26,67%, meningkat menjadi 56.25% pada siklus I. Kemudian setelah dilakukan perbaikan, pada siklus II persentase ketuntasan kembali meningkat menjadi 87,50% dan telah memenuhi indikator keberhasilan.

Perolehan data pengamatan aktivitas siswa pada penelitian ini mendapatkan hasil yang memuaskan. Pada siklus I pertemuan 1 data hasil pengamatan siswa mendapatkan skor rata-rata 15,50 dengan kategori cukup dan 19,38 dengan kategori cukup. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 23,75 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 25,69 dengan ketegori baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemerolehan skor aktivitas siswa sudah memenuhi indikator keberhasilan.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai peningkatan kualitas pembelajaran PKn melalui model pembelajaran Think Pair Share (TPS)pada siswa kelas IV SD Negeri 4 Padas, peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1.     Hasil belajar siswa pada pembelajaran PKn dengan metode pembelajaran Think Pair Share (TPS) mengalami peningkatan pada setiap siklus. Hal itu dapat dilihat dari persentase ketuntasan prasiklus 26,67%, meningkat menjadi 56.25% pada siklus I. Kemudian setelah dilakukan perbaikan, pada siklus II persentase ketuntasan kembali meningkat menjadi 87,50% dan telah memenuhi indikator keberhasilan yaitu sekurang-kurangnya 80%.

2.     Aktivitas siswa pada penelitian ini mengalami pemingkatan. Pada siklus I pertemuan 1 data hasil pengamatan siswa mendapatkan skor rata-rata 15,50 dengan kategori cukup dan 19,38 dengan kategori cukup. Pada siklus II aktivitas siswa meningkat dengan perolehan skor pada pertemuan 1 adalah 23,75 dengan kategori baik dan pertemuan 2 menjadi 25,69 dengan ketegori baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemerolehan skor aktivitas siswa sudah memenuhi indikator keberhasilan yaitu mendapatkan skor 22 sampai 29,5 dengan kategori baik.

Saran

Menurut hasil kesimpulan di atas, maka disarankan:

1.     Guru yang akan menerapkan metode pembelajaran Think Pair Share (TPS)hendaknya dapat memaksimalkan pembelajaran yang dilakukan.

2.     Guru hendaknya lebih menciptakan pembelajaran yang meningkatkan tanggung jawab siswa dalam pemerolehan informasi untuk dirinya sendiri dan untuk kelompoknya sehingga guru dapat lebih meminimalisir aktivitas siswa yang mengganggu selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

3.     Pemerolehan hasil belajar siswa harus ditingkatkan dengan pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk menggali pengetahuan dari berbagai sumber, media yang inovatif termasuk melalui pengalaman dalam kehidupan sehari-hari siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zaenal dkk.2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV. Yrama Widya.

Ariani, Niken & Dany Haryanto.2010. Pembelajaran Multi Media di Sekolah. Jakarta:Prestasi Pustaka.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Sinar Grafika Offset.

Daryanto.2010. Media Pembelajaran Peranya Sangat Penting Dalam Mencapai Tujuan Pembelajaran.Yogyakarta: Gava Media

Krathwohl,David R. 2002. A Revision of Bloom’s Taxonomy: An Overview. The Ohio State Univetsity

Hadi, Susilo dkk. 2008. Kajian Pendidikan Kewarganegaraan.Salatiga: Widya Sari Press

Hamdani.2011.Strategi Belajar Mengajar.Bandung:Pustaka Setia

Harianti.2007.kajian kebijakan kurikulum PKn SD

Herryanto, Nar & Akib Hamid.2007.Statistika Dasar. Jakarta:Universitas Terbuka.

Hidayati, Dkk.2008. Pengembangan Pendidikan SD. Jakarta: Depdiknas

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model Terapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Isjoni, H. 2010. Pembelajaran Kooperatif: Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muryani, Sri. Dan Emy Wuryani. 2010. Pengembangan Pendidikan PKn SD. Salatiga: UKSW.

Permendiknas.2006.Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar

Permendiknas.2006.Tentang Standar Kelulusan

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Depdiknas.

Rifa’i, Achmad dan Catharina Tri Anni. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Univeritas Negeri Semarang Press.

Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Sadiman, Arief S, dkk. 2011. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers.

Sardiman A.M, 2011. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Raja grafindo.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suryabrata, Sumadi. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa. 2011. Belajar dan Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran Dalam Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.  

Uno, Hamzah. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Gorontalo: Bumi Aksara

Wibawa, Basuki. 2001. Media Pengajaran. Bandung: CV Maulana

Winataputra, S Udin. 2004. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka

Wiriaatmadja, Rochiati. 2008. Metote Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosda